• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gangguan Tidur pada Perawat Pekerja Shift T1 462007045 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gangguan Tidur pada Perawat Pekerja Shift T1 462007045 BAB II"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tidur

1. Pengertian

Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan ketidaksadaran yang bersifat sementara dan dapat dibangunkan dengan memberikan rangsangan sensori atau rangsangan lain yang tepat (Guyton, 2007).

Tidur diyakini dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas. Tidur juga diyakini dapat mengurangi stres dan menjaga keseimbangan mental serta emosional, serta meningkatkan kemampuan dan konsentrasi saat melakukan berbagai aktivitas (Saputra, 2012).

Dengan demikian, keadaan tidur yang sebenarnya adalah saat pikiran dan tubuh berbeda dengan keadaan terjaga, yakni

ketika tubuh beristirahat secara tenang, aktivitas metabolisme tubuh menurun, dan pikiran menjadi tidak sadar terhadap dunia

luar (Putra, 2011). 2. Fisiologis Tidur

(2)

aktivitas tidur adalah batang otak, tepatnya pada sistem pengaktifan retikularis atau Reticular Activating System (RAS) dan Bulbular Synchonizing Regional (BSR). RAS terdapat di batang otak bagian atas dan diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran. Sedangkan BRS berfungsi untuk memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan serta dapat menerima stimulus dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses berpikir. Pada saat sadar, RAS melepaskan katekolamin untuk mempertahankan kesadaran dan tetap terjaga. Pengeluaran serotonim dari BRS menimbulkan rasa kantuk yang selanjutnya menyebabkan tidur. Terbangun atau terjaganya seseorang tergantung pada keseimbangan implus yang diterima di pusat otak dan sistem limbik (Saputra, 2012).

3. Ritme Sirkadian

Ritme sirkadian merupakan salah satu ritme tubuh yang diatur oleh hipotalamus. Ritme ini termasuk bioritme atau jam biologis. Ritme sirkadian mempengaruhi perilaku dan pola fungsi

biologis utama, misalnya suhu tubuh, siklus tidur-bangun, denyut jantung, tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan sensorik

(3)

aktivitas sosial dan rutinitas pekerjaan). Ritme sirkadian menjadi sinkron jika individu memiliki pola tidur-bangun yang mengikuti pola jam biologisnya, yaitu akan terjaga pada saat ritme fisiologis dan psikologis paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada saat ritme fisiologis dan psikologisnya paling rendah (Saputra, 2012).

4. Tahapan Tidur

Menurut Saputra (2012), tidur dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu non-rapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM).

a. Tidur NREM

Tidur NREM disebabkan oleh penurunan kegiatan dalam sistem pengaktifan retikularis. Tahapan tidur ini disebut juga tidur gelombang lambat (slow wave sleep), karena gelombang

otak bergerak dengan sangat lambat. Tidur NREM ditandai dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologis tubuh termasuk juga metobolisme, kerja otot dan tanda-tanda vital. Hal lain yang terjadi pada saat tidur NREM adalah pergerakan bola mata

melambat dan mimpi berkurang. Tidur NREM dibagi menjadi empat tahap, yaitu sebagai berikut:

1) Tahap I

(4)

ditandai dengan individu cenderung rileks, masih sadar dengan lingkungan sekitarnya, merasa mengantuk, bola mata bergerak, frekuensi nadi dan napas sedikit menurun, serta mudah dibangunkan. Tahap ini normalnya berlangsung sekitar 5 menit atau sekitar 5% dari total tidur.

2) Tahap II

Tahap II merupakan tahap ketika individu masuk pada tahap tidur, tetapi masih dapat dengan mudah dibangunkan. Tahap I dan tahap II termasuk dalam tahap tidur ringan (light sleep). Pada tahap II, otot mulai relaksasi, mata pada umumnya menetap, terjadi penurunan denyut jantung, frekuensi napas, suhu tubuh dan metabolisme. Tahap II normalnya berlangsung selama 10-20 menit dan merupakan 50-55% dari total tidur

3) Tahap III

Tahap III merupakan awal dari tahap tidur dalam atau tidur nyenyak (deep sleep). Tahap ini dicirikan dengan relaksasi otot menyeluruh serta pelambatan denyut nadi, frekuensi

napas, dan proses tubuh lainnya. Pelambatan tersebut disebabkan oleh dominasi sistem saraf parasimpatetik.

(5)

4) Tahap IV

Tahap IV tidur semakin dalam (delta sleep) yang ditandai dengan perubahan fisiologis, yaitu gelombang otak melemah serta penurunan denyut jantung, tekanan darah, tonus otot, metabolisme, dan suhu tubuh. Pada tahap ini individu sulit dibangunkan dan normalnya berlangsung selama 15-30 menit dan merupakan 10% dari total tidur.

b. Tidur REM

Tidur REM disebut juga tidur paradoks. Tahapan ini biasanya terjadi rata-rata 90 menit dan berlangsung selama 5-20 menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM karena pada tahap ini biasanya terjadi mimpi. Tidur REM penting untuk keseimbangan mental dan emosi. Selain itu, tahapan tidur ini juga berperan dalam proses belajar, memori dan adaptasi. Selama tidur individu mengalami siklus tidur yang berulang antara tahap tidur NREM dan REM.

5. Pola Tidur

Pola tidur berubah seiring dengan berkembangnya usia.

Pertambahan umur seseorang dapat menyebabkan total waktu tidur menurun sedangkan waktu terjaga tetap. Pada orang tua,

(6)

tidak ditemukan pada orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa tidur menjadi lebih singkat sehingga menyebabkan berkurangnya kesegaran sesuai bertambahnya usia (Putra, 2011).

[image:6.516.86.441.128.533.2]

Adapun waktu tidur yang dibutuhkan oleh manusia berdasarkan usianya adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1: Kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia (Putra, 2011)

Umur Tingkat

Perkembangan

Jumlah Kebutuhan

Tidur 0-1 bulan Bayi baru lahir 14-18 jam/hari 1-18 bulan Masa bayi 12-14 jam/hari 18 bulan-3 tahun Masa kanak-kanak 11-12 jam/hari 3-6 tahun Masa prasekolah 11 jam/hari 6-12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari 12-18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari 18-40 tahun Masa dewasa muda 7-8 jam/hari 40-60 tahun Masa dewasa tengah 7-8 jam/hari 60 tahun ke atas Masa dewasa tua 6 jam/hari

6. Kualitas Tidur

(7)

seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis (Lai (2001) dalam Wavy (2008)). Sedangkan kualitas tidur yang buruk dapat ditandai dengan tanda fisik dan psikologis, seperti dijelaskan di bawah ini (Hidayat, 2006):

a) Tanda Fisik

Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.

b) Tanda Psikologis

Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.

Menurut Saputra (2012), kualitas dan kuantitas tidur seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu sebagai

(8)

a. Penyakit

Banyak penyakit dapat meningkatkan kebutuhan tidur, misalnya penyakit yang disebabkan oleh infeksi, terutama infeksi limpa, yang mana penderita membutuhkan lebih banyak tidur untuk mengatasi keletihan. Sebagian penyakit juga dapat menyebabkan kesulitan tidur, misalnya penyakit yang menyebabkan nyeri atau distres fisik.

b. Kelelahan

Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan akibat aktivitas yang tinggi umumnya memerlukan lebih banyak tidur untuk memulihkan kondisi tubuh. Makin lelah seseorang, makin pendek siklus REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat, biasanya siklus REM akan kembali memanjang.

c. Lingkungan

Lingkungan dapat berpengaruh terhadap pola tidur seseorang, misalnya suhu yang tidak nyaman, ventilasi yang buruk dan suara bising. Stimulus tersebut dapat

memperlambat proses tidur. Namun, seiring waktu individu dapat beradapasi terhadap lingkungan sekitar.

d. Stres Psikologis

(9)

dapat terganggu. Ansietas dan depresi dapat meningkatkan kadar norepinefrin pada darah melalui stimulus sistem saraf simpatis. Akibatnya, terjadi pengurangan siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta sering terjaga pada saat tidur. e. Gaya Hidup

Rutinitas seseorang dapat mempengaruhi pola tidur. contohnya individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat f. Motivasi

Motivasi dapat mendorong seseorang untuk tidur sehingga mempengaruhi proses tidur. Motivasi juga dapat mendorong seseorang untuk tidak tidur, misalnya keinginan untuk tetap terjaga.

g. Stimulan, Alkohol, dan Obat-obatan

Stimulan yang paling umum ditemukan adalah kafein dan nikotin. Kedua zat tersebut dapat merangsang sistem saraf pusat sehingga menyebabkan kesulitan tidur. Konsumsi alkohol berlebihan juga dapat mengganggu siklus tidur

REM. Sedangkan untuk obat-obatan golangan diuretik, antidepresan, dan golongan beta bloker (misalnya

meperidin hidroklorida dan morfin) dapat menyebabkan kesulitan tidur.

(10)

Asupan nutrisi yang adekuat dapat mempercepat proses tidur, misalnya asupan protein. Asupan protein yang tinggi dapat mempercepat proses tidur karena adanya triptofan (asam amino) hasil pencernaan protein yang dapat mempermudah proses tidur.

7. Manfaat Tidur

Tidur memiliki manfaat yang sangat baik bagi tubuh. Manfaat tidur bagi anak-anak dan orang dewasa adalah meregenerasi sel-sel tubuh yang rusak menjadi sel-sel yang baru, memperlancar produksi hormon pertumbuhan tubuh, mengistirahatkan tubuh yang letih akibat aktivitas seharian, meningkatkan kekebalan tubuh dari serangan penyakit, menambah konsentrasi dan kemampuan fisik sehingga dapat beraktivitas dengan baik (Siregar, 2011).

B. Gangguan Tidur

Gangguan tidur pada dasarnya beragam bentuknya dan beragam pula penyebabnya. Gangguan tidur, secara langsung atau

tidak langsung telah mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Tidur menjadi tidak nyenyak, mudah terjaga (bangun), hingga

(11)

akan dijelaskan mengenai macam-macam gangguan tidur (Siregar, 2011).

1. Insomnia

Insomnia adalah kesukaran tidur dalam memulai dan mempertahankan tidur sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tidur yang adekuat, baik kuantitas maupun kualitas tidur. Keadaan ini merupakan keluhan tidur paling sering dijumpai, baik yang bersifat sementara maupun persisten. Insomnia yang bersifat sementara umumnya berhubungan dengan kecemasan dan kegelisahan. Insomnia dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Saputra, 2012):

a. Insomina inisial: ketidakmampuan untuk memulai tidur

b. Insomnia intermiten: ketidakmampuan untuk tetap tertidur karena terlalu sering terbangun

c. Insomnia terminal: ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah terbangun pada malam hari

2. Hipersomnia

Hipersomnia merupakan kebalikan dari insomnia. Hipersomnia

adalah gangguan tidur yang ditandai dengan tidur berlebihan, terutama pada siang hari, walaupun sudah mendapatkan tidur yang

(12)

dan mekanisme koping untuk menghindari tanggung jawab pada siang hari (Saputra, 2012).

3. Parasomnia

Parasomnia merupakan perilaku yang dapat mengganggu tidur atau perilaku yang muncul saat seseorang tidur. Gangguan ini umumnya terjadi pada anak-anak. Beberapa turunan parasomnia antara lain adalah sering terjaga (misalnya tidur berjalan dan night teror), gangguan transisi bangun-tidur (misalnya mengigau), parasomnia yang berkaitan dengan tidur REM (misalnya mimpi buruk), dan lain-lainnya (misalnya bruksisme) (Saputra, 2012). 4. Narkolepsi

Narkolepsi merupakan gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut juga serangan tidur (sleep attack). Narkolepsi diduga merupakan

suatu gangguan neurologis yang disebabkan oleh kerusakan genetik sistem saraf pusat yang menyebabkan tidak terkendalinya periode tidur REM (Saputra 2012).

5. Apnea saat Tidur

Apnea saat tidur (sleep apnea) merupakan kondisi ketika napas terhenti secara periodik pada saat tidur. Apnea saat tidur dapat

(13)

obstruktif terjadi ketika otot dan struktur rongga mulut relaks dan jalan napas tersumbat. Apnea obstruktif dapat menyebabkan mendengkur, mengatuk berlebihan pada siang hari, dan kematian bayi secara mendadak. Apnea tipe ini dapat ditemukan pada penderita penyakit kronis, misalnya penderita penyakit hati tahap akhir (Saputra, 2012).

6. Somnabulisme

Somnabulisme merupakan keadaan ketika tengah tertidur, tetapi melakukan kegiatan orang yang tidak tidur. Penderita seringkali duduk dan melakukan tindakan motorik, misalnya berjalan, berpakaian, pergi ke kamar mandi, berbicara, atau mengemudikan kendaraan (Saputra, 2012).

7. Enuresa

Enuresa atau mengompol merupakan kegiatan buang air kecil yang tidak disengaja pada waktu tidur. Enuresa dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu noktural dan diurnal. Enuresa noktural merupakan keadaan mengompol pada saat tidur dan umumnya terjadi karena ada gangguan pada tidur NREM. Sedangkan

enuresa diurnal merupakan keadaan mengompol pada saat bangun tidur (Saputra, 2012).

8. Gangguan Tidur Irama Sirkadian

(14)

biologik sirkadian internal seseorang dengan siklus tidur-bangun. Akibat tidak samanya siklus sirkadian, seseorang dapat mengeluh insomnia pada waktu tertentu (misalnya malam hari) dan tidur berlebihan pada siang hari (Brooker, 2008).

Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu sementara (acut work shift, jet lag) dan menetap (shift worker) (Klerman, 2006). Keduanya dapat mengganggu irama sirkadian yang berakibat pada pemendekan waktu tidur dan perubahan pada fase REM. Menurut The International Classification Of Sleep Disorder (2001) gangguan tidur irama sirkadian terbagi menjadi:

1) Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu

ditandai oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat dari yang diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Orang-orang tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia sekunder).

2) Tipe Jet lag ialah mengantuk dan terjaga pada waktu yang tidak

(15)

3) Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi pada orang yang tidak secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM.

4) Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome). Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut, dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup waktu untuk tidurnya. Gambaran tidur tampak normal tetapi penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tidak sesuai. 5) Tipe bangun-tidur beraturan

6) Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam

C. Shift Kerja 1. Pengertian

Shift kerja sendiri dapat didefinisikan sebagai kerja yang

dilakukan di luar jam siang hari biasa dan dapat bervariasi dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain, (Occupational Health Clinics for Ontario Workers Inc, 2008).

(16)

ditentukan sebelumnya, sedangkan shift kerja dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam per hari (Nurmianto, 2004).

2. Karakteristik dan Pembagian Jadwal Shift a. Karakteristik Jadwal Shift

Shift kerja terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

1) Sistem rotasi adalah sistem shift yang dilakukan secara bergilir dan jadwal shiftnya pun cenderung berubah-ubah. Tenaga kerja secara bergilir bekerja dengan periode rotasi kerja 2-3 hari. Sistem ini lebih banyak disukai karena mengurangi kebosanan kerja. Kerugiannya menyebabkan waktu tidur terganggu sehingga diperlukan 2-3 hari libur setelah kerja malam. 2) Jadwal shift permanen adalah biasanya setiap individu

bekerja hanya satu bagian dari tiga shift kerja setiap 8 jam.

b. Pembagian Jadwal Shift

Dalam pembagian shift yang perlu diperhatikan adalah

jenis shift (pagi, siang, malam), panjang waktu tiap shift, waktu mulai dan berakhir dalam satu shift, distribusi waktu

(17)

3. Dampak dari Shift Kerja

Shift kerja memberikan efek yang kurang baik bagi kesehatan tubuh manusia. Beberapa dampak yang timbul akibat dari shift kerja adalah sebagai berikut (Fish dalam Puteri, 2009):

a. Efek Fisiologis

1) Kualitas tidur: tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menembus kurang tidur selama kerja malam.

2) Menurunnya kapasitas fisik untuk bekerja akibat timbulnya rasa mengantuk dan kelelahan.

3) Kehilangan konsentrasi yang dapat berakibat terhadap kesalahan dan kecelakaan kerja.

4) Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan. b. Efek Psikososial

Efek ini menunjukkan masalah yang lebih besar dari pada efek fisiologis, antara lain: waktu berkumpul dengan keluarga sangat kurang dan kecil kesempatan untuk berinteraksi dan

mengikuti aktivitas kelompok dalam masyarakat. c. Efek Kinerja

(18)

berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali dan pemantauan.

d. Efek terhadap Kesehatan

Kerja malam menyebabkan gangguan kesehatan seperti: gangguan ganstrointestinal yang cenderung terjadi pada usia 40-45 tahun, gangguan pada keseimbangan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes, gangguan fungsi jantung, hipertensi dan alergi serta kanker. Shift kerja juga dapat menunurunkan kekebalan tubuh sehingga orang mudah terkena penyakit yang cenderung lama masa penyembuhannya (Rini, 2002).

D. Perawat 1. Pengertian

Perawat adalah tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. (Hidayat dalam Puteri 2009). Profesi keperawatan

merupakan profesi yang kompleks dan beragam. Perawat dituntut untuk melaksanakan asuhan keperawatan dimana pun

(19)

berbagai kesempatan mengembangkan karier yang ada. (Potter, 2005).

2. Fungsi dan Peran Perawat

Profil perawat profesional berarti tampilan perawat secara utuh, dalam melakukan aktivitas keperawatan yang berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional yang sesuai dengan kode etik keperawatan. Aktivitas keperawatan mencakup perannya sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti dalam bidang keperawatan. Dari keempat peran di atas, perawat diharapkan dapat melaksanakan fungsi dan kompetensinya. Fungsi dan kompetensi perawat profesional sesuai dengan tingkat pendidikan yang diikutinya. Fungsi dan kompetensi yang diharapkan adalah perawat berfungsi untuk mengkaji kebutuhan perawatan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat, merencanakan tindakan keperawatan, melaksanakan rencana keperawatan, mengevaluasi tindakan keperawatan dan mendokumentasikan tindakan-tidakan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien (Ismani,

2001).

3. Proses Keperawatan

(20)

holistic (biologis, psikologis, sosial, dan spiritua) yang optimal, melalui tahap pengkajian, identifikasi diagnosis, penentuan rencana keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan, serta evaluasi tindakan keperawatan (Suarli, 2009). Tujuan dari penetapan proses keperawatan ini adalah untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan klien, sehingga tercapai mutu pelayanan keperawatan yang optimal. (Ismani, 2009).

E. Kerangka Konseptual

Gambar 1. Kerangka konseptual gangguan tidur pada perawat pekerja shift

Keterangan:

: area yang diteliti

: variabel pendukung Karakteristik

Perawat

Shift Kerja

Kualitas Tidur

Gangguan Tidur

[image:20.516.82.446.193.615.2]

Gambar

Tabel 1.1: Kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia (Putra,
Gambar 1. Kerangka konseptual gangguan tidur pada perawat

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Wilhelm Buer, dalam bukunya yang berjudul Einfuhrung in das stadium der geschicte ia menyatakan bahwa sejarah adalah ilmu yang meneliti gambaran dengan

Menurut artikel jurnal oleh Jianghong et all (2012) yang meninjau bukti dari 25 literatur terpilih 5 tahun terakhir (2006-2011) mengenai hubungan antara durasi tidur

Penelitian ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan hubungan antara lama permainan game online dengan gangguan pola tidur pada mahasiswa Poso di

Consumer journey inilah yang digunakan untuk membuat atau menentukan media apa saja yang tepat digunakan untuk target segmentasi. Menurut Kasilo (2008:65) consumer

sudah ada ketentuan pembatasan jam kerja bagi anak-anak yang bekerja, akan tetapi dalam. kenyataannya anak-anak bekerja di atas

terlebih dahulu ke dalam aki ( accu), setelah itu dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk penerangan di area sekitar polisi tidur ini.. Ide perancangan ini sudah pernah

Prinsip kerja dari rotary encoder adalah saat cahaya dari LED dapat melewati lubang yang ada pada piringan optik, maka sensor phototransistor akan menangkap

perkawinan yang dilakukan menurut tata-tertib adat atau agama mereka itu adalah. sah menurut hukum