• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner pada Kelompok Usia =45 Tahun di RS.Panti Wilasa Citarum Semarang T1 462007005 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner pada Kelompok Usia =45 Tahun di RS.Panti Wilasa Citarum Semarang T1 462007005 BAB IV"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Responden Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif deskiptif yang dilakukan di RS. Panti Wilasa Citarum Semarang pada tanggal 19 Agustus – 31 Agustus 2013. Yang menjadi sampel pada penelitian ini yaitu seluruh pasien yang berusia ≥ 45 tahun yang menjalani rawat

inap di ruang Anggrek dan Ruang cempaka. Total sampel yang diperoleh sebanyak 30 pasien namun 10 antaranya sudah terdiagnosa

dengan PJK.

Tabel 4.1 Distribusi pasien rawat inap usia ≥45 tahun di RS Panti Wilasa Citarum Semarang

PJK Pasien rawat inap

Jumlah %

Terdiagnosa PJK 10 33.33

Tidak Terdiagnosa PJK

20 66.67

Jumlah 20 100.00

Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013)

(2)

4.2 Hasil Penelitian Dan Pembahasan

4.2.1 Analisa Univariat

1. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

a. Jenis Kelamin

Tabel 4.2 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Variabel Jenis Kelamin di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka

Jenis Kelamin

Tidak Menderita PJK

Menderita PJK Jumlah Total

Jumlah % Jumlah % Jumla

h

%

Laki-Laki 10 50.00 8 80.00 18 60.00

Perempua n

10 50.00 2 20.00 12 40.00

Jumlah 20 100.0

0

10 100.0

0

30 100.00

Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013)

Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi faktor-faktor risiko PJK berdasarkan jenis kelamin di RS Panti Wilasa Citarum semarang Ruang Anggrek dan Cempaka yaitu laki-laki total sebanyak 18 orang (60,00%), sedangkan perempuan sebanyak 12 orang (40,00%).

Pasien ≥ 45 tahun tidak menderita PJK sebanyak 20

(3)

b. Usia

Tabel 4.3 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Variabel Usia di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka.

Usia Tidak Menderita PJK

Menderita PJK Jumlah Total

Jumla h

% Jumlah % Jumlah %

45-55 8 40.00 8 80.00 16 53.33

56-65 8 40.00 1 10.00 9 30.00

66-75 3 15.00 1 10.00 3 10.00

>75 1 5.00 - - 2 6.67

Jumlah 20 100.00 10 100.00 30 100.00

Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013)

Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi faktor-faktor risiko PJK berdasarkan Usia di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 8 orang (80,00%) diantaranya berusia 45-55 tahun 1 pasien (10,00%) berusia 56-65, dan 1 pasien (10,00%) berusia 66-75 Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK sebanyak 8 orang (40,00%) berusia 45-55 tahun , 8 orang (40,00%) berusia 56-65 tahun, 3 orang (15,00%) berusia 66-75 dan 1 orang (5,00%) yang berusia >75 tahun.

Dari total pasien usia ≥45 yang di rawat inap di RS citarum

(4)

c. Riwayat Keluarga

Tabel 4.4 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Riwayat Keluarga di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka

Riwayat Keluarga

Tidak Menderita PJK

Menderita PJK Jumlah Total

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Ya 9 45.00 6 60.00 15 50.00

Tidak 11 55.00 3 30.00 14 46.67

Tidak ada Keterangan

- 1 10.00 1 3.33

Jumlah 20 100.00 10 100.00 30 100.00

Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013)

Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi faktor-faktor risiko PJK berdasarkan Riwayat keluarga yang memiliki PJK di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 6 orang (60,00%) memiliki riwayat keluarga dengan PJK dan 3 orang (30,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat keluarga dengan PJK dan 1 orang (10,00%) tidak memiliki keterangan tentang riwayat keluarga atau tidak mengetahui tentang hal ini.

Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat keluarga dengan PJK sebanyak 11 orang (55,00%), 9 orang (45,00%) lainnya tidak menderita PJK dan juga tidak memiliki keluarga. Dari total pasien usia ≥45 yang di rawat

(5)

lainnya tidak memiliki keterangan atau tidak mengetahui apakah keluarganya memiliki riwayat PJK.

2. Faktor-Faktor Risiko Yang Dapat Dimodifikasi

a. Merokok

Tabel 4.5 Faktor Risiko PJK Berdasarkan Kebiasaan Merokok di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka.

Merokok Tidak Menderita PJK Menderita PJK Jumlah Total

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Ya 12 60.00 8 80.00 20 77.67

Tidak 8 40.00 2 20.00 10 33.33

Jumlah 20 100.00 10 100.00 30 100.00

Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013)

Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi faktor-faktor risiko PJK berdasarkan Riwayat Merokok di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 8 orang (80,00%) merokok dan 2 pasien (20,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat merokok. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat merokok sebanyak 12 orang (60,00%) dan 8 orang (40,00%) yang tidak memiliki riwayat merokok. Dari total pasien usia ≥45 yang

(6)

b. Dislipidemia

Tabel 4.6 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Riwayat Dislipidemia di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka.

Dislipidemia Tidak Menderita PJK

Menderita PJK Jumlah Total

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Ya 16 80.00 7 70.00 23 76.67

Tidak 4 20.00 3 30.00 7 23.33

Jumlah 20 100.00 10 100.00 30 100.00

Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013)

Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi faktor-faktor risiko PJK berdasarkan Riwayat Dislipidemia di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 7 orang (70,00%) memiliki riwayat dislipidemia dan 3 pasien (30,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat dislipidemia. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat dislipidemia sebanyak 16 orang (80,00%) dan 4 orang (30,00%) yang tidak memiliki riwayat dislipidemia. Dari total pasien usia ≥45 yang di rawat inap di RS

(7)

c. Diabetes melitus

Tabel 4.7 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Riwayat Diabetes Melitus di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka.

Diabetes Tidak Menderita PJK

Menderita PJK Jumlah Total

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Ya 13 65.00 6 60.00 19 63.33

Tidak 7 35.00 4 40.00 11 36.67

Jumlah 20 100.00 10 100.00 30 100.00

Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013)

Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi faktor-faktor risiko PJK berdasarkan Riwayat Diabetes Melitus di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 6 orang (60,00%) memiliki riwayat Diabetes Melitus dan 4 pasien (40,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat Diabetes Melitus. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat Diabetes Melitus sebanyak 13 orang (65,00%) dan 7 orang (35,00%) yang tidak memiliki riwayat Diabetes Melitus. Dari total pasien usia ≥45 yang di rawat inap di RS

(8)

d. Obesitas

Tabel 4.8 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Obesitas di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka.

Obesitas Tidak Menderita PJK

Menderita PJK Jumlah Total

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Ya 12 60.00 4 40.00 16 53.33

Tidak 8 40.00 6 60.00 14 46.67

Jumlah 20 100.00 10 100.00 30 100.00

Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013)

Pada tabel dan gambar di atas dapat dilihat distribusi faktor-faktor risiko PJK berdasarkan Indeks massa tubuh pasien yang tergolong obesitas di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 4 orang (40,00%) tergolong obesitas dan 6 orang (60,00%) penderita PJK namun tidak tergolong obesitas. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun tergolong dalam obesitas sebanyak 12 orang (60,00%) dan 8 orang (40,00%) yang tidak tergolong obesitas dan tidak menderita PJK. Dari total pasien usia ≥45 yang di rawat inap di

RS citarum di dapati 16 kasus (53,33%) tergolong obesitas, sedangkan yang tidak tergolong obesitas sebanyak 14 kasus (46,67%)

e. Hipertensi

Tabel 4.9 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Riwayat Hipertensi di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka.

Hipertensi Tidak Menderita PJK

Menderita PJK Jumlah Total

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Ya 14 70.00 6 60.00 20 66.67

Tidak 6 30.00 4 40.00 10 33.33

Jumlah 20 100.00 10 100.00 30 100.00

(9)

Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi faktor-faktor risiko PJK berdasarkan Riwayat Hipertensi di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 6 orang (60,00%) memiliki riwayat Hipertensi dan 4 pasien (40,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat hipertensi. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat hipertensi sebanyak 14 orang (70,00%) dan 6 orang (30,00%) yang tidak memiliki riwayat Hipertensi. Dari total pasien usia ≥45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 20 kasus (66,67

%) mempunyai riwayat hipertensi, sedangkan yang tidak mempunyai riwayat hipertensi sebanyak 10 kasus (33,33%).

f. Inaktivitas fisik

Tabel 4.10 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Inaktivitas fisik di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka.

Inaktivitas Tidak Menderita PJK

Menderita PJK Jumlah Total

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Ya 13 65.00 7 70.00 20 66.7

Tidak 7 35.00 3 30.00 10 33.3

Jumlah 20 100.00 10 100.00 30 100.00

Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013)

(10)

orang (65,00%) dan 7 orang (35,00,00%) lainnya yang tidak menderita PJK namun juga tidak pernah berolahraga.

Dari total pasien usia ≥45 yang di rawat inap di RS citarum di

dapati 20 kasus (66,67%) tidak pernah berolahraga dan 10 kasus (33,33%) saja yang berolahraga.

4.2.2 Uji Normalitas

Analisis pengujian normalitas data pada hasil penelitian ini menggunakan teknik uji Kolmogorov Smirnov test (uji K-S). Dikatakan data berdistribusi normal jika nilai signifikansinya > 0,05. Hasil analisis uji normalitas variabel jenis kelamin, riwayat merokok, hipertensi, dislipidemia, diabetes mellitus, riwayat keluarga, usia, obeistas, dan inaktivitas fisik dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Data Variabel sex, riwayat

merokok,hipertensi,dislipidemia, diabetes, riwayat keluarga, obesitas, usia, dan inaktivitas Variabel Uji Kolmogorov

-Smirnov

Uji Shapiro-Wilk

Df P value Df P value

Sex Rokok Hipertensi Dislipidemia Diabetes Keluarga Obesitas Usia Inaktivitas 30 30 30 30 30 30 30 30 30 0.389 0.423 0.423 0.473 0.406 0.325 0.354 0.311 0.423 30 30 30 30 30 30 30 30 30 0.624 0.597 0.597 0.526 0.612 0.717 0.637 0.750 0.597 Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013)

(11)

dan untuk variable rokok dengan P > α = P (0,423) > α (0,05) untuk

variabel hipertensi P > α = P (0,423) > α (0,05) untuk variable dislipidemia dengan P > α = P (0,473) > α (0,05), untuk variable diabetes dengan P > α = P (0,406) > α (0,05), untuk variable keluarga dengan P > α = P (0,325) > α (0,05), untuk variable obesitas dengan P > α = P (0,354) > α (0,05), untuk variable usia dengan P > α = P (0,311) > α (0,05) dan untuk variabel inaktivitas dengan P > α = P (0,423) > α (0,05) dengan ketentuan jika

signifikansi < 0,05 maka distribusi normal ditolak dan apabila signifikansi > 0,05 maka distribusi normal diterima. Oleh karena itu data variabel sex, riwayat merokok, hipertensi, dislipidemia, diabetes, riwayat keluarga, obesitas, usia, dan inaktivitas merupakan data yang normal karena signifikansi > 0,05.

4.2.3 Analisa Bivariat

Analisa bivariat merupakan analisa yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan atau pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat (Notoatmodjo, 2002).

(12)

Tabel 4.12 Hasil Korelasi Kendall antara variable PJK dengan jenis kelamin, merokok, dislipidemia, dan usia.

Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013)

Tabel 4.13 Hasil Korelasi Spearman’s rho antara variable PJK dengan

jenis kelamin, merokok, dislipidemia, dan usia.

Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013)

(13)

antara Variabel PJK dengan Sex adalah tidak erat namun menunjukkan hubungan positif karena angka koefisien positif.

Nilai koefisien PJK dengan Merokok sebesar 0,200. Karena koefisien tidak mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Variabel PJK dengan Merokok adalah tidak erat namun menunjukkan hubungan positif karena angka koefisien positif.

Nilai koefisien PJK dengan dislipidemia sebesar -0,111 Karena koefisien tidak mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel PJK dengan diabetes adalah tidak erat dan menunjukkan hubungan negatif karena angka koefisien negatif.

Dan nilai koefisien PJK dengan Usia sebesar 0,311. Karena koefisien tidak mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Variabel PJK dengan Sex adalah tidak erat namun menunjukkan hubungan positif karena angka koefisien positif.

(14)

Nilai koefisien PJK dengan Merokok sebesar 0,200. Karena koefisien tidak mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Variabel PJK dengan Merokok adalah tidak erat namun menunjukkan hubungan positif karena angka koefisien positif.

Nilai koefisien PJK dengan Diabetes sebesar -0,111. Karena koefisien tidak mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Variabel PJK dengan diabetes adalah tidak erat dan menunjukkan hubungan negatif karena angka koefisien negatif.

Dan nilai koefisien PJK dengan Usia sebesar 0,329. Karena koefisien tidak mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Variabel PJK dengan Sex adalah tidak erat namun menunjukkan hubungan positif karena angka koefisien positif.

4.3 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh mengenai distribusi faktor-faktor risiko pada penyakit jantung koroner di RS Panti Wilasa Citarum Semarang, maka akan dibahas sesuai dengan variabel yang diteliti.

4.3.1 Faktor-Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Diubah A. Jenis Kelamin

(15)

sedangkan perempuan sebanyak 12 orang (40,00%). Pasien ≥ 45 tahun tidak menderita PJK sebanyak 20 pasien dengan

jumlah laki-laki sebanyak 10 orang (50,00%) dan perempuan sebanyak 10 orang (50,00%) sedangkan pasien yang menderita PJK terdapat 10 pasien dengan jumlah laki-laki sebanyak 8 orang (80,00%) dan perempuan 2 orang (20,00%). Hasil ini sesuai dengan sumber kepustakaan yang menyatakan bahwa mortalitas akibat penyakit jantung koroner pada laki-laki lebih besar dibandingkan pada perempuan dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki daripada perempuan. Diduga faktor hormonal seperti estrogen endogen bersifat protektif terhadap perempuan, namun setelah menopause insidensi penyakit jantung koroner meningkat dengan cepat dan sebanding dengan insidens pada laki-laki seperti pada penelitian Tomaszewski (2008) dari University of Leicester, meneliti sebanyak 933 laki-laki dengan usia rata-rata 19 tahun yang berpartisipasi dalam studi Young Men Cardiovascular Association.

(16)

studi ini diteliti hubungan antara estrogen dalam darah (estradiol dan estron) maupun androgen (testosteron dan androstenedion) dengan faktor risiko mayor kardiovaskular (kadar lipid, tekanan darah, dan indeks massa tubuh) pada 933 laki-laki muda sehat dengan median usia 19 tahun (Tomaszewski, 2008)

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa 2 jenis hormon seksual (yaitu estradiol dan estron, yang secara bersama disebut estrogen) berhubungan dengan meningkatnya kadar kolesterol-LDL dan menurunnya kadar koleterol-HDL pada laki-laki (Tomaszewski, 2008).

Dan pada penelitian yang dilakukan Supriyono (2008) di RS Karyadi Semarang didapati bahwa jenis kelamin laki-laki lebih tinggi yaitu 71,8% sedangkan selebihnya yaitu 28,2% adalah wanita.

(17)

B. Umur

Hasil penelitian berdasarkan faktor risiko umur didapati kelompok berusia 45-55 tahun adalah kelompok usia yang paling rentan dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 8 orang (80,00%) diantaranya berusia 45-55 tahun 1 pasien (10,00%) berusia 56-65, dan 1 pasien (10,00%) berusia 66-75 Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK sebanyak 8 orang (40,00%) berusia 45-55 tahun , 8 orang (40,00%) berusia 56-65 tahun, 3 orang (15,00%) berusia 66-75 dan 1 orang (5,00%) yang berusia >66-75 tahun. Dari total pasien usia ≥45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 16

orang (53,33%) berusia 45-55 tahun, 9 orang (30,00%) berusia 56-65 tahun, 3 orang (10,00%) berusia 66-75 tahun, dan 2 orang (6,67%) berusia >75 tahun.

Hal ini sesuai dengan sumber kepustakaan dinyatakan bahwa risiko penyakit jantung koroner meningkat sesuai dengan bertambahnya usia (Davidson,2003). Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Supriyono menunjukkan kelompok usia yang rentan terhadap angka kejadian PJK >45 tahun dengan jumlah 87,5% dibandingkan usia-usia <45 tahun.

(18)

seluruh organ tubuh manusia. Perubahan anatomi tersebut meliputi perubahan dinding media aorta, penurunan jumlah inti sel jaringan fibrosa stroma katup, penumpukan lipid, perubahan miokardim akibat proses penuaan, penurunan berat jantungdan timbulnya lesi fibrotik diantara serat miokardium. Sedangkan perubahan fisiologik diantaranya berupa denyut jantung maksimum latihan berkurang, isi semenit jantung (cardiac output) dan daya cadangan jantung menurun (Gray,2005)

(19)

Mengenai hubungan antara jenis kelamin dan umur sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang dikaitkan dengan penyakit jantung koroner diungkapkan bahwa pada kedua kelompok jenis kelamin, peningkatan risiko penyakit jantung koroner makin bertambah seiring pertambahan usia seseorang. Keadaan ini dihubungakan dengan adanya peningkatan kadar kolesterol total seiring dengan pertambahan usia baik pada pria maupun pada wanita. Semakin bertambahnya umur maka angka kematian akibat PJK akan semakin besar pula. (Sumiati, 2010)

C. Riwayat Keluarga mengalami PJK

Mengenai distribusi faktor risiko PJK berdasarkan riwayat keluarga menderita PJK, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 6 orang (60,00%) memiliki riwayat keluarga dengan PJK dan 3 orang (30,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat keluarga dengan PJK dan 1 orang (10,00%) tidak memiliki keterangan tentang riwayat keluarga atau tidak mengetahui tentang hal ini. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat keluarga dengan PJK sebanyak 11 orang (55,00%), 9 orang (45,00%) lainnya tidak menderita PJK dan juga tidak memiliki keluarga. Dari total pasien usia ≥45 yang di rawat inap di RS citarum di

(20)

dengan PJK, 14 kasus (46,67%) tidak memiliki riwayat keluarga dengan PJK sedangkan 1 kasus (33,33%) yang lainnya tidak memiliki keterangan atau tidak mengetahui apakah keluarganya memiliki riwayat PJK.

Hal tersebut sesuai dengan kepustakaan yang ada, yang menyebutkan bahwa pasien dengan riwayat keluarga penyakit jantung koroner mempunyai risiko lebih besar menderita PJK. Pada keluarga (orangtua, paman, bibi) yang jika pria di bawah usia 55 tahun dan perempuan di bawah usia 65 tahun, dikatakan tergolong usia muda untuk sakit PJK. Oleh karena itu, anak-anaknya maupun keponakannya harus waspada karena 3-5 kali lebih sering terkena serangan jantung dibanding keluarga yang jantungnya sehat (Sumiati, 2010)

Seperti pada penelitian Supriyono (2008) di RS Karyadi Semarang didapati adanya hubungan antara riwayat penyakit jantung keluarga dengan kejadian PJK (p=0,027).

(21)

faktor risiko riwayat keluarga mengalami PJK masih belum bisa dibandingkan dan juga dikarenakan ketika ditanyakan pada pasien atau keluarga secara langsung kebanyakan dari mereka menjawab tidak namun kurang yakin dengan jawaban itu sendiri.

4.3.2 Faktor-Faktor Risiko Yang Dapat Diubah A. Merokok

Berdasarkan faktor risiko merokok, diperoleh hasil penelitian didapati 10 kasus menderita PJK, 8 orang (80,00%) merokok dan 2 pasien (20,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat merokok. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat merokok sebanyak 12 orang (60,00%) dan 8 orang (40,00%) yang tidak memiliki riwayat merokok. Dari total pasien usia ≥45 yang di rawat inap

di RS citarum di dapati 20 kasus (66,67 %) mempunyai riwayat merokok, sedangkan yang tidak mempunyai riwayat merokok sebanyak 10 kasus (33,33 %).

(22)

koefisiennya perokok sebesar (RR (RR 1,4, 95% CI, 1,1-1,6) (Fiscella, 2004)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Selim (2013) menunjukkan hubungan PJK tinggi, dimana perokok yang memiliki PJK 71,43 dengan nilai p = 0,008 . Kenyataan ini dapat dimungkinkan dikarenakan variabel perokok disini yang dapat dinilai hanya dari sisi apakah pasien aktif merokok atau aktif terpapar asap rokok sehari-harinya dan seperti pada penelitian Supriyono (2008) diperoleh signifikan dengan kejadian PJK (p=0,011) pada perokok, dan juga kebiasaan merokok berisiko untuk terjadinya PJK pada usia > 45 tahun sebesar 2,4 kali dibandingkan dengan yang tidak memiliki kebiasaan merokok (OR=2,4 ; 95% CI=1,3-4,5). Untuk itu sangat disarankan agar para perokok berhenti untuk merokok karena sesuai dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya maupun penelitian ini menunjukkan presentasi perokok yang memiliki PJK sangat besar dan pada para tenaga kesehatan meningkatkan pendidikan kesehatan dan kampanye anti rokok.

B. Hipertensi

(23)

Hipertensi yaitu dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 6 orang (60,00%) memiliki riwayat Hipertensi dan 4 pasien (40,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat hipertensi. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat hipertensi sebanyak 14 orang (70,00%) dan 6 orang (30,00%) yang tidak memiliki riwayat Hipertensi. Dari total pasien usia ≥45 yang di rawat inap di RS

citarum di dapati 20 kasus (66,67 %) mempunyai riwayat hipertensi, sedangkan yang tidak mempunyai riwayat hipertensi sebanyak 10 kasus (33,33%)

Kenyataan ini sesuai teori yang menyatakan bahwa pasien dengan hipertensi memiliki tingkat mortalitas akibat PJK lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa hipertensi. Pada penelitian Supriyono (2008) di RS Karyadi Semarang diperoleh signifikansi faktor risiko riwayat merokok pada angka kejadian PJK adalah sebesar (p=0,869).

Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Fiscella (2004) menunjukan pasien yang terdiagnosa PJK memiliki tekanan darah sistolik 130 - 139 mm Hg tinggi (RR 1,6, 95% CI, 1,0-2,4).

(24)

koroner) dan hal ini menyebabkan angina pektoris, insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibanding dengan orang normotensi dan sekaligus lebih memperbesar risiko kematian pada penderita dengan PJK (Davidson, 2003). Kebanyakan penderita Hipertensi tidak menyadari dirinya terkena hipertensi karena kurangnya edukasi tentang hipertensi. Selain menjaga pola hidup, pemeriksaan tekan darah secara berkata sangat penting sehingga dapat mencegah terjadinya hipertensi dan resiko PJK.

C. Diabetes Meliltus

Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor risiko PJK berdasarkan panyakit penyerta diabetes melitus, didapatkan hasil bahwa proporsi pasien PJK lebih besar pada pasien diabetes melitus yaitu dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 6 orang (60,00%) memiliki riwayat Diabetes Melitus dan 4 pasien (40,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat Diabetes Melitus. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat Diabetes Melitus sebanyak 13 orang (65,00%) dan 7 orang (35,00%) yang tidak memiliki riwayat Diabetes Melitus. Dari total pasien usia ≥45

(25)

mempunyai riwayat hipertensi, sedangkan yang tidak mempunyai riwayat hipertensi sebanyak 11 kasus (37,67%).

Kenyataan ini menggambarkan faktor risiko diabetes melitus sebagai salah satu faktor risiko pada penderita PJK, berdasarkan teori yang ada disebutkan bahwa pada penderita diabetes melitus, pembentukan trombus akan meningkat disebabkan karena adanya peningkatan agregasi trombosit dan penurunan fibrinolisis. Faktor-faktor ini berperan pada pembentukan plak dan trombus, pada koyaknya plak yang berakibat semakin mudahnya terjadi sindrom koroner akut maupun serangan otak iskemik (Rohman, 2007)

Hasil penelitian Supriyono (2008) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar gula darah puasa dengan kejadian PJK (p=0,0001). Kenaikan kadar gula darah puasa >126 mg/dl meningkatkan risiko untuk terjadinya PJK pada kelompok usia < 45 tahun sebanyak 4,1 kali dibandingkan dengan kadar gula darah puasa < 126 mg/dl pada kelompok usia yang sama (OR=4,1 ; 95% CI = 2,1-7,9).

(26)

penelitiannya didapati hubungan yang bermakna antara diabetes melitus dengan PJK.

D. Dislipidemia

Berdasarkan distribusi faktor risiko PJK berdasarkan dislipidemia, diperoleh hasil bahwa proporsi PJK pada penderita dengan dislipidemia yaitu 27 kasus (90,00%), sedangkan penderita dengan tanpadislipidemia sebanyak 3 kasus (10,00%). Kenyataan ini sesuai dengan kepustakaan yang ada yang menyebutkan bahwa P dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 7 orang (70,00%) memiliki riwayat dislipidemia dan 3 pasien (30,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat dislipidemia. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat dislipidemia sebanyak 16 orang (80,00%) dan 4 orang (30,00%) yang tidak memiliki riwayat dislipidemia. Dari total pasien usia ≥45 yang

(27)

Kolesterol adalah jenis lipid yang relative mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengn aterogenesis. Data dari penelitian intervensi faktor risiko majemuk menunjukkan bahwa dengan meningkatnya kadar kolesterol diatas 180mg/dl risiko penyakit arteri koronaria meningkat juga, dan peningkatan akan lebih cepat jika kadarnya melebihi 240mg/dl. Bukti-bukti epidemiologis terbaru menunjukkan adanya hubungan antara aterogenesis dengan pola-pola peningkatan kolesterol tertentu (Gray, 2005).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Yusnidar (2008) di RS Karyadi Semarang didapati 97 sampel 73,5% yang memiliki kadar kolesterol total tinggi. Kenaikan kadar kolesterol dalam darah > 200 mg/dl meningkatkan risiko untuk terjadinya PJK sebesar 1,8 kali lebih besar dibandingkan dengan kadar kolesterol darah < 200 mg/dl. Kadar kolesterol yang tinggi sangat dipengaruhi asupan makanan yang dimakan,untuk itu pengontrolan dalam makanan sangat penting. Kadar kolesterol dan lemak yang tinggi dapat menyebabkan resistensi insulin yang pada akhirnya menyebabkan diabetes, sehingga semakin meningkatkan resiko angka kejadian PJK (Ridwan, 2011; Defronzo, 1991)

(28)

Mengenai distribusi faktor risiko PJK berdasarkan obesitas, diperoleh hasil dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 6 orang (60,00%) memiliki riwayat keluarga dengan PJK dan 3 orang (30,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat keluarga dengan PJK dan 1 orang (10,00%) tidak memiliki keterangan tentang riwayat keluarga atau tidak mengetahui tentang hal ini. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat keluarga dengan PJK sebanyak 11 orang (55,00%), 9 orang (45,00%) lainnya tidak menderita PJK dan juga tidak memiliki keluarga. Dari total pasien usia ≥45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 15

kasus (50,00%) mempunyai riwayat keluarga dengan PJK, 14 kasus (46,67%) tidak memiliki riwayat keluarga dengan PJK sedangkan 1 kasus (33,33%) yang lainnya tidak memiliki keterangan atau tidak mengetahui apakah keluarganya memiliki riwayat PJK.

Obesitas terjadi dikarenakan pola makan yang tidak sehat, pada penelitian Supriyono (2008) didapati 43,7% pasien PJK memiliki pola makan yang tidak sehat dan termasuk dalam obesitas sebesar 28,7%.

(29)

tentu merupakan beban tambahan bagi jantung, otot jantung akan mengalami perubahan struktur berupa hipertropi atau hiperplasi yang keduanya dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pompa jantung atau lazim disebut sebagai gagal jantung atau lemah jantung, dimana penderita akan merasakan lekas capek, sesak napas bila melakukan aktifitas ringan, sedang, ataupun berat (tergantung dari derajat lemah jantung) (Gray, 2005).

F. Inaktivitas Fisik

(30)

besar memperlihatkan bahwa orang-orang yang aktif secara fisik adalah 50-70% lebih kecil probalitasnya dibandingkan orang-orang inaktif. Mengubah gaya hidup dari yang kurang sehat menjadi gaya hidup yang sehat dilakukan dengan melakukan kegiatan olahraga 20-30 menit, dengan melakukan olaraga terutama olahraga aerobic dapat menurunkan kadar kolesterol.

Berdasarkan hasil analisa bivariat menggunakan korelasi kendall’s dan Spearman’s di dapati 4 variabel yang

paling dominan dari 9 variabel yang diteliti. 4 variabel tersebut dikorelasikan dengan angka kejadian PJK pada pasien rawat inap kelompok usia ≥45 tahun, didapati 3

(31)

Namun hasil penelitian variabel dislipidemia ini sesuai dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Supriyono (2008). Menurut DeFronzo (1991) peningkatan kolesterol dan lemak dalam tubuh terutama pasien dengan obesitas mempengaruhi kemampuan insulin dalam mengambil glukosa dalam jaringan yang sensitif pada insulin dan meningkatkan sekresi insulin plasma sehingga terjadi hiperinsulinemia, yang pada kelanjutannya akan menyebabkan akan diabetes mellitus.

Pada resistensi insulin terjadi peningkatan lipolisis, sehingga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam plasma yang selanjutnya akan meningkatkan uptake asam lemak bebas kedalam liver.

(32)

rendahnya HDL, tingginya TG dan small dense LDL pada DM tipe2. Pola dislipidemi seperti ini sering disebut diabetic dyslipidemia atau tipe B yang berhubungan erat dengan penyakit kardiovaskular pada populasi umum (Rohman, 2007). Untuk diharapkan penelitian selanjutnya dapat meneliti lebih dalam lagi tentang hubungan dislipidemia dengan angka kejadian PJK.

1.3 Keterbatasan Penelitian

 Penelitian ini menjadi terbatas dan kurang memuaskan

dengan jumlah responden yang sangat sedikit untuk itu peneliti mengharapkan dengan hormat agar penelitian selanjutnya meningkatkan jumlah responden.

 Dalam penelitian ini peneliti tidak memilah antara aktivitas

ringan, sedang dan berat untuk itu, peneliti mengharapkan dengan kerendahan hati agar penlitian selanjutnya memilah antara aktivitas ringan, sedang dan berat.

 Dalam penelitian ini juga peneliti tidak memilah lama

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi pasien rawat inap usia ≥45 tahun
Tabel 4.2 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Variabel
Tabel 4.3 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Variabel Usia di RS
Tabel 4.4 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Riwayat Keluarga di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis menunjukkan terdapat hampir 4 dari 100 penduduk Indonesia usia 35 tahun atau lebih hidup dengan diabetes (berdasarkan wawancara diagnostik dokter dan

Yang dimaksudkan dengan khusus adalah orang yang disewa untuk jangka waktu tertentu untuk bekerja. Jika waktunya tidak tertentu, sewa- menyewa menjadi tidak

Adapun keunggulan dari produk es nem-nem “tape ketan puding selasih” ini adalah minuman berbahan dasar tape yang mengandung vitamin dan bakteri baik yang memberikan efek

(3) Jika Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual

Berkas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang telah diterbitkan SKPPKP sebelum SMT, harus dikirim ke KPP Baru paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum

Untuk mengetahui kadar kalsium dan pH pada produk Aqua sesuai dengan. syarat

Nilai-nilai Pancasila dan norma-norma agama merupakan dasar untuk seluruh masyarakat Indonesia berbuat baik, sehingga Pancasila dianggap sebagai ideologi yang bersifat

Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah menentukan prevalensi Zoothamnium penaei, menganalisis respon imun (THC dan DHC) dan menentukan tingkat