• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksekusi Jaminan Fidusia Sebagai Pelunasan Utang Debitur (Studi Pada PT. Bank BNI Cabang Meulaboh, Aceh) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksekusi Jaminan Fidusia Sebagai Pelunasan Utang Debitur (Studi Pada PT. Bank BNI Cabang Meulaboh, Aceh) Chapter III V"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

EKSEKUSI PADA UMUMNYA DAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

SEBAGAI JAMINAN KREDIT

A. Tinjauan Terhadap Eksekusi Pada Umumnya

1. Dasar hukum dan pengertian eksekusi

a. Dasar hukum eksekusi

Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan terhadap pihak yang kalah dalam suatu perkara, tata caranya diatur dalam hukum acara perdata, yaitu Pasal 195-208 HIR, 224 HIR, atau Pasal 206-240 RBG dan Pasal 258 RBG, sedangkan dalam Pasal 225 HIR atau 259 RBG mengatur tentang putusan yang menghukum pihak yang kalah untuk melakukan perbuatan tertentu.33

Eksekusi juga diatur dalam Pasal 1033 RV, dan Pasal 33 Ayat (3) dan Ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1970 Tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman, dimana pada Pasal 33 Ayat (3) dikatakan bahwa pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata yang dilakukan oleh Panitera dan Jurusita dipimpin oleh Ketua Pengadilan. Sementara pada Ayat (4) dikatakan bahwa dalam melaksanakan putusan Pengadilan diusahakan supaya prikemanusiaan dan prikeadilan tetap terpelihara.34

Ketentuan mengenai eksekusi diatur juga di dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, dimana pada pasal tersebut dikatakan bahwa dalam perkara perdata Panitera Pengadilan Negeri

33 Wildan Suyuthi, Sita dan Eksekusi (Praktik Kejurusitaan Pengadilan), PT. Tatanusa,

Jakarta, 2004, hlm.62

(2)

bertugas melaksanakan putusan pengadilan, selanjutnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1986 diubah menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Peradilan Umum. Selain diatur dalam peraturan perundang-undangan ketentuan mengenai eksekusi ini juga diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1969 Tentang Peninjauan dan Pembatalan Suatu Putusan Perkara Perdata, serta Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1975 Tentang Pelarangan Melakukan Gijzeling (Penyanderaan) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 209 HIR/Pasal 242 RBG.

Permasalahan eksekusi antara Pengadilan dengan PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara) bisa dipecahkan tanpa mengaitkan pasal-pasal eksekusi dengan Undang-Undang Nomor 49 Prp/1960 sebagai sumber hukum yang mengatur

kewenangan ”Parate Eksekusi” serta Peraturan Lelang Nomor 189/1908 (Vendu

Reglement St. 1908/Nomor189).35

Semua aturan yang telah diuraikan di atas merupakan dasar hukum bagi pelaksanaan eksekusi di Indonesia, dimana secara keseluruhan aturan-aturan tidaklah dapat terpisahkan dalam menjalankan tindakan eksekusi, sehingga dengan demikian tidaklah tepat dalam melakukan eksekusi hanya memperhatikan pasal dalam HIR dan RBG saja, dimana jika hanya memperhatikan pasal-pasal dalam HIR dan RBG saja, tanpa memperhatikan perundang-undangan lain dikhawatirkan akan terjadi kekeliruan dalam praktik di lapangan.36

35 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasala han Eksekusi Bidang Perdata, Sinar

Grafika, Jakarta, 2006, hlm.5

(3)

b. Pengertian eksekusi

Eksekusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, antara lain bermakna: (1) pelaksanaan putusan hakim; dan (2) penjualan harta orang karena penyitaan, selain itu istilah eksekusi menurut kamus bahasa Inggris yang mana berasal dari kata execute yang berarti melaksanakan vonis pengadilan. Kata-kata eksekutorial sendiri berarti kalimat (irah-irah) yang terdapat pada putusan hakim yang

berbunyi ”DEMI KEADILAN YANG BERDASARKAN KETUHANAN YANG

MAHA ESA”.37

Menurut Subekti dan Retno Wulan Sutantio, mengalihkan istilah eksekusi (executie) ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah pelaksanaan putusan.

Pembakuan istilah ”pelaksanaan putusan” sebagai kata ganti eksekusi dianggap

sudah tepat, sebab jika bertitik tolak dari ketentuan dari bab kesepuluh bagian kelima HIR atau titel keempat bagian keempat RBG, pengertian eksekusi sama dengan tindakan menjalankan putusan (ten uitvoir legging van vonnisen) menjalankan putusan pengadilan tidak lain melaksanakan isi putusan pengadilan,

yakni melaksanakan ”secara paksa” putusan pengadilan dengan alat-alat negara

apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankanya secara sukarela.38

Menurut M. Yahya Harahap menyatakan bahwa eksekusi merupakan:39

” tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah

dalam suatu perkara, yang merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu, eksekusi tidak lain dari pada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata, lebih lanjut eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah

37 Ramli Rizal, Ekseskusi Perkara Perdata di Pengadilan Negeri, Pasca Sarjana

Universitas Andalas, Padang, 2012, hlm.8

(4)

dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR atau

RBG.”

Menurut Wildan Suyuthi eksekusi putusan perdata berarti melaksanakan putusan dalam perkara perdata secara paksa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena pihak yang tereksekusi tidak bersedia melaksanakan secara sukarela.40

Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan di atas, maka pada prinsipnya eksekusi merupakan realisasi kewajiban pihak yang dikalahkan dalam putusan hakim, untuk memenuhi prestasi yang tercantum di dalam putusan hakim, dengan kata lain eksekusi terhadap putusan hakim yang sudah berkekuatn hukum tetap merupakan proses terakhir dari proses perkara perdata maupun pidana di pengadilan.41

2. Asas-asas dalam eksekusi

Eksekusi sendiri dikenal ada 5 (lima) asas yang mendasari pelaksanaanya, kelima asas tersebut antara lain:

a. Putusan hakim yang akan dieksekusi haruslah putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap (Incracht Van Gewijsde)

Dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap telah terkandung wujud hubungan hukum yang tetap dan pasati antara pihak yang berperkara, karena adanya hubungan hukum yang tetap dan pasti itu maka hubungan hukum tersebut musti dipenuhi oleh pihak yang dihukum (tergugat).42Tidak semua putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum eksekutorial, atau tidak

40 Wildan Suyuthi, Op.Cit.,hlm.60 41Ibid.,hlm.60

(5)

terhadap semua putusan dengan sendirinya melekat kekuatan pelaksanaan , sehingga tidak semua putusan pengadilan dapat di eksekusi. Meskipun begitu dalam kasus-kasus tertentu undang-undang memperbolehkan eksekusi terhadap putusan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap, dimana dalam konteks ini eksekusi dilaksanakan bukan sebagai tindakan menjalankan putusan pengadilan, akan tetapi menjalankan eksekusi terhadap bentuk-bentuk hukum yang dipersamakan undang-undang sebagai putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.43Adapun beberapa bentuk pengecualian eksekusi yang dibenarkan oleh undang-undang tersebut meliputi:44

1) Pelaksanaan putusan terlebih dahulu; 2) Pelaksanaan putusan provisi;

3) Akta perdamaian;

4) Eksekusi terhadap grose akta.

b. Putusan tidak dijalankan secara sukarela

Pada prinsipnya, eksekusi sebagai tindakan paksa dalam menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, baru merupakan pilihan hukum apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankan atau memenuhi isi putusan secara sukarela, maka tindakan eksekusi harus disingkirkan.45Pada bentuk menjalankan putusan secara sukarela, pihak yang kalah memenuhi sendiri dengan sempurna isi putusan pengadilan. Tergugat (pihak yang kalah), tanpa paksaan dari pihak manapun menjalankan pemenuhan hubungan hukum yang dijatuhkan kepadanya. Dengan sukarela tergugat memenuhi sempurna

43Ibid.,hlm.64 44Ibid.,hlm.65

(6)

segala kewajiban dan beban hukum yang tercantum dalam amar putusan. Oleh karena pihak tergugat dengan sukarela memenuhi isi putusan kepada pihak penggugat, berarti isi putusan telah selesai dijalankan. Maka dengan selesainya isi putusan yang dijalankan tergugat, tidak diperlukan lagi tindakan paksa kepadanya.46Namun sebaliknya apabila tergugat tidak mau menjalankan isi putusan pengadilan secara sukarela, berarti isi putusan belum selesai dijalankan, maka keran tidak selesainya menjalankan isi putusan tersebut diperlukanlah tindakan paksa oleh pengadilan untuk menjalankan isi putusan tersebut, dimana tindakan paksa inilah yang disebut dengan eksekusi.

c. Purtusan yang dieksekusi bersifat kondemnatoir

Prinsip lain yang harus terpenuhi ialah bahwa putusan tersebut haruslah

memuat amar ”Kondemnatoir” (Condemnatoir), dimana hanya putusan yang

bersifat kondemnatoirlah yang bisa dieksekusi, yaitu putusan yang amar atau

diktumnya mengandung unsur ”penghukuman” terhadap diri tergugat, dimana

pada umumnya putusan yang bersifat kondemnatoir ini terwujud dalam perkara yang berbentuk Kontentiosa (Contentieuse rechtspraak, Contentieuse jurisdiction) yaitu berupa perkara atau sengketa yang bersifat partai (Party), ada pihak penggugat yang bertindak mengajukan gugatan terhadap pihak tergugat dan proses pemeriksaanya berlangsung secara Kontradiktor (Contradictoir) yaitu pihak penggugat dan tergugat mempunyai hak untuk senggah menyanggah berdasarkan asas a udi alteram partem.47adapun ciri-ciri

46Ibid.,hlm.12

(7)

yang dapat menjadi indikator dalam menentukan suatu putusan bersifat kondemnatoir atau bukan adalah sebagai berikut:

1) menghukum untuk menyerahkan suatu barang; 2) menghukum untuk mengosongkan sebidang tanah; 3) menghukum untuk melakukan suatu perbuatan tertentu;

4) menhukum untuk menghentikan suatu perbuatan atau keadaan, atau; 5) menghukum untuk membayar sejumlah uang.

d. Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri Kewenangan dalam menjalankan eksekusi terhadap putusan pengadilan mutlak hanya diberikan kepada instansi pengadilan tingkat pertama, yaitu Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama, dimana hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 195 Ayat 1 HIR atau Pasal 206 Ayat 1 RBG, dengan demikian Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung tidak mempunyai kewenangan dalam menjalankan ekskusi, sehingga meskipun putusan yang hendak dieksekusi itu adalah hasil putusan Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung, akan tetapi eksekusinya tetap berada di bawah kewenangan Pengadilan Negeri/ Pengadilan Agama.48

Kewenangan Ketua Pengadilan Negeri secara ex officio meliputi: sejak melakukan sita eksekusi dan pelaksanaan lelang, yaitu sejak dari proses pertama sampai dengan tindakan pengosongan dan penjualan barang yang dilelang kepada pembeli atau sampai penyerahan dan penguasaan barang kepada para penggugat/ pemohon eksekusi pada eksekusi riil.

(8)

e. Eksekusi harus sesuai dengan amar putusan

Asas ini menyatakan bahwa eksekusi tidak boleh menyimpang dari amar putusan, karena jika terjadi penyimpangan maka ada hak dari pihak tereksekusi untuk menolak pelaksanaanya, selanjutnya dalam suatu eksekusi keberhasilan dalam melaksanakan eksekusi itu ditentukan oleh kesempurnaan dan kelengkapan amar putusan, sementara amar putusan yang baik/ yang sempurna dapat dilihat dari pertimbangan-pertimbangan , saksi-saksi, serta pihak berdasarkan gugatan yang baik.49

3. Bentuk-bentuk eksekusi pada umumnya

Menurut M. Yahya Harahap, dari segi sasaran yang hendak dicapai oleh hubungan hukum yang tercantum dalam putusan pengadilan, eksekusi dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu sebagai berikut:

a. Eksekusi riil, yaitu melakukan suatu tindakan ”nyata/riil” seperti menyerahkan sesuatu barang, mengosongkan sebidang tanah atau rumah, melakukan suatu perbuatan tertentu, dan menghentikan suatu perbuatan atau keadaan.50

b. Eksekusi pembayaran sejumlah uang, yaitu eksekusi yang dilakukan dengan membayar sejumlah uang, dimana eksekusi pembayaran sejumlah uang ini tidak hanya didasarkan kepada putusan pengadilan, tetapi dapat juga didasarkan atas bentuk akta tertentu yang oleh undang-undang ”disamakan” nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, antara lain terdiri dari:51

1) Grosse akta pengakuan utang;

49Ibid.,hlm.67

(9)

2) Grosse akta hipotek; 3) Credietverband; 4) Hak tanggungan; 5) Jaminan fidusia.

Menurut Sudikno Mertokusumo sebagaimana yang dikutip oleh Wildan Suyuthi, mengklasifikasikan bentuk-bentuk eksekusi ke dalam 3 bentuk:52

a. Eksekusi riil, sebagaimana yang diaur dalam Pasal 1033 Rv yaitu, penghukuman pihak yang kalah untuk melakukan suatu perbuatan tertentu, misalnya penyerahan barang, pengosongan sebidang tanah atau rumah, pembongkaran, menghentikan suatu perbuatan tertentu, dan lain-lain. Eksekusi riil ini dapat dilakukan langsung dengan perbuatan nyata, sesuai dengan amar putusan tanpa memerlukan lelang.

b. Eksekusi pembayaran sejumlah uang, yang diatur dalam Pasal 196 HIR dan Pasal 208 RBG, yaitu eksekusi yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang. Eksekusi pembayaran sejumlah uang sendiri merupakan kebalikan dari pada eksekusi riil, dimana eksekusi ini tidak dapat dilakukan langsung sesuai dengan amar putusan tanpa pelelangan terlebih dahulu, hal ini disebabkan nilai yang akan dieksekusi itu bernilai uang.

c. Eksekusi melaksanakan suatu perbuatan, yang diatur dalam Pasal 225 HIR dan Pasal 259 RBG, dimana dalam pasal tersebut dikatakan bahwa jika seseorang yang dihukum akan melakukan suatu perbuatan, tiada melakukan perbuatan itu dalam waktu yang ditentukan oleh Hakim, maka bolehlah pihak

(10)

yang dimenangkan dalam putusan Hakim itu, meminta kepada Pengadilan Negeri, dengan pertolongan ketuanya baik dengan surat ataupun dengan lisan supaya kepentingan yang akan didapatnya jika putusan itu diturut dinilai dengan uang yang banyaknya harus diberitahukanya dengan tentu jika permintaan itu dengan lisan maka hal itu harus dicatat.

Berdasarkan pemaparan Pasal 225 HIR dan 259 RBG, pada intinya menyebutkan bahwa eksekusi melaksanakan suatu perbuatan adalah eksekusi yang dilakukan dimana pihak yang dimenangkan dalam putusan meminta kepada Ketua Pengadilan baik dilakukan secara lisan ataupun dilakukan dengan surat untuk memerintahkan kepada pihak yang kalah dalam suatu putusan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.

B. Eksekusi Jaminan Fidusia Sebagai Jaminan Kredit

1. Bentuk-bentuk eksekusi jaminan fidusia

Sertifikat eksekusi jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, sehingga berdasarkan titel eksekutorial ini penerima fidusia dapat langsung melaksanakan eksekusi melalui pelelangan umum atas objek jaminan fidusia tanpa melalui pengadilan.

Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia, menyatakan bahwa apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara:

(11)

Pasal 15 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa dalam sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kata-kata ”Demi Keadilan Yang Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa” sertifikat jaminan fidusia tersebut mempunyai

kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Irah-irah tersebutlah yang memberikan titel eksekutorial, yakni titel yang mensejajarkan kekuatan akta tersebut dengan putusan pengadilan, dengan demikian akta tersebut tinggal dieksekusi.

b. Eksekusi jaminan fidusia secara parate eksekusi lewat pelelangan umum Eksekusi fidusia dapat juga dilakukan dengan jalan mengeksekusinya oleh penerima fidusia lewat lembaga pelelangan umum (Kantor Lelang), dimana hasil pelelangan tersebut diambil untuk melunasi pembayaran piutang-piutangnya, parate eksekusi lewat pelelangan umum ini dapat dialkukan tanpa melibatkan pengadilan sama sekali.

c. Eksekusi jaminan fidusia lewat penjualan di bawah tangan

Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia, maka syarat-syarat agar suatu fidusia dapat dieksekusi secara di bawah tangan adalah sebagai berikut:

1) dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dan penerima fidusia; 2) jika dengan cara penjualan di bawah tangan tersebut dicapai harga

(12)

3) diberitahukan secara tertulis oleh pemberi fidusia dan/atau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan;

4) diumumkan dalam sedikit-dikitnya dalam dua surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan;

5) pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis.

d. Eksekusi jaminan fidusia melalui pengadilan

Meskipun tidak disebutkan dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, tetapi tentunya pihak kreditur dapat menempuh prosedur eksekusi bisa lewat gugatan biasa ke Pengadilan, sebab keberadaan Undang-Undang Jaminan Fidusia dengan model-model eksekusi khusus tidak untuk meniadakan hukum acara yang umu, akan tetapi untuk menambah ketentuan yang ada dalam hukum acara umum, tidak ada indikasi sedikitpun dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia khususnya tentang cara eksekusi, yang bertujuan meniadakan ketentuan hukum acara umum tentang eksekusi umum lewat gugatan biasa ke pengadilan negeri yang berwenang, keberadaan model-model eksekusi khusus dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut untuk mempermudah dan membantu pihak kreditur untuk menagih utangnya yang mempunyai jaminan fidusia dengan jalan mengeksekusi jaminan fidusia tersebut, satu dan lain hal disebabkan eksekusi objek jamianan fidusia lewat gugatan biasa memakan waktu yang lama dan dengan prosedur yang berbelit-belit.53

(13)

2. Pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia

Eksekusi benda sebagai objek jaminan fidusia dilakukan apabila debitur wanprestasi. Eksekusi objek jaminan fidusia menurut ketentuan Undang-Undang Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu dengan titel eksekutorial, dengan pelelangan umum, dan dengan penjualan di bawah tangan, meskipun tidak diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, eksekusi objek jaminan fidusia dapat juga dilakukan melalui gugatan biasa atau proses pengadilan.

Adapun yang menjadi dasar alasan dilakukannya eksekusi objek jaminan fidusia, diatur dalam Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia, dimana menurut pasal ini lahirnya hak eksekusi adalah:

a. Didasarkan kepada cidera janji

1) Pemberi fidusia dalam keadaan cidera janji;

2) Ketentuan umum cidera janji diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata, dimana adapun kriteria cidera janji berdasarkan Pasal 1234 KUH Perdata tersebut adalah sebagai berikut :

a) Lalai memenuhi perjanjian, atau

b) Tidak memenuhi prestasi dalam jangka waktu yang telah ditentukan. b. Tetapi secara khusus dan rinci dapat diatur dalam kontrak oleh para pihak

dalam kontrak mengenai hal-hal yang berkenaan dengan cidera janji

(14)

sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan kreditur dapat meminta bantuan dari pihak yang berwajib seperti pihak kepolisian, baik barang tersebut berada dalam penguasaan debitur ataupun pihak ketiga

Setelah benda objek jaminan fidusia sudah berada pada pihak bank (kreditur), maka bank (kreditur) akan melakukan eksekusi dengan pelelangan umum ataupun penjualan di bawah tangan tanpa melalui pengadilan, namun dengan syarat penjualan tetaplah harus melalui pelelangan umum oleh Kantor Lelang/Pejabat Lelang, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 pada Pasal 6 huruf k menyebutkan:

“ Bank umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan baik melalui

pelelangan umum di luar pengadilan berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajibanya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang

dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya”.

(15)

penyerahan hak milik secara fidusia bukanlah suatu peralihan hak milik secara sempurna.54

Apabila objek jaminan fidusia berbentuk benda-benda perdagangan atau efek, maka berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Jaminan Fidusia, cara penjualanya adalah sebagai berikut:

“ Penjualan objek jaminan fidusia yang terdiri dari benda perdagangan

atau efek, jika dapat dijual di pasar atau di bursa, dilakukan di tempat-tempat tersebut, namun dengan syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Apabila perjanjian fidusia dilakukan dengan lembaga pembiayaan, maka perjanjian fidusia terjadi setelah adanya proses jual beli, dimana pembeli tidak mampu untuk membeli secara tunai sehingga pembeli memohon angsuran untuk membeli barang tersebut maka dengan persetujuan si penjual, harga barang-barang itu dapat dibayar sebagian atau keseluruhanya dengan peminjaman kredit dari pihak ketiga dengan jaminan fidusia atas barang tersebut.

Pada lembaga pembiayaan konsumen, perjanjian antara penjual dan pembeli dilakukan sesuai klausul baku, dimana pemberi menerima segala perjanjian yang telah dibuat oleh pihak penjual, dan pihak pembeli harus menerima konsekuensi dari apa yang telah diperjanjikan dalam perjanjian pembiayaan konsumen dengan penyerahan hak milik secara fidusia, biasanya pada lembaga pembiayaan sudah diatur hal-hal yang mengenai eksekusi, kelalaian debitur dan lain-lain dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak penjual sehingga pihak penjual mempunyai kedudukan yang kuat. Dalam hal eksekusi benda sebagai objek perjanjian jaminan fidusia lembaga pembiayaan melakukan

(16)

penarikan langsung atas barang tersebut apabila debitur lalai atau melakukan wanprestasi.

3. Akibat hukum tidak didaftarkanya jaminan fidusia

Pendaftaran jaminan fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia sangatlah penting, hal ini dikarenakan jika suatu jaminan fidusia tidak didaftarkan akan berdampak pada proses eksekusi jaminan fidusia tersebut, dimana adapun akibat-akibat hukum yang timbul karena belum terdaftarnya jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia adalah sebagai berikut:

a. Tidak terpenuhinya asas publisitas

Jaminan fidusia haruslah didaftarkan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia, sehingga dengan adanya pendaftaran tersebut, jaminan fidusia telah memenuhi asas publisitas yang merupakan salah satu asas utama jaminan fidusia.

b. Kreditur tidak memiliki hak preferen

Dalam hal apabila jaminan fidusia belum didaftarkan, maka hal ini akan berdampak bahwa pihak kreditur hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren bukan sebagai kreditur preferen, sehingga apabila suatu saat debitur wanprestasi, maka kreditur tidak mempunyai hak untuk didahulukan pembayaran atas piutangnya tersebut dari hasil penjualan benda yang menjadi objek jaminan, karena benda tersebut hanya berstatus sebagai jaminan umum. c. Eksekusi sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia

(17)

Tidak didaftarkanya jaminan fidusia akan membawa dampak yang cukup serius dalam pelaksanaan eksekusi, dimana jika tidak didaftarkanya jaminan fidusia maka jaminan fidusia dianggap tidak pernah lahir, sehingga jika jaminan fidusia dianggap tidak pernah lahir maka segala bentuk kemudahan eksekusi yang telah diatur di dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak dapat digunakan, sehingga secara otomatis jaminan fidusia tidak dapat dieksekusi.55

55 FX. Ngadijamo, Himpunan Bahan Kuliah Hukum Lelang, Tesis, Program Megister

(18)

BAB IV

ASPEK HUKUM TERHADAP EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI

PELUNASAN HUTANG DEBITUR

A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kredit Macet dan Eksekusi

Terhadap Jaminan Fidusia Pada Bank BNI

Terbitnya sertifikat jaminan fidusia merupakan bukti lahirnya jaminan fidusia, dimana dengan adanya sertifikat jaminan fidusia tersebut yang dijadikan sebagai jaminan kredit, maka bank sebagai pihak kreditur sewaktu-waktu dapat menjual objek jaminan fidusia tersebut jika pihak debitur wanprestasi.

Wanprestasi sendiri terjadi dikarenakan pihak debitur tidak mampu untuk membayar angsuran kredit yang sudah diperjanjikan dalam perjanjian kredit, dimana hal inilah yang menyebabkan terjadinya kredit macet. Dalam ketentuan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, disebutkan penggolongan kualitas kredit berdasarkan kolektabilitas, penggolongan tersebut adalah:56

1. Lancar

Suatu kredit dikatakan lancar apabila pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu dan memiliki mutasi rekening yang aktif.

2. Dalam perhatian khusus

Suatu kredit dikatakan dalam perhatian khusus apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 hari

56 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainya, PT.Raja Grafindo, Jakarta, 2008,

(19)

atau terkadang sering terjadi cerukan, akan tetapi jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak.

3. Kurang lancar

Suatu kredit dikatakan kurang lancar apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari atau sering terjadi cerukan dan juga terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan.

4. Diragukan

Suatu kredit dikatakan sampai pada tahap diragukan apabila terdapat tunggakan terhadap pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari, atau terjadi cerukan yang bersifat permanen, dan juga terjadi wanprestasi yang telah melebihi 180 hari.

5. Macet

Suatu kredit dikatakan macet apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari, pada tahap ini pihak debitur sudah tidak memiliki kemampuan lagi untuk membayar angsuran kreditnya sehingga pada tahap ini pihak bank akan melakukan eksekusi terhadap objek yang dijadikan jaminan kredit.

(20)

tidak mampu membayar angsuran kreditnya, serta memberikan solusi jalan keluar terhadap masalah yang diahdapi oleh pihak debitur.57

Resiko untuk terjadinya kredit macet sangatlah besar kemungkinanya terjadi, meskipun analisis yang dilakukan oleh pihak bank terhadap kelayakan pihak debitur untuk menerima kredit sudah benar dan telah sesuai dengan SOP (Standard Operasional Procedure) yang telah berlaku pada bank tersebut. Permasalahan kredit macet sendiri biasanya disebabkan oleh 2 (dua) faktor, yang antara lain:58

1. Faktor yang datang dari pihak bank

Faktor ini terjadi akibat kesalahan analisis yang dilakukan oleh pihak bank itu sendiri dalam menentukan kelayakan seorang debitur untuk menerima kredit, sehingga apa yang seharusnya terjadi tidak dapat diprediksikan sebelumnya, dimana adapun bentuk kesalahan analisis ini misalnya kesalahan menganalisa dalam menentukan Plafond kredit, atau kesalahan dalam menentukan jenis kredit yang diberikan sehingga peruntukan kredit tidak sesuai dengan jenis kredit. Selain kesalahan dalam melakukan analisis, faktor lain yang menyebabkan terjadinya kredit macet yang datangnya dari pihak bank sendiri misalnya adalah karena adanya kolusi dari pihak analisis kredit dengan pihak debitur sehingga dalam melakukan analisisnya pihak anailisis kredit bersifat subjektif.

2. Faktor yang datangnya dari pihak bank

57 Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

58Wawancara dengan Madan,Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

(21)

Faktor yang datangnya dari pihak debitur sendiri adalah karena terjadinya wanprestas, dimana wanprestasi yang terjadi biasanya disebabkan oleh beberapa hal yang diantaranya:

a. Adanya unsur kesengajaan: dimana dalam hal ini terjadi karena karakter dari pihak debitur sendirilah yang sejak dari awal sudah tidak mau untuk membayar kreditnya, ataupun mungkin hal ini terjadi karena adanya kebutuhan keluarga yang lebih diutamakan dibandingkan dengan kewajiban debitur sendiri untuk membayar angsuran kreditnya.

b. Adanya unsur ketidaksengajaan: dimana dalam hal ini terjdinya kredit macet sendiri diakibatkan karena kemampuan pihak debitur untuk membayar angsuran kredit mengalami penurunan yang disebabkan oleh omset usaha milik pihak debitur yang mengalami penurunan, ataupun dapat juga terjadinya Force Meyer terhadap usaha milik pihak debitur seperti misalnya terjadinya gempa, kebakaran, ataupun kebanjiran.

B. Prosedur Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia Pada PT. Bank BNI

(22)

suatu bank. Dana yang disimpankan oleh nasabah sangatlah diperlukan oleh pihak bank untuk menjalankan kegiatan usahanya, mengingat bank sebagai suatu lembaga yang memiliki fungsi intermediary yaitu sebagai suatu lembaga yang menghimpun dana masyarakat kemudian dana tersebut ditempat-tempatkan kepada sektor produktif seperti misalnya pemberian kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana, ataupun juga ditempatkan ke pasar modal sehingga menghasilkan keuntungan bagi pihak bank. Oleh karena itu, jika dana nasabah itu ditarik karena nasabah tersebut tidak percaya kepada bank dalam mengelolah dana yang dittipkan kepadanya, maka hal ini akan menyebabkan terganggunya kegiatan operasional bank tersebut. Oleh karena itu, sebisa mungkin pihak bank melakukan berbagai macam upaya untuk menghindari terjadinya kredit macet yang dapat mengakibatkan menurunya tingkat kepercayaan nasabah.

PT. Bank BNI sendiri dalam mengahadapi persoalan kredit macet, akan melakukan berbagai macam upaya untuk menghindarinya agar persoalan kredit macet ini tidak sampai pada tahap eksekusi, dimana adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak PT. Bank BNI adalah sebagai berikut:59

1. Melakukan upaya penagihan

Upaya ini merupakan upaya awal yang dilakukan oleh PT. Bank BNI, dimana pada upaya ini dilakukan pendekatan secara persuasif seperti menyampaikan kepada pihak debitur bahwa angsuran kredit pihak debitur telah jatuh tempo dan harus segara dibayar, selain itu pada tahap ini juga pihak bank mencari

59 Wawancara dengan Madan,Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

(23)

solusi atas kesulitan yang dialami oleh debitur dalam membayar angsuran kreditnya.

2. Memberikan surat peringatan

Upaya ini dilakukan apabila kualitas kredit milik debitur sudah sampai pada kredit bermasalah sehingga harus diberikan surat peringatan, dimana pemberian surat peringatan ini dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali, sampai kredit masuk pada kualitas kredit macet. Jarak antara surat peringatan pertama dengan surat peringatan kedua adalah dalam kurun waktu 1 (satu) bulan, begitu juga seterusnya.

3. Restrukturisasi kredit

Upaya ini dilakukan apabila pihak debitur masih mampu untuk membayar pokok pinjamanya, akan tetapi pihak debitur tidak sanggup untuk membayar bunga kreditnya, untuk itulah dilakukan restrukturisasi terhadap kredit bermasalah, upaya restrukturisasi ini sendiri dilakukan dnegan diikuti oleh perubahan terhadap isi perjanjian kredit. Pihak kreditur dalam melakukan upaya ini aka melakukan analisis ulang yang dilakukan secara lebih mendalam terhadap pihak debitur, dengan keyakinan bahwa setelah kredit diresrukturisasikan maka pihak debitur akan dapat melunasi kreditnya, namun tidak semua kredit debitur dapat direstrukturisasi, akan tetapi hanya debitur yang masih mampu dan mempunyai itikad baik untuk melunasi kreditnya yang dapat direstrukturisasi.

(24)

Upaya ini akan dilakukan dengan cara pihak debitur melakukan peminjaman kredit kembali kepada bank lain, dimana jika sudah mendapatkan kredit dari bank lain maka dana yang di dapat kemudian dipotong dengan kredit pada bank sebelumnya.

5. Melakukan eksekusi terhadap jaminan kredit

Upaya ini merupakan upaya terakhir yang dilakukan oleh PT. Bank BNI untuk mengembalikan kerugian akibat terjadinya kredit macet setelah dilakukanya berbagai bentuk upaya penyelamatan. Adapun pertimbangan PT Bank BNI untuk melakukan eksekusi terhadap objek jaminan kredit antara lain:60

a. Kualitas kredit dan keadaan debitur

1) Kualitas kredit telah tergolong macet dan hapus buku (write off); 2) Debitur tidak kooperatif lagi untuk menyelesaikan utangnya;

3) Debitur telah melarikan diri atau meninggal dunia sementara ahli waris tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan seluruh tunggakan kredit.

b. Aspek hukum pengikatan agunan

1) Pengikatan barang agunan telah sempurna (dibebani dengan akta jaminan fidusia) dibuktikan dengan adanya akta jaminan fidusia; 2) Tidak terdapat sengketa atau gugatan apapun atas jaminan. c. Pertimbangan ekonomis

1) Nilai jaminan dapat memback-up utang pokok dan sedapat mungkin termasuk bunga ataupun denda

60 Wawancara dengan Madan,Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

(25)

2) Barang jaminan dapat laku dilelang dan jika dibiarkan maka dikhawatirkan akan rusak/musnah/dicuri/dijarah karena kurangnya pengawasan sehingga nilai jaminan akan turun.

Apabila objek jaminan kredit berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang sudah dipaparkan di atas tadi telah cukup matang untuk dilakukan eksekusi maka selanjutnya pihak PT. Bank BNI akan langsung mengajukan eksekusi, dimana ada 3 (tiga) bentuk eksekusi yang dapat dilakukan oleh PT. Bank BNI, dimana eksekusi yang dapat dilakukan diantaranya:

a. Penjualan di bawah tangan objek jaminan fidusia

Eksekusi yang dilakukan melalui penjualan di bawah tangan merupakan eksekusi yang sering sekali dilakukan oleh PT. Bank BNI, dimana hal ini dikarenakan proses eksekusi melalui penjualan di bawah tangan tidak banyak menemui kendala pada saat proses eksekusinya.61 Eksekusi secara penjualan di bawah tangan sendiri dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pihak bank dengan pihak debitur yang bertujuan untuk mencapai harga tertinggi yang menguntungkan para pihak tanpa dilakukan di kantor pelelangan. Untuk pelaksanaan eksekusi secara penjualan di bawah tangan, harus memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal Ayat 3, yang diantaranya:

61 Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

(26)

1) Telah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pihak pemberi dan/atau pemegang fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan;

2) Diumumkan sedikit-sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat;

3) Tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

Pelaksanaan eksekusi secara penjualan di bawah tangan sendiri yang dilakukan oleh pihak PT. Bank BNI, pada mulanya dilakukan dengan memberitahukan kepada pihak debitur bahwa akan dilakukan proses eksekusi tehadap benda objek jaminan fidusia, pemberitahuan sendiri dilaksanakan beberapa hari sebelum tanggal eksekusi dilaksanakan, sebagai upaya untuk memperoleh kepastian akan itikad baik debitur dalam hal pemberian benda objek fidusia kepada bank untuk dapat segera dilakukan proses eksekusi.62

Setelah bank memberitahukan kepada pihak debitur tentang waktu pelaksanaan eksekusi bank akan melakukan penarikan benda yang menjadi objek fidusia kepada debitur. Tahap selanjutnya setelah pihak bank melakukan penarikan terhadap objek jaminan fidusia maka bank akan melakukan penjualan terhadap benda objek jaminan fidusia tersebut, namun biasanya dalam hal penjualan pihak bank akan memberikan kewenangan kepada pihak debitur untuk menjual sendiri benda objek jaminan fidusia tersebut secara bebas dengan memperhatikan semua

62 Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

(27)

ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh PT. Bank BNI yang diantaranya yaitu mengenai batas waktu penjualan benda objek jaminan fidusia serta harga jual benda tersebut, oleh karena itu pihak debitur tidak dapat menjual benda tersebut dengan harga atas kebijakan sendiri.63

Setelah benda objek fidusia tersebut terjual dengan harga yang telah disepakati dan ditentukan, maka selanjutnya pihak debitur harus menyerahkan seluruh hasil dari penjualan benda tersebut kepada pihak bank, yang untuk nantinya diproses lebih lanjut oleh bank baik dari segi pengambilan pelunasan serta pembuatan memo dan kwitansi pembayaran. Setelah semua pelunasan berjalan dengan baik maka bank harus memberitahukan dan menginformasikan secepatnya kepada kantor pendaftaran fidusia untuk mencoret serta menghapus benda yang menjadi objek jaminan fidusia dengan melampirkan tanda bukti pelunasan dari bank sebagai kreditur bahwa hutang sudah hapus.64

Apabila hasil penjualan benda tersebut melebihi dari pembayaran pelunasan semua utang debitur maka bank akan mengembalikan seluruh sisa tersebut kepada pihak debitur, akan tetapi apabila hasil penjualan tersebut masih kurang untuk mengkover seluruh utang debitur maka bank akan meminta jaminan lainya kepada debitur untuk menutupi jumlah utang yang tersisa.65

63 Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

64 Wawancara dengan Madan,, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

65Wawancara dengan Madan,Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

(28)

b. Eksekusi objek jaminan fidusia secara parate eksekusi

Pelaksanaan parate eksekusi objek jaminan fidusia, Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak mengatur secara khusus dalam peraturan pelaksanaanya mengenai lelang ekskusi jaminan fidusia. Oleh karena itu, ketentuan mengenai eksekusi lelang diatur secara tersendiri di dalam Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari 1908 Stb.1908:189 sebagaiman telah beberapa kali diubah terakhir dengan Stb. 1941:3) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Pada PT. Bank BNI sendiri pelaksanaan parate eksekusi, dimulai dengan memberitahukan kepada pihak debitur bahwa akan dilaksanakan proses eksekusi objek jaminan fidusia melalui lelang, hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh kepastian akan itikad baik pihak debitur untuk memberikan benda/barang objek jaminan fidusia kepada bank untuk segera dapat dilakukan eksekusi.66

Setelah memberitahu kepada debitur mengenai akan dilakukanya eksekusi objek jaminan fidusia melalui lelang, PT. Bank BNI akan melakukan penarikan benda/barang objek jaminan fidusia yang masih dikuasai secara fisik oleh debitur.67 sebagaimana yang diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang mengisyaratkan bahwa pemberi

66 Wawancara dengan Madan,Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

67 Wawancara dengan Madan,Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

(29)

fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia.

Setelah dilakukan penarikan objek jaminan fidusia, langkah selanjutnya PT. Bank BNI mengajukan permohonan lelang secara tertulis yang langsung ditujukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) melalui balai lelang di wilayah hukum objek jaminan fidusia itu berada dengan melampirkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.68 Menurut Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa tempat pelaksanaan lelang harus dalam wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan pejabat lelang kelas II tempat barang berada. Dalam permohonan lelang ini dinyatakan hari dan tanggal yang diinginkan untuk pelaksanaan lelang serta menentukan cara penawaran yang diinginkan. Adapun biasanya dokumen-dokumen yang dilengkapi oleh PT. Bank BNI untuk melaksanakan eksekusi jaminan fidusia adalah sebagai berikut:69

1) Daftar benda/ barang yang akan dilelang; 2) Nilai limit;

Pada praktik di PT. Bank BNI, nilai objek jaminan fidusia ditentukan berdasarkan penilaian oleh penilai independen yang berasal dari asosiasi penilai agunan yang terdaftar. Berdasarkan Pasal 36 Ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Keuangan menyatakan bahwa penjual/

68 Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

69 Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

(30)

pemilik barang dalam menetapkan nilai limit berdasarkan penilaian oleh penilai atau penaksiran oleh penaksir/ tim penaksir yang independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.

3) Salinan/ fotocopy (legalisir) perjanjian kredit antara PT. Bank BNI dengan debitur baik yang berupa akta di bawah tangan ataupun akta notariil;

4) Salinan/ fotocopy (legalisir) akta jaminan fidusia dan sertifikat jaminan fidusia;

5) Salinan/ fotocopy (legalisir) perincian utang atau jumlah kewajiban debitur yang harus dibayar;

6) Salianan/ fotocopy (legalisir) somasi yang menyatakan debitur melakukan wanprestasi;

7) Surat keterangan dari bank selaku penjual yang menyatakan bahwa barang yang akan dilelang dalam penguasaan penjual;

8) Surat pernyataan dari bank selaku kreditur yang mengajukan permohonan lelang yang isinya akan bertanggung jawab apabila terjadi gugatan;

9) Asli dan/atau fotocopy (legalisir) bukti kepemilikan benda/barang objek jaminan fidusia;

(31)

Apabila semua persyaratan telah terpenuhi dan telah diajukan oleh PT. Bank BNI kepada KPKNL, maka selanjutnya pihak KPKNL akan menetapkan waktu pelelangan yang diikuti dengan pengumuman lelang, untuk lelang objek jaminan fidusia diumumkan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian yang selambat-lambatnya 6 (enam) hari sebelum pelaksanaan lelang.70 Adapun yang menjadi maksud adanya pengumuman lelang adalah:71

1) Agar dapat diketahui oleh masyarakat luas sehingga bagi yang berminat dapat menghadiri pelaksanaan lelang;

2) Memberikan kesempatan kepada pihak ketiga yang merasa dirugikan untuk mengajukan sanggahan;

3) Sebagai shock therapy bagi debitur untuk melunasi kewajiban utangnya kepada kreditur, karena apabila tidak dilunasi maka barang milik debitur dilelang untuk pelunasan utang debitur.

Menurut Pak Madan Pegawai PT. Bank BNI bagian seksi penyelamatan kredit, bahwa biasanya sebelum pelelangan dilaksanakan maka pihak PT. Bank BNI sudah menemukan calon pembeli yang berencana untuk membeli objek yang dilelang, karena jika pembeli belum ada pada saat pelaksanaan lelang maka pihak bank akan mengalami kerugian dalam hal biaya pelaksanaan lelang. Oleh karena itu, biasanya

70 Wawancara dengan Madan,Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

(32)

sebelum melakukan pelelangan di KPKNL sudah ditemukan calon pembeli yang pasti.72

Setelah proses lelang eksekusi objek jaminan fidusia dilakukan pejabat lelang kelas I di KPKNL, PT. Bank BNI membayar biaya-biaya lelang yang meliputi bea lelang sebesar 1% (satu persen) dan nilai lelang yang terbentuk dan pajak penjualan sebesar 5% (lima persen) dari nilai lelang yang terbentuk dan disetorkan ke kas negara.73

Apabila hasil lelang objek jaminan fidusia melebihi dari nilai penjaminan maka PT. Bank BNI selaku penerima fidusia wajib mengembalikan sisa hasil penjualan dari eksekusi lelang kepada debitur. Apabila hasil dari penjualan lelang tidak cukup untuk melunasi utang debitur maka pihak PT. Bank BNI tetap berhak untuk menagih sisa utang dari debitur. Pasal 34 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa dalam hal eksekusi melebihi nilai penjamin, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia dan apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur tetap bertanggung jawab atas utang yang belum dibayar.

Pelaksanaan parate eksekusi objek jaminan fidusia yang dilakukan oleh PT. Bank BNI di kantor lelang, biasanya tidak memerlukan permohonan fiat eksekusi dari Pengadilan Negeri yang dimintakan oleh

72 Wawancara dengan Madan,Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

Meulaboh, Aceh, (Aceh, 11 Juli 2016)

73 Wawancara dengan Madan,Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

(33)

pihak kantor lelang.74hal ini menunjukan bahwa parate eksekusi jaminan fidusia merupakan kemudahan yang diberikan oleh Undang-Undang Jaminan Fidusia kepada kreditur selaku penerima fidusia untuk melaksanakan eksekusi bila debitur melakukan cidera janji (wanprestasi), namun hal itu hanya jika pihak debitur tidak mengajukan keberatan atas proses parate ekskusi dengan mengajukan gugatan, namun apabila pihak debitur mengajukan gugatan maka dalam hal ini fiat eksekusi dari pengadilan masih tetap diperlukan.

Berbeda halnya dengan parate eksekusi terhadap hak tanggungan melalui lelang dalam praktik. Secara normatif, Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, menegaskan bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan dinyatakan bahwa hak untuk menjual objek jaminan hak tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang hak tanggungan. Hal ini menunjukan bahwa dalam parate eksekusi melalui lelang, penerima hak tanggungan dapat melaksanakan eksekusi langsung tanpa adanya permohonan fiat eksekusi dari Pengadilan Negeri.

74 Wawancara dengan Madan,Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

(34)

Akan tetapi dalam praktiknya, pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan, masih ada beberapa pihak kantor lelang meminta permohonan fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri sebelum pelaksanaan lelang objek hak tanggungan. Biasanya mengapa pihak lelang meminta fiat pengadilan, hal ini dikarenakan adanya Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) tanggal 30 Januari 1986 Nomor 3210 K/Pdt/84 yang membatalkan putusan Pengadilan Tinggi dan menyatakan penjualan lelang berdasarkan parate eksekusi yang telah dilakukan tanpa melalui Ketua Pengadilan Negeri adalah perbuatan melanggar hukum dan lelang yang bersangkutan adalah batal.75

c. Eksekusi secara titel eksekutorial

Eksekusi berdasarkan titel eksekutorial ini baru akan dilaksanakan oleh pihak PT. Bank BNI apabila, pihak debitur tidak terima atas proses parate eksekusi sehingga pihak debitur mengajukan gugatan ke pengadilan untuk membatalkan parate eksekusi melalui pelelangan umum yang dilakukan oleh pihak bank, tindakan debitur ini membawa dampak pihak KPKNL tidak bisa melaksanakan eksekusi, sehingga untuk mengatasi persoalan tersebut maka terlebih dahulu pihak bank akan meminta fiat pengadilan untuk pelaksanaan eksekusinya.76

Eksekusi jaminan fidusia yang dilakukan berdasarkan titel eksekutorial ini dilakukan melalui Pengadilan Negeri, dimana tata caranya

75 Arie S. Hutagalung, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi (Suatu Kumpulan Karangan, Cet. Ke 2, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2002 hlm.346

76 Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

(35)

diatur dalam Pasal 224 HIR/258 RBG. Dimana tata caranya adalah sebagai berikut:

1) Diajukan permohonan lelang eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri;

2) Kemudian dilakukan pendaftaran lelang eksekusi;

3) Setelah proses pendaftaran berjalan, kemudian oleh Pengadilan Negeri dilakukan peringatan (aanmaning) kepada debitur dalam waktu 8 (delapan) hari kemudian jika tidak ada jawaban dilakukan lagi peringatan ke 2 (dua);

4) Apabila peringatan kedua juga tidak dihiraukan, maka Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan kepada Panitera untuk melakukan sita eksekusi;

5) Setelah menimbang hal-hal yang ada Ketua Pengadilan Negeri kemudian mengeluarkan putusan untuk melakukan pelelangan.

Putusan yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri inilah yang disebut dengan fiat Eksekusi, dan putusan tersebut digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan pelelangan di KPKNL, dimana selanjutnya prosesnya sama dengan proses penjualan dengan cara parate eksekusi.

C. Hambatan-hambatan Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Serta Upaya Penyelesaian yang Dilakukan Oleh PT. Bank BNI Terhadap Hambatan yang Terjadi

(36)

Pelaksanaan proses eksekusi terhadap jaminan fidusia yang dilakukan oleh PT. Bank BNI apabila pihak debitur wanprestasi, tidaklah selamanya berjalan mulus, masih banyak hambatan-hambatan yang dialami oleh PT. Bank BNI dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia, adapun hambatan yang dijumpai oleh PT. Bank BNI antara lain:77

a. Objek jaminan fidusia yang tidak diserahkan oleh debitur

Dalam hal melaksanakan eksekusi jaminan fidusia tidak jarang debitur yang tidak beritikad baik melakukan tindakan yang kooperatif dengan bank yaitu dengan tidak menyerahkan objek jaminan fidusia pada saat pelaksanaan eksekusi, tentunya hal ini sangat menyulitkan pihak debitur dimana hal ini dikarenakan Undang-Undang Jaminan Fidusia mengisyaratkan agar sebelum dilaksanakan eksekusi jaminan fidusia, maka objek jaminan fidusia harus berada di tangan pihak bank.

b. Tidak optimalnya hasil penjualan melalui lelang

Dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia melalui lelang bisa terjadi hasil penjualan melalui lelang tidak memberikan harga yang optimal sesuai yang diinginkan oleh pihak bank. Hal ini terjadi karena proses lelang hasil penjualanya tergantung kepada pembeli yang hadir pada saat lelang dan pada saat penawaran terjadi, kemungkinan penawaran tertinggi tidak mencapai nilai limit seperti yang diinginkan oleh pihak bank.

c. Musnahnya objek jaminan fidusia

77 Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

(37)

Pada saat akan dilaksanakan eksekusi objek jaminan fidusia melalui penjualan di bawah tangan, bisa terjadi objek jaminan fidusia musnah akibat kebakaran, pencurian oleh pihak lain ataupun benda/barang tidak berbentuk lagi. Musnahnya objek jaminan fidusia menyebabkan hapusnya fidusia. Pasal 25 Ayat 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa jaminan fidusia hapus karena hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia, pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia, dan musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

d. Proses eksekusi membutuhkan waktu yang lama

Eksekusi objek jaminan fidusia tidak jarang dalam pelaksanaanya memerlukan jangka waktu yang lama, hal ini disebabkan karena harga jual yang telah disepakati oleh PT. Bank BNI selaku kreditur penerima fidusia dan debitur pemberi fidusia terlalu mahal bagi pembeli, hal ini mengakibatkan proses eksekusi tidak berlangsung dalam waktu yang cepat.

e. Pengajuan keberatan debitur terhadap sisa hasil penjualan

Hal ini terjadi pada saat pengembalian sisa hasil penjualan eksekusi objek jaminan fidusia yang tidak sesuai dengan apa yang telah diperhitungkan oleh debitur, biasanya hal ini terjadi karena bank telah melakukan pendaftaran jaminan fidusia dan hal ini dilakukan tanpa sepengetahuan dan diperjanjikan terlebih dahulu dengan debitur dan biaya pendaftaran jaminan fidusia tersebut dibebankan kepada pihak debitur.

2. Upaya penyelesaian yang dilakukan oleh PT. Bank BNI terhadap

(38)

Banyaknya hambatan yang terjadi pada saat eksekusi dijalankan, membuat pihak PT. Bank BNI harus melakukan berbagai bentuk upaya untuk melakukan penyelesaian terhadap hambatan yang terjadi, adapun upay-upaya yang dilakukan oleh PT. Bank BNI untuk mengatasi hambatan tersebut, antara lain:78

a. Untuk mengatasi hambatan yang pertama upaya yang dilakukan adalah, pihak PT. Bank BNI akan meminta bantuan kepada aparat kepolisian ataupun debt collector untuk meminta barang/ benda yang dijadikan objek jaminan fidusia dari pihak debitur, hal ini dilakukan karena pihak bank mempunyai hak untuk menguasai barang jaminan yang dikuasai oleh debitur (right to reposses). Dalam hal ini Undang-Undang Jaminan Fidusia memberikan perlindungan hukum dengan menyatakan dalam hal pemberi fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada waktu eksekusi akan dilaksanakan, penerima fidusia berhak mengambil benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.

b. Untuk mengatasi hambatan yang kedua upaya yang dilakukan adalah, bahwa biasanya pihak bank sebelum proses lelang diadakan, telah terlebih dahulu menemukan calon pembeli yang bersedia membeli barang/benda objek jaminan fidusia yang dilelang, sesuai dengan harga yang telah ditentukan oleh Jasa Penilai, sehingga dengan begitu maka persoalan tidak opetimalnya hasil penjualan melalui lelang dapat teratasi.

78 Wawancara dengan Madan, Bagian Seksi Penyelamatan Kredit PT. Bank BNI Cabang

(39)

c. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan yang ketiga adalah bahwa pihak bank akan mengajukan klaim assuransi untuk menutupi kerugian yang ditimbulkan akibat musnahnya benda/barang jaminan fidusia, sehingga ketika bank telah mengajukan klaim asuransi maka proses eksekusi tidak dapat dilanjutkan, karena objek jaminan fidusia telah musnah.

d. Untuk mengatasi hambatan yang keempat upaya yang dilakukan adalah dengan mencari pembeli objek jaminan fidusia yang bersedia untuk membeli jaminan fidusia sesuai dengan harga yang telah ditentukan oleh jasa penilai, sehingga pada saat dilakukanya proses lelang, hal-hal yang dikhawatirkan karena proses lelang yang memakan waktu lama dapat teratasi.

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

(41)

2. eksekusi terhadap jaminan fidusia baru akan dilaksanakan oleh pihak PT. Bank BNI apabila pihak PT. Bank BNI telah melakukan berbagai upaya penyelamatan akan tetapi pihak debitur masih tetap tidak bisa membayar angsuran kreditnya. Ada 3 jenis eksekusi yang dilakukan oleh PT. Bank BNI terhadap benda/barang jaminan fidusia yaitu penjualan secara di bawah tangan yang dilakukan atas dasar kesepakatan antara pihak bank dengan pihak debitur dengan tujuan untuk mencari harga tertinggi, selanjutnya parate eksekusi yang dilakukan dengan langsung melakukan eksekusi langsung dengan bantuan KPKNL tanpa memerlukan fiat eksekusi dari pengadilan, eksekusi berdasarkan titel eksekutorial yang dilakukan apabila pihak debitur mengajukan keberatan terhadap proses lelang secara parate eksekusi sehingga pihak debitur mengajukan gugatan ke Pengadilan, oleh sebab itulah fiat eksekusi diperlukan agar tindakan pihak bank menjadi sah secara hukum, eksekusi secara titel eksekutorial ini dilakukan melalui suatu putusan pengadilan yang tata caranya tunduk pada ketentuan Pasal 224 HIR/258 RBG. 3. Hambatan dalam melakukan eksekusi objek jaminan fidusia adalah meliputi

(42)

musnah, menemukan pembeli sebelum proses lelang dilaksanakan yang mau membeli barang/benda jaminan fidusia sesuai harga yang telah ditentukan oleh jasa penilai.

B. Saran

1. Pihak bank sebaiknya melakukan analisis secara benar dan lebih mendalam serta lebih berhati-hati dan selektif dalam memberikan kredit kepada calon debitur sehingga kemungkinan-kemungkinan akan terjadinya kredit macet dapat diminimalisir.

2. Pihak debitur sebaiknya beritikad baik untuk menyerahkan objek jaminan fidusia kepada pihak kreditur penerima fidusia ketika sudah wanprestasi karena tidak dapat melunasi pinjamanya dan tidak melakukan upaya-upaya untuk menghambat dilaksanakannya proses eksekusi.

Referensi

Dokumen terkait

Dan dengan mengembangkan sistem informasi informasi penggajian yang berbasis destop dapat mempermudah untuk proses pengolahan data yang efisien dan akurat demi mencegah

Metode penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi atas sarana air bersih perdesaan,

Untuk penelitian lebih lanjut, peneliti menyarankan agar mendapatkan besaran pengaruh yang lebih besar antara variabel employee engagement dan kepuasan kerja

Aspek pertimbangan yuridis terhadap tindak pidana yang didakwakan, merupakan konteks penting dalam putusan hakim, mengapa sampai diakatakan demikian karena hakikat

Lebih lanjut jenis-jenis belajar yang menyangkut masalah belajar (Djamarah, 2011) sebagai berikut adalah: 1) Belajar Arti Kata-Kata, artinya adalah siswa mulai

Penelitian ini bertujuan mengetahui peningkatan hasil belajar matematika pada materi pecahan siswa kelas V SDN Mintomulyo setelah diterapkannya pendekatan

4.1.4 Students’ response towards the implementation of Jigsaw method using selfie picture in teaching writing descriptive

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi