BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Masalah kemiskinan memang telah ada sejak dahulu kala.Pada masa lalu
umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin
dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi.Dipandang dari ukuran kehidupan
modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan pelayanan
kesehatan dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada zaman modern.
Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang memiliki beban cukup berat dalam
pembangunan yang ditandai dengan kerentanan,ketidakberdayaan, keterasingan serta
ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.
Pembangunan nasional yang dicanangkan oleh pemerintah secara normatif
bertujuan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia.Tampaknya hanya angan-angan keberhasilan, karena penduduk miskin
masih terdapat di pedesaan dan perkotaan.Orang-orang miskin terlihat
berkelompok-kelompok di persimpangan jalan menjadi pengemis, pengamen, peminta sumbangan,
tukang semir sepatu dan lain sebagainya.
Menyikapi banyaknya pengangguran yang terjadi adalah salah satu akibat dari
Pemutusan Hubungan Kerja. Orang-orang/buruh-buruh yang tidak menentu
pendapatannya menjadi korban yang harus dibantu oleh pemerintah baik dana,
pendidikan, sarana atau fasilitas yang mengangkat merekadari garis kemiskinan.
tingginya angka kebutuhan hidup sehari-hari. Gaji yang rendah yang tidak sesuai
dengan upah minimum provinsi sudah pasti tidak cukup untuk membiayai
kebutuhanhidup(Payana,2012).
Istilah besar pasak dari pada tiang “lebih besar pengeluaran dari pada
pendapatan” sudah sering dialami oleh masyarakat.Sulitnya mencari pekerjaan bagi
mereka yang pendidikannya rendah dan persaingan kerja mengakibatkan semakin
sulitnya untuk mencapai kesejahteraan.Banyaknya pengangguran yang belum
memperoleh pekerjaan, ditambah lagi persoalan kesejahteraan buruh juga menjadi
perdebatan yang sampai hari ini belum terselesaikan.
Tarik-menarik antara pihak perusahaan dengan buruh pun terus
terjadi.Persoalan yang sesungguhnya muncul berawal dari masalah ekonomi dan
berubah menjadi masalah politik, karena kesejahteraan erat kaintannya dengan
kebutuhan minimum buruh.Jika persoalan ini tidak cepat untuk diatasi, bisa jadi
dipolitisir oleh orang-orang yang punya kepentingan. Berbicara kesejahteraan, maka
kita akan sampai pada upah minimum regional atau yang saat ini lebih dikenal
dengan upah minimum kabupaten/kota.
Munculnya Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah Pusat dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom maka
pemberlakuan upah minimum regional berubah menjadi upah minimum provinsi atau
upah minimum kabupaten/kota. Kebijakan pemerintah tentang upah minimum
kabupaten/kota merupakan angin segar bagi buruh, karena kehidupan buruh sebagai
bagian terpentingdari sekian faktor produksi tidak kunjung membaik. Kebijakan upah
tingkat kesejahteraan masyarakat. Kebijakan satu provinsi dengan provinsi lain
tidaklah sama, kondisi perekonomian yangrelatif baik dan tingkat kebutuhan hidup
yang tinggi akan berpengaruh besar terhadap besar-kecilnya upah minimum
kabupaten/kota(Mochtar,2013).Daerah-daerah yang dekat dengan ibu kota Jakarta
secara kasat mata dipastikan upah minimun kabupaten/kotanya lebih tinggi dari
daerah lain. Sebanding dengan biaya hidup yang tinggi pula.Daerah yang jauh dari
ibu kota Jakarta atau kota-kota besar lainnya, barangkali memiliki upah minimum
kabupaten/kota lebih kecil namun biaya kebutuhan hidup tidak terlalu tinggi seperti
halnya ibu kota Jakarta atau kota-kota besar lainnya. Tetapi, tidak untuk saat ini yang
semuanya serba sulit dan serba mahal.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilaksanakan badan pusat statistik
provinsi Sumatera Utara, pada bulan september 2011 menunjukan bahwa jumlah
penduduk miskin di provinsi Sumut sebanyak 1.421.400 orang (10,83%) dari jumlah
total penduduk Sumut. “Kondisi ini lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi pada
bulan maret 2011 yang jumlah penduduk miskinnya sebanyak 1.481.300 orang
(11,33%). Penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 59.900 orang serta
penurunan persentase penduduk miskin sebesar 0,50 poin (BPS,2011).
Beberapa upaya pemerintah dalam mengentas kemiskinan telah dilakukan,
tetapi hasilnya tidak begitu menunjukkan perubahan yang signifikan.Munculnya
usaha bersama untuk tujuan produktif pada awalnya tidak selalu atas prakarsa
masyarakat, bisa juga merupakan inisiatif dari pihak luar yang kemudian
yang merupakan program pemerintah tetapi dalam pelaksanaanya di kelola dan
dikembangkan oleh masyarakat itu sendiri.
Sebagai contoh yaitu Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan dengan
mengembangkan lembaga yang diberi nama Badan Keswadayaan Masyarakat yang
dibentuk oleh masyarakat melalui Kelompok Swadaya Masyarakat. Masyarakat
melakukan pengelolaan dan aktivitas sendiri guna pengentasan kemiskinan.Program
ini dirancang bukan sebagai bagian dari tindakan karitatif atau tindakan darurat
sebagai jaring pengaman sosial, melainkan program yang ingin menumbuhkan
kapasitas masyarakat untuk mampu mengelola usaha produktif secara mandiri dan
berkesinambungan (Soetomo, 2008: 270-271).
Masalah kemiskinan bukanlah masalah yang bisa dipandang sebelah mata.
Program-program yang ada tidak sepenuhnya bisa menuntaskan kemiskinan sampai
benar-benar tuntas, pemerintah terus berusaha dengan berbagai upaya dalam proses
mengurangi kemiskinantersebut. Program pemberdayaan ini bukanlah satu-satunya
upaya dari pemerintah, tetapi program ini cukupberperan penting dalam pengentasan
kemiskinan.Program tersebut adalah program pemberdayaan masyarakat dalam
bentuk Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera/UPPKS yang berada di
bawah naungan BKKBN.
Kepeloporan BKKBN dalam melakukan pengembangan ekonomi keluarga
yang produktif melalui proses pemberdayaan keluarga dimaksudkan untuk dapat
menarik dan mendorong berbagai sumberdaya ekonomi yang tersedia, agar dapat
pra keluarga sejahtera I yang pada akhirnya dapat melakukan wirausaha dan
sekaligus menjadi akseptor KB secara mandiri.
BKKBN telah mempelopori dan mengembangkan upaya pemberdayaan
melalui program usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera. Program tersebut
merupakan integrasi dengan program keluarga berencana yang dicanangkan dalam
bentuk kelompok KB dalam rangka pelembagaan dan pembudayaan norma keluarga
kecil bahagia dan sejahtera.Ditandai dengan diterbitkannya UU No. 10 tahun 1992,
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera (Dalam
buku Subagus & Meirida, 2007: 1).Kegiatan peningkatan kesejahteraan keluarga
bukan lagi sekedar program integrasi akan tetapi sudah menjadi satu besaran yang
menyatu dengan program KB nasional yang pada awalnya program income
generating activities(kegiatan peningkatan pendapatan), kemudian disempurnakan
menjadi program pemberdayaan ekonomi keluarga yang dilaksanakan dalam kaedah
kelompok usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera/UPPKS.
Peningkatan kesejahteraan melalui upaya pemberdayaan keluarga adalah
suatu hal yang tidak dapat ditawar lagi. Pemberdayaan merupakan jalan terobosan
yang akan mempercepat perubahan kegiatan sosial non ekonomi menjadi suatu usaha
ekonomi. Pada prinsipnya pemberdayaan merupakan upaya untuk mendinamisasikan
faktor-faktor penting yang ada pada keluarga, yang bertujuan untuk menumbuhkan
dan meningkatkan kemampuan keluarga yang dimulai dari aspek mengenali masalah,
kebutuhan, aspirasi dan menghargai potensi yang dimiliki serta mempercayai tujuan
Upaya pemberdayaan keluarga di bidang ekonomi bertujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan minat, semangat, serta keterampilan keluarga
dalam bidang usaha ekonomi produktif.Melalui upaya ini keluarga khususnya
keluarga pra sejahtera I, diharapkan mampu memanfaatkan peluang usaha yang ada
dalam rangka pemberdayaan usaha ekonomi produktif pada skala rumah tangga.
Proses pemberdayaan ini, diharapkan akan menghasilkan perubahan perilaku yang
produktif sehingga dapatberkembang menjadi pengusaha mikro, kecil dan koperasi.
Anggota kelompok yang belum bisa menjadi pengusaha akan menjadi tenaga
terampil dengan spesialisasi tertentu. Peran UPPKS adalah sebagai wadah pembinaan
dan pengembangan keluarga.Khususnya dalam pengembangan fungsi ekonomi
keluarga. Kelompok UPPKS ini berfungsi sebagai wadah untuk mengembangkan
semangat dan kemampuan berwirausaha, mengorganisasikan usaha-usaha ekonomi
produktif, dan sebagai jalur penyaluran kredit yang meliputi Dana bergulir, dana
BUMN, Kukesra, Kredit Pengembangan Kemitraan Usaha, Kukesra Mandiri, Dana
Bantuan Sosial dari DIPA BKKBN serta kredit dari sumber-sumber yang terjangkau
(Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional 2007: 3).
Sebagai contoh dalam kebijakan pembangunan ekonomi daerah Lombok
Timur yaitu: masalah program peningkatan sumberdaya manusia dalam program
yang disebut dengan “klinik tenaga kerja”. Program ini menganggarkan 1,5 milyar
rupiah yang diperuntukkan untuk pembinaan keterampilan bagi keluarga-keluarga
migran internasional yang diberikan melalui sistem pinjaman bergulir. Jika dilihat
jumlahnya, dana ini cukup untuk menunjukkan perhatian pemerintah daerah pada
lebih tepat dipandangsebagai dana stimulan untuk memancing keterlibatan
masyarakat lebih besar dalam proses pembangunan yang dilaksanakan pemerintah
khusunya dalam bidang tenaga kerja (Haris, 2003: 49).
Pada era otonomi daerah saat ini, BKKBN tidak dapat lagi melakukan
intervensi program kepada kabupaten/kota terkait kependudukan dan KB.Untuk itu
perlu dilakukan inovasi program dalam bentuk kemitraan, apalagi dengan banyak
berkurangnya petugas lapangan KB dan tidak ada lagi bantuan permodalan untuk
kelompok UPPKS dari APBN.Pada rencana pembangunan jangka menengah nasional
2010–2014 khususnya di tahun 2011. Kemitraan lebih diarahkan pada penguatan
mitra kerja yang telah terbentuk seperti dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (Santoso,2011). Perguruan tinggi juga ikut berperan dalam proses
pembangunan masyarakat dengan memberdayakan mahasiswa yang mengikuti
praktek Kuliah Kerja Nyata. Hal ini direncanakan akan dikembangkan di seluruh
perguruan tinggi di Indonesia. Partisipasi LPPM perguruan tinggi memiliki daya
ungkit yang sangat besar terhadap keberhasilan program di masa mendatang.
Lembaga pendidikan tidak terkena dampak dari diberlakukannya otonomi daerah dan
telah membantu program KB umumnya dan program pemberdayaan ekonomi
keluarga khususnya seperti yang dilakukan oleh LPPM Unimed(Humas
unimed,2015).
Jumlah kelompok UPPKS yang ada dalam database kelompok UPPKS online
sampai dengan Januari 2016 di Sumatera Utara terdapat 655 kelompok dengan
jumlah anggota 7785 orang. Untuk Kota Medan sendiri terdapat 78 jumlah kelompok
beberapa jenis usaha di bidang pertanian, peternakan , industri , perdagangan dan di
bidang jasa.Di Kecamatan Medan Helvetia terdapat 12 kelompok UPPKS (Database
online UPPKS Provinsi Sumatera Utara).
Alasan peneliti tertarik meneliti di kecamatan Medan Helvetia Kota Medan
adalah karena daerah ini merupakan salah satu pelaksana program UPPKS. Selain itu,
banyak hal yang ingin penulis ungkapkan bagaimana penerapan prinsip-prinsip
community development(pengembangan masyarakat) dan banyak nya
kelompok-kelompok usaha yang terbentuk di daerah ini semakin menambah ketertarikan
peneliti untuk melakukan penelitian di Kecamatan Medan Helvetia kota Medan.
Banyaknya kelompok yang terbentuk di Kecamatan Medan Helvetia dan
tingginya partisipasi masyarakat dalam pengembangan masyarakat menjadikan
program UPPKS ini terlaksana.Sementara itu berdasarkan data tahun 2016 yang
dikeluarkan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota
Medan Kecamatan Medan Helvetia merupakan kelompok terbanyak di daerah Kota
Medan, akan tetapi kenyataan dilapangan program UPPKS di kecamatan Medan
Helvetia tidak berkelanjutan dan hampir matisuri, Selanjutnya dengan dilakukannya
penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk pentingnya
menerapkan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat dalam upaya pemberdayaan
masyarakat.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang, maka peneliti
tertarik untuk mengkaji lebih lanjut masalah ini dalam bentuk skripsi dengan judul
Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan”
1.2 Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut: “Sejauh mana penerapan prinsip-prinsip community development dalam
pelaksanaan program usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera di kecamatan
Medan Helvetia Kota Medan?”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penerapan
prinsip-prinsip community development dalam peleksanaan program usaha
pendapatan keluarga sejahtera di kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai berikut ini:
1. Menambah referensi pustaka yang berhubungan dengan permasalahan
pemberdayaan masyarakat melalui Program Usaha Peningkatan Pendapatan
Keluarga Sejahtera di Sumatera Utara khususnya di Kecamatan Medan
Helvetia Kota Medan.
2. Semoga dapat digunakan sebagai bahan masukan,pertimbangan,dan sebagai
Helvetia Kota Medan,dan bagi daerah-daerah sekitar,pemerintah,maupun
pihak-pihak luar secara umum guna meningkatkan program pemberdayaan
masyarakat kedepannya.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah:
BAB I: PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan
manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan uraian teori-teori yang berkaitan dengan objek yang diteliti,
kerangka penelitian, defenisi konsep dan defenisi operasional.
BAB III: METODE PENELITIAN
Berisikan teknik penelitian, sejarah singkat, populasi dan sampel serta
teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
BAB IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Berisikan gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan
BAB V: ANALISIS DATA
Berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta
dengan analisisnya.
BAB VI: PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran-saran yang bermanfaat sehubungandengan