• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

Dalam dokumen Buku Laporan SLHD 2015 (BLH Bojonegoro) (Halaman 87-123)

Buku Laporan | Bab III 76

BAB III

TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

3.1

KEPENDUDUKAN

3.1.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Pertumbuhan penduduk akan selalu dikaitkan dengan tingkat kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk atau migrasi baik perpindahan ke luar maupun ke dalam suatu wilayah. Pertumbuhan penduduk adalah peningkatan atau penurunan jumlah penduduk suatu daerah dari waktu ke waktu. Penduduk yang terus bertambah jumlahnya dapat menjadi tekanan yang besar bagi lingkungan dan sumberdaya alam.

Informasi tentang jumlah dan pertumbuhan penduduk di suatu wilayah tentu sangat diperlukan untuk merancang pembangunan. Bertambahnya jumlah penduduk berakibat pada menjadi semakin sempitnya kesempatan memperoleh pekerjaan. Keadaan tersebut dapat memicu terjadinya kemiskinan. Informasi tentang jumlah dan pertumbuhan penduduk secara menyeluruh sangat diperlukan untuk menetapkan prioritas pembangunan di suatu wilayah.

Gambar 3.1

Grafik Pertumbuhan Penduduk di Kab. Bojonegoro

0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 1600000 1 2 3 4 2012 2013 2014 2015 1.472.865 1.450.934 1.453.043 1.204.314

Buku Laporan | Bab III 77

Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tahun 2015, jumlah penduduk Kabupaten Bojonegoro sebanyak 1.204.314 jiwa, sedangkan pada tahun 2014 berjumlah 1.453.043 jiwa yang berarti mengalami penurunan sebesar 248.729 jiwa atau sebesar 0,83% dari tahun sebelumnya. Hal ini dimungkinkan karena angka kelahiran lebih rendah dari pada angka kematian, dan juga perpindahan penduduk ke luar Bojonegoro lebih besar dibandingkan penduduk yang masuk ke wilayah Kabupaten Bojonegoro.

Tingkat kepadatan penduduk Bojonegoro pada tahun 2015 juga mengalami penurunan dari 630 jiwa per Km2 di tahun 2014 menjadi 522 jiwa per Km2, dengan kepadatan penduduk terbesar adalah di Kecamatan Bojonegoro yaitui 3.064 jiwa per Km2. Hal ini sangatlah wajar, mengingat Kecamatan Bojonegoro merupakan wilayah perkotaan yang merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian, sehingga otomatis memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk paling rendah adalah Kecamatan Margomulyo dengan kepadatan penduduk 137 jiwa per Km2.

Gambar 3.2

Grafik Kepadatan Penduduk perKecamatan Di Kab. Bojonegoro Tahun 2015

Buku Laporan | Bab III 78

3.1.2 Penduduk Laki-laki dan Perempuan

Perbandingan sex ratio penduduk laki-laki dan perempuan di Kabupaten Bojonegoro adalah 102 yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bojonegoro tahun 2015 jumlah penduduk laki-laki adalah 611.005 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebesar 593.309 jiwa (terdapat selisih 17.696 jiwa).

Gambar 3.3

Perbandingan Sex Ratio Penduduk Tahun 2015

3.1.3 Penduduk Pesisir

Kabupaten Bojonegoro tidak mempunyai wilayah pantai/laut, sehingga tidak ada penduduk yang tinggal diwilayah pesisir dan laut.

3.1.4 Status Pendidikan

Proses pelaksanaan pembangunan di segala bidang membutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas, oleh sebab itu perkembangan penduduk yang sangat pesat yang tidak dibarengi dengan kualitas yang baik akan menimbulkan permasalahan baru. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memberantas buta huruf, diantaranya dengan

Buku Laporan | Bab III 79

program wajib belajar 9 tahun, sehingga ke depannya diharapkan tidak ada lagi masyarakat yang buta aksara.

Kesetaraan gender di bidang pendidikan telah membawa perubahan bagi kaum perempuan, perempuan kini mempunyai akses yang sama dengan kaum laki-laki dalam mendapatkan pendidikan yang layak bagi masa depan mereka, sehingga tidak ada lagi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan di bidang pendidikan.

Di Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2015 masih terdapat 285.075 orang yang tidak bersekolah atau hampir 24% dari total penduduk Bojonegoro. Dibandingkan tahun 2014, terdapat peningkatan sebesar 5%. Hal ini dimungkinkan karena banyaknya usia anak belum sekolah dan juga faktor ekonomi/kemiskinan serta rendahnya tingkat kesadaran masyarakat di pedesaan terkait pentingnya pendidikan bagi putra putri mereka, sehingga masih ada anggapan sekolah tidak penting.

3.1.5 Pendidikan Tertinggi

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, persaingan sumberdaya manusia semakin ketat. Makin tinggi kualitas sumberdaya manusia, maka akan semakin tinggi pula nilai tawarnya, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan. Upaya ke arah peningkatan kualitas sumberdaya manusia dibidang pendidikan terus dilakukan.

Penyelenggaraan untuk tersedianya fasilitas pendidikan terus dipacu. Penyediaan fasilitas pendidikan yang memadai akan memacu akses penduduk terhadap bidang pendidikan, sehingga diharapkan semakin banyak penduduk yang dapat bersekolah di jenjang yang lebih tinggi, dengan demikian kualitas sumberdaya manusia yang secara tidak langsung dapat lebih menjamin kelangsungan sumberdaya alam.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, diharapkan semakin tinggi pula tingkat kesadaran dan kepeduliannya terhadap lingkungan, sehingga tekanan kependudukan terhadap lingkungan bisa dikurangi karena tingginya

Buku Laporan | Bab III 80

kefahaman dan kepedulian masyarakat terhadap keberlangsungan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Dari grafik di bawah ini dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan masyarakat Bojonegoro masih didominasi jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu kurang lebih 42% dari jumlah penduduk Bojonegoro, disusul jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 18% dan jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 14%. Hal ini dimungkinkan karena penduduk usia sekolah paling besar mayoritas adalah anak-anak dan remaja, sehingga tingkat pendidikan SD dan SLTP mendominasi sebagian besar tingkat pendidikan masyarakat Bojonegoro.

Gambar 3.4

Grafik Jumlah Penduduk Kabupaten Bojonegoro Menurut Tingkat Pendidikan

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Kabupaten Bojonegoro yang mengenyam pendidikan sampai dengan jenjang Sarjana (S1) mencapai 5.447 orang (0,45%), S2 (Magister) 24.697 orang (2,05%) dan S3 (Doktor) 1.206 orang (0,1%). Sedangkan di tahun 2014 jumlah penduduk yang tamat S1 mencapai 30.589 orang atau 2,1% dari jumlah penduduk Kabupaten Bojonegoro, jenjang Magister (S2) 1.567 orang atau 0,1% dan jenjang Doktor (S3) sebanyak 80 orang atau 0,01%.

Buku Laporan | Bab III 81

Kalau diamati jumlah penduduk yang tamat S1 di tahun 2015 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2014, sedangkan yang mencapai jenjang S2 dan S3 mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan tahun 2014. Hal ini dimungkinkan karena penduduk yang dulunya berada di jenjang S1 melanjutkan ke jenjang S2, dan yang dulunya S2 melanjutkan ke jenjang S3, sehingga jenjang S1 berkurang dan jenjang S2 maupun S3 bertambah.

Adapun perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan berdasarkan tingkat pendidikan sebagaimana grafik berikut ini :

Gambar 3.5

Perbandingan Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2015

Dari tabel di atas dapat dilihat perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan berdasarkan tingkat pendidikan hampir sama jumlahnya, hal ini dimungkinkan karena masyarakat sudah memahami pentingnya kesetaraan pendidikan antara laki-laki dan perempuan.

3.2

PERMUKIMAN

Pertumbuhan penduduk yang pesat berdampak pada kemampuan sumberdaya alam untuk menopangnya, khususnya ketersediaan lahan untuk permukiman, pertanian, perkantoran, industri dan masih banyak lagi dengan konsekuensi merusak lingkungan.

Buku Laporan | Bab III 82

Alih fungsi lahan menjadi permukiman dengan tidak memperhatikan keberlangsungan dan fungsi lingkungan, menyebabkan terjadinya bencana dan kerusakan lingkungan, padahal di satu sisi pertambahan penduduk menuntut pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan. Oleh sebab itu setiap kegiatan pembangunan di Kabupaten Bojonegoro harus melakukan studi analisa mengenai dampak lingkungan, dalam rangka mewujudkan hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

3.2.1 Rumah Tangga di Kabupaten Bojonegoro

Perpindahan penduduk untuk mencari pekerjaan di beberapa perusahaan/industri di Kabupaten Bojonegoro, yang pada akhirnya penduduk tersebut bermukim mendekati tempat kerjanya akan menimbulkan masalah baru terhadap lingkungan, seperti ketersediaan dan pemakaian air bersih, masalah sampah yang dihasilkan dan masalah sosial budaya, seperti pembukaan lahan dan kemiskinan akan menjadi persoalan baru diwilayah Kabupaten Bojonegoro.

Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial, jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2015 tercatat sebanyak 148.803 rumah tangga miskin, hal ini berarti mengalami kenaikan sebesar 4% dari tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 118.354 rumah tangga miskin, dengan jumlah rumah tangga miskin terbesar berada diwilayah Kecamatan Balen yaitu sebanyak 9.387 rumah tangga miskin atau 6,3% dari total rumah tangga miskin yang ada. Sedangkan jumlah rumah tangga miskin paling sedikit berada diwilayah Kecamatan Kedewan yaitu sebanyak 1.346 rumah tangga miskin atau 0,9% dari total rumah tangga miskin yang ada di Kabupaten Bojonegoro. Hal ini menunjukkan bahwa di Kecamatan Kedewan hanya 0,9% penduduknya yang berada dibawah garis kemiskinan.

Berikut ini disajikan presentase jumlah rumah tangga miskin yang ada di Kabupaten Bojonegoro dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 sebagaimana table berikut :

Buku Laporan | Bab III 83

Tabel 3.1

Persentase Jumlah Rumah Tangga Miskin

Di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2012 – 2015

Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Rumah Tangga Miskin % Jumlah Rumah Tangga Miskin 2012 1.472.865 141.087 10 2013 1.450.934 149.574 10 2014 1.453.043 118.354 8 2015 1.204.314 148.803 12

Dari tabel tersebut dapat diketahui persentase jumlah rumah tangga miskin dari tahun ke tahun. Dimana pada tahun 2014 jumlah rumah tangga miskin sempat mengalami penurunan sebesar 2%. Kemudian di tahun 2015 jumlah rumah tangga miskin yang ada di Kabupaten Bojonegoro mengalami kenaikan sebesar 4%.

3.2.2 Sumber Air Minum

Air adalah sumber daya alam yang sangat vital, yang mutlak diperlukan bagi hidup dan kehidupan manusia. Tingkat pemanfaatan air dari waktu ke waktu semakin bertambah. Meningkatnya pemanfaatan sumber daya air ini disebabkan banyak faktor, diantaranya dikarenakan tingginya kebutuhan akan air bersih akibat dari pertumbuhan penduduk dan beragamnya jenis pemanfaatan sumber daya air, sementara ketersediaan air di alam yang secara potensial dapat dimanfaatkan tetap, tidak bertambah jumlahnya.

Tantangan dalam penyediaan sumber daya air saat ini adalah bagaimana menjaga keberlanjutan dan ketersediaan sumber daya air baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Oleh sebab itu potensi sumber daya air harus dapat dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat memiliki manfaat yang sebesar- besarnya untuk kebutuhan hidup manusia, hewan dan tumbuhan dimasa kini dan masa depan, dengan memperhatikan pengelolaannya secara baik dan benar, karena potensi sumber daya air yang tidak dikelola dengan baik dan benar akan dapat menimbulkan bencana dan bisa merusak lingkungan.

Buku Laporan | Bab III 84

Seiring meningkatnya populasi manusia, ketersediaan air bersih menjadi berkurang akibat semakin besarnya kebutuhan akan air bersih dan berkurangnya sumber-sumber air. Berikut ini disajikan grafik jumlah rumah tangga dan sumber air minum di Kabupaten Bojonegoro tahun 2015.

Gambar 3.6

Grafik Jumlah Rumah Tangga di Kab. Bojonegoro Dan Sumber Air Minum

Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui kebutuhan rumah tangga dan air minum yang ada di Kabupaten Bojonegoro sebagai berikut :

- 97.734 rumah tangga dengan akses air ledeng; - 200.545 rumah tangga dengan akses air sumur; - 0 rumah tangga dengan akses air sungai;

- 8 rumah tangga dengan akses air hujan;

- 519 rumah tangga dengan akses air kemasan dan; - 21.446 rumah tangga dengan akses air lainnya.

Kebutuhan akan air bersih masyarakat Bojonegoro belum sepenuhnya tercukupi oleh PDAM selaku penyedia jasa layanan air bersih, sehingga masih banyak warga masyarakat Bojonegoro yang mengandalkan air sumur/air tanah dan sungai dalam mencukupi kebutuhan air bersih mereka, sehingga penting untuk menjaga kualitas air sumur dan air sungai agar bisa memenuhi baku mutu sebagai air bersih.

0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 97.734 200.545 0 8 519 21.446 J u ml ah R u mah T an g g a

Buku Laporan | Bab III 85

3.2.3 Persampahan

Sampah merupakan masalah yang cukup serius saat ini. Sampah yang tidak dikelola dengan baik dan benar dapat menimbulkan berbagai dampak negatif diantaranya bau yang tidak sedap dan menimbulkan berbagai macam penyakit. Sampah yang dibuang sembarangan di sungai maupun saluran-saluran air juga dapat mengakibatkan bencana banjir. Proses pembakaran sampah yang tidak sempurna juga menyebabkan penurunan kualitas udara dan menyebabkan efek gas rumah kaca, oleh sebab itu sampah perlu dikelola dengan serius dan tepat sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Di Kabupaten Bojonegoro saat ini telah banyak berdiri bank sampah yang menerapkan metode pengelolaan sampah dengan cara mengurangi, menggunakan kembali dan mendaur ulang sampah sehingga bermanfaat dan dapat menambah pendapatan masyarakat. Pengelolaan sampah sesuai dengan keinginan dari segi minimalisasi sampah dengan tujuan untuk mengambil keuntungan maksimum dari produk-produk praktis dan untuk menghasilkan jumlah minimum limbah, lebih dikenal dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) merupakan langkah yang efektif dalam mengatasi masalah persampahan saat ini.

TPS 3R (Reduce, Reuse, Recycle)

Populasi penduduk yang terus bertambah, otomatis menambah jumlah timbulan sampah yang dihasilkan, ditambah lagi kurangnya kesadaran masyarakat dalam pengolahan dan pemilahan sampah semakin menambah tekanan terhadap lingkungan.

Buku Laporan | Bab III 86

Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bojonegoro, jumlah timbulan sampah perhari yang dihasilkan dari 28 Kecamatan yang ada di Kabupaten Bojonegoro adalah 3.011 m3 dengan jumlah timbulan sampah terbesar berasal dari Kecamatan Kedungadem dan Kecamatan Dander masing-masing sebesar 203 m3 dan 201 m3 perhari. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk Kecamatan Kedungadem dan Dander adalah yang terpadat dengan jumlah penduduk masing-masing 81.336 dan 80.495 atau 7% dari penduduk Kabupaten Bojonegoro.

Lahan Sanitary landfill yang ada di TPA Banjarsari

Sedangkan Kecamatan dengan jumlah timbulan sampah terkecil adalah Kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit yaitu Kecamatan Kedewan dan Ngambon dengan jumlah timbulan sampah rata-rata perhari 28 m3 atau hanya 0,9% dari total timbulan sampah yang dihasilkan per hari.

3.2.4 Sanitasi

Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Kesehatan lingkungan adalah hal yang penting, sehingga pemenuhan sarana prasarana fasilitas lingkungan sebagai fasilitas sarana umum yang dibangun dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan adalah menjadi satu keharusan. Sanitasi juga didefinisikan sebagai perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan

Buku Laporan | Bab III 87

bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.

Penyediaan sarana prasarana tempat buang air besar bagi masyarakat yang belum memiliki fasilitas buang air besar sendiri adalah hal yang sangat- sangat dibutuhkan, karena di Kabupaten Bojonegoro saat ini masih ada rumah tangga yang tidak mempunyai fasilitas tempat buang air besar. Ironisnya mereka menjadikan sungai atau lahan persawahan dan tegalan sebagai tempat buang air besar. Berikut ini disajikan grafik jumlah rumah tangga dan fasilitas buang air besar :

Gambar 3.7

Grafik Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas BAB Tahun 2015 di Kab. Bojonegoro

Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa 82,6% masyarakat Bojonegoro sudah memiliki fasilitas buang air besar sendiri, 5,7% memiliki fasilitas buang air besar bersama, dan sisanya 11,6% tidak memiliki fasilitas buang air besar. Sedangkan persentase terbesar rumah tangga dengan fasilitas buang air besar sendiri terdapat di Kecamatan Dander yaitu sebanyak 7%, hal ini dimungkinkan karena Kecamatan Dander termasuk salah satu kecamatan yang sudah melaksanakan program ODF. Sedangkan Kecamatan dengan fasilitas buang air besar sendiri yang masih minim jumlahnya berada diwilayah Kecamatan Kedewan yaitu sebesar 0,6%. Jumlah ini sudah mengalami kenaikan sebesar 0,21% dibandingkan dengan tahun 2014 yang hanya berjumlah 0,39%.

82,6 5,7 0,0 11,6 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0

Sendiri Bersama Umum Tidak Ada

J u ml ah R T Fasilitas BAB (%)

Buku Laporan | Bab III 88

3.3

KESEHATAN

Kondisi kesehatan masyarakat Indonesia saai ini bisa dikatakan dalam kondisi yang sudah semakin membaik, meskipun masih ada sebagian masyarakat yang hidup jauh dari pola hidup sehat. Membaiknya kesehatan masyarakat merupakan manifestasi dari informasi dan media massa yang sering memberikan informasi edukatis sehingga masyarakat terdidik secara otomatis. Sumber daya manusia yang berkualitas terlahir dari masyarakat yang sehat, baik jasmani maupun rohani.

Pembangunan urusan kesehatan diarahkan pada pemenuhan dan pemerataan kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga tercipta masyarakat yang sehat dan berkualitas. Pembangunan kesehatan juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi serta berperan penting terhadap penanggulangan kemiskinan.

Kebijakan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan sasaran untuk menurunkan angka kematian bayi dan ibu hamil, menurunkan angka kesakitan dan pemenuhan gizi masyarakat. Kegiatan pembangunan kesehatan diperioritaskan pada penyuluhan kesehatan, peningkatan pelayanan kesehatan dasar, peningkatan fasilitas prasarana dan sarana kesehatan.

3.3.1 Penyakit

Kesehatan merupakan Investasi masa depan yang harus dimiliki oleh setiap manusia, baik sehat jasmani maupun rohani. Dalam usaha untuk menjadi sehat tentunya harus mengkonsumsi makanan bergizi, olah raga teratur serta istirahat yang cukup. Kesehatan bukan hanya merupakan tanggung jawab pemerintah, oleh karena itu masalah kesehatan perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Salah satu peran pemerintah dalam bidang kesehatan adalah menyediakan sarana kesehatan yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas, baik dari segi finansial maupun lokasinya.

Buku Laporan | Bab III 89

Selain memberikan layanan untuk penyembuhan penyakit, layanan kesehatan juga ditujukan untuk pencegahan terhadap gangguan kesehatan masyarakat. Banyaknya masyarakat yang melakukan kunjungan ke klinik/ poliklinik dalam keadaan yang wajar dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan dibidang layanan kesehatan.

Jenis penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat Bojonegoro berdasarkan data dari Dinas Kesehatan tahun 2015 adalah infeksi akut pada saluran pernafasan atas dengan presentase penderita mencapai 13%, diikuti penyakit gastritis dan duodenitis sebesar 8%. Dibandingkan data tahun sebelumnya jumlah penderita infeksi akut pada saluran pernafasan atas mengalami penurunan sebesar 12%. Untuk lebih jelasnya, mengenai 10 besar jenis penyakit utama yang diderita masyarakat Bojonegoro sebagaimana grafik berikut :

Gambar 3.8

10 Jenis Penyakit Utama

Yang diderita Masyarakat Bojonegoro Tahun 2015

Dari grafik tersebut diatas, diketahui bahwa penyakit utama yang banyak diderita masyarakat Bojonegoro setelah grastritis dan duodenitis adalah penyakit darah tinggi primer yang tahun lalu menduduki peringkat ke tiga dengan jumlah

Buku Laporan | Bab III 90

penderita 48.171 orang, di tahun 2015 ini turun ke peringkat empat dengan jumlah penderita 57.612 orang. Sedangkan peringkat ke tiga diambil alih penyakit capek dan pegal-pegal dengan jumlah penderita 57.907 orang atau 7%. Sedangkan sisanya adalah penyakit lain diluar 10 besar dengan jumlah penderita hampir 44%.

3.4

PERTANIAN

3.4.1 Padi dan Palawija

Seiring dengan pertambahan penduduk, akan semakin meningkat pula permintaan akan kebutuhan pangan, yang mana pemenuhan kebutuhan tersebut tentunya akan mengambil dan memanfaatkan sumberdaya alam, khususnya sektor pertanian. Hingga saat ini pertanian merupakan sektor utama yang membentuk pola hidup masyarakat Bojonegoro baik secara ekonomi, sosial dan budaya.

Penetapan kawasan yang dijadikan sebagai lahan pertanian abadi di Kabupaten Bojonegoro direncanakan sampai dengan tahun 2030, sebagaimana yang tertuang dalam KLHS Kabupaten Bojonegoro adalah seluas 32.430,4 Ha (14,05% dari luas wilayah). Fungsi penetapan lahan abadi pertanian adalah untuk menjaga kuantitas dan kualitas swasembada pangan diwilayah Kabupaten Bojonegoro. Selain fungsi tersebut, kawasan lahan pertanian abadi juga diarahkan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang difungsikan sebagai daerah tangkapan air hujan.

Kabupaten Bojonegoro merupakan daerah yang subur karena dilewati oleh Bengawan Solo, dan terdapat 17 sungai besar yang bermuara di bengawan Solo. Dengan banyaknya sungai tersebut memperlihatkan bahwa ketersediaan air di Kabupaten Bojonegoro lebih dari cukup, disamping ketersediaan air dari sungai juga tergantung intensitas curah hujan rata-rata per tahun dan area tangkapan hujan. Oleh sebab itu daerah dataran rendah yang terletak disepanjang aliran Sungai Bengawan Solo merupakan salah satu lumbung padi di Kabupaten Bojonegoro.

Buku Laporan | Bab III 91

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro, pada tahun 2015 luas lahan sawah tercatat 77.887 Ha atau 34% dari luas wilayah Kabupaten Bojonegoro, dengan luas lahan sawah terbesar berada di Kecamatan Kepohbaru dan Kedungadem dengan luas masing-masing 6.476 Ha dan 6.428 Ha atau sebesar 8,3% dari luas lahan sawah yang ada di Kabupaten Bojonegoro. Sedangkan luas lahan sawah terkecil berada diwilayah Kecamatan Bubulan yakni seluas 497 Ha atau hanya 0,6 persen dari luas lahan sawah yang ada di Kabupaten Bojonegoro.

Kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Bojonegoro merupakan yang terbesar diantara sektor-sektor perekonomian lainnya. Demikian juga penduduk yang bergiat di sektor pertanian jumlahnya cukup dominan. Pengelolaan sektor ini sangat berpengaruh pada upaya meningkatkan kesejahteraan bagi mereka yang bergiat di sektor ini. Frekuensi tanam lahan sawah yang ada di Kabupaten Bojonegoro sebagian besar atau hampir 69% (53.191Ha) dua kali dalam setahun, disusul dengan frekuensi penanaman satu kali dalam setahun sebanyak 22% (17.266Ha) dan frekuensi penanaman tiga kali dalam setahun sebanyak 9% (7.179Ha).

Lahan Pertanian

Adapun Kecamatan yang memiliki lahan sawah dengan dominasi frekuensi tanam dua kali dalam setahun adalah Kecamatan Kepohbaru dan Kedungadem, dengan produksi masing-masing 6,6 ton per Ha dan 6,8 ton per Ha. Sedangkan kecamatan dengan produksi per hektar paling besar adalah

Buku Laporan | Bab III 92

Kecamatan Gondang dengan produksi 7,5 ton per Ha, kemudian disusul Kecamatan Sumberrejo dengan produksi per Ha 7,4 ton.

Gambar 3.9

Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman

Disamping padi, di Kabupaten Bojonegoro juga terdapat produksi tanaman palawija yang cukup potensial yaitu jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu, kacang hijau dan ubi jalar. Produktivitas tanaman padi dan palawija tidak terlepas dari pemakaian pupuk. Setiap tanaman memerlukan paling tidak 16 unsur atau zat untuk pertumbuhannya yang normal, dari 16 unsur tersebut, tiga unsur (C,O,H) diperoleh dari udara, dan 13 unsur lainnya diperoleh dari tanah. Unsur hara utama yang banyak dibutuhkan tanaman tetapi jumlah atau

Dalam dokumen Buku Laporan SLHD 2015 (BLH Bojonegoro) (Halaman 87-123)

Dokumen terkait