• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Laporan SLHD 2015 (BLH Bojonegoro)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Buku Laporan SLHD 2015 (BLH Bojonegoro)"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

KABUPATEN BOJONEGORO

TAHUN 2015

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas perkenan ijin dan limpahan rahmatNya, melalui Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro penyusunan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kabupaten Bojonegoro Tahun 2015 atau State of the Environment Report (SoER) yang merupakan laporan tahunan tentang keadaan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan ini dapat diselesaikan sesuai dengan pedoman dan harapan kita bersama.

Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kabupaten Bojonegoro Tahun 2015 disusun selain untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu “Penyediaan Informasi Lingkungan Hidup untuk Masyarakat”, juga merupakan salah satu upaya untuk menerapkan Good Environmental Governance (GEG), terutama berkaitan dengan penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan lingkungan hidup.

(3)

Akhirnya kepada semua pihak kami sampaikan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, terutama kepada Tim Penyusun Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bojonegoro Tahun 2015, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan di Kabupaten Bojonegoro.

Bojonegoro, April 2016

BUPATI BOJONEGORO

(4)

Buku Laporan | Daftar Isi

1.1 Profil Kabupaten Bojonegoro

1.2.1 Geografis

1.2.2 Topografi

1.2.3 Struktur Geologi

1.3 Isu-isu Lingkungan Hidup Prioritas

1.4 Analisa PSR (Pressure-State-Response)

1.5 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

1.5.1 Indeks Pencemaran Air

1.5.2 Indeks Pencemaran Udara

1.5.3 Indeks Tutupan Lahan

1.5.4 Indeks Kualitas LH Kabupaten Bojonegoro

KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

2.1 Lahan dan Hutan

2.1.1 Penggunaan Lahan

2.1.2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status

(5)

Buku Laporan | Daftar Isi

ii

2.1.4 Luas Penutupan Lahan Dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan

2.1.5 Kerusakan Lahan dan Hutan

2.1.5.1 Lahan Kritis

2.1.5.2 Kerusakan Hutan

2.1.6 Konversi Lahan dan Hutan

2.2. Keanekaragaman Hayati

2.2.1 Kondisi Keanekaragaman Hayati

2.3 A i r

2.3.1 Inventarisasi Sungai

2.3.2 Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung

2.3.3 Kualitas Air Sungai

2.3.4 Kualitas Air Danau/Situ/Embung

2.3.5 Kualitas Air Sumur

2.3.6 Kualitas Air Laut

2.4 Udara

2.4.1 Kualitas Udara Ambient

2.5 Pesisir dan Laut

2.6 Iklim

2.6.1 Curah Hujan Rata-rata Bulanan

2.6.2 Kualitas Air Hujan

2.6.3 Suhu Udara Rata-rata Bulanan

2.7 Bencana Alam

2.7.1 Bencana Banjir, Korban dan Kerugian

2.7.2 Bencana Kekeringan, Luas dan Kerugian

2.7.3 Bencana Kebakaran Hutan/Lahan

2.7.4 Bencana Angin Putting Beliung

(6)

Buku Laporan | Daftar Isi

iii

BAB III

2.7.5 Bencana Tanah Longsor

TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

3.1 Kependudukan

3.1.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk

3.1.2 Penduduk Laki-laki dan Perempuan

3.1.3 Penduduk Pesisir

3.1.4 Status Pendidikan

3.1.5 Pendidikan Tertinggi

3.2 Permukiman

3.2.1 Rumah Tangga di Kabupaten Bojonegoro

3.2.2 Sumber Air Minum

3.2.3 Persampahan

3.2.4 Sanitasi

3.3 Kesehatan

3.3.1 Penyakit

3.4 Pertanian

3.4.1 Padi dan Palawija

3.4.2 Perkebunan

3.4.3 Perubahan Lahan Pertanian

3.5 Peternakan

3.6 Industri

3.7 Pertambangan

3.8 Energi

3.8.1 Penggunaan Bahan Bakar

3.8.2 Emisi Gas Karbondioksida

(7)

Buku Laporan | Daftar Isi

iv

BAB IV

3.10 Pariwisata dan Perhotelan

3.11 Limbah B3

UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

4.1 Rehabilitasi Lingkungan

4.1.1 Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi

4.1.2 Kegiatan Fisik Lainnya

4.2 Dokumen Izin Lingkungan

4.2.1 Pengawasan Ijin Lingkungan

4.3 Penegakan Hukum

4.4 Peran Serta Masyarakat

4.4.1 LSM Lingkungan Hidup

4.4.2 Penerima Penghargaan Lingkungan Hidup

4.4.3 Kegiatan Sosialisasi Lingkungan Hidup

4.5 Kelembagaan

4.5.1 Anggaran

4.5.2 Personil

III-104

III-109

IV-113

IV-113

IV-115

IV-119

IV-120

IV-121

IV-124

IV-125

IV-125

IV-128

IV-129

IV-129

(8)

Buku Laporan | Daftar Tabel

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Luas Wilayah per Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro I-4

Tabel 1.2 Luas Wilayah Berdasarkan Ketinggian di Kabupaten Bojonegoro

Luas Wilayah Menurut Kemiringan Tanah di Kabupaten Bojonegoro

Luas Areal Menurut Jenis Tanah di Kabupaten Bojonegoro

Parameter dari Setiap Indikator IKLH

Hasil Perhitungan Indeks Pencemaran Air Sungai Bengawan Solo

Status Mutu Air Sungai Bengawan Solo diwilayah Kab. Bojonegoro Tahun 2015

Indeks Pencemaran Air Sungai Tahun 2015

Hasil Pemantauan Kualitas Udara Tahun 2015

Indeks Pencemaran Udara Tahun 2015

Indeks Tutupan Hutan Tahun 2015

I-5

Luas Penutupan Lahan Dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan

Jumlah Species Flora dan Fauna yang diketahui dan dilindungi

Fluktuasi Debit Air Sungai di Kab. Bojonegoro

Hasil Uji Kualitas Air Sumur

(9)

Buku Laporan | Daftar Isi

Hasil Pemantauan Kualitas Udara Terminal Rajekwesi Jalan Veteran Tahun 2015

Hasil Pemantauan Kualitas Udara Permukiman Gg. Depo Kel. Sumbang Jl. Gajah Mada Tahun 2015

Persentase Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2012 – 2015

Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2015

Perkiraan Volume Limbah Padat Berdasarkan Sarana Transportasi Tahun 2015

Kegiatan Fisik Lainnya ditahun 2015

Pengawasan terhadap Ijin Lingkungan

Pengaduan Masalah Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro Tahun 2015

(10)

Buku Laporan | Daftar Gambar vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Bojonegoro I-3

Gambar 2.1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama II-36

Gambar 2.2

Gambar 2.3

Kawasan Lindung Berdasarkan RTRW

Data Lahan Kritis Kab. Bojonegoro Th 2009 s/d 2015

II-38

II-41

Gambar 2.4 Pelepasan Kawasan Hutan yang dapat dikonversi Menurut Peruntukan

II-44

Gambar 2.5 Grafik Hasil Uji Kualitas Air Sungai II-57

Gambar 2.6 Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan II-66

Gambar 2.7 Grafik Hasil Uji Kualitas Air Hujan II-67

Gambar 2.8 Grafik Suhu Udara Rata-rata Bulanan II-68

Gambar 3.1

Grafik Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Bojonegoro

Grafik Kepadatan Penduduk perKecamatan di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2015

Perbandingan Sex Ratio Penduduk Tahun 2015

Grafik Jumlah Penduduk di Kabupaten Bojonegoro Menurut Tingkat Pendidikan

Perbandingan Jumlah Penduduk Laki-laki dan

Perempuan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Th. 2015

Grafik Jumlah Rumah Tangga di Kab. Bojonegoro dan Sumber Air Minum

Grafik Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas BAB Tahun 2015 di Kabupaten Bojonegoro

(11)

Buku Laporan | Daftar Gambar

10 Jenis Penyakit Utama Yang Diderita Masyarakat Bojonegoro

Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman

Penggunaan Pupuk untuk Tanaman Padi dan Palawija

Grafik Perbandingan Jumlah Hewan Ternak Tahun 2013 – 2015

Grafik Perbandingan Jumlah Hewan Unggas Tahun 2013 – 2015

Grafik Perkiraan Emisi Gas Metan dari Kegiatan Peternakan

Grafik Perkiraan Beban Limbah Cair dari Sektor Industri

Grafik Jumlah Kendaraan Menurut Jenis Kendaraan dan Bahan Bakar Yang Digunakan

Konsumsi Energi Menurut Sektor Pengguna

Perkiraan Beban Limbah Padat dan Limbah Cair

Berdasarkan Tingkat Hunian Sarana Hotel/Penginapan

Perkiraan Volume Limbah Padat dan Limbah Cair Rumah Sakit

Luas Realisasi Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

(13)

Buku Laporan | Bab I 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Pembangunan Lingkungan Hidup di daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga dalam proses perencanaannya tidak terlepas atau merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana- rencana pembangunan nasional. Upaya perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup diselenggarakan berdasarkan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Dalam rangka pengelolaan lingkungan dan mewujudkan akuntabilitas publik, pemerintah berkewajiban menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskannya kepada masyarakat. Informasi tersebut harus menggambarkan keadaan lingkungan hidup, baik penyebab dan dampak permasalahannya, maupun respon pemerintah, masyarakat dan pihak lainnya dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

Sebagai sarana pemenuhan kewajiban badan publik dalam

menyampaikan informasi yang berkaitan dengan lingkungan hidup, dan sebagai sarana penyediaan data dan informasi lingkungan yang berguna dalam menilai dan menentukan prioritas masalah, dan membuat rekomendasi bagi penyusun kebijakan dan perencanaan untuk membantu Pemerintah Derah dalam pengelolaan lingkungan hidup dan menerapkan mandat pembangunan berkelanjutan maka pelaporan Status Lingkungan Hidup Daerah menjadi salah satu hal penting yang harus dilakukan oleh pemerintah Daerah.

Adapun tujuan dari penulisan laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Pemerintah Kabupaten Bojonegoro adalah :

(14)

Buku Laporan | Bab I 2

2. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai kecenderungan dan kondisi lingkungan hidup di Kabupaten Bojonegoro;

3. Sebagai sarana evaluasi kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

4. Sebagai sarana pemenuhan kewajiban badan publik dalam menyampaikan informasi yang berkaitan dengan lingkungan hidup kepada masyarakat.

Laporan SLHD dimaksudkan untuk mendokumentasikan perubahan dan kecenderungan kondisi lingkungan hidup yang ada di Kabupaten Bojonegoro. Pelaporan yang rutin akan menjamin akses informasi lingkungan hidup yang terkini dan akurat bagi publik, industri, organisasi non pemerintah dan semua tingkatan lembaga pemerintah. Laporan SLHD juga akan menyediakan referensi dasar tentang keadaan lingkungan hidup bagi pengambil kebijakan sehingga akan memungkinkan diambilnya kebijakan yang baik dalam rangka mempertahankan proses ekologis serta meningkatkan kualitas kehidupan dimasa kini dan masa datang.

1.2

PROFIL KABUPATEN BOJONEGORO

1.2.1 Geografis

Wilayah Kabupaten Bojonegoro merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Timur yang secara orientasi berada dibagian paling barat wilayah Provinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Blora yang merupakan bagian dari Provinsi Jawa Tengah.

Secara geografis Kabupaten Bojonegoro terletak pada posisi 60 59’ dan 70

(15)

Buku Laporan | Bab I 3

Adapun batas administrasi Kabupaten Bojonegoro sebagai berikut :

 sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tuban;

 sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Madiun, Nganjuk dan Jombang;

 sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Ngawi dan Blora;

 sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lamongan.

Gambar 1.1

Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Bojonegoro

(16)

Buku Laporan | Bab I 4

Tabel 1.1

Luas Wilayah per Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro

No Nama Kecamatan Luas Wilayah

Ha %

(17)

Buku Laporan | Bab I 5

Kecamatan Kalitidu dan Ngasem. Sehingga secara administrasi Kabupaten Bojonegoro saat ini terbagi menjadi 28 kecamatan dengan 419 desa dan 11 kelurahan, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro Nomor 26 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bojonegoro.

1.2.2 Topografi

Keadaan topografi Kabupaten Bojonegoro disepanjang Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo merupakan daerah dataran rendah (low land) yang berada pada ketinggian 11 sampai dengan 25 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan 2 sampai dengan 14,99 persen, sedangkan dibagian selatan merupakan dataran tinggi (upland plain) disepanjang kawasan Gunung Pandan, Kramat dan Gajah yang berada pada ketinggian diatas 25 meter.

Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi topografi Kabupaten Bojonegoro, dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1.2

Luas Wilayah Berdasarkan Ketinggian di Kab. Bojonegoro

No. Ketinggian Tempat

(mdpl) Luas (Ha) Persen (%)

1 11 – 25 m 43.155 18,71

2 25 - 99,99 m 104.629 45,35

3 100 - 499,99 m 82,348 35,69

4 > 500 m 574 0,25

Jumlah 230.706 100

Tabel 1.3

Luas Wilayah Menurut Kemiringan Tanah di Kab. Bojonegoro

No. Kemiringan Tanah (%) Luas (Ha) (persen)

1 0 - 2 % 127.109 55,10

2 2 - 15 % 83.429 36,16

3 15 - 40 % 17.312 7,50

4 > 40 % 2.856 1,24

(18)

Buku Laporan | Bab I 6

Menurut tipologinya lahan di Kabupaten Bojonegoro terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :

1. Daerah pegunungan, merupakan dataran tinggi yang terletak di Utara dan Selatan Kabupaten Bojonegoro, merupakan rangkaian dari pegunungan Kapur Utara (berada di Kecamatan Kedewan) dan pegunungan Kapur Selatan (mulai dari Kecamatan Sekar, Gondang, Temayang, Sugihwaras dan Kedungadem).

2. Daerah dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 25 m dari permukaan laut, terletak disepanjang aliran Sungai Bengawan Solo yang merupakan daerah pertanian yang subur.

3. Daerah tengah Kabupaten Bojonegoro, merupakan lahan sawah yang subur, tersebar dari Kecamatan Margomulyo sampai dengan Kepohbaru.

Sungai Bengawan Solo

1.2.3 Struktur Geologi

(19)

Buku Laporan | Bab I 7

Jenis tanah Alluvial tersebar diwilayah Utara disepanjang aliran Bengawan Solo mulai dari Kecamatan Margomulyo sampai dengan Baureno. Selain Grumosol dan Alluvial di Kabupaten Bojonegoro juga ditemukan jenis tanah Litosol dan Mediteran. Jenis tanah Litosol tersebar di Kecamatan Margomulyo, Ngraho, Tambakrejo, Ngambon, Bubulan, Temayang, Sugihwaras dan Kedungadem.

Sedangkan Jenis tanah komplek Mediteran dan Litosol terletak dibagian selatan Kabupaten Bojonegoro meliputi Kecamatan Sekar, Gondang dan sebagian Kecamatan Bubulan. Lebih jelasnya jenis tanah di Kabupaten Bojonegoro dapat dilihat pada tabel 1.4. berikut :

Tabel 1.4

Luas Areal Menurut Jenis Tanah di Kabupaten Bojonegoro

No. Jenis Tanah Luas (Ha) Persen (%)

1 Alluvial 46.349 20,09

2 Grumosol 88.937 38,55

3 Litosol 50.871 22,05

4 Mediteran 44.549 19,31

Jumlah 230.706 100

1.3

ISU

ISU LINGKUNGAN HIDUP PRIORITAS

Isu-isu lingkungan hidup prioritas di Kabupaten Bojonegoro tahun 2014 merupakan permasalahan lingkungan hidup yang perlu segera ditangani yang meliputi isu-isu bencana alam (seperti banjir, longsor, kekeringan, dan angin puting beliung), kerusakan lingkungan (yang diakibatkan oleh Penambangan Galian C, Pencemaran Air-Tanah-Udara, dan Pembalakan Liar), dan ijin lingkungan.

1) Bencana Alam (Banjir, Longsor, Kekeringan dan Angin Puting

Beliung)

(20)

Buku Laporan | Bab I 8

Bojonegoro bagian tengah yang merupakan daerah aliran Sungai Bengawan Solo menjadikan Kabupaten Bojonegoro mempunyai beberapa kawasan yaitu kawasan rawan bencana banjir, rawan bencana kekeringan rawan bencana tanah longsor dan rawan bencana angin puting beliung.

a) Banjir

Secara umum Kabupaten Bojonegoro hingga saat ini belum terbebas dari ancaman banjir yang terjadi sepanjang tahun. Kondisi topografi Kabupaten Bojonegoro yang dialiri Sungai Bengawan Solo membelah bagian Utara dan Selatan Kabupaten ini. Sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo merupakan daerah dataran rendah hingga ke bagian Utara, hal ini menjadikan wilayah Bojonegoro bagian Utara selalu mendapatkan luapan air dari Bengawan Solo yang mengalirkan banjir kiriman dari hulu sungai di Jawa Tengah.

Sedangkan dibagian Selatan merupakan dataran tinggi yang mempunyai banyak anak sungai yang bermuara di Bengawan Solo. Banyaknya kerusakan hutan di dataran tinggi bagian Selatan Kabupaten Bojonegoro menyebabkan terjadinya banjir bandang yang menimpa daerah pertanian maupun pemukiman di sekitar aliran anak sungai menuju hulu sungainya. Aliran banjir bandang ini menyebabkan terjadinya bahaya longsor dan tergerusnya lapisan tanah yang menimbulkan pendangkalan anak sungai yang bermuara di Sungai Bengawan Solo yang memacu meluapnya air dipermukaan tangkis saat terjadi hujan maksimum di daerah ini.

(21)

Buku Laporan | Bab I 9

Selain itu semakin sempitnya catchment area akibat dari cepatnya pertumbuhan kawasan terbangun di kawasan perkotaan serta penurunan kualitas daya serap tanah terhadap air hujan di kawasan hutan juga menjadi salah satu faktor penyebab bencana banjir di musim penghujan.

b) Longsor

Kondisi topografi Kabupaten Bojonegoro yang relatif datar pada bagian utara serta dataran tinggi pada bagian selatan memungkinkan aliran hujan akan menambah beban genangan sehingga pada musim hujan tanah akan mengalami kembang (swilling) dan akan mengakibatkan resiko longsor akibat rendahnya kekuatan geser tanah.

Selain itu juga karena kondisi daya dukung tanah berbentuk lereng yang terjal lebih dari 45 derajat, yang banyak terdapat diwilayah bagian selatan Kabupaten Bojonegoro yang mulai berkurang vegetasinya akibat seringnya terjadi illegal loging maupun meluapnya aliran anak sungai yang ada di daerah tersebut.

Daerah rawan bencana tanah longsor meliputi Kecamatan Margomulyo, Tambakrejo, Ngambon, Sekar, Gondang, Malo, dan Kedewan. Daerah-daerah tersebut merupakan Daerah-daerah pegunungan Kapur Selatan dan pengunungan Kapur Utara, yang merupakan perbukitan kapur yang ada di Kabupaten Bojonegoro.

c) Kekeringan

(22)

Buku Laporan | Bab I 10

Untuk penanggulangan jangka panjang Pemerintah Kabupaten melalui beberapa SKPD telah memprogramkan pemanfaatan air hujan dengan membuat embung, geomembran, sumur resapan, lubang resapan biopori, serta penanaman pohon pada daerah tangkapan air (Catchment Area) sumber mata air, sehingga diharapkan dalam jangka panjang dapat melestarikan sumber-sumber mata air yang ada.

d) Angin Puting Beliung

Hampir tiap tahun terjadi bencana angin puting beliung di setiap pergantian musim, diwilayah Kabupaten Bojonegoro, terutama di daerah hamparan terbuka dan di tepian daerah hijau. Di tahun 2013 terjadi bencana angin puting beliung di 15 Kecamatan yang ada di Kabupaten Bojonegoro dengan perkiraan kerugian mencapai jutaan rupiah. Sedangkan di tahun 2014, bencana angin puting beliung terjadi di 19 Kecamatan, dengan perkiraan kerugian mencapai miliaran rupiah.

2) Kerusakan Lingkungan

Selama ini aktifitas pembangunan yang hanya terfokus pada pertumbuhan ekonomi, mengakibatkan dampak negatif dan menyebabkan penurunan kondisi ekologis dan degradasi sumber daya alam, diantaranya :

a) Penambangan Galian C

Adanya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi tambang minyak dan gas bumi, juga aktivitas penambangan sumur minyak tua di Kecamatan Kedewan dan Malo, berpotensi mencemari dan menimbulkan kerusakan lingkungan sekitarnya. Selain itu adanya kegiatan penambangan tanah urug dan penambangan pasir illegal, juga ikut menyumbang kerusakan lingkungan di daerah DAS Bengawan Solo;

b) Pencemaran Air, Tanah dan Udara

(23)

Buku Laporan | Bab I 11

lingkungan. Pembuangan limbah cair dan limbah padat dari kegiatan Industri, Rumah Sakit, Rumah Makan dan Hotel yang tidak dikelola dengan baik dan benar akan menimbulkan dampak yang serius bagi lingkungan hidup.

c) Pembalakan Liar (Illegal Logging)

Daerah Bojonegoro merupakan wilayah yang memiliki hutan jati terluas di Jawa Timur. Akan tetapi saat ini kondisi hutan di Bojonegoro sangat memprihatinkan. Kasus illegal logging atau pembalakan liar menyebabkan kawasan hutan di Bojonegoro berubah menjadi kawasan gersang dengan udara yang panas. Banyaknya warga di sekitar lokasi hutan yang menjarah kayu jati mengakibatkan rusaknya hutan diwilayah Bojonegoro. Pembalakan liar mengakibatkan berkurangnya lahan hutan sehingga menyebabkan semakin bertambahnya lahan kritis. Selain itu dampak illegal logging juga dapat menyebabkan berbagai macam bencana alam, diantaranya angin puyuh/puting beliung, tanah longsor, dan banjir bandang. Kefahaman dan kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan harus ditanamkan dalam benak setiap individu sehingga timbul kesadaran untuk ikut menjaga dan melestarikannya.

3) Ijin Lingkungan

Setiap Usaha/Kegiatan dan atau Industri wajib memiliki Ijin Usaha. Untuk dapat memperoleh ijin usaha salah satu persyaratnya adalah harus mendapat ijin lingkungan. Untuk bisa mendapatkan ijin lingkungan, setiap jenis usaha dan/atau kegiatan wajib memiliki dokumen lingkungan (AMDAL, UKL-UPL, atau SPPL).

Suatu usaha dan/atau kegiatan boleh dilaksanakan kalau sudah memiliki ijin usaha, namun kenyataannya masih banyak para pengusaha melakukan kegiatan dulu baru mengurus ijin usaha.

(24)

Buku Laporan | Bab I 12

lingkungan tapi sudah beroperasi, disisi lain BLH tidak ingin melanggar peraturan dan disisi lain BLH tidak ingin menghambat investor yang masuk ke Kabupaten Bojonegoro.

1.4

ANALISA PSR (PRESSURE

STATE

RESPONSE)

Analisa model P-S-R merupakan analisa status lingkungan hidup yang dikembangkan oleh UNEP. Analisa model PSR (Pressure-State-Response) adalah hubungan sebab akibat (kausalitas) antara penyebab permasalahan, kondisi lingkungan hidup, dan upaya mengatasinya.

1) Bencana Alam (Banjir, Longsor, Kekeringan dan Angin Puting

Beliung)

a) Banjir

Pressure :

- Adanya pembalakan liar (illegal logging) di hutan oleh

masyarakat.

- Adanya peningkatan jumlah bangunan sehingga mengurangi area peresapan air hujan dan ruang terbuka hijau.

- Adanya bangunan liar disepanjang aliran sungai.

- Adanya pembuangan sampah pada badan air.

- Adanya peningkatan luas lahan kritis di daerah ruang terbuka

hijau.

State :

- Banyaknya lahan hutan yang gundul sehingga tidak mampu

untuk menyerap air hujan.

- Kondisi sungai yang mengalami penyempitan dan pendangkalan akibat proses sedimentasi dan sampah yang menumpuk.

- Topografi / kemiringan cukup tinggi sehingga aliran air hujan

(25)

Buku Laporan | Bab I 13

- Sebagian besar jenis tanah di Kabupaten Bojonegoro adalah

jenis Alluvial (lempung) sehingga sulit untuk meresapkan air karena permeabilitas dan porositas jenis tanah alluvial relatif rendah.

- Menurunnya daerah resapan air akibat meningkatnya luas lahan

kritis.

Response :

- Penanaman kembali (reboisasi) hutan yang gundul.

- Membuat peraturan untuk melarang mendirikan bangunan di

area sempadan sungai atau saluran air.

- Membuat program sumur resapan dan lubang biopori.

- Membuat program pembangunan 1.000 embung yang berfungsi untuk menampung air hujan.

- Pembangunan jalan transportasi dengan menggunakan paving

supaya air hujan dapat meresap ke dalam tanah.

- Normalisasi sungai dengan pembersihan sampah ataupun dari sedimen.

- Membuat SOP tindakan bencana pada saat terjadi banjir bandang.

b) Longsor

Pressure :

- Berkurangnya vegetasi / tumbuhan akibat seringnya terjadi

illegal loging.

- Kurangnya infrastruktur dalam penanganan tanah longsor.

- Adanya penambangan liar (termasuk penambangan pasir di sungai dan penambangan tanah urug)

(26)

Buku Laporan | Bab I 14

State :

- Tanah berbentuk lereng yang terjal lebih dari 45 derajat, yang banyak terdapat diwilayah bagian Selatan Kabupaten Bojonegoro

- Meningkatnya intensitas hujan dan periode ulang hujan pada saat musim penghujan

- Meluapnya aliran anak sungai pada saat musim penghujan.

- Terkikisnya tebing Bengawan Solo yang terjadi di Kecamatan Kota Bojonegoro, Kali Mengkuris dan Kali Apuringas di Kecamatan Kanor

Response :

- Penanaman pohon untuk daerah yang rawan longsor.

- Menghentikan penambangan liar (termasuk penambangan pasir

di sungai dan penambangan tanah urug) dan melakukan pengawasan.

- Membangun infrastruktur yang berfungsi sebagai penahan

longsor di daerah rawan longsor.

- Membuat SOP tindakan bencana pada saat longsor terjadi.

c) Kekeringan

Pressure :

- Jumlah penduduk semakin meningkat sehingga jumlah

kebutuhan air juga semakin meningkat sedangkan pasokan umumnya berasal dari air hujan yang kapasitasnya hampir sama setiap tahun.

- Berkurangnya vegetasi / tumbuhan akibat seringnya terjadi

illegal loging.

(27)

Buku Laporan | Bab I 15

- Tingginya nilai run-off sehingga air limpasan hujan lebih banyak

masuk ke saluran drainase dan sedikit yang terserap dalam tanah.

State :

- Musim kemarau lebih panjang daripada musim penghujan. - Untuk daerah-daerah tertentu masih banyak yang belum

memiliki tandon / penyimpan air hujan.

- Minimnya jaringan distribusi air bersih dari PDAM daerah.

- Kurangnya bangunan sumur resapan dan biopori di daerah

rawan kekeringan.

Response :

- Program 1.000 embung yang berfungsi untuk menampung air hujan pada saat musim penghujan dan sebagai cadangan air untuk musim kemarau.

- Program pembangunan sumur resapan yang berfungsi untuk memasukkan air hujan ke dalam tanah sehingga pada saat musim kemarau sumur-sumur penduduk tidak kekeringan.

- Program pembangunan jalan dengan menggunakan paving yang bertujuan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah.

- Membuat PAH (Penampungan Air Hujan) untuk daerah rawan kekeringan.

- Pembangunan biopori yang berfungsi seperti sumur resapan

namun dengan kapasitas yang lebih kecil. Saat ini BLH Kabupaten Bojonegoro telah memberikan alat untuk pembuatan biopori kepada masyarakat Kabupaten Bojonegoro yang membutuhkan.

(28)

Buku Laporan | Bab I 16

d) Angin Puting Beliung

Pressure :

- Berkurangnya vegetasi / tumbuhan akibat seringnya terjadi

illegal loging.

- Kurangnya pepohonan di daerah pemukiman penduduk.

State :

- Daerah yang terkena bencana angin puting beliung rata-rata adalah daerah yang gersang dan tandus serta jarang sekali pepohonan. Angin puting beliung terjadi dikarenakan adanya pertemuan arus angin / air streaming misalnya angin dari utara bertemu di suatu titik dengan angin yang bertiup dari arah selatan. Karena kedua angin memiliki power yang sama dan tidak ada yang mengalah akhirnya pertemuan angin didorong angin yang dari belakang membentuk putaran. Tumbuhan sangat berpengaruh terhadap terjadinya angin puting beliung karena pepohonan ini dapat menahan angin.

- Meningkatnya kecepatan angin saat musim hujan.

Response :

- Penanaman pohon di daerah-daerah yang rawan terkena bencana angin puting beliung. Selain berfungsi sebagai penahan angin, pepohonan ini juga dapat menyerap panas yang dapat menyebabkan perbedaan suhu tidak terlalu jauh sehingga timbulnya angin kencang dapat dihindari.

- Evakuasi penduduk bila akan datang angin puting beliung dan membuat SOP tindakan bencana pada saat terjadi bencana badai putting beliung.

(29)

Buku Laporan | Bab I 17

2) Kerusakan Lingkungan

a) Penambangan Galian C

Pressure :

- Pertumbuhan penduduk semakin meningkat sehingga

pembangunan perumahan juga meningkat.

- Kegiatan perminyakan membutuhkan tanah urug yang sangat

besar.

- Kebutuhan bahan galian C untuk sarana transportasi juga

semakin meningkat.

- Peningkatan infrastruktur bangunan pemerintah daerah.

State :

- Kabupaten Bojonegoro memiliki sumber daya alam bahan galian C yang sangat besar terutama di Kecamatan Malo dan Kecamatan Trucuk.

- Kondisi lokasi bahan galian C umumnya berbukit-bukit dan memiliki kemiringan yang terjal.

- Kurangnya kontrol terhadap penambang liar dan daerah

konservasi lahan/hutan.

Response :

- Sebelum dilakukan penambangan, perlu adanya pengerukan terhadap top soil (permukaan tanah bagian atas). Top soil tersebut disimpan dan nantinya dapat digunakan sebagai penutup lahan pasca kegiatan penambangan.

- Penambangan menggunakan metode/cara sistem terassering. Hal ini dapat mencegah risiko bencana tanah longsor.

- Reklamasi lahan pasca penambangan berupa penanaman

(30)

Buku Laporan | Bab I 18

- Membangun resapan biopori untuk mencegah terjadinya lahan

kritis.

b) Pencemaran Air, Tanah dan Udara

Pencemaran Air

Pressure :

- Adanya peningkatan jumlah penduduk sehingga air limbah

domestik juga semakin meningkat

- Adanya peningkatan jumlah industri sehingga air limbah industri

juga semakin meningkat

- Masih banyak jenis usaha/kegiatan yang belum memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)

- Hampir seluruh air limbah (baik air limbah domestik maupun air limbah industri) di buang ke Sungai.

- Masih adanya pembuangan sampah di badan air yang dilakukan

oleh masyarakat bantaran sungai.

State :

- Suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk

hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembang biak. Suhu air sangat bergantung pada tempat dimana air tersebut berada. Dari hasil pengujian di beberapa sungai menunjukkan masih dalam kisaran normal (27 – 310C);

- Tingkat keasaman (pH) di beberapa sungai masih memenuhi

(31)

Buku Laporan | Bab I 19

- Kepadatan yang terlarut (TDS) pada sebagian besar sungai

yaitu hampir 66,7% masih memenuhi baku mutu air kelas II;

- Padatan tersuspensi dan kekeruhan (TSS) hampir di sebagian besar sungai (100%) masih memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan, padatan tersuspensi dan kekeruhan memiliki korelasi positif yaitu semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka semakin tinggi pula nilai kekeruhan, akan tetapi tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan;

- Kebutuhan oksigen untuk mereduksi zat organik secara biologi

(BOD) dihampir semua sungai (66,7%) sudah melebihi baku mutu air kelas II, hal ini berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan oksigen untuk mereduksi zat organik secara biologi/alami;

- Kebutuhan oksigen untuk mengurangi zat organik secara

kimiawi (COD) dihampir semua sungai (83,3%) sudah melebihi baku mutu air kelas II, hal ini berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan oksigen untuk mengurangi zat organik secara kimiawi;

- Sedangkan untuk parameter Mangan, Klorida dan Phospat total masih memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan.

Renponse :

- Menegakkan peraturan yang sudah ada tentang tata cara

pembuangan air limbah

- Melakukan pengawasan secara intensif terutama air limbah yang dihasilkan dari industri.

- Melakukan normalisasi fungsi sungai dari sampah yang

(32)

Buku Laporan | Bab I 20

Pencemaran Tanah

Pressure :

- Semakin meningkatnya jumlah penduduk sehingga air limbah domestik juga semakin meningkat.

- Semakin meningkatnya pengunjung dari luar daerah Kabupaten Bojonegoro sehingga makin bertambah pula usaha/kegiatan di bidang penginapan dan/atau perhotelan.

- Semakin meningkatnya pelayanan kesehatan masyarakat

sehingga kegiatan rumah sakit juga semakin meningkat.

- Semakin meningkatnya usaha dan/atau kegiatan dibidang

industri sehingga air limbah industri juga semakin meningkat.

- Adanya pembakaran sampah dan pembuangan sampah

sembarangan.

State :

- Sebagian besar air limbah yang dihasilkan dari kegiatan masyarakat seperti air limbah domestik, air limbah rumah sakit, air limbah industri, air limbah hotel, dll di resapkan ke dalam tanah. Alasan meresapkan air limbah mereka ke dalam tanah adalah karena lokasi pembuangan air limbah jauh dari badan air/ sungai.

- Sebagian besar air limbah yang diresapkan ke dalam tanah belum memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

- Munculnya pembusukan tanah akibat adanya sampah yang menumpuk di suatu lokasi.

Response :

(33)

Buku Laporan | Bab I 21

- Melakukan uji laboratorium terhadap jenis usaha dan/atau

kegiatan yang meresapkan air limbahnya ke dalam tanah setiap 1 bulan sekali.

- Memberikan sangsi kepada para pengusaha yang meresapkan air limbahnya ke dalam tanah dengan kondisi air limbah yang diresapkan kedalam tanah tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

- Memberikan bak pemilah sampah di tempat penumpukan

sampah ataupun membuat tempat pembuangan sampah yang permanen dari pasangan batu bata.

Pencemaran Udara

Pressure :

- Peningkatan jumlah kendaraan baik kendaraan roda empat

maupun kendaraan roda dua di Kabupaten Bojonegoro.

- Peningkatan pengguna jalan yakni alat transportasi yang berasal

dari luar daerah Kabupaten Bojonegoro.

- Eksploitasi minyak yang menghasilkan gas-gas pencemar seperti

H2S, NO2, SO2, dll.

- Peningkatan jumlah industri yang mengeluarkan emisi gas

pencemar ke udara.

- Berkurangnya pepohonan sebagai penyerap alami gas CO2 di

daerah perkotaan dan sekitar industri.

- Peningkatan debu di sekitar penambangan galian C dan minyak.

State :

- Dari hasil pemantauan sesaat kualitas udara ambien di beberapa wilayah yang ada di Kabupaten Bojonegoro tahun 2014 dengan parameter SO2, CO, NO2, O3, Pb, dustfall dan NH3, secara

(34)

Buku Laporan | Bab I 22

Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Emisi Sumber Tidak Bergerak di Jawa Timur.

Response :

- Penanaman pohon disepanjang jalur transportasi maupun

sekitar kawasan industri (green belt).

- Meminimalisasi emisi gas pencemar yang dibuang ke udara. - Melakukan sampling untuk pengukuran kualitas udara setiap 3

bulan sekali.

- Melakukan pengawasan terutama pada industri-industri yang

mengeluarkan emisi gas pencemar ke udara.

- Membuat SOP tindakan bencana pada saat terjadi kebocoran pipa gas di daerah penambangan minyak.

c) Pembalakan Liar (Illegal Logging)

Pressure :

- Semakin meningkatnya jumlah penduduk sehingga kebutuhan akan kayu semakin meningkat khususnya untuk pembangunan rumah dan meubel (furniture).

- Semakin meningkatnya jumlah unit usaha kerajinan umum yang memerlukan kayu/produksi hutan di Kabupaten Bojonegoro, diantaranya industri meubel, bubut kayu, gembol, patung kayu, kayu olahan dan masih banyak lagi lainnya.

- Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan sudah terbiasa

menebang pohon di hutan sekitar mereka.

(35)

Buku Laporan | Bab I 23

- Kurangnya kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya

menjaga kelestarian hutan

State :

- Penebangan hutan secara liar di Kabupaten Bojonegoro terjadi

pada tahun 1999, dimana pada saat itu terjadi penebangan hutan secara besar-besaran. Dampak yang dirasakan dari pembalakan liar sampai dengan sekarang masih dirasakan yakni banyak hutan yang gundul sehingga sering terjadi bencana alam seperti banjir, tanah longsor, angin puting beliung, dll.

- Bertambahnya lahan kritis akibat dari dampak pembalakan liar.

- Berkurangnya tutupan hutan sehingga berpengaruh terhadap pencemaran udara. Kita ketahui bersama bahwa tumbuhan dapat menyerap gas-gas pencemar udara seperti SO2, NO2, CO, dll sehingga jika jumlah pohon berkurang maka zat-zat pencemar udara juga akan semakin meningkat.

- Meningkatnya suhu di Kabupaten Bojonegoro karena

berkurangnya pohon akibat pembalakan liar. Kita ketahui bersama bahwa pohon dapat menyerap panas sehingga jika jumlahnya berkurang maka suhu juga akan semakin meningkat.

Response :

- Reboisasi (penanaman hutan kembali) terhadap hutan-hutan

yang gundul.

- Menerapkan sistem tumpangsari. Pemerintah memberikan ijin kepada masyarakat untuk menanam tanaman seperti jagung, kacang-kacangan, dll di lokasi hutan milik Pemerintah dengan syarat masyarakat tidak boleh menebang pohon dan harus memelihara pohon milik Pemerintah.

(36)

Buku Laporan | Bab I 24

3) Ijin Lingkungan

Pressure :

- Semakin meningkatnya jumlah usaha dan/atau kegiatan yang muncul di Kabupaten Bojonegoro.

- Kurangnya kesadaran para pelaku usaha dalam menjaga

lingkungan.

State :

- Belum ada pemberian sangsi yang tegas terhadap jenis usaha

dan/atau kegiatan yang belum memiliki ijin lingkungan

- Biaya untuk mengurus ijin lingkungan relatif mahal terutama untuk menyusun dokumen lingkungan karena penyusunan dokumen lingkungan biasanya dikerjakan oleh konsultan.

- Waktu pengurusan ijin lingkungan relatif lama sehingga para

pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan malas untuk

mengurusnya.

- Kebanyakan jenis usaha dan/atau kegiatan sudah berjalan dulu sebelum punya ijin lingkungan.

Response :

- Pemberian sangsi yang tegas terhadap jenis usaha dan/atau kegiatan yang belum memiliki ijin lingkungan

- Menginventarisasi seluruh jenis usaha dan/atau kegiatan yang

belum memiliki ijin lingkungan

- Menginstruksikan kepada seluruh jenis usaha dan/atau kegiatan yang belum memiliki ijin lingkungan agar segera mengurus ijin lingkungan.

- Mengutamakan prinsip pelayanan prima agar pengurusan ijin

(37)

Buku Laporan | Bab I 25

1.5

IKLH (INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP)

Konsep IKLH, seperti yang dikembangkan oleh BPS, hanya mengambil 3 indikator kualitas lingkungan yaitu kualitas air sungai, kualitas udara, dan tutupan hutan. Mengingat bahwa harus ada keseimbangan antara indikator yang mewakili green issues (isu hijau) maka setiap indikator memiliki pembobotan yang berbeda yakni indeks pencemaran udara sebesar 30%, indeks pencemaran air sebesar 30%, dan indeks tutupan lahan sebesar 40%.

Adapun parameter dari setiap indikator dapat dilihat pada tabel tersebut di bawah ini :

Tabel 1.5

Parameter Dari Setiap Indikator Indeks Kualitas Lingkungan

No. Indikator Parameter Bobot

(38)

Buku Laporan | Bab I 26

1.5.1. Indeks Pencemaran Air

Untuk menentukan indeks pencemaran air dilakukan perhitungan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Langkah 1

Masing-masing titik diasumsikan sebagai 1 data dan akan memiliki status mutu air. Setiap titik akan memiliki indeks pencemaran air melalui persamaan sebagai berikut :

Pij = √(Ci/Lij)2

M + (Ci/Lij)2R

2

Dimana :

Lij : Konsentrasi baku peruntukan air (j)

Ci : Konsentrasi sampel parameter kualitas air (i)

PIj : Indeks pencemaran bagi peruntukan (j)

Pij : (C1/L1j, C2/L2j,...,Ci/Lij)

(Ci/Lij)M : Nilai maksimum dari Ci/Lij

(Ci/Lij)M : Nilai rata-rata dari Ci/Lij

Sebagai contoh diambil titik pantau Sungai Bengawan Solo di titik sampling Glendeng, pengambilan sampel pada tanggal 12 Pebruari 2015 sebagaimana terlihat pada tabel berikut :

Tabel 1.6

Hasil Perhitungan Indeks Pencemaran Air Sungai Bengawan Solo

Parameter Ci Lix Ci/Lix

TSS 228 50 4,29

DO 3,6 4 0,28

BOD 7,9 3 3,10

COD 16,1 25 0,64

Phospat - 0 -

Fecal Coli - 1.000 -

Total Coliform - 5.000 -

(39)

Buku Laporan | Bab I 27

Langkah 2

Setelah didapat angka rata-rata atau indeks suatu titik, kemudian diberikan status mutu air. Misalnya pada titik pantau Sungai Bengawan Solo di titik sampling Glendeng tersebut didapat angka 3,15 yang berarti

Tercemar ringan. Adapun selengkapnya untuk evaluasi terhadap Pij

adalah sebagai berikut :

 Memenuhi baku mutu atau kondisi baik jika nilai Pij antara 0 – 1

 Tercemar ringan jika nilai Pij antara 1 – 5

 Tercemar sedang jika nilai Pij antara 5 – 10

 Tercemar berat jika nilai Pij > 10

(40)

Buku Laporan | Bab I

Tabel 1.7

Status Mutu Air Sungai Bengawan Solo Diwilayah Kab. Bojonegoro Tahun 2015

No. Nama Sungai Titik

Sampling

Periode/

Tanggal TSS DO BOD COD Fosfat

Fecal Coli

Total-Coliform Pij

Status Mutu Air

1 Bengawan Solo Glendeng 12/02/2015 228 3,6 7,9 16,1 0 0 0 3,15 ringan

2 Bengawan Solo Bendung

Gerak 377 3,5 13,2 30,67 0 0 0 3,98 ringan

3 Bengawan Solo Jembatan

Padangan 480 3,5 12,1 29,764 0 0 0 4,34 ringan

4 Bengawan Solo Glendeng 22/05/2015 8,2 2,9 2,5 6,9 0 0 0 0,61 memenuhi

5 Bengawan Solo Bendung

Gerak 7,4 2,3 2,2 5,2 0 0 0 0,54 memenuhi

6 Bengawan Solo Jembatan

Padangan 10,8 3,1 3,7 8,4 0 0 0 1,06 ringan

7 Bengawan Solo Glendeng 27/08/2015 17,1 4,3 8,5 14,1 0 0 0 2,35 ringan

8 Bengawan Solo Bendung

Gerak 8,6 3,52 7,1 23,4 0 0 0 2,08 ringan

9 Bengawan Solo Jembatan

Padangan 24,9 3,98 20,3 44,8 0 0 0 3,74 ringan

10 Bengawan Solo Glendeng 14/12/2015 159,5 5,1 2,4 3,6 0 0 0 2,53 ringan

11 Bengawan Solo Bendung

Gerak 154,5 5,4 3,7 10,6 0 0 0 2,24 ringan

12 Bengawan Solo Jembatan

(41)

Buku Laporan | Bab I 29

Langkah 3

Jumlah titik sampel yang memenuhi baku mutu air dijumlahkan dan kemudian dibuat dalam presentase dengan membaginya terhadap seluruh jumlah sampel.

Langkah 4

Masing-masing presentase pemenuhan mutu air kemudian dikalikan bobot indeks, yaitu 70 untuk memenuhi, 50 untuk ringan, 30 untuk sedang dan 10 untuk berat. Sehingga didapat masing-masing nilai indeks per-mutu air dan kemudian dijumlahkan menjadi indeks air untuk IKLH Kabupaten Bojonegoro sebagaimana tabel berikut ini :

Tabel 1.8

Indeks Pencemaran Air Sungai Tahun 2015

Mutu air

Indeks Pencemaran Air Kabupaten Bojonegoro 53,33

Dari hasil perhitungan tersebut didapat Nilai Indeks Pencemaran Air Sungai di Kabupaten Bojonegoro adalah sebesar 53,33.

1.5.2. Indeks Pencemaran Udara

Pemantuan kualitas udara dilakukan melalui passive sampler dilakukan di 3 lokasi yaitu jalan padat kendaraan, terminal, dan permukiman dekat industri.

(42)

Buku Laporan | Bab I 30

Langkah 1

Menghitung rerata parameter NO2 dan SO2 dari tiap periode pemantauan untuk masing-masing lokasi (titik) sehingga didapat nilai rerata jalan padat kendaraan (A), terminal (B) dan permukiman dekat industri (C).

Hasil pemantauan kualitas udara Passive Sampler Tahun 2015 di Kabupaten Bojonegoro sebagaimana table berikut :

Tabel 1.9

Hasil Pemantauan Kualitas Udara Tahun 2015

(43)

Buku Laporan | Bab I 31

Langkah 2

Angka rerata parameter NO2 dan SO2 dibandingkan dengan referensi EU akan didapatkan Indek Udara Model EU atau indek antara sebelum dinormalisasikan pada indek IKLH.

Langkah 3

Indek Udara Model EU dikonversikan menjadi indek IKLH melalui persamaan sebagai berikut :

Indeks Udara IKLH = 100 – [(50/0,9) X ieu – 0,1)]

Hasil dari perhitungan Indek Pencemaran adalah sebagai berikut :

Tabel 1.10

Indeks Pencemaran Udara Tahun 2015

Parameter Rerata

Pemantauan 2015 Referensi EU Indeks

NO2 24,60 40 0,6150

SO2 5,36 20 0,2679

Indeks Udara Indeks annual model EU-Ieu 0,4415

Indeks Udara 2015 81,03

Dari hasil perhitungan tersebut didapat Nilai Indeks Pencemaran Udara Kabupaten Bojonegoro adalah sebesar 81,03.

1.5.3. Indeks Tutupan Lahan

Untuk menentukan indeks tutupan lahan dilakukan perhitungan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Langkah 1

Menghitung persentase yang merupakan perbandingan luas tutupan hutan dengan luas wilayah administrasi.

Langkah 2

(44)

Buku Laporan | Bab I 32

ITH = 100 - [84,3 - (TH X 100) X (50/54,3)]

Hasil dari perhitungan indeks tutupan hutan adalah sebagai berikut :

Tabel 1.11

Indeks Tutupan Hutan Tahun 2015

Lokasi

Dari hasil perhitungan tersebut didapat Nilai Indeks Tutupan Hutan Kabupaten Bojonegoro sebesar 54,3.

1.5.4. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro

Konsep IKLH, seperti yang dikembangkan oleh BPS, hanya mengambil 3 indikator kualitas lingkungan yaitu kualitas air sungai, kualitas udara, dan tutupan hutan. Mengingat bahwa harus ada keseimbangan antara indikator yang mewakili green issues (isu hijau) maka setiap indikator memiliki pembobotan yang berbeda yakni indeks pencemaran udara sebesar 30%, indeks pencemaran air sebesar 30%, dan indeks tutupan lahan sebesar 40%.

Hasil dari perhitungan adalah sebagai berikut :

Indeks pencemaran air sebesar 53,33

Indeks pencemaran udara sebesar 81,03

Indeks tutupan lahan sebesar 54,30

Sehingga Indek Kualitas Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro adalah sebagai berikut :

IKLH = (30% X 53,33) + (30% X 81,03) + (40% X 54,3)

(45)

Buku Laporan | Bab I 33

= 62,03

Berikut ini adalah klasifikasi penjelasan kualitatif dari angka Indeks Kualitas Lingkungan Hidup :

 Unggul : > 90

 Sangat baik : 82 – 90

 Baik : 74 – 82

 Cukup : 66 – 74

 Kurang : 58 – 66

 Sangat kurang : 50 – 58

 Waspada : < 50

(46)

BAB II

KONDISI LINGKUNGAN

HIDUP DAN

KECENDERUNGANNYA

(47)

Buku Laporan | Bab II 35

BAB II

KONDISI LINGKUNGAN HIDUP

DAN KECENDERUNGANNYA

2.1

LAHAN DAN HUTAN

2.1.1 Penggunaan Lahan

Tutupan lahan atau penggunaan lahan merupakan salah satu unsur indikator yang berpengaruh terhadap laju perkembangan pembangunan di suatu wilayah. Pada pemanfaatan lahan sering terjadi perubahan tata guna lahan yang disebabkan oleh proses perkembangan wilayah dan kebutuhan pergerakan masyarakat.

Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu, misalnya permukiman, perkotaan dan persawahan. Penggunaan lahan juga merupakan pemanfaatan lahan dan lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam penyelenggaraan kehidupannya. Pengertian penggunaan lahan biasanya digunakan untuk mengacu pemanfaatan masa kini (present or current land use). Oleh karena aktivitas manusia di bumi bersifat dinamis, maka perhatian sering ditujukan pada perubahan penggunaan lahan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Luas wilayah Kabupaten Bojonegoro mencapai 230.706 ha dengan proporsi penggunaan lahan utama meliputi lahan non pertanian seluas 54.440 ha (24%), lahan sawah dengan luas 77.887 ha (34%), lahan kering seluas 39.917 ha (17%), lahan perkebunan dengan luas 48 ha (0,02%), lahan hutan rakyat seluas 2.216 ha (0,96%) dan luas lahan badan air sebesar 56.202 ha (24%).

(48)

Buku Laporan | Bab II 36

Gambar 2.1

Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama

2.1.2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/ Status

Hutan merupakan salah satu potensi alam yang sangat penting bagi kelangsungan semua makhluk hidup serta salah satu penyedia oksigen di dunia. Sumberdaya hutan perlu dilestarikan, karena fungsi hutan salah satunya sebagai pelindung media tanah terhadap erosi dan longsor, penyimpan air, pencegah banjir serta sebagai paru-paru/pengabsorbsi akibat pencemaran udara serta mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi.

Luas kawasan hutan diwilayah Kabupaten Bojonegoro menurut fungsi/ statusnya terdiri dari hutan lindung, hutan produksi dan hutan kota. Berdasarkan data dari Dinas Perhutanan dan Perkebunan Kabupaten Bojonegoro luas kawasan hutan lindung adalah 1.509,40 ha dan hutan produksi seluas 95.197,80 ha. Sedangkan yang paling kecil luasannya adalah hutan kota yaitu hanya seluas 1,20 ha.

Kawasan hutan produksi adalah kawasan hutan yang dibudidayakan dengan tujuan diambil hasil hutannya baik hasil hutan kayu maupun non kayu. Kawasan ini merupakan kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya pembangunan, mendukung pengembangan industri dan ekspor. Meskipun

(49)

Buku Laporan | Bab II 37

kawasan hutan produksi merupakan kawasan budidaya tetapi juga memiliki fungsi perlindungan sebagai daerah resapan air. Kawasan ini tidak boleh dialih fungsikan untuk kegiatan lain, dan harus dikendalikan secara ketat.

Sebagian hutan di Kabupaten Bojonegoro yang tidak termasuk dalam wilayah pengelolaan Perum Perhutani disebut sebagai areal diluar kawasan hutan yang dikelola oleh Dinas Perhutanan dan Perkebunan Kabupaten Bojonegoro dan disebut sebagai hutan rakyat.

Dalam perkembangannya, sumberdaya hutan telah memberikan peluang berkembangnya sektor industri, terutama industri perkayuan. Selain itu sumber daya hutan juga berperan dalam pembangunan sektor lain, seperti misalnya perubahan fungsi hutan menjadi areal pertanian, perkebunan bahkan areal pertambangan serta kegiatan ekonomi lainnya.

Dewasa ini mulai dipahami fungsi-fungsi ekologis dan sosial dari hutan, selain fungsi ekonomi seperti dikenal selama ini. Dengan keanekaragaman hayati beserta nilai-nilai estetis lainnya, hutan juga berfungsi untuk dikembangkan menjadi wisata lingkungan (ecotourism) kehutanan. Melalui berbagai kesepakatan internasional, peran hutan dalam menentukan iklim dan lingkungan hidup global juga mulai disadari. Dalam fungsinya sebagai penyerap karbon, hutan berperan besar dalam proses pembersihan udara dan pengurangan pemanasan bumi yang diakibatkan berbagai kegiatan industri.

(50)

Buku Laporan | Bab II 38

2.1.3 Luas Kawasan Lindung Berdasarkan RTRW dan Tutupan

Lahannya

Penggunaan lahan di Kabupaten Bojonegoro berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro menurut Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2011 terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung seluas 3.665,78 hektar, dan kawasan budidaya seluas 227.040,21 hektar.

A. Kawasan Lindung

Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan lindung berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten Bojonegoro terbagi menjadi kawasan hutan lindung, kawasan sempadan sungai, serta kawasan danau dan waduk.

Gambar 2.2

Kawasan Lindung Berdasarkan RTRW

Kawasan Lindung terdiri dari Kawasan Hutan Lindung seluas 1.456,47 Ha (0,63%), sempadan sungai seluas 1.242,04 Ha (0,54%) dan kawasan sekitar danau atau waduk seluas 967,27 Ha (0,42%).

40%

34% 26%

Kawasan Hutan Lindung (Ha) Sempadan Sungai (Ha)

(51)

Buku Laporan | Bab II 39

B. Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Potensi pengembangan wilayah di Kabupaten Bojonegoro diarahkan pada kawasan budidaya yang telah ditetapkan didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro.

Kawasan budidaya yang dimaksud antara lain adalah kawasan hutan produksi (93.833,36 Ha), hutan rakyat (986,27 Ha), perkebunan (5.456,20 Ha), pertanian lahan basah (43.286,21 Ha) dan lahan kering (33.025,56 Ha), permukiman (26.715,75 Ha), ladang (17.579,80 Ha), pertambangan (222,15 Ha), perindustrian (847,84 Ha) dan kawasan lainnya (5.087,07 Ha).

2.1.4 Luas Penutupan Lahan Dalam Kawasan Hutan dan Luar

Kawasan Hutan

Lahan Hutan mendominasi tata guna lahan di Kabupaten Bojonegoro dengan luas hutan kurang lebih 96.708,40 hektar terdiri dari hutan produksi 95.197,80 Ha, hutan lindung 1.509,40 Ha dan hutan rakyat 1,20 Ha. Untuk hutan produksi (hutan Negara) pengelolaannya dibawah 7 (tujuh) Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH), antara lain :

- KPH Padangan berlokasi pada Kecamatan Padangan dan sekitarnya;

- KPH Bojonegoro berlokasi pada Kecamatan Ngasem, Ngambon, Bubulan, Dander dan sekitarnya;

- KPH Parengan berlokasi pada Kecamatan Trucuk, Malo dan sekitarnya;

- KPH Jatirogo berlokasi pada sebagian hutan di Kecamatan Malo;

- KPH Ngawi berlokasi pada sebagian hutan di Kecamatan Margomulyo;

- KPH Saradan berlokasi pada sebagian hutan di Kecamatan Tambakrejo;

- KPH Cepu berlokasi pada sebagian hutan di Kecamatan Kasiman.

(52)

Buku Laporan | Bab II 40

Tabel 2.1

Luas Penutupan Lahan

Dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan

KSA-KPA

(Ha) HL (Ha) HPT (Ha) HP (Ha) HPK (Ha) APL (Ha)

0,0 1.516,7 0,0 88.853,0 109,0 37,3

Keterangan

KSA-KPA : Kawasan Suaka Alam – Kawasan Pelestarian Alam;

HL : Hutan Lindung;

HPT : Hutan Produksi Terbatas;

HP : Hutan Produksi Tetap;

HPK : Hutan Produksi yang dapat dikonversi;

APL : Area penggunaan lain (selain kawasan hutan).

2.1.5 Kerusakan Lahan dan Hutan

2.1.5.1 Lahan Kritis

Lahan kritis merupakan lahan atau tanah yang saat ini tidak produktif karena pengelolaan dan penggunaan tanah yang tidak atau kurang memperhatikan syarat-syarat konservasi tanah dan air, sehingga lahan mengalami kerusakan, kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang telah ditentukan atau diharapkan.

Lahan kritis yang ada di Kabupaten Bojonegoro disebabkan :

a. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan

kesesuaiannya, sehingga terjadinya erosi dipercepat, yaitu kecepatan tanah yang hilang lebih besar dibanding dengan pembentukannya. Akibatnya solum tanah menjadi tipis atau bahkan yang muncul di permukaan berupa batuan induk (bed rock), karena sudah kehilangan lapisan tanah.

(53)

Buku Laporan | Bab II 41

terjadi banjir bandang seperti yang terjadi di desa Kedungsumber Kecamatan Temayang dan desa Kunci Kecamatan Dander, yang memerlukan pemulihan dengan segera sehingga bahaya erosi dan banjir bandang dapat dicegah.

Luas lahan kritis di Kabupaten Bojonegoro mengalami penurunan dari 3.898 Ha pada tahun 2011, menjadi 2.143 Ha pada tahun 2012. Hal ini tidak lepas dari upaya Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam rangka menangani lahan-lahan kritis yang ada, diantaranya dengan membuat program-program yang pro lingkungan hidup seperti, gerakan menanam satu milyar pohon, peraturan tentang pengendalian penebangan pohon dan pengetatan alih fungsi lahan.

Tahun 2013, luas lahan kritis di Kabupaten Bojonegoro mengalami sedikit kenaikan menjadi 2.166,63 Ha dan sangat kritis 22,75 Ha, sedangkan di tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 258 ha untuk lahan kritis dan sudah tidak ada lagi lahan sangat kritis di Kabupaten Bojonegoro. Dan di tahun 2015, luas lahan kritis mengalami penurunan menjadi 195 Ha, artinya upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam merehabilitasi lahan kritis bisa dikatakan berhasil.

Gambar 2.3

Data Lahan Kritis Kabupaten Bojonegoro Tahun 2009 s/d 2015

(54)

Buku Laporan | Bab II 42

Sampai dengan tahun 2015, di Kabupaten Bojonegoro belum ada data mengenai kerusakan tanah di lahan kering akibat erosi air, dan belum pernah dilakukan evaluasi kerusakan tanah di lahan kering maupun evaluasi kerusakan tanah di lahan basah Kabupaten Bojonegoro.

2.1.5.2 Kerusakan Hutan

Hutan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Oleh sebab itu menjaga kelestarian hutan sangatlah penting. Pembalakan liar atau lebih dikenal dengan sebutan illegal logging merupakan salah satu sebab kerusakan hutan di Bojonegoro. Dampak pembalakan liar ini sangat dirasakan oleh masyarakat sekitar hutan seperti perubahan cuaca yang tidak menentu, banjir bandang, sumber air berkurang, erosi, tanah longsor dan curah hujan serta hari hujan yang berkurang.

Salah satu penyebab utama berlangsungnya kegiatan illegal logging, pencurian kayu dan pengrusakan hutan di Bojonegoro adalah karena mayoritas hutan di Bojonegoro adalah hutan jati, dimana dari segi ekonomi harga kayu jati lebih mahal dari pada kayu lainnya sehingga mampu mendatangkan keuntungan yang lebih besar bagi para pembalak liar. Selain itu adanya ketimpangan antara

supply dan demand yang terlihat dari tidak terpenuhinya kebutuhan pasokan kayu bagi industri, baik kebutuhan kayu untuk industri/masyarakat Bojonegoro maupun kebutuhan kayu yang diperlukan industri/masyarakat dari luar Bojonegoro.

Menurut data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bojonegoro, jumlah unit usaha kerajinan umum yang memerlukan kayu/produksi hutan di Kabupaten Bojonegoro cukup banyak, diantaranya industri mebel, bubut kayu, gembol, patung kayu, kayu olahan dan masih banyak lagi lainnya, sehingga pemenuhan kebutuhan kayu harus didapatkan dari hutan di Kabupaten Bojonegoro, baik yang dikelola Perum Perhutani maupun oleh masyarakat.

(55)

Buku Laporan | Bab II 43

permasalahan hutan yang terjadi di Kabupaten Bojonegoro sebagaimana yang tertuang dalam isu strategis adalah penebangan liar dan kebakaran hutan. Pada tahun 2013, kerusakan hutan di Kabupaten Bojonegoro akibat penebangan liar tercatat 1,55 Ha dan akibat kebakaran hutan 258,80 Ha (data perhutani KPH Bojonegoro, Ngawi, Saradan, Parengan dan Jatirogo).

Kebakaran Hutan

Di tahun 2014, penyebab kerusakan hutan terbesar adalah dikarenakan kebakaran hutan yaitu seluas 248,40 ha, disusul penebangan liar seluas 2,452 ha, bencana alam (1,256 ha) dan perambahan hutan (0,046) ha. Sedangkan di tahun 2015 kerusakan hutan akibat kebakaran hutan mencapai 292,11 ha yang berarti mengalami kenaikan sebesar 15% dibanding tahun 2014, penebangan liar/ pencurian pohon seluas 12,284 ha dan kerusakan hutan akibat bencana alam seluas 0,578 ha.

(56)

Buku Laporan | Bab II 44

Adapun antisipasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam menghadapi hal tersebut adalah dengan menerapkan standar perlindungan hutan sesuai kriteria PHL (Pengelolaan Hutan Lestari) yaitu kelola produksi melalui reboisasi dan penghijauan, kelola lingkungan dan kelola sosial.

2.1.6 Konversi Lahan dan Hutan

Sejumlah isu penting dalam pembangunan, salah satunya adalah pelepasan kawasan hutan menjadi permukiman, pertanian, perkebunan, industri dan pertambangan. Pertumbuhan penduduk yang semakin padat dan tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup yang layak menjadi salah satu faktor pemicu alih fungsi lahan, hal ini terutama terjadi diwilayah perkotaan.

Pelepasan kawasan hutan yang dapat dikonversi menurut peruntukan berdasarkan SK Menteri Kehutanan, di Kabupaten Bojonegoro tahun 2014 di dominasi kegiatan pertanian, pertambangan dan pemukiman. Pelepasan kawasan hutan yang dapat dikonversi untuk pertanian seluas 15,35 ha, untuk pemukiman 1,08 ha dan pertambangan seluas 4,54 ha.

Berikut ini disajikan grafik konversi hutan di Kabupaten Bojonegoro menurut peruntukan selama kurun waktu tahun 2015.

Gambar 2.4

(57)

Buku Laporan | Bab II 45

Sedangkan untuk tahun 2015, berdasarkan data dari perum perhutani KPH Bojonegoro pelepasan kawasan hutan yang dapat dikonversi menurut peruntukan didominasi oleh kegiatan pertambangan mencapai 28,89 persen, dan tidak ada pelepasan kawasan hutan untuk permukiman, pertanian, perkebunan maupun industri.

2.2 KEANEKARAGAMAN HAYATI

2.2.1 Kondisi Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman organisme yang hidup di berbagai kawasan baik daratan, lautan dan ekosistem perairan lainnya, dimana didalamnya terdapat berbagai keanekaragaman hayati yang mencakup keanekaragaman dalam satu species, antar species dan keanekaragaman ekosistem/kawasan. Pembukaan lahan pertanian di kawasan hutan, penebangan liar/pembalakan menjadi salah satu penyebab menurunnya keanekaragaman hayati diwilayah Kabupaten Bojonegoro. Selain itu perburuan satwa langka juga menjadi penyebab berkurangnya species-species tertentu baik dari segi jumlah maupun macamnya.

Beberapa jenis flora yang mulai jarang ditemui di Kabupaten Bojonegoro atau mulai terancam antara lain pakis haji, pinang jawa, palem jawa, sonokeling, trengguli, walikukun, winong, pulai, pulai pandak, randu alas dan asam jawa. Sedangkan flora yang dilindungi diantaranya adalah pinang jawa dan palem jawa.

(58)

Buku Laporan | Bab II 46

Pohon Walikukun

Berdasarkan data dari BKSDA Wilayah II Bojonegoro, spesies hewan menyusui yang statusnya mulai terancam diantaranya rusa timor, trenggiling, landak, jelarang, monyet ekor panjang, kucing hutan, babi hutan, garangan jawa, musang/luwak, bajing kelapa dan kijang. Sedangkan untuk jenis burung yang statusnya mulai terancam antara lain merak hijau, bangau tongtong, cekakak sungai, burung madu sriganti, gagak hutan dan masih banyak lagi yang mulai berkurang jumlahnya dan menjadi sulit dijumpai.

(59)

Buku Laporan | Bab II 47

Demikian juga dengan beberapa jenis reptil dan ikan yang terancam punah diantaranya adalah ular sanca bodo, sanca kembang dan ular sendok/kobra, juga ikan lele lokal dan wader goa. Selain itu keong sawah juga termasuk species yang saat ini terancam punah. Pengalihan fungsi, fragmentasi, penurunan kualitas dan pengrusakan pada habitat telah menjadi faktor utama kemerosotan keanekaragaman hayati terutama terhadap flora dan fauna yang hidup bebas diwilayah hutan Kabupaten Bojonegoro.

Keong Sawah (Pila Ampullacea)

Faktor-faktor seperti tekanan penduduk dan ekonomi merupakan faktor tambahan yang mendorong kerusakan keanekaragaman hayati yang semakin parah, selain kebijakan yang belum memihak kepada masyarakat, kelembagaan yang belum mapan maupun tidak efektifnya penegakan hukum.

(60)

Buku Laporan | Bab II 48

Potensi sumberdaya hayati diwilayah Kabupaten Bojonegoro yang wilayahnya terdiri dari 28 (dua puluh delapan) kecamatan tentu memiliki keanekaragaman hayati yang cukup banyak dan bervariasi, yang saat ini sudah dimanfaatkan masyarakat Kabupaten Bojonegoro dan sekitarnya. Wilayah administrasi Kabupaten Bojonegoro yang terdiri dari hutan, sungai, pegunungan/bukit, hutan lindung, hutan produksi dan lain-lain yang mempunyai wilayah administrasi seluas ± 230.706 Ha, tentu memiliki keanekaragaman tumbuhan dan hewan yang cukup banyak sebagaimana tabel berikut ;

Tabel 2.2

Jumlah Species Flora dan Fauna yang diketahui dan dilindungi

No. Golongan Jumlah Spesies

diketahui

Air merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping sandang, pangan dan papan. Ketersediaan air berbanding lurus peningkatan jumlah penduduk, tekanan penduduk ini telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan sumber daya air. Seiring meningkatnya populasi manusia, ketersediaan air bersih berkurang akibat semakin besarnya kebutuhan akan air.

(61)

Buku Laporan | Bab II 49

tiap sumber air pada musim kemarau mengalami penurunan. Mata air yang terdapat diwilayah Kabupaten Bojonegoro tersebar di 12 Kecamatan antara lain Kecamatan Dander, Ngasem, Gondang, Ngambon, Kalitidu, Kasiman, Baureno, Padangan, Malo, Trucuk, Kapas dan Bubulan.

Sumber – sumber Air di Kab. Bojonegoro

(62)

Buku Laporan | Bab II 50

2.3.1 Inventarisasi Sungai

Dilihat dari sudut pandang geomorfologi, terdapat tiga sistem air tanah di Kabupaten Bojonegoro yakni Sistem Akuifer Perbukitan Selatan (SAPS), Sistem Akuifer Dataran Bojonegoro (SADB) dan Sistem Akuifer Perbukitan Utara (SAPU). Sistem Akuifer Perbukitan Selatan dan Perbukitan Utara secara hidrogeologis sebenarnya lebih sesuai disebut sebagai Akuitard.

Oleh karena itu penyebaran air tanah tidaklah merata di seluruh wilayah Kabupaten Bojonegoro, dimana keterdapatan serta potensinya akan sangat tergantung pada sifat lapisan akuifernya. Sedangkan sifat akuifer tersebut akan ditentukan oleh parameter dari akuifernya, yang antara lain menyangkut kapasitas jenis dan keterusannya. Secara garis besar arah aliran air tanah Kabupaten Bojonegoro ada dua arah yaitu dari perbukitan selatan arah aliran airnya adalah ke utara menuju daerah Sungai Bengawan Solo, dan dari perbukitan utara arah aliran airnya ke arah selatan juga menuju daerah Sungai Bengawan Solo.

Potensi sumberdaya air di Kabupaten Bojonegoro yang berasal dari sumber-sumber mata air dan sungai cukup banyak, sehingga perlu dikelola dengan baik dan dilakukan secara berkelanjutan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan data Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro terdapat  25 (dua puluh lima) sungai dan anak sungai di Bojonegoro. Dengan banyaknya sungai dan anak sungai serta sumber-sumber air di Kabupaten Bojonegoro memperlihatkan bahwa ketersediaan air di Kabupaten Bojonegoro lebih dari cukup, asalkan dikelola dengan baik dan benar.

Gambar

Tabel 1.7 Status Mutu Air Sungai Bengawan Solo Diwilayah Kab. Bojonegoro Tahun 2015
Tabel 1.8 Indeks Pencemaran Air Sungai Tahun 2015
Tabel 1.9 Hasil Pemantauan Kualitas Udara Tahun 2015
Gambar 2.1
+7

Referensi

Dokumen terkait