(1)Sistem Pertanian Berkelanjutan; diseminarkan pada Seminar Periodik Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, 1997; (2) Parlindungan Lumbanraja; Staf Pengajar di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen-Medan.Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 1
SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN
(1)Oleh: Parlindungan Lumbanraja(2)
I.Pendahuluan
1.1. Latarbelakang
Sistem pertanian yang memacu produksi biji-bijian dan hasil pertanian
lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan serta kebutuhan lainnya bagi manusia menuntut masukan bahan-bahan kimia yang sangat
besar telah diketahui mengakibatkan dampak merosotnya daya dukung lahan dengan sangat cepat dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu
terjadinya pencemaran tanah dan air sebagai konsekwensi dari penggunaan bahan kimia seperti pupuk dan pestisida tidak dapat dielakkan lagi.
Atas dasar kenyataan di atas muncullah suatu konsep baru dengan
menekan pemasokan bahan kimia sekecil mungkin untuk usaha pertanian
dalam upaya memproduksi bahan pangan yang cukup dan terus menjaga produktivitas lahan serta mencegah pencemaran lingkungan untuk
pe ggu aa dala waktu ya g tak terbatas O’Co ell, 99 .
Richard (1990) mengutarakan konsep pertanian baru ini sebagai konsep
(1)Sistem Pertanian Berkelanjutan; diseminarkan pada Seminar Periodik Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, 1997; (2) Parlindungan Lumbanraja; Staf Pengajar di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen-Medan.Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 2 merupakian suatu pola pertanian yang berkelanjutan yang memelihara dayadukung lingkungan terhadap produksi sepanjang waktu.
1.2. Istilah
Banyak istilah yang digunakan dalam upaya memperkenalkan pola
pertanian berkelanjutan ini oleh berbagai tokoh ataupun kelompok tertentu, Parr et al., (1990) mencoba mengutarakan berbagai istilah yang
banyak digunakan untuk maksut pertanian berkelanjutan seperti: pertanian masukan rendah (low-input agriculture); pertanian rendah kimia (low-chemical agriculture); pertanian konservasi sumberdaya alam dan lingkungan; teknologi pertanian yang efisien sumberdaya. Kata-kata seperti: biologica, ecological, regenerativ, natural, biodinamic, low resaurce, agroecological, dan ecoagriculture juga merupakan padanan kata yang sering digunakan untuk mengutarakan pertanian berkelanjutan.
Francille (1990) menekankan agar dalam upaya penanganan pertanian berkelanjutan ini bukan hanya merupakan suatu nama atau istilah baru
sajah, tetapi benar-benar dapat diterapkan dan mempunyai pola dan sasaran yang jelas. Jadi dari kenyataan di atas bahwa walaupun ada
beberapa variasi dalam istilah untuk pertanian berkelanjutan ini, namun pada dasarnya mempunyai tujuan umum yang serupa yaitu untuk
meningkatkan pendapatan petani yang bersangkutan melalui peningkatan produksi dengan selalu menjaga produktivitas lahan yang digunakan untuk
waktu yang takterbatas.
(1)Sistem Pertanian Berkelanjutan; diseminarkan pada Seminar Periodik Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, 1997; (2) Parlindungan Lumbanraja; Staf Pengajar di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen-Medan.Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 3 Karakteristik utama dari suatu pola pertanian yang berkelanjutan sesuai dengan Dankelman and Davidson (1988) yaitu:
1. Mampu mempertahankan kehilangan tanah dengan laju dibawah laju pembentukan tanah, atau pada tingkat kehilangan tanah yang
diperbolehkan (tolerable soil loss).
2. Mampu meningkatkan pendapatan petani.
3. Dapat diterima masyarakat dan mampu untuk mengulangi penerapan teknologi (replicable) secara terus menerus tanpa
ketergantungan.
4. Pengembangan pola tanam, metoda pengolahan bahan makanan,
dan metoda penyimpanan persediaan bahan makanan.
5. Meningkatkan tingkat diversivikasi guna menjamin keluwesan pola
tanam.
6. Merpertahankan kesuburan tanah melalui pendauran bahan organik.
7. Pemanfaatan sumber air dan sumber energi setepat mungkin.
1.4. Tujuan
Parr et al., (1990) mengutarakan bahwa pertanian berkelanjutan bertujuan untuk:
1. Menjaga atau dan meningkatkan keutuhan sumber daya alam lahan dan melindungi lingkungan.
2. Menjamin penghasilan petani. 3. Mengkonservasi energi.
(1)Sistem Pertanian Berkelanjutan; diseminarkan pada Seminar Periodik Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, 1997; (2) Parlindungan Lumbanraja; Staf Pengajar di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen-Medan.Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 4
5. Meningkatkan kwalitas dan keamanan bahan makanan.
6. Menciptakan keserasian antara pertanian dengan faktor sosial
ekonomi umum lainnya.
II. Tantangan dalam Pertanian Berkelanjutan
Berberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengupayakan supaya pola pertanian berkelanjutan dapat berhasil antara lain tantangan berikut
merupakan beberapa hal utama yang perlu disikapi dengan benar:
1. Bagaimana membuat masyarakat memahami kenyataan perlunya
pertanian berkelanjutan.
2. Bagaimana membuat masyarakat mau mencoba untuk
membuktikan teknologi tertentu dapat meningkatkan hasil
pertanian, meniadakan kelaparan, dan mengkonservasi sumberdaya alam dan lingkungan.
3. Membuat suatu sosial ekonomi penggunaan sumberdaya yang meningkatkan taraf hidup masyarakat agar mereka mau
mengadopsi teknologi tersebut.
4. Menciptakan keterkaitan para ahli dalam bidang ini antara negara
(1)Sistem Pertanian Berkelanjutan; diseminarkan pada Seminar Periodik Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, 1997; (2) Parlindungan Lumbanraja; Staf Pengajar di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen-Medan.Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 5
III. Beberapa Alternatif dalam Mensukseskan Penerapan Pertanian
Berkelanjutan
3.1. Potensi Lahan dan Keberlanjutan
Karena pada kenyataannya lahan memiliki kesuburan yang berbeda-beda,
sehingga Sediono (1992) mencoba mengutarakan pentingnya ada
kebijakan dalam menetapkan luas batas minimum pemilikan lahan. Atas
dasar perbedaan kesuburan tanah di atas tersebut juga maka perlu
penggunaan tanah untuk tujuan tertentu yang sesuai dengan kemampuan
lahan tersebut. Lal et al., (1990) mencoba mengelompokkan lahan
kedalam tiga kelompok besar, yaitu: lahan kelas A ( merupakan kelompok
lahan dengan potensi produktivitas tinggi) sehingga tidak respon terhadap masukan yang besar; lahan kelas B (merupakan kelompok lahan dengan
potensi produktivitas sedang) sehingga besarnya input sangat
mempengaruhi outputnya, jadi sangat respon terhadap input; lahan kelas C (merupakan kelompok lahan yang potensi produktivitasnya rendah atau
kritis) sehingga tidak respon terhadap input.
Hubungan masing-masing kelompok lahan tersebut terhadap masukan
yang diberikan dan oputput yang dihasilkan disajikan pada Gambar 1.
Jadi jelas kiranya bahwa pemilikan lahan A dengan luas yang telatif kecil
sudah akan memberikan produksi yang cukup tinggi, sedangkan lahan
B perlu luas lahan olah yang lebih besar lagi dari lahan A dan lahan B perlu
(1)Sistem Pertanian Berkelanjutan; diseminarkan pada Seminar Periodik Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, 1997; (2) Parlindungan Lumbanraja; Staf Pengajar di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen-Medan.Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 6 Hal ini juga menggambarkan bahwa perlu adanya penggunaan teknologi dan pemanfaatan lahan yang berbeda untuk masing-masing lahan
tersebut guna memperoleh hasil yang optimal. Misalnya karena dari segi input teknologi lahan C memerlukan masukan yang sangat besar jika
digunakan untuk lahan produksi tanaman pangan, maka jadikan saja untuk penggunaan lain yang dengan pemasukan rendah tetapi masih
menguntungkan, misalnya untuk lahan penggembalaan atau penghijauan. Begitu juga dengan lahan B penggunaannya untuk lahan produksi sangat
tergantung pada perbandingan ekonomis output terhadap input yang diberikan, sedangkan lahan A karena pada dasarnya dengan input yang
rendah sudah akan memberikan hasil yang tinggi maka sudah barang
lahan C, 2
input 1 input 2 input 3 input 4
o
u
tp
u
t
Gambar 1. Hubungan Kesuburan Lahan, Input dan Output
lahan C
lahan B
lahan A
(1)Sistem Pertanian Berkelanjutan; diseminarkan pada Seminar Periodik Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, 1997; (2) Parlindungan Lumbanraja; Staf Pengajar di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen-Medan.Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 7 tentu lahan ini diprioritaskan untuk lahan produksi tanaman pangan. Dengan cara tersebut di atas diharapkan produktivitas lahan tersebut akan
tetap terjaga sehingga dengan demikian keterlanjutan dari pemanfaatan lahan tersebut akan dapat dipertahankan dalam waktu yang takterbatas.
Jika tidak demikian pemaksaan lahan C untuk pengusahaan tanaman pangan misalnya hanya akan memperbesar input dengan tanpa memberi
tambahan produksi yang berarti, bahkan ini merupakan suatu kerugian ekonomi saja.
Selain itu, dengan tidak tanggapnya lahan tersebut terhadap masukan yang besar, disamping mubajir, masukan yang diberikan akan menjadi
sumber dampak negatif terhadap kondisi lingkungan setempat, misalnya menjadi sumber pencemaran atau kerusakan lainnya.
3.2. Pengelolaan Terpadu dan Pertanian Berkelanjutan
Banyak faktor yang mempengaruhi produksi pertanian, maka hubungan dari masing-masing faktor tersebut sangat menentukan efektivitasnya
suatu input terhadap perolehan dari produksi dan besar kecilnya dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap lingkungan.
Sehingga perlu dipahami suatu dasar dari suatu pola pertanian terpadu (integrated agriculture) yang mengutamakan pemakaian semaksimal
(1)Sistem Pertanian Berkelanjutan; diseminarkan pada Seminar Periodik Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, 1997; (2) Parlindungan Lumbanraja; Staf Pengajar di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen-Medan.Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 8 penggunaan masukan buatan (energi fosil) sebagaimana diutarakan oleh El-Titi dan Landes (1990). Setelah pmilihan bahan masukan ditetapkan, hal
lain yang perlu diperhatikan adalah pengaruh interaksi dari masing-masing faktor yang diberikan, seperti diutarakan juga olah Edwards (1990) bahwa
pemupukan walau memang banyak menambahkan pertumbuhan tanaman usaha, namun juga akan memperlemah daya tahan tanaman
terhadap penyakit dan hama yang berarti juga akan memperbesar pemasukan pestisida. Sedangkan disisi lain karena pada kenyataannya
pupuk yang diberikan untuk tanam juga akan memperbaiki pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma), serta herbisida yang digunakan
mengganggu juga tumbuhan tanaman usaha, disamping adanya pengaruh buruk terhadap pertumbuhan makro dan mikrobia tanah yang pada
dasarnya biota tersebut sangat menguntungkan bagi kesuburan tanah.
Sehingga seluruh upaya ini perlu adanya cara penggunaan terpadu mulai dari cara persiapan tanah (misalnya penggunaan pengolahan tanah dari
jenis traktor ringan serta mempunyai kemampuan aplikasi ganda ,
misalnya dilengkapi dengan alat pembalik tanah dan penanam biji sekali
gus dengan demikian menghemat bahan bakar dan memperkecil pemadatan tanah).
Pemupukan, aplikasi pestisida agar semua tepat waktu dan tempat sehingga hubungan yang saling merugiakan seperti diutarakan
sebelumnya akan dapat dihindari sedemikian rupa, sehingga input efektif, produksi optimal dengan efek sampingan terhadap kerusakan lingkungan
(1)Sistem Pertanian Berkelanjutan; diseminarkan pada Seminar Periodik Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, 1997; (2) Parlindungan Lumbanraja; Staf Pengajar di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen-Medan.Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 9 lainnya seperti air bawah tanah benar-benar dapat diminimumkan hingga tingkat yang aman (Edward, 1990).
Karena penggunaan bahan-bahan kimia tersebut di atas tidak mungkin nol, maka penggunaannya harus diusahakan seminimum mungkin.
Sehingga cara ini dapat ditempuh melalui rotasi pertanaman untuk
memutuskan rantai pertumbuhan hama dan penyakit tanaman, mencegah
resistensi hama dan penyakit serta mencegah kerusakan terhadap
lingkungan lainnya (Vereijken, 1986; Franciella et al., 1990 dan Luna dan
House, 1990). Begitu juga halnya dengan penggunaan pupuk karena hasil tanaman akan dijual keluar areal pertanaman (pasar) maka penambahan
pupuk dalam jumlah yang tepat sesuai dengan daya pegang tanah, agar tidak terjadi residu atau pencucian berlebihan yang mungkin akan menjadi
sumber polusi bagi air tanah pada saat yang lain (Vereijken, 1986).
3.3. Masyarakat dan Pertanian Berkelanjutan
Keberhasilan pertanian yang berkelanjutan hanya akan tercapai jika
masyarakat yang dilibatkan didalamnya sebagai ujung tombak dalam penerapan pola ini harus mampu menerapkan pola pertanian yang
berkelanjutan tersebut. Atas dasar kenyataan tersebut David dan Elswafy (1988) mencoba melakukan penataan suatu pemanfaatan lahan daerah
cara-(1)Sistem Pertanian Berkelanjutan; diseminarkan pada Seminar Periodik Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, 1997; (2) Parlindungan Lumbanraja; Staf Pengajar di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen-Medan.Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 10 cara konservasi yang diterapkan dan mengikutsertakan masyarakat tani pengusaha lahan dalam upaya penerapan cara konservasi yang digunakan,
sehingga mereka mampu menerapkan cara tersebut setelah masa
bantuan berakhir, dan ternyata cara tersebut cukup berhasil. Karena pada
akhirnya setelah masa bantuan berakhir para petani di sekitar daerah operasional tersebut dapat melanjutkan metoda pengelolaan yang
dianjurkan tanpa bantuan pihak luar sebagaimana sebelum masa bantuan berakhir.
Adapun yang menjadi tolok ukur yang digunakan untuk pengujian keberhasilan yang diutarakan di atas oleh peneliti tersebut adalah:
1. Peningkatan produksi persatuan luas daerah pertanian yang digunakan.
2. Peningkatan pendapatan petani.
3. Peningkatan dapat baca (literacy) dan kesehatan.
4. Penigkatan partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan.
5. Pertumbuhan dan stabilitas hutan. 6. Penurunan run-off dan hasil sedimen.
Jadi keberhasilan tersebut merupakan suatu contoh besarnya peranan masyarakat pengguna lahan dalam pencapaian suatu pola pemanfaatan
(1)Sistem Pertanian Berkelanjutan; diseminarkan pada Seminar Periodik Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, 1997; (2) Parlindungan Lumbanraja; Staf Pengajar di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen-Medan.Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 11
3.4. Pertumbuhan Penduduk dan Pertanian Berkelanjutan
Dimiyati (1992) dan Sediono (1992) mengutarakan adanya pengaruh jumlah penduduk dan pertumbuhan jumlah penduduk terhadap
pengelolaan suatu daerah pertanian dalam upaya menjadikannya suatu
pola pertanian yang berkelanjutan. Mereka menjelaskan bahwa dengan semakin besarnya jumlah populasi pada suatu daerah akan mendesak
pemanfaatan lahan secara intensif untuk memenuhi keperluan mereka.
Sehingga usaha peningkatan produksi ini akan mempersingkat waktu
istirahat pada tanah sedangkan penyerapan hara dari tanah tersebut semakin besar.
Dsari hasil memang terbutkti bahwa penggunaan lahan yang pada saat jumlah penduduk di wilayah Himalaya sedikit, pemanfaatan lahan secara
subsisten masih dapat berjalan secara optimal, namun setelah penduduk bertambah hingga dua kali lipat dari semula pemanfaatan lahan tersebut menjadi sangat intensif dan mengakibatkan lahan tersebujt sangat kritis.
Hal ini diduga adalah sebagai akibat dari tekanan penduduk yang
berlebihan terhadap lahan yang tersedia sehingga fungsi produksi lahan
tersebut menjadi terkuras dalam waktu yang sangat singkat (Dimyati, 1992). Jadi dari kenyataan tersebut perlu difikirikan bahwa penekanan