• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unduh BRS Ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Unduh BRS Ini"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2014

1. Perkembangan Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat, 2010 – Maret 2014

Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada Maret 2014 adalah 379.200 jiwa mengalami penurunan 0,14 persen dibandingkan kondisi September 2013. Lebih dari dua per tiga, tepatnya 71,5 persen, penduduk miskin tinggal di daerah perdesaan. Jadi sekitar 28,5 persen penduduk miskin tinggal di perkotaan. Tabel 1, menunjukkan bahwa 5,43 persen penduduk perkotaan dikategorikan sebagai penduduk miskin, sementara itu, di daerah perdesaan, persentase penduduk miskin lebih tinggi dibanding daerah perkotaan yaitu sekitar 8,68 persen.

No. 38 /7 /13/Th. XVII / 1 Juli 2014

 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada Maret 2014 adalah 379.200 jiwa. Dibanding September 2013 (384.080 jiwa) turun sebanyak 4884 jiwa. Menurut wilayahnya, perkotaan turun sebanyak 17.900 jiwa, sebaliknya jumlah penduduk miskin perdesaan mengalami peningkatan sebanyak 13.100 jiwa.

 Secara persentase, penduduk miskin turun sebesar 0,15 persen dari periode September 2013 ke Maret 2014 yaitu dari 7,56 persen menjadi 7,41 persen.

 Garis Kemiskinan (GK) mengalami peningkatan dari Rp 336.606,00 per kapita per bulan pada September 2013, menjadi Rp 349.655,00 perkapita perbulan pada Maret 2014

 Komponen terbesar pembentuk Garis Kemiskinan adalah Garis Kemiskinan Makanan dengan kontribusi 71,87 persen, sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan memberikan kontribusi sebesar 28,13 persen.

 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) turun dari 1,267 persen pada September 2014 menjadi 0,940 persen pada Maret tahun 2014.

(2)

Secara keseluruhan persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan dari 7,56 persen pada September 2013 menjadi 7,41 persen pada Maret 2014. Dilihat perkembangan menurut perdesaan dan perkotaan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami perubahan relatif lebih tinggi dari daerah perdesaan. Penduduk miskin daerah perkotaan turun dari 6,38 persen pada September 2013 menjadi 5,43 persen pada Maret 2014. Sedangkan di daerah perdesaan, persentase penduduk miskinnya mengalami kenaikan dari 8,30 persen menjadi 8,68 persen. Perkembangan perubahan persentase dan jumlah penduduk miskin menurut daerah perdesaan dan perkotaan berturut-turut dapat dilihat pada Grafik 1 dan Grafik 2.

Tabel 1.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat Menurut Daerah, Maret 2010 – Maret 2014

Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%)

Perkotaan Perdesaan Jumlah Perkotaan Perdesaan Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Grafik 1.

Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat Menurut Daerah, Maret 2010–Maret 2014

(3)

Grafik 2.

Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat Menurut Daerah, Maret 2010–Maret 2014

2. Perkembangan Penduduk Miskin September 2013 – Maret 2014

Informasi kemiskinan yang disajikan merupakan keadaan kemiskinan pada bulan September 2013 dan Maret 2014. Dari September 2013 ke Maret 2014 jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 17,9 ribu jiwa. Sedangkan untuk jumlah penduduk miskin perdesaan mengalami kenaikan sebanyak 13,1 ribu jiwa. Perubahan tersebut mengakibatkan jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan sebanyak 4,9 ribu jiwa dari September 2013 ke Maret 2014.

3. Perubahan Garis Kemiskinan September 2013 – Maret 2014

Perubahan jumlah dan persentase penduduk miskin tidak akan terlepas dari perubahan nilai garis kemiskinan. Garis kemiskinan (GK) merupakan rata-rata pengeluaran per kapita perbulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penduduk kedalam golongan miskin atau tidak miskin.

Garis kemiskinan yang digunakan untuk menghitung penduduk miskin Maret 2014 adalah Rp. 349.655 (kapita/bulan). Peran komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan komoditi non makanan. Pada bulan Maret 2014, sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 76,86 persen. Jika dibedakan menurut daerah perkotaan dan perdesaan maka sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan di perdesaan sebesar 80,44 persen lebih besar dibandingkan daerah perkotaan yang hanya 71,86 persen. Komposisi tersebut tidak jauh berbeda dangan kondisi September 2013.

Jika dibandingkan antara September 2013 dan Maret 2014, maka garis kemiskinan daerah perkotaan meningkat sebesar 3,94 persen. Sedangkan di daerah perdesaan meningkat 3,82 persen, peningkatan di perdesaan ini lebih rendah dari daerah perkotaan. Jika dilihat menurut komponennya maka terjadi perbedaan antara perkotaan

(4)

dan perdesaan. Di daerah perdesaan garis kemiskinan makanan mengalami perubahan yang lebih besar daripada garis kemiskinan non makanan. Kondisi yang berlawanan terjadi di daerah perkotaan, komponen garis kemiskinan non makanan mengalami kenaikan yang lebih besar dibandingkan kenaikan garis kemiskinan makanan pada periode yang sama

Tabel 2.

Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

Menurut Daerah, September 2012, Maret 2013, September 2013 dan Maret 2014

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)

4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

(5)

Tabel 3

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), September 2012, Maret 2013, September 2013 dan Maret 2014(%)

Tahun Kota Desa Kota + Desa

P1

September 2012 1,132 1,300 1,235

Maret 2013 0,999 1,019 1,011

September 2013 1,117 1,363 1,267

Maret 2014 0.654 1.122 0.940

P2

September 2012 0,296 0,322 0,312

Maret 2013 0,238 0,191 0,209

September 2013 0,292 0,313 0,305

Maret 2014 0.125 0.278 0,219

Dari Tabel 3 terlihat bahwa Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan dari September 2013 ke Maret 2014. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran per kapita perbulan penduduk miskin makin mendekati garis kemiskinan. Kondisi tersebut bersifat positif bagi upaya penghapusan kemiskinan. Begitu juga jika dibedakan menurut daerah perkotaan dan perdesaan maka indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan mengalami penurunan

(6)

5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.

b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.

c. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

d. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

(7)

D A T A

Gambar

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat
Grafik 2. Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat
Tabel 2.
Tabel 3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang akan berfokus pada modifikasi model bisnis atas layanan produk yang ditawarkan oleh

(2) Perorangan atau badan hukum yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11 dan atau Pasal 12 dikenakan sanksi berupa penarikan

Sistematika penulisan artikel hasil penelitian empiris (berbasis riset) terdiri dari Judul, Nama Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Metode, Hasil dan Pembahasan, Simpulan dan

Segala puji bagi Allah SWT, penulis panjatkan atas kehadirat-Mu yang telah memberikan limpahan kemudahan, karunia, dan rahmat sehingga penulis dapat

Dengan dibuatnya mesin penggiling biji jarak ini, maka dapat mengurangi penggunaan tenaga manusia, guna meningkatkan kefektifan kerja agar tercapai produktifitas yang tinggi

Landsat kombinasi band 542 tampak sebagai wama biru (kotak berwama merah pada citra tgl 19 April 2006), pada perkembangan selanjutnya pada lokasi yang sarna mengalami

UNAIR NEWS – Mahasiswa Fakultas Kedoktean Hewan (FKH) Universitas Airlangga dalam penelitiannya menemukan bahwa wortel (Daucus carota L) dapat digunakan sebagai bahan

Membangun suatu perangkat lunak untuk mengidentifikasi karakter pada suatu file gambar yang berasal dari hardcopy dokumen atau dari sumber lainnya, dengan