• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laporan Kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2016"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

BADAN KETAHANAN PANGAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

(2)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan i Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan telah menyelenggarakan fungsinya dalam : (1) Penyiapan koordinasi di bidang peningkatan

ketersediaan pangan dan akses pangan serta penurunan kerawanan pangan; (2) Pengkajian di bidang peningkatan ketersediaan pangan dan akses pangan serta

penurunan kerawanan pangan; (3) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang peningkatan ketersediaan pangan dan akses pangan serta penurunan kerawanan pangan; (4) Pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan ketersediaan pangan dan akses pangan serta penurunan kerawanan pangan; (5) Pelaksanaan pemantapan di bidang peningkatan ketersediaan pangan dan akses pangan serta penurunan kerawanan pangan; (6) Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang peningkatan ketersediaan pangan dan akses pangan serta penurunan kerawanan pangan; (7) Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang peningkatan ketersediaan pangan dan akses pangan serta penurunan kerawanan pangan; (8) Pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang peningkatan ketersediaan pangan dan akses pangan serta penurunan kerawanan pangan.

Mengacu visi, misi, arah, dan kebijakan BKP Kementerian Pertanian, disusun Visi

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan 2015-2019, yaitu: “Pemantapan

ketersediaan pangan dan penurunan kerawanan pangan berbasis sumberdaya lokal untuk mewujudkan peningkatan kedaulatan pangan.”

Untuk mencapai visi di atas, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan mengemban misi, yaitu: (1) Membangun koordinasi yang sinergi dan efektif untuk bahan perumusan kebijakan peningkatan ketersediaan, akses dan penurunan kerawanan pangan, (2) Memantapkan ketersediaan pangan yang beragam berbasis sumber daya local, (3) Memantapkan penurunan kerawanan pangan, (4) Membangun model-model pengembangan ketersediaan, akses dan penurunan kerawanan pangan secara partisipatif dan transparan, (5)Membangun kapasitas aparatur dan sumberdaya manusia pertanian

Sebagai penjabaran visi dan misi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, maka tujuan yang ingin dicapai adalah: (1) Menyusun dan menganalisis bahan rumusan kebijakan peningkatan ketersediaan, akses dan penurunan kerawanan pangan , (2) Meningkatkan penyediaan pangan yang beragam berbasis sumber daya lokal, (3) Menurunkan persentase jumlah penduduk rawan pangan, (4) Mengembangkan desa dan kawasan mandiri pangan, (5) Meningkatkan kualitas kinerja aparatur dan sumberdaya manusia pertanian.

(3)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan ii lokal; (3)Menurunnya persentase penduduk rawan pangan; (4) Berkembangnya desa dan kawasan mandiri pangan; (5) Meningkatnya kualitas kinerja aparatur dan sumberdaya manusia pertanian.

Meningkatnya pemantapan ketersediaan pangan dan penanganan rawan pangan, yang diukur dengan indikator kinerja: (1) Analisis Neraca Bahan Makanan sebanyak 34 laporan; (2) Sistem kewaspadaan pangan dan gizi pada 35 lokasi; (3) Kajian responsif dan antisipatif ketersediaan dan kerawanan pangan sebanyak 1 judul; (4) Peta ketahanan dan kerentanan pangan sebanyak 1 peta; (5) Kawasan mandiri pangan pada 187 kawasan; (6) Pemantauan ketersediaan dan kerawanan pangan pada 33 lokasi; (7) Pemberdayaan petani kecil dan gender pada 33.600 KK; (8) Dukungan produksi pertanian dan pemasaran pada 26.880 KK; (9) Pengembangan rantai nilai tanaman perkebunan pada 224 desa; (10) Dukungan manajemen dan administrasi SOLID sebanyak 12 bulan layanan.

Tujuan dan sasaran strategis tersebut dicapai melalui Kebijakan ketahanan pangan dalam aspek ketersediaan dan kerawanan pangan yang diarahkan untuk: (a) Peningkatan ketersediaan pangan yang beraneka ragam berbasis potensi sumber daya lokal; dan (b) Memantapkan penanganan kerawanan pangan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan kelaparan.

Untuk mendukung sasaran strategis meningkatnya pemantapan ketersediaan pangan dan penanganan rawan pangan, pada tahun 2016 dialokasikan anggaran sebesar Rp.250.064.227.000,00 telah direalisasikan sebesar Rp. 228.991.719.899,00 atau 91,57 persen yang dilaksanakan melalui Satker BKP Kementerian Pertanian, untuk

kegiatan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan sebesar Rp. 17.524.834.000,00

telah direalisasikan sebesar Rp 13.237.639.642,00 atau 75,54 persen dan di daerah sebesar Rp. 233.577.267.000,00 telah terealisasi sebesar Rp. 216.669.974.442,00 atau 92,76 persen.

(4)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan iii

1.2 Tugas Fungsi dan Struktur Organisasi 1

II PERENCANAAN KINERJA 4

5. Cara Pencapaian Tujuan dan Sasaran

(5)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan iv

 Formulir Penetapan Kinerja Tingkat Unit Organisasi Eselon II Kementerian/Lembaga

 Matriks Rencana Aksi Pencapaian Kinerja Berdasarkan PK Triwulan I-IV Tahun 2016

 Matriks Target dan Realisasi Capaian Kinerja Berdasarkan PK Triwulan I-IV Tahun 2016

 Indikator, Definisi dan Sumber Data FSVA Kabupaten 2016

(6)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan v

Tabel Halaman

1 Penetapan Kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun

Anggaran 2016 9

2 Perbandingan Target dan Realisasi Kinerja Tahun 2016 11

3 Perbandingan Realisasi Kinerja dan Capaian Kinerja Tahun 2012-2016 14

4 Pagu dan Realisasi Anggaran Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan 21

5 Pagu dan Realisasi Anggaran Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

Daerah

22

6 Pagu dan Realisasi Anggaran Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

Pusat dan Daerah

23

7 Perkembangan Dana Bansos/Banper dan Realisasi Kawasan Mandiri

Pangan Tahun 2013-2016 24

8 Jumlah Sampel Per Provinsi Berdasarkan Kapasitas Penggilingan 53

(7)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan vi Laporan Kinerja (LAKIN) ini disusun sebagai pertanggung jawaban atas pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan selama menjalankan tugas-tugas kedinasan dan dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar prestasi yang telah dicapai.

Melalui LAKIN ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada semua pihak yang berkepentingan mengenai kinerja Pusat ketersediaan dan Kerawanan Pangan yang telah dicapai dalam Tahun 2016. Terkait dengan hal itu diharapkan adanya masukan-masukan sebagai umpan balik yang bermanfaat dan alternatif pemecahan masalah-masalah yang dihadapi, yang semuanya mengarah pada peningkatan kinerja aparat.

Kami menyadari bahwa laporan ini belum sepenuhnya sempurna, karena itu saran konstruktif untuk pelaksanaan tugas dimasa mendatang sangat diharapkan.

Semoga laporan ini bermanfaat bagi peningkatan kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan.

Jakarta, Januari 2017

Kepala Pusat

Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

Dr. Benny Rachman, APU

(8)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan merupakan salah satu unit kerja Eselon II pada Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tanggal 3 Agustus 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, pengkajian, penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan ketersediaan dan penurunan kerawanan pangan. Sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, mewajibkan setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumberdaya, pelaksanaan kebijakan, dan program dengan menyusun laporan akuntabilitas melalui proses penyusunan rencana strategis, rencana kinerja, dan pengukuran kinerja. Sehubungan dengan Inpres tersebut, setiap penyelenggara negara dan pemerintah wajib melaporkan akuntabilitas kinerjanya dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sehingga terjadi sinkronisasi antara perencanaan ideal yang direncanakan dengan keluaran dan manfaat yang dihasilkan.

Untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan (pemberi mandat dan publik) tentang visi dan misi, tujuan dan sasaran yang akan dicapai, serta tingkat capaian sasaran tersebut melalui program dan kegiatan yang telah ditetapkan, maka disusun Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIN) Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2016. LAKIN disusun sebagai : (1) pertanggungjawaban Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dalam melaksanakan program dan kegiatannya selama tahun 2016; (2) untuk mengetahui tingkat pencapaian atau keberhasilan program dan kegiatan yang dilakukan oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan; (3) bahan untuk mengevaluasi kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2016, termasuk permasalahan, penyelesaian permasalahan dan saran masukan serta perbaikan kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan di masa datang.

1.2 Tugas Fungsi dan Struktur Organisasi

(9)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

2

pangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan menyelenggarakan fungsi :

1. penyiapan koordinasi di bidang peningkatan ketersediaan pangan dan akses pangan serta penurunan kerawanan pangan;

2. pengkajian di bidang peningkatan ketersediaan pangan dan akses pangan serta penurunan kerawanan pangan;

3. penyiapan perumusan kebijakan di bidang peningkatan ketersediaan pangan dan akses pangan serta penurunan kerawanan pangan;

4. pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan ketersediaan pangan dan akses pangan serta penurunan kerawanan pangan;

5. pelaksanaan pemantapan di bidang peningkatan ketersediaan pangan dan akses pangan serta penurunan kerawanan pangan;

6. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang peningkatan ketersediaan pangan dan akses pangan serta penurunan kerawanan pangan;

7. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang peningkatan ketersediaan pangan dan akses pangan serta penurunan kerawanan pangan; dan

8. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang peningkatan ketersediaan pangan dan akses pangan serta penurunan kerawanan pangan.

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan terdiri atas :

1. Bidang Ketersediaan Pangan terdiri dari Subbidang Analisis Ketersediaan Pangan dan Subbidang Sumberdaya Pangan yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan koordinasi, pengkajian, penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, pemantapan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi di bidang peningkatan ketersediaan pangan;

2. Bidang Akses Pangan terdiri dari Subbidang Analisis Akses Pangan dan Subbidang Pengembangan Akses Pangan yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan koordinasi, pengkajian, penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, pemantapan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi di bidang akses pangan;

(10)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

3

4. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas jabatan fungsional Analis Ketahanan Pangan, dan dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan. Tugasnya melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan tugas dan fungsinya, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan pada Tahun Anggaran 2016 telah berupaya mengoptimalkan tugas dan fungsinya melalui dukungan sumberdaya manusia baik teknis maupun non teknis. Adapun dukungan sarana/prasarana lainnya berupa biaya, data/informasi, alat pengolah data/komputer, dana khususnya dalam melaksanakan pemantauan, pengkajian, dan perumusan kebijakan ketahanan pangan. Data pendukung yang terkait diantaranya adalah data statistik (penduduk, statistik pertanian, konsumsi/Susenas, status gizi, kemiskinan, industri, ekspor/impor, stok pangan, dan lain-lain)

secara series, serta data primer dan sekunder dari instansi terkait yang ada di pusat dan

(11)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

4

BAB II

PERENCANAAN KINERJA

2.1 Rencana Strategis

Penyusunan LAKIN Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan mengacu pada Renstra Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019. Renstra yang disusun Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan untuk melaksanakan program dan kegiatan, berdasarkan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan sebagai berikut :

1. Visi

Visi merupakan suatu gambaran tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan. Visi adalah suatu harapan dan tujuan yang akan dicapai, dalam mencapai visi tersebut memerlukan waktu yang panjang dan kerja keras, karena akan berkembang sesuai dengan kondisi lingkungan pertanian khususnya pembangunan ketahanan pangan.

Untuk itu, visi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan tahun 2015-2019, yaitu : “Pemantapan ketersediaan pangan dan penurunan kerawanan pangan berbasis sumberdaya lokal untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan kemandirian pangan.”

2. Misi

Untuk mencapai visi di atas, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan mengembangkan misi dalam tahun 2015 - 2019, yaitu :

a. Membangun koordinasi yang sinergi dan efektif untuk bahan perumusan kebijakan peningkatan ketersediaan, akses dan penurunan kerawanan pangan

b. Memantapkan ketersediaan pangan yang beragam berbasis sumber daya lokal c. Memantapkan penurunan kerawanan pangan

d. Memantapkan akses pangan masyarakat

e. Membangun model-model pengembangan ketersediaan, akses dan penurunan kerawanan pangan secara partisipatif dan transparan

f. Membangun kapasitas aparatur dan sumberdaya manusia pertanian

3. Tujuan

Sebagai penjabaran visi dan misi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, maka tujuan yang ingin dicapai adalah :

a. Menyusun dan menganalisis bahan rumusan kebijakan peningkatan ketersediaan, akses dan penurunan kerawanan pangan;

(12)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

5

d. Mengembangkan Desa dan Kawasan Mandiri Pangan;

e. Meningkatkan kualitas kinerja aparatur dan sumberdaya manusia pertanian.

4. Sasaran Strategis

Sasaran strategis merupakan indikator kinerja dalam mencapai tujuan yang hendak dicapai. Sasaran Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan tahun 2015-2019 adalah:

a. Tersedianya bahan rumusan kebijakan peningkatan ketersediaan, akses dan penurunan kerawanan pangan;

b. Meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam berbasis sumber daya lokal; c. Menurunnya persentase penduduk rawan pangan;

d. Berkembangnya Desa dan Kawasan Mandiri Pangan;

e. Meningkatnya kualitas kinerja aparatur dan sumberdaya manusia pertanian.

5. Cara Pencapaian Tujuan dan Sasaran

Tujuan dan sasaran strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan tersebut, ditempuh melalui strategi, kebijakan, program, dan kegiatan sebagai berikut :

a. Strategi

Memperhatikan strategi Badan Ketahanan Pangan yang meliputi : (1) Memprioritaskan pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan untuk meningkatkan produksi pangan domestik, menyediakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat; (2) Pemenuhan pangan bagi kelompok masyarakat terutama masyarakat miskin kronis dan transien (akibat bencana alam, sosial, ekonomi) melalui pendistribusian bantuan pangan; (3) Pemberdayaan masyarakat supaya mampu memanfaatkan pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman (B2SA) berbasis sumber daya dan kearifan lokal; (4) Promosi dan edukasi kepada masyarakat untuk memanfaatkan pangan B2SA berbasis sumber daya lokal; dan (5) Penanganan keamanan pangan segar.

Adapun strategi yang akan ditempuh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan 2015-2019 untuk peningkatan ketersediaan dan penurunan kerawanan pangan meliputi:

1) Memobilisasi dan mengoptimalkan sumberdaya dan kemampuan (experties) yang ada (birokrasi, masyarakat, dan pakar setempat);

2) Memobilisasi sumberdaya (alam, finansial, sosial, teknologi) - daerah dan masyarakat;

(13)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

6

Strategi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dalam pengembangan ketersediaan dan penanganan rawan pangan diimplementasikan melalui langkah-langkah operasional sebagai berikut :

(a) Penguatan Sistem Kewaspadaan Pangan Dan Gizi (SKPG); (b) Analisis ketahanan dan kerentanan pangan wilayah;

(c) Kajian ketersediaan, akses dan kerawanan pangan; (d) Model Desa dan Kawasan Mandiri Pangan;

(e) Peningkatan kapasitas aparat;

(f) Menggerakkan berbagai komponen masyarakat dan pemerintah untuk memobilisasi sumber daya untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga dan masyarakat.

b. Kebijakan

Kebijakan ketahanan pangan dalam aspek ketersediaan dan kerawanan pangan difokuskan pada :

1) Peningkatan ketersediaan pangan yang beraneka ragam berbasis potensi sumber daya lokal; dan

2) Memantapkan penanganan kerawanan pangan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan rawan pangan.

6. Program

Program yang dilaksanakan oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan pada tahun

2015–2019 sesuai dengan program Badan Ketahanan Pangan tahun 2015-2019 yaitu

Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat”.

Dalam rangka mencapai sasaran program Badan Ketahanan Pangan tersebut, sasaran program yang hendak dicapai oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan adalah pengembangan model-model peningkatan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan. Hal ini dilakukan dengan menggerakkan berbagai komponen masyarakat dan pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat untuk memobilisasi, memanfaatkan, dan mengelola aset setempat (sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya finansial, sumberdaya fisik/teknologi serta sumberdaya sosial) untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga dan masyarakat, dengan kegiatan strategis yang terdiri dari :

(14)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

7

pengumpulan data, analisis, pemetaan, investigasi dan intervensi. Sedangkan untuk penanganan kerawanan pangan transien dilakukan melalui investigasi dan intervensi.

b. Model Kawasan Mandiri Pangan, merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin yang mempunyai potensi komoditas unggulan di kawasan rawan pangan, khususnya di wilayah kepulauan dan perbatasan, untuk mewujudkan ketahanan pangan masyarakat dengan pendekatan penguatan kelembagaan masyarakat, pengembangan sistem ketahanan pangan dan koordinasi lintas sektor, selama empat tahun secara berkesinambungan. Model kawasan mandiri pangan merupakan pengembangan kegiatan desa mandiri pangan yang telah dilaksanakan sebelumnya.

c. Analisis ketahanan dan kerentanan pangan wilayah (Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/Food Security and Vulnerability Atlas, FSVA), adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan informasi bagi pengambil keputusan dalam perencanaan program, penentuan sasaran/lokasi, penanganan kerawanan pangan dan gizi di tingkat provinsi, kabupaten, dan kecamatan dan desa.

d. Kajian ketersediaan, akses dan kerawanan pangan, adalah kegiatan dalam rangka penyediaan data dan informasi serta hasil analisis, secara berkala dan berkelanjutan untuk perumusan kebijakan dan program ketersediaan, rawan pangan dan akses pangan, antara lain melalui pemantauan ketersediaan pangan, sinkronisasi sub sektor dan lintas sektor, penyusunan neraca bahan makanan, penyusunan dan analisis sumberdaya pangan, monitoring dan analisis situasi akses pangan, pengembangan akses pangan, penyebarluasan informasi ketersediaan, kerawanan dan akses pangan.

e. Peningkatan kapasitas aparat, adalah rangkaian kegiatan untuk meningkatkan kemampuan apparat dalam metode pengumpulan, pengolahan, dan analisis data serta evaluasi kegiatan dalam pelaksanaan pemantauan produksi, penanggulangan rawan pangan, pengembangan akses pangan bagi aparat di daerah dan pusat.

Indikator sasaran output kegiatan pengembangan ketersediaan pangan dan penanganan daerah rawan pangan pada tahun 2016 adalah : (a) Hasil analisis ketersediaan pangan 34 laporan; (b) Pengembangan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi 35 lokasi; (c) Hasil kajian responsif dan antisipatif ketersediaan dan kerawanan pangan 1 judul;

(d) Hasil Analisis Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan 1 peta FSVA; (e) Pengembangan Kawasan Mandiri Pangan di 188 kawasan; (f) Hasil pemantauan

(15)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

8

pertanian dan pemasaran 26.880 KK; (i) Desa yang mengembangkan rantai nilai tanaman perkebunan 224 desa; (j) Kelancaran dukungan manajemen dan administrasi SOLID 12 bulan layanan.

7. Rencana Kinerja Tahun 2016

Rencana kinerja pada tahun 2016 merupakan implementasi rencana jangka menengah yang dituangkan kedalam rencana kerja jangka pendek, yang mencakup tujuan, sasaran kegiatan dan indikator kinerja berikut :

a. Sasaran Kinerja Tahun 2016

Berdasarkan visi, misi dan tujuan strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2016 yang masih mengacu pada Renstra Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2015-2019, serta mengakomodasi berbagai perubahan yang terjadi di lingkup Badan Ketahanan Pangan, disusun sasaran strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2016 yang hendak dicapai, dengan indikator kinerja sebagai berikut :

1) Jumlah Hasil Analisis Ketersediaan Pangan 34 Laporan

2) Jumlah Lokasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi 35 Lokasi

3) Jumlah Hasil Kajian Responsif dan Antisipatif Ketersediaan dan Kerawanan Pangan 1 Judul

4) Jumlah Analisis Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan 1 Peta FSVA 5) Jumlah Kawasan Mandiri Pangan 188 kawasan

6) Jumlah Hasil Pemantauan Ketersediaan, Akses dan Kerawanan Pangan 33 lokasi

7) Jumlah KK pemberdayaan petani kecil dan gender 33.600 KK

8) Jumlah KK yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran26.880 KK 9) Jumlah desa yang mengembangkan rantai nilai tanaman perkebunan 224 Desa 10) Dukungan Manajemen dan Administrasi SOLID 12 bulan layanan

b. Penetapan Kinerja

(16)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

9

Tabel 1. Penetapan Kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

Tahun 2016

Unit Organisasi Eselon II : Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

Tahun Anggaran : 2016

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target

(1) (2) (3)

3. Jumlah Hasil Kajian Responsif dan Antisipatif Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

4. Jumlah Analisis Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan

5. Jumlah Kawasan Mandiri Pangan 6. Jumlah Hasil Pemantauan Ketersediaan,

Akses dan Kerawanan Pangan

7. Jumlah KK pemberdayaan petani kecil dan gender

8. Jumlah KK yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran

(17)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

10

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

3.1 Capaian Kinerja

Sasaran program dan kegiatan yang dilaksanakan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan yang digunakan pada tahun 2016 mengacu pada sasaran yang telah disusun pada Rencana Strategis (Renstra), Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Penetapan Kinerja (PK), serta mengikuti perubahan kebijakan dan lingkungan strategis Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. Berdasarkan Indikator Kinerja Utama Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan telah ditetapkan satu sasaran strategis, yaitu meningkatnya pemantapan ketersediaan dan penanganan rawan pangan. Sasaran tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan 8 (delapan) indikator kinerja. Pengukuran tingkat capaian kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2016 dilakukan dengan cara :

1. Perbandingan Target dan Realisasi Kinerja Tahun 2016

Capaian kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dapat dilihat dari realisasi kinerja yang telah dilakukan selama satu tahun terhadap target yang telah disusun dalam penetapan kinerja (Renstra). Perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2. Perbandingan Target dan Realisasi Kinerja Tahun 2016 Sasaran

Strategis

(18)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

11

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa target Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan yang telah ditetapkan sebelumnya, telah terlaksana seluruhnya dengan capaian kenerja sebesar 100 persen untuk setiap target yang telah ditetapkan, namun untuk kegiatan Kawasan Mandiri Pangan di Papua dan Papua Barat, Kepulauan Perbatasan target capaian 96,26%. Hal ini disebabkan 4 kabupaten pelaksana Kawasan mandir Pangan di Mahakam Hulu (Kalimantan Timur), Kawasan di Kabupaten Nunukan (Kalimantan Timur), Indragiri Hulu (Riau), Kawasan di Kabupaten Rote Ndao (NTT) tidak melaksanakan kgiatan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja Pusat Ketersediaan dan

Kerawanan Pangan dapat dikatakan berhasil (capaian kinerja antara 80 hingga 100 %).

(19)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

12

 Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID) di Maluku dan Maluku Utara

Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID) di Maluku dan Maluku Utara. Kegiatan tersebut antara lain pemberdayaan petani kecil dan Gender, dan kegiatan rumah tangga yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran. Program SOLID dilaksanakan di 224 desa dan dirasakan manfaatnya oleh 217 desa atau 92,72% , yang terdiri dari 33.600 KK (100% dar target sasaran 33.600 KK) dan tergabung ke dalam 26.363 Kelompok Mandiri (KM) (98% dari target sasaran 26.880 KM). Fasilitas permodalan dalam bentuk

dana hibah prestasi atau Matching Fund (MF) dan dana bergulir atau Revolving Fund

(RF) diberikan kepada KM untuk membiayai usaha produktif yang dijalankan oleh KM maupun anggota KM. Sampai dengan akhir tahun 2016, total dana MF dan RF yang disalurkan kepada KM masing-masing sebesar Rp. 30.352 Milyar dan Rp. 72.840 Milyar.

Selain Fasilitasi permodalan pada tahun 2016 KM menerima fasilitasi pelatihan-pelatihan teknik, demplot, sekolah lapang, anjang karya, serta bantuan sarana dan prasarana untuk KM. Fasilitasi permodalan pelatihan pengembangan kapasitas serta sarana dan prasarana yang diberikan kepada KM berpengaruh terhadap perkembangan kegiatan produktif yang diusahakan oleh KM.

Berdasarkan hasil survei tahun 2016, peningkatan hasil produksi pertanian dialami oleh hamper semua responden SOLID. Peningkatan produksi pertanian responden tersebut terjadi pada hamper semua komoditi/produk yang diusahakan, kecuali produk olahan pala. Peningkatan tersebut terkait dengan penggunaan teknologi baru, teknologi perbanyakan benih, teknik budidaya tanaman dan lain-lain. Meskipun produksinya dilaporkan meningkat hanya 59% responden yang menyatakan bahwa pendapatan mereka naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Adanya peningkatan produksi pertanian dan pendapatan tersebut berpengaruh terhadap situasi ketahanan pangan responden SOLID. Dari seluruh responden, hanya 25% yang melaporkan mengalami kekurangan pangan selama 12 bulan terakhir. Akan tetapi responden tersebut sebagian besar mengalami kekurangan pangan selama 1-2 minggu (Grafik A), relative lebih singkat apabila dibandingkan dengan durasi kekurangan pangan yang dialami oleh sebagian besar responden pada tahun 2012 dan 2014..

(20)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

13

Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indicator penurunan jumlah penduduk rawan pangan adalah sebesar Rp. 250.064.227.000 dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 244.304.341.000 atau 91,57%

2. Perbandingan Realisasi Kinerja Serta Capaian Kinerja Tahun Ini Dengan Beberapa Tahun Terakhir

Penetapan indikator kinerja untuk mencapai sasaran strategis mengalami perubahan dari

tahun 2012 – 2014. Hal tersebut terkait dengan perubahan organisasi Badan Ketahanan

Pangan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan mengalami perubahan struktur organisasi yaitu dari yang sebelumnya terdiri dari Bidang Ketersediaan Pangan, Bidang Kerawanan Pangan dan Bidang Cadangan Pangan menjadi Bidang Ketersediaan Pangan, Bidang Kerawanan Pangan dan Bidang Akses Pangan.

(21)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

14

Tabel 3. Perbandingan Realisasi Kinerja dan Capaian Kinerja Tahun 2012-2016

Sasaran

Strategis Indikator Kinerja

Target Realisasi Capaian Kinerja (%)

(22)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

15

Sasaran

Strategis Indikator Kinerja

Target Realisasi Capaian Kinerja (%)

2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)

14. Jumlah kawasan mandiri pangan (Papua dan Papua Barat, Kepulauan dan Perbatasan yang

diberdayakan)

107 107 107 103 100 96,26

15. Jumlah

pengembangan kawasan mandiri pangan 2015

- - - 85 85 - - - 85 85 - - - 100 100

16. Pengembangan akses pangan

(23)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

16

Berdasarkan tabel diatas walaupun realisasi kinerja mengalami perubahan satuan maupun jumlah target di setiap tahunnya, akan tetapi capaian kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan menunjukkan capaian 80-100 persen di setiap tahun untuk masing-masing target. Adanya perubahan yang terjadi ditahun-tahun tertentu dapat dijelaskan sebagai berikut:

- Capaian kinerja untuk kegiatan Kawasan Mandiri Pangan sampai dengan tahun 2016 secara

keseluruhan terealisasi dari segi keprograman, namun pada tahun 2016 terjadi penurunan sasaran yang dikarenakan terjadinya pemotongan anggaran dan perubahan kelembagaan di daerah.

- Pada tahun 2016, Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan Papua-Papua Barat, Kepulauan dan Perbatasan telah memasuki Tahap Kemandirian. Alokasi dana bansos sebesar 200 juta di 107 kawasan Mandiri Pangan, 59 Kabupaten di 13 Provinsi (Aceh, Sumut, Riau, Kepri, Babel, Kalbar, Kaltim, Sulut, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat). Sedangkan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan regular (diluar wilayah Papua-Papua Barat, Kepulauan dan Perbatasan) yang ditumbuhkan tahun 2015 telah memasuki Tahap Penumbuhan. Jumlah lokasi kawasan yang diberdayakan sebanyak 85 kawasan, 85 kabupaten dan di 24 Provinsi. Hasil capaian kinerja baik di Pusat maupun di daerah telah mencapai 100 persen untuk kegiatan Kawasan Mandiri Pangan.

Kawasan Mandiri Pangan tahun tidak mencapai 100 % atau sebesar 98,16 %, karena ada 2 (dua) kawasan yang tidak terbentuk karena tidak sesuai dengan CPCL atau Pedoman Umum Pengembangan Kawasan mandiri Pangan yaitu di Kabupaten Rote Ndao yaitu kawasan Rote Barat Daya dan Rote Barat.

Pada tahun 2015, kegiatan Desa Mandiri Pangan tetap dikembangkan dalam 2 (dua) model, yaitu (1) Kegiatan Desa Mapan Reguler yang merupakan kelanjutan pembinaan dari desa yang sudah ada, dan (2) Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan di 192 kawasan dengan jumlah desa rata-rata 3 desa per kawasan. Realisasi pelaksanaan Kawasan Mandiri Pangan sebanyak 150 kawasan atau 78,40%, karena ada 42 kawasan yang tidak terlaksana karena tidak sesuai dengan CPCL atau Pedoman Umum Pengembangan Kawasan mandiri Pangan, perpindahan lokasi sasaran pada pertengahan tahun 2015, pemekaran wilayah desa.

- Kegiatan Desa Mandiri Pangan telah memasuki tahap kemandirian sesuai target keprograman pada tahun 2015 dan merupakan tahun terakhir kegiatan Desa Mandiri Pangan yang dibiayai dari anggaran APBN, keberlanjutan pembinaan akan dilakukan oleh Provinsi dan Kabupaten.

- Capaian kinerja untuk penyusunan FSVA dari tahun 2010 hingga tahun 2014 ini secara

keseluruhan berturut-turut telah terealisasi 100 persen. Perbedaan jumlah realisasi kerja untuk setiap tahunnya disebabkan karena perbedaan output dan sasaran penyusunan FSVA.

 Pada tahun 2010, penyusunan FSVA ditujukan pada tingkat provinsi, sehingga dihasilkan

(24)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

17

penyusunan FSVA merupakan kelanjutan dari FSVA 2010, sehingga dihasilkan 18 laporan di tingkat provinsi (bagi provinsi yang belum menyusun FSVA pada tahun 2010) dan 1 laporan di tingkat pusat. Pada tahun 2012 telah disusun FSVA tingkat kabupaten, sehingga di hasilkan 100 laporan untuk kabupaten yang masuk dalam prioritas satu hingga tiga berdasarkan FSVA Nasional 2009. Pada tahun 2013, disusun kembali FSVA tingkat Nasional yang menganalisis tingkat ketahanan dan kerentanan pangan sampai dengan level kabupaten, sehingga diperoleh 1 laporan. Sedangkan pada tahun 2014 ini, penyusunan FSVA ditujukan untuk pemutakhiran data FSVA provinsi tahun 2010 sehingga dihasilkan 14 laporan di tingkat provinsi dan 1 laporan di tingkat pusat. Sedangkan pada tahun 2015, penyusunan peta ketahanan dan kerentanan pangan (FSVA) Nasional yang menganalisis tingkat ketahanan dan kerentanan pangan sampai dengan level kabupaten (pemutahiran data FSVA tahun 2013). Kegiatan penyusunan FSVA Nasional menghasilkan output berupa tersusunnya FSVA Nasional sebanyak 1 Buku atau terealisasi 100 persen. Kemudian pada tahun 2016 menyusun 58 FSVA kabupaten, terdiri dari 44 kabupaten prioritas 1 dan 14 kabupaten prioritas 2 berdasarkan FSVA Nasional tahun 2015.

- Kegiatan pengembangan akses pangan tahun 2016 terdiri dari kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya pertanian (1 dokumen), peningkatan akses pangan (1 dokumen) serta pembinaan dan pemantauan pemanfaatan dana hibah AGFUND (1 dokumen).

- Pelaksanaan SKPG dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 dilaksanakan di seluruh provinsi dan kabupaten, sedangkan untuk tahun 2016 hanya di 34 Provinsi yang mendapatkan kegiatan SKPG yang dialokasikan dana APBN.

- Hasil kajian ketersediaan pangan, rawan pangan, dan akses pangan :

 Pada tahun 2010 dan 2011 output dari indikator ini berupa provinsi yang menyusun

analisis ketersediaan pangan yaitu sebanyak 33 provinsi.

 Sedangkan pada tahun 2012 hingga 2016 output dari indikator ini berupa laporan.

Laporan pada tahun 2012 ditujukan pada penyusunan Neraca Bahan Makanan di tingkat provinsi sejumlah 33 buku dan di tingkat nasional sejumlah 1 buku serta satu laporan Analisis Situasi Akses Pangan dan satu laporan Pengembangan Akses Pangan, sehingga secara keseluruhan berjumlah 36 laporan. Walaupun dalam penetapan kinerja tahun 2012 hanya tertulis target sebanyak 34 laporan tetapi dihasilkan 36 laporan. Hal tersebut juga terjadi pada tahun 2013 dan 2014.

 Untuk tahun 2016, indikator ini berupa laporan dan dokumen. Hasil kajian ketersediaan

(25)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

18

 Pada TA.2016, hasil Kajian Responsive dan Antisipatif Ketersediaan dan Kerawanan

Pangan, outputnya barupa bahan rekomendasi pengembangan ketahanan pangan dan energi untuk kawasan perbatasan.

- Penguatan kapasitas aparat dan masyarakat

 Pada tahun 2016 peningkatan kapastas aparat Kabupaten dan Provinsi berupa : pelatihan penyusunan analisis penanganan kerawanan pangan melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) untuk 34 provinsi dimana setiap provinsi diwakili oleh 2 aparat sehingga secara keseluruhan berjumlah 116 aparat. Output yang diharapkan berupa tersedianya laporan hasil situasi kerawanan pangan din gizi.

 Peningkatan kapasitas pendamping, pengurus LKK/pengurus FKK kegiatan Kawasan Mandiri Pangan dilaksanakan 2 kali, yaittu bagi pelaksana kegiatan kawasan Mandiri Pangan wilayah Perbatasan, Kepulauan, Papua-Papua Barat dan pelaksana Kawasan Mandiri Pangan regular diluar wilayah tersebut. Output yang diharapkan adalah terlaksananya kegiatan Kawasan Mandiri Pangan sesuai tujuan dan sasaran kegiatan pada wilayah pelaksana KMP.

3. Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan atau peningkatan/penurunan kinerja serta alternatif solusi yang telah dilakukan;

Analisis penyebab keberhasilan jika dilihat dari kedua tabel di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

a. Hambatan dan Permasalahan

Dari hasil evaluasi kinerja berbagai kegiatan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, ditemui beberapa permasalahan dan kendala utama dalam pelaksanaan kegiatan selama tahun 2016 sebagai berikut :

1) Kesulitan dalam memperoleh data dan informasi untuk menghasilkan analisis yang akurat, karena data dan informasi sering dianggap bukan kegiatan prioritas;

2) Terbatasnya dukungan anggaran untuk pelaksanaan pembinaan, monitoring dan evaluasi menyebabkan petugas Kabupaten/Kota jarang melakukan kunjungan lapangan ke kelompok sasaran;

3) Tingginya mutasi pegawai di daerah, sangat mempengaruhi kinerja daerah dan kemampuan pegawai daerah dalam melakukan berbagai kegiatan yang terkait dengan pengembangan ketersediaan pangan dan penanganan kerawanan pangan;

(26)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

19

5) Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan SKPG diantaranya yaitu :

a) Ketersediaan data untuk analisis SKPG yaitu data yang sesuai dengan indikator SKPG yang ditetapkan, tidak seluruhnya dapat tersedia disetiap wilayah;

b) Terkait Tim Pokja SKPG dan koordinasinya : (i) beberapa provinsi dan kabupaten belum membentuk Tim SKPG; (ii) efektifitas kerja Tim SKPG belum berjalan optimal. Hal ini berdampak pada proses analisis data dan pelaporan rutin oleh provinsi; (iii) Koordinasi dengan dinas terkait dalam melakukan pemantauan dan mengumpulkan data tidak semuanya berjalan dengan baik;

c) Aparat di beberapa daerah masih belum memahami kegiatan SKPG sebagai sistem pemantauan pangan dan gizi serta alat analisis;

d) Sering terjadinya mutasi pejabat/pegawai yang menangani kegiatan SKPG, sehingga menghambat proses analisis SKPG.

6) Hambatan dan permasalahan dalam penyusunan analisis ketersediaan pangan di daerah antara lain :

a) Kurangnya SDM atau aparat yang menangani analisis ketersediaan pangan di daerah yang mengakibatkan terhambatnya penyusunan analisis ketersediaan pangan.

b) Belum semua Provinsi/Kabupaten terbentuknya tim NBM sehingga sulit untuk berkoordinasi lintas instansi dalam hal pengumpulkan data.

c) Belum adanya angka konversi wilayah (Provinsi/Kabupaten/Kota) yang lebih bisa menggambarkan kondisi wilayah setempat.

d) Banyak komoditas atau jenis pangan lokal yang belum masuk dalam NBM padahal komoditas tersebut merupakan potensi wilayah.

e) Belum dimanfaatkannya hasil analisis ketersediaan pangan sebagai dasar mengambil kebijakan.

f) Kurangnya dukungan dana APBD untuk kegiatan analisis ketersediaan pangan, walaupun hasil analisis tersebut sangat bermanfaat sebagai bahan kebijakan atau perencanaan.

7) Beberapa permasalahan berkaitan dengan pemanfaatan dana hibah AGFUND: a) LKD Naka Mura Desa Madukoro

- Pemahaman pengurus tentang isi AD/ART yang telah disepakati oleh seluruh

anggota LKD Nakamura masih kurang,

- Anggota kelompok yang meminjamkan dana di LKD Naka Mura yang berasal

(27)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

20

- Usaha produktif yang dibiayai dari pinjaman dana AGFUND tidak hanya untuk

sektor pertanian dalam arti luas, tetapi juga berbagai sektor usaha.

- SDM yang mengelola dana hibah AGFUND masih sangat terbatas

pengetahuannnya terutama dalam administrasi.

b) LKD Muntuk Lestari, Desa Muntuk

- Anggota kelompok LKD Munthuk Lestari sebagian besar merupakan pengrajin,

sehingga apabila pemanfaatannya lebih besar untuk usaha produktif pertanian dikhawatirkan tingkat kegagalannya tinggi (resiko tinggi) karena tidak punya pengalaman dalam bidang pertanian.

- Untuk kelompok budidaya tanaman padi dan budidaya perikanan, pencairan

dana AGFUND sedikit mundur. Hal ini disebabkan karena pemanfaatan dana menunggu datangnya musim hujan yang datangnya terlambat.

8) Beberapa permasalahan pada kegiatan monitoring akses pangan di tingkat penggilingan antara lain : (a) Pengklasifikasian kapasitas penggilingan berdasarkan ketentuan BPS berbeda dengan kondisi di lapangan; (b) Ada beberapa penggilingan berhenti beroperasi; (c) Data tidak dapat dikumpulkan sebagaimana yang diharapkan, karena pergantian beberapa enumerator kabupaten.

b. Upaya yang dilakukan

Berbagai upaya yang dilakukan oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dalam rangka mengatasi permasalahan antara lain :

1) Meningkatkan koordinasi lintas sektor terkait penyediaan data dan informasi dan meningkatkan koordinasi antara Pusat dan Daerah;

2) Untuk kegiatan monitoring akses pangan di tingkat penggilingan, disarankan untuk (a) Peninjauan metodologi; dan (b) Peninjauan klasifikasi kapasitas penggilingan.

3.2 Realisasi Anggaran

(28)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

21

Tabel 4. Pagu dan Realisasi Anggaran Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

KETERANGAN

Untuk mendukung sasaran strategis meningkatnya pemantapan ketersediaan pangan dan

penanganan rawan pangan di daerah, pada tahun 2016 dialokasikan anggaran sebesar

Rp. 233,577,267,000 dan telah terealisasi sebesar Rp. 216,669,974,442 atau 92.76 persen

(29)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

22

(30)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

23

Hasil kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan pada tahun 2016 adalah sebagai berikut :

1) Kawasan Mandiri Pangan

(31)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

24

dalam KMP maka dialokasikan dana bantuan sosial bansos/bantuan pemerintah (banper) serta anggaran pembinaan dan pendampingan bagi daerah.

Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan dimulai pada tahun 2013 di Kawasan

Perbatasan, Kepulauan dan Papua-Papua Barat yang bertujuan untuk: (1)

mengembangkan perekonomian kawasan adat di Papua-Papua Barat; (2)

mengembangkan perekonomian kawasan perbatasan antar negara; dan (3)

mengembangkan cadangan pangan masyarakat kawasan kepulauan. Selanjutnya pada tahun 2015 dikembangkan Kawasan Mandiri Pangan yang hingga saat ini dilaksanakan di 85 kawasan pada 84 kabupaten di 24 provinsi. Untuk KMP Perbatasan, Kepulauan, Papua dan Papua Barat dialokasikan dana bansos senilai Rp. 200 juta per kawasan yang dialokasikan pada Tahap Persiapan, Penumbuhan dan Pengembangan; selanjutnya untuk KMP yang dimulai pada tahun 2015, dialokasikan dana banper senilai Rp. 100 juta per kawasan yang dialokasikan pada Tahap Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian (mengingat pengalaman menunjukkan bahwa pada masyarakat perlu dipersiapkan terlebih dahulu pada Tahun I/Tahap persiapan). Pemanfaatan dana banper I pada Tahun II/Tahap Penumbuhan diarahkan untuk kegiatan budidaya dan kegiatan pendukung lainnya; banper II pada Tahun III/Tahap Pengembangan diarahkan untuk pengolahan dan kegiatan pendukungan lainnya; dan banper III pada Tahun IV/Tahap Kemandirian diarahkan untuk pemasaran dan kegiatan pendukung lainnya.

Tabel 7 Perkembangan Dana Bansos/Banper dan Realisasi Kawasan Mandiri Pangan Tahun 2013–2016

Tahun 2013 2014 2015 2016 Total

Rata-rata/tahun

Bansos/Banper

(Rp.000.000) 21.800 21.400 20.600 7.800 71.600 14.320

Penerima Manfaat (kawasan)

109 107 188 181

585 146

(32)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

25

Kawasan Kepulauan, Perbatasan, Papua dan Papua Barat dan 78 KMP). Penyebab terjadinya hal tersebut antara lain karena :

 Terjadi pemekaran di salah satu wilayah Provinsi Kalimantan Timur menjadi Provinsi

Kalimanatan Utara sehingga berpengaruh terhadap kesiapan provinsi baru dalam proses administrasi pencairan bansos dan pembinaan kegiatan;

 Tantangan dari segi geografis di beberapa daerah di mana jarak antar lokasi yang jauh

dan tidak hanya dihubungkan oleh daratan (tetapi juga perairan) sehingga dibutuhkan sumber daya (termasuk keuangan) yang besar untuk pelaksanaan monev oleh aparat kabupaten dan provinsi;

 Kapasitas SDM/aparat yang masih kurang di tingkat kabupaten;

 Terdapat daerah yang tidak melakukan survei Data Dasar Rumah tangga (DDRT) pada

Tahap Persiapan;

 Penetapan lokasi pelaksanaan kegiatan tidak sesuai sasaran lokasi dan kriteria yang

sudah ditentukan.

Selain itu tantangan lain yang dihadapi adalah: terjadinya refocusing kegiatan dan

anggaran, mutasi pejabat/pegawai, serta pendamping yang tinggal diluar desa binaan. Selain itu untuk mendukung kegiatan Kawasan Mandiri Pangan tahun 2016 dilaksanakan kegiatan (a) Sosialisai Kawasan Mandiri Pangan, (b) Apresiasi Kawasan Mandiri Pangan, (c) Workshop Akhir Kawasan Mandiri Pangan.

a) Sosialisasi Kawasan Mandiri Pangan

Sosialisasi Kawasan Mandiri Pangan dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2016. Peserta terdiri dari eselon III/IV dari 34 provinsi dan perwakilan kabupaten/kota yang menangani kegiatan Kawasan Mandiri Pangan. Dari undangan yang hadir telah mencapai target 100 persen yang sesuai dengan sasaran di 34 Provinsi. Kawasan mandiri pangan tahun 2016 masuk dalam tahap penumbuhan dimana kegiatan kawasan sudah mulai mencairkan dana bantuan pemerintah sebesar 100 juta dan fokus dana pemanfaatannya pada kegiatan budidaya pertanian, peternakan, perikanan, holtikultura.

b) Apresiasi Kawasan Mandiri Pangan

(33)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

26

Apresiasi kawasan mandiri pangan dilaksanakan dua kali yaitu di wisma hijau pada

tanggal 21 – 24 Maret 2016 yang diikuti oleh petugas pendamping/penyuluh pertanian

yang beradi di 107 kawasan, 58 kabupaten, 13 provinsi dan pada tanggal 28 – 31 Maret

di Diandara Bogor yang diikuti oleh petugas pendamping/penyuluh pertanian, di 85 kawasan, 84 kabupaten, 24 provinsi, undangan yang hadir telah mencapai target 100 %

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam apresiasi kawasan mandiri pangan dan tindak lanjut yang harus dilakukan oleh pelaksana kegiatan di kawasan mandiri pangan yaitu :

 Konsep Kawasan Mandiri Pangan adalah Kawasan yang terdiri dari 5 desa

berdekatan yang dibangun dengan melibatkan masyarakat miskin yang berasal dari desa-desa terpilih dalam satu kecamatan, untuk menegakkan masyarakat miskin/rawan pangan menjadi kaum mandiri. Adapun sasaran kegiatannya adalah rumah tangga miskin yang berada dalam Kawasan Mandiri Pangan yang mempunyai potensi wilayah untuk dikembangkan dan mengupayakan penyelesaian masalah untuk mewujudkan ketahanan pangan.

 Kegiatan pemberdayaan masyarakat, yang dilakukan meliputi : (a) Pemanfaatan SDA

(khususnya penyehatan lahan, pengelolaan air, pengelolaan limbah, pengembangan bibit/benih lokal spesifik); (b) meningkatkan kegiatan usahatani kelompok melalui budidaya pertanian/peternakan/perikanan sampai pengolahan dalam rangka memenuhi ketiga manfaat pertanian sebagai sumber bahan pangan, sumber enerji, dan bahan baku industri; (c) Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro untuk mendukung kegiatan usaha.

 Sebagai tindak lanjut kegiatan apresiasi Kawasan Mandiri Pangan :

1) Aparat/Pendamping/LKK/FKK yang sudah mendapatkan pelatihan pada kegiatan ini berkoordinasi dan menyampaikan materi kepada penangungjawab kegiatan di Provinsi maupun Kabupaten, selanjutnya peserta sebagai Trainer di kawasan masing-masing.

2) Aparat/Pendamping/LKK/FKK menindaklanjuti hasil pelatihan dengan pelatihan teknis spesifik lokasi dengan metode demplot dan sekolah lapangan.

3) Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan tahap penumbuhan segera menentukan titik tumbuh kawasan sebagai pusat perekonomian di kawasan secara terintgrasi dengan mempertingkan prioritas kegiatan.

4) Pemanfaatan bantuan pemerintah untuk kegiatan usaha di kawasan meliputi kegiatan budidaya, pengolahan, pemasaran dan teknologi tepat guna

(34)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

27

6) Seluruh pengelolaan keuangan dana bantuan pemerintah kawasan dilakukan oleh LKK. Untuk itu, sebelum LKK memberikan dana pinjaman kepada kelompok, LKK harus memenuhi administrasi umum, seperti: (1) AD/ART; (2) Buku Simpan Pinjam; (3) Buku Tabungan; dan (4) Buku Administrasi Keuangan.

7) Syarat untuk pencairan bantuan pemerintah ke KPPN dilengkapi SK penetapan lokasi kawasan, kelompok penerima manfaat, usulan RUK, no rekening, SPTJB (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja), SPTJM, Pakta integritas yang dibuat kelompok dengan PPK

8) Mekanisme pencairan bantuan pemerintah melalui rekening kelompok, yang selanjutnya ada proses serah terima kepada pengelolaan LKK untuk dilakukan pencatatan oleh pengurus LKK. Pengurus LKK akan memonitor perkembangan pemanfaataan Dana Bantuan Pemerintah.

9) Melakukan monitoring, evaluasi kegiatan secara bertingkat di tingkat Desa dan kawasan, serta menyampaikan laporan secara berjenjang dari Desa, Kawasan sampai dengan Pusat dalam rangka penyempurnaan kegiatan.

c) Workshop Akhir Kawasan Mandiri Pangan

Untuk mengoptimalkan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan melaksanakan kegiatan Workshop Akhir Kawasan Mandiri Pangan yang bertujuan untuk: (1) mengevaluasi pelaksanaan kegiatan KMP khususnya untuk Tahap Kemandirian pada KMP Perbatasan, Kepulaun, Papua dan Papua Barat dan tahap penumbuhan pada kawasan mandiri pangan serta, (2) merencanakan tindak lanjut kegiatan KMP.Kegiatan workshop

ini dilaksanakan pada tanggal 2 – 4 November 2016 di Hotel Sukajadi Bandung, yang

diikuti oleh 31 Provinsi hasil diskusi evaluasi kegiatan kawasan mandiri pangan sebagai berikut:

 Konsep penajaman kegiatan Kawasan Mandiri Pangan melalui pertanian terpadu dan

berkelanjutan perlu dijelaskan lebih lanjut didalam pedoman teknis kawasan mandiri pangan tahap pengembangan.

 Kegiatan pendampingan oeh pendamping kawasan dan pendamping swakarsa perlu

dukungan pendanaan dari APBD I dan APBD II mengingat okasi binaan jauh dari pusat kota dan merupakan basis/sentra kerawanan.

 Kegiatan kawasan yang sudah tahap kemandirian selanjutnya tahun depan

diserahkan sepernuhnya kepada pemerintah daerah, baik segi pendanaan maupun kegiatan keberlanjutan.

 Pemanfaatan dana Banper kawasan mandiri pangan tahap pengembangan akan

(35)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

28

Hasil dari akhir kegiatan Workshop Akhir Kawasan Mandiri Pangan dibuat suatu rumusan untuk ditindak lanjuti daerah dan sebagai acuan daerah untuk melaksanakan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan. Adapun rumusan Workshop Akhor KMP 2016 adalah sebagai berikut :

1) Penajaman KMP dengan menerapkan Konsep Pertanian Terpadu dan Berkelanjutan untuk meningkatkan manfaat bagi masyarakat:

2) Pendekatan pemberdayaan diarahkan pada pemenuhan kepentingan bersama melalui kegiatan secara berkelompok. Oleh sebab itu usaha yang dilakukan oleh kelompok adalah usaha bersama melalui Rencana Usaha Kelompok (RUK).

3) Pelaksanaan Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan Tahap Pengembangan:

 Pendekatan ekonomi masyarakat secara berkelompok untuk meningkatkan

kesejahteraan (pendapatan) bersama dengan memanfaatkan semua potensi sumberdaya lokal dari hulu sampai hilir (zero waste);

 Pemerintah daerah melakukan monitoring proses pencairan dan pemanfaatan

dana Banper sampai kelompok penerima dan dilengkapi dokumen administrasi.

4) Pelaksanaan Kawasan Mandiri Pangan Keberlanjutan:

 Lembaga Keuangan Kawasan/LKK diharapkan berkembang menjadi lembaga

keuangan formal sesuai dengan aturan yang berlaku dan bersinergi dengan lembaga keuangan lain dilingkup desa/kecamatan.

 Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan Tahap Keberlanjutan (tahun 2017) tidak

dibiayai oleh APBN dan sudah diserahkan kepada daerah. Komponen kegiatan utama yang perlu dibiayai antara lain: honor pendamping kawasan dan swakarsa, honor FKK dan LKK, pelatihan lanjutan bagi kelompok.

2) Pengembangan Akses Pangan

Untuk mendukung kegiatan pengembangan akses pangan, dilakukan beberapa kegiatan pertemuan yang bertujuan memberikan masukan untuk penyusunan kebijakan, dimana kegiatan ini meliputi :

a. Peningkatan kapasitas sumber daya pertanian

Tujuan dari kegiatan pertemuan peningkatan kapasitas sumber daya pertanian adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengurus LKD dalam pengelolaan keuangan agar dana yang dikelola dapat berkembang dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan pemanfaatannya.

Kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya pertanian dilaksanakan pada tanggal 28

– 30 November 2016 di Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Convention Hotel

(36)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

29

anggota LKD Naka Mura dan 10 anggota LKD di luar penerima bantuan dana hibah AGFUND.

Adapun rumusan hasil pertemuan ini adalah :

1) Lembaga Keuangan Desa Mandiri Pangan (LKD) merupakan lembaga keuangan non bank milik masyarakat desa yang bersepakat untuk bekerja sama saling menolong dengan melaksanakan penghimpunan dana melalui tabungan dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit kepada kelompok masyarakat untuk tujuan produktif dan kesejahteraan;

2) LKD memiliki fungsi sebagai sarana pemberdayaan ekonomi masyarakat desa rawan pangan, sarana untuk pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah, memberikan layanan permodalan untuk usaha produktif serta mengembangkan kapasitas masyarakat dan membangun jaringan usaha. Prinsip LKD dalam menjalankan fungsinya adalah mandiri, transparan, profesional dan prudential (MANTAP). Dalam perkembangannya, LKD diharapkan bisa menjadi lembaga keuangan berbadan hukum berbentuk koperasi;

3) Dalam mencapai tujuan LKD atau koperasi, perlu ada nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi bersama dan diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan operasional sehari-hari. Salah satunya adalah komitmen yang harus dibangun oleh seluruh anggota dan pengurus, dimana anggota dan pengurus berpegang teguh dan fokus pada keputusan bersama yang diambil, memikul segala resiko dan konsekuensinya dan menjalaninya penuh rasa syukur sebagai bagian dari proses untuk mencapai tujuan bersama;

4) Prinsip pengelolaan usaha LKD atau koperasi adalah orientasi pelayanan pada anggota, dimana anggota adalah segala-galanya, kepuasan anggota adalah yang utama dan memberikan nilai lebih kepada anggota adalah penting. Pelayanan kepada anggota diterapkan untuk meningkatnya keinginan dan harapan anggota, untuk LKD atau koperasi dapat eksis dan berkembang dan untuk mendukung kinerja keuangan LKD atau koperasi;

(37)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

30

6) Peluang usaha dapat dilihat dari adanya kebutuhan pasar akan suatu barang atau jasa yang dapat diberikan. Peluang usaha juga dapat diciptakan dengan memberi nilai tambah pada suatu objek yang menjadi kebutuhan pasar. Dibutuhkan pengalaman bisnis yang cukup baik dan waktu yang lama agar naluri bisnis menjadi tajam dalam melihat peluang usaha serta dibutuhkan kreativitas untuk menciptakan peluang usaha;

7) Faktor penting yang menentukan keberlanjutan suatu LKD adalah kinerja keuangan yang baik. Jika layanan internal baik, dan layanan ke anggota atau pihak eksternal lainnya baik, maka diharapkan kinerja keuangannya akan baik. Dari aspek pengelolaan keuangan, dibutuhkan kemampuan pengurus dalam mengelola keuangan, menyusun laporan keuangan dan mengintepretasikan hasil laporan keuangan untuk penyusunan rencana usaha;

8) Tertib administrasi atau pencatatan keuangan sangat penting sebagai laporan penerimaan dan pemanfaatan uang LKD atau koperasi sehingga keuntungan yang diperoleh atau kerugian yang dialami dapat dikontrol dan pengelolaan dana yang berkembang secara keseluruhan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Aplikasi berbasis sistem android yang dapat digunakan untuk mempermudah pencatatan keuangan adalah SI APIK;

9) Manajemen resiko kredit adalah manajemen resiko kerugian karena pihak peminjam tidak dapat dan/atau tidak mau memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang dipinjamnya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya. Kerangka manajemen resiko kredit terdiri dari : (1) Pencegahan resiko kredit yaitu desain produk kredit, seleksi nasabah dan analisis kredit, komite kredit; dan (2) Pengendalian resiko kredit yaitu manajemen tunggakan dan pemantauan resiko kredit;

10) Prinsip seleksi nasabah dalam pencegahan resiko kredit adalah 5C, yaitu : (1) Character, yaitu informasi kepribadian nasabah; (2) Capacity, yaitu kemampuan nasabah dalam mengelola dana yang dipinjam; (3) Condition, yaitu kondisi ekonomi yang mempengaruhi kelayakan pinjaman; (4) Capital, yaitu aset atau kekayaan yang dimiliki oleh nasabah; dan (5) Collateral yaitu jaminan atau agunan yang dimiliki oleh nasabah;

(38)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

31

12) Sejak penerimaan tahun pertama pada tahun 2014, dana hibah AGFUND yang

dikelola LKD Nakamura sampai Oktober tahun 2016 berkembang dari Rp.547.938.500,- menjadi Rp.688.068.053 (26%), sedangkan LKD Munthuk Lestari

dari Rp. 543.680.000,- menjadi Rp. 830.298.409,- (53%), yang digunakan untuk mengembangkan berbagai usaha anggotanya dalam bidang pertanian pertanian dalam arti luas dan turunannya diantaranya untuk kerajinan bambu, mebel, ternak kambing, ternak sapi, budidaya padi, perikanan lele, warung sembako dan olahan pangan seperti mie, susu kedelai, nata de casava, geplak dan tempe;

13) Selain kepada anggotanya, LKD penerima dana hibah AGFUND diharapkan dapat melakukan kerja sama dengan memberikan pinjaman modal kepada LKD lain yang membutuhkan penguatan modal usaha produktifnya. Hal ini juga dapat dilakukan oleh LKD lain yang modalnya sudah berkembang, sehingga dapat membantu LKD lain yang membutuhkan penguatan modal.

b. Pembinaan dan pemantauan pemanfaatan dana hibah AGFUND

Pertemuan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengurus dan anggota Lembaga Keuangan Desa (LKD) dalam pemanfaatan dan pengelolaan dana hibah AGFUND.

Pertemuan Peningkatan Kapasitas LKD Pemanfaatan Dana Hibah AGFUND Tahun

2016, dilaksanakan tanggal 27 – 29 Juli 2016, di Asrama Haji Transit Yogyakarta, Jl.

Ringroad Utara Siduadi, (Depan SD Al-Azhar), dengan peserta penerima dana hibah AGFUND, yaitu LKD Desa Mandiri Pangan di Desa Madukoro, Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah dan Desa Munthuk, Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I Yogyakarta, dan pendamping.

Adapun rumusan hasil pertemuan ini adalah :

a) Pertemuan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengurus dan anggota Lembaga Keuangan Desa (LKD) dalam pemanfaatan dan pengelolaan dana hibah AGFUND. Sasarannya adalah pengurus dan anggota LKD yang menerima dana hibah AGFUND, yaitu LKD Munthuk Lestari, Desa Munthuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi DI. Yogyakarta dan LKD Nakamura, Desa Madukoro, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah;

(39)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

32

c) Dalam mencapai tujuan LKD, perlu ada nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dan diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan operasional sehari-hari. Salah satunya adalah komitmen yang harus dibangun oleh seluruh anggota dan pengurus, dimana anggota dan pengurus berpegang teguh dan fokus pada keputusan yang diambil, kemudian memikul segala resiko dan konsekuensinya tanpa mengeluh, dan menjalaninya penuh rasa syukur sebagai bagian dari proses kehidupan untuk mencapai tujuan bersama;

d) Ketrampilan teknis pengelolaan keuangan menjadi salah satu hal yang harus dimiliki oleh pengurus LKD agar dana yang dikelola dapat berkembang dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan pemanfaatannya. Administrasi pembukuan atau akuntansi koperasi/LKD harus dilakukan dengan cermat, tertib dan tepat, sehingga laporan keuangan yang disusun dapat memberikan gambaran yang baik mengenai arus kas yang masuk dan keluar, jumlah dana yang dipinjam dan dikembalikan anggota serta jumlah hasil usaha yang diperoleh LKD;

e) Keberhasilan usaha yang dilakukan koperasi juga ditentukan oleh kemampuan membangun jaringan usaha dan kemitraan. Karakteristik yang harus dimilki seorang wirausaha/pengurus LKD adalah 1). adanya kemauan; 2). memiliki keberanian; 3). mampu membela usahanya dan mitranya; 4). Jujur dan amanah (bisa dipercaya); 5). hemat; 6). tepat guna didalamnya termasuk menempatkan orang sesuai dengan kemampuannya; 7). mencintai usahanya dan 8). pantang menyerah;

f) Dalam menjalin kemitraan, prinsip utama yang harus dipegang adalah saling memperkuat, saling memerlukan dan saling menguntungkan;

g) Untuk mewujudkan berkembangnya koperasi, koperasi harus melayani anggota melalui pemahaman atas kebutuhan anggotanya yaitu dengan memenuhi sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk kemajuan usaha anggotanya, sehingga diversifikasi usaha dari koperasi di Nakamura dan Munthuk dapat dilakukan berdasarkan pemenuhan kebutuhan anggota;

h) Sejak penerimaan dana hibah AGFUND oleh 2 LKD pada tahun 2014, perkembangan dana maupun organisasi desa telah meningkat, sebagai berikut: (1) Dana hibah AGFUND yang dikelola oleh LKD Munthuk Lestari dan LKD

Nakamura sampai tahun 2016 telah berkembang masing-masing dari

Rp.543.680.000,- menjadi Rp. 792.560.730,- (45,8 persen) dan

(40)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

33

(2) Di samping itu modal dari bantuan program Desa Mandiri Pangan (Demapan) yang diterima LKD Muntuk sebesar 100.000.000,- pada tahun 2006 berkembang sampai saat ini sebesar Rp. 465.472.000,- dan LKD Nakamura Desa replikasi sebesar Rp. 25.000.000,- pada tahun 2011 berkembang menjadi Rp. 30.000.000,- di samping berbagai kegiatan produktif yang sampai saat ini masih dilakukan oleh anggota kelompok afinitas;

(3) Terkait dengan kelembagaan LKD Muntuk Lestari, sejak tanggal 15 Oktober 2015, No. 26/BH/XV.I/X/2015 telah berbadan hukum menjadi Koperasi, sedangkan LKD Nakamura sedang mengajukan proses untuk menjadi koperasi.

3) Penanganan Rawan Pangan, Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)

SKPG merupakan serangkaian proses untuk mengantisipasi kejadian rawan pangan dan gizi melalui pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan, analisis, dan penyebaran informasi situasi pangan dan gizi. Penerapan SKPG sampai saat ini masih dirasakan sangat penting sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota, dimana sebagian aspek-aspek penanganan kerawanan pangan merupakan urusan daerah. Pemerintahan Propinsi mempunyai kewajiban: (1) pencegahan dan pengendalian masalah pangan akibat menurunnya ketersediaan pangan di daerah karena berbagai sebab; (2) pencegahan dan penanggulangan masalah pangan sebagai akibat menurunya mutu, gizi dan keamanan pangan; (3) peningkatan dan pencegahan penurunan akses pangan masyarakat; dan (4) penanganan dan pengendalian kerawanan pangan di wilayah provinsi.

Kegiatan SKPG bertujuan untuk menganalisis situasi pangan dan gizi; meningkatkan kemampuan petugas dalam menganalisis situasi pangan dan gizi; dan mengantisipasi terjadinya rawan pangan. Sasaran kegiatan SKPG terpetakannya situasi pangan dan gizi dan terantisipasinya kejadian rawan pangan secara dini di 455 lokasi, yang terdiri dari pusat, 33 provinsi dan 421 kabupaten/kota. Untuk tahun 2016 kegiatan SKPG hanya dilakukan di Provinsi, sedangkan Kabupaten untuk menganalisis kegiatan SKPG dengan pembinaan di APBD Kabupaten.

Pelaksanaan kegiatan SKPG pada tahun 2016 sebagai berikut:

a. Pertemuan Penguatan Kapasitas Aparat dalam Analisis SKPG

(41)

Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

34

yang menangani SKPG dalam menganalisis situasi pangan dan gizi di wilayahnya. Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode pemaparan materi, praktik analisis SKPG bulanan dan tahunan, pembuatan laporan SKPG, serta pembuatan peta dengan menggunakan Quantum GIS.

Hal-hal yang dapat disampaikan berdasarkan kegiatan Pertemuan Penguatan Kapasitas Aparat dalam Analisis SKPG sebagai berikut:

1) Aparat provinsi dan kabupaten/kota harus meningkatkan pemahaman tentang konsepsi ketahanan pangan, kemandirian pangan, dan kedaulatan pangan berdasarkan UU No 18 tahun 2012, sehingga pelaksanaan pencegahan kerawanan pangan melalui SKPG dapat terlaksana lebih baik.

2) Pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) pada tahun 2016 masih berdasarkan Permentan No. 43 Tahun 2010, sedangkan ujicoba aplikasi berbasis website digunakan untuk penyempurnaan sistem pada Permentan baru sebagai pengganti Permentan No. 43 Tahun 2010. Sehingga kabupaten/kota tetap menyampaikan laporan analisis SKPG tahun 2016 ke provinsi dan pusat berupa laporan tahunan dan bulanan yang dimulai dari bulan Januari 2016.

3) Provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki karakteristik khusus (non sentra pertanian, Papua&Papua Barat, Maluku&Maluku Utara, NTT, dan Gorontalo) harus dibahas lebih lanjut oleh daerah masing-masing untuk merumuskan dan menentukan indikator yang akan digunakan dalam analisis SKPG.

4) Beberapa masukan untuk penyusunan permentan baru sebagai pengganti Permentan No 43 Tahun 2010:

a) Wilayah perkotaan yang memiliki luas lahan pertanian pangan dan dapat mencukupi kebutuhan wilayahnya tetap menggunakan indikator dari aspek ketersediaan.

b) SKPG tahunan merupakan akumulasi dari analisis bulanan sehingga laporan bulanan diharapkan dilaporkan setiap bulannya

c) Untuk data D (data balita ditimbang terkoreksi) terdapat beberapa daerah yang tidak memiliki data

5) Dalam rangka pelaksanaan ujicoba pelaporan SKPG berbasis website:

a) Aparat kabupaten/kota dan provinsi yang menangani entry data SKPG berbasis website diharapkan tidak berganti-ganti selama proses uji coba tahun 2016.

Gambar

Tabel 1. Penetapan Kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan     Tahun 2016
Tabel 2. Perbandingan Target dan Realisasi Kinerja Tahun 2016
Tabel 3. Perbandingan Realisasi Kinerja dan Capaian Kinerja Tahun 2012-2016
Tabel 4. Pagu dan Realisasi Anggaran Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisa 13 indikator yang terkait dengan ketahanan pangan yang berasal dari data sekunder dari periode 2007-2009, serta Analisis Ketahanan Pangan Komposit

Bersama pemerintah Indonesia, WFP telah mengembangkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) untuk tingkat nasional dan propinsi dimana peta tersebut berperan penting

Kategori kelompok yang paling rentan pangan (Prioritas 1 dan 2) mengalami penurunan kondisi kerentanan terhadap kerawanan pangan dan gizi dari 5,2 persen pada 2009 menurun

Hasil analisis dengan menggunakan uji f menunjukkan bahwa profitabilitas, struktur aktiva, ukuran perusahaan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan aset, risiko bisnis,

pada huruf a, serta dalam rangka menunjang Pelaksanaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Desa, perlu menetapkan Peraturan Kepala Desa Tanjungsari tentang

Pengembangan dan penerapan alat pengaduk otomatis dilengkapi dengan motor pengaduk pada UKM Minuman Sirup Jahe Asqa Mulyoharjo diharapkan dapat meniadakan waktu

Guru harus memiliki moral yang baik dan menunjukkan sikap disiplin yang tinggi agar dapat menjadi panutan bagi anak didiknya, sehingga proses pendidikan yang dilaksanakan

Interferensi tersebut dapat dikurangi dengan menggunakan kontrol daya, oleh karena itu penggunaan kontrol daya akan berpengaruh terhadap kapasitas sistem forward link