• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (UNTOC) Dalam Pencegahan Dan Penindakan Perdagangan Orang Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (UNTOC) Dalam Pencegahan Dan Penindakan Perdagangan Orang Di Indonesia"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia. Tindak pidana perdagangan orang,

khususnya perempuan dan anak, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Tindak pidana perdagangan orang

bahkan melibatkan tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya. Jaringan pelaku tindak pidana perdagangan orang memiliki jangkauan operasi

tidak hanya antarwilayah dalam negeri tetapi juga antarnegara. Praktek perdagangan orang tersebut menjadi ancaman serius terhadap masyarakat,

bangsa, dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia sehingga upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang serta perlindungan dan

rehabilitasi korban perlu dilakukan baik pada tingkat nasional, regional maupun internasional.

Kasus Perdagangan manusia (Human Trafficking) adalah masalah internasional. Kasus yang merupakan pelanggaran HAM berat ini ada hampir di setiap negara di dunia. Pemecahan demi pemecahan berusaha dicari oleh dunia

(2)

. Perdagangan manusia memang telah menjadi fenomena umum yang

terjadi di banyak negara berkembang.1

Perdagangan manusia berbeda dengan penyelundupan. Pada

penyelundupan, orang-orang yang diselundupkan umumnya meminta bayaran dari para penyelundup, sedangkan dalam kasus perdagangan manusia, umumnya terjadi penipuan sehingga korban tidak mendapatkan timbal balik apapun. Dalam

penyelundupan, orang-orang yang diselundupkan tidak diberi kewajiban apapun, dalam arti mereka datang ketempat tujuan secara cuma-cuma. Sedangkan para

korban trafficking mengalami perbudakan yang merugikan saat mereka sampai di tempat tujuan. Umumnya para korban trafficking adalah orang-orang yang mudah terbujuk oleh janji-janji palsu sang traffickers. Beberapa

traffickers menggunakan taktik-taktik manipulasi untuk menipu korbannya

diantaranya dengan intimidasi, rayuan, pengasingan, ancaman, penyulikan dan

penggunaan obat-obatan terlarang.

Orang-orang yang dijual umumnya berasal dari daerah miskin dimana peluang untuk mendapatkan penghasilan amat terbatas. Bisa juga mereka berasal

dari korban pengungsian atau orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal. Kebanyakan dari mereka masuk ke negara lain dibawa oleh traffickers melalui

perbatasan. Karena kontrol yang kurang diperbatasan inilah, mereka bisa dengan leluasa lolos dan masuk ke negara tersebut. Disisi lain ada persepsi masyarakat bahwa bekerja ke luar negeri akan mendapatkan gaji yang relatif lebih

besar sekalipun sebagai pembantu rumah tangga, dibandingkan bekerja di dalam

1

Perdagangan Manusia (Kerja Paksa) diakses dari

(3)

negeri. Kondisi seperti ini selalu dimanfaatkan oleh sindikat traficking untuk

mengeksploitasi perempuan dan anak dalam posisi dikendalikan, meskipun perjanjian kerja yang dijanjikan tidak sesuai, bahkan mereka dieksploitasi menjadi

pelacur baik diluar negeri maupun di dalam negeri. Situasi semacam inilah yang merupakan santapan bagi sindikat trafficking untuk melakukan perekrutan, bahkan nyaris jauh dari jangkauan hukum. Biasanya sindikat diawali dengan

transaksi utang piutang antara pemasok/agen tenaga kerja ilegal dengan korban/keluarga. Jika korban/keluarga tidak mampu untuk menyelesaikan

transaksi yang telah disepakati maka keluarga terpaksa mengorbankan perempuan dan anak untuk pelunasannya, karena pelakunya selalu melibatkan orang-orang terdekat, kuat, berpengaruh di dalam masyarakat, seperti keluarga terdekat,

tetangga, teman, orang yang berpengaruh/dipercaya2.

Fenomena perdagangan perempuan dan anak sudah lama berkembang di berbagai negara, seperti; Saudi Arabia, Jepang, Malaysia, Hongkong Taiwan, Singapura yang menjadi negara tujuan dari perdagangan orang dan termasuk

juga Indonesia yang menjadi negara sumber, transit, maupun penerima dalam tindak perdagangan orang. Tidak ada Negara yang kebal terhadap

trafficking, setiap tahunnya diperkirakan 600.000-800.000 laki-laki, perermpuan

dan anak diperdagangkan menyeberangi perbatasan-perbatasan internasional.3Report atau laporan dari pemerintahan Amerika Serikat

2

Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33150/4/Chapter%20I.pdf pada tanggal 2 Maret 2016 pukul 13.35 WIB

3

(4)

memperkirakan lebih dari seperuh dari para korban yang diperdagangkan secara

internasional diperjual-belikan untuk eksploitasi seksual.4 Menurut PBB perdagangan manusia ini adalah sebuah perusahaan kriminal terbesar ketiga

tingkat dunia yang menghasilkan 9,5 juta US$ dalam pajak tahunan menurut intelijen AS. Perdangan manusia juga merupakan salah satu perusahaan kriminal yang paling menguntungkan dan sangat terkait dengan pencucian uang (money

laundring),perdagangan narkoba, pemalsuan dokumen dan penyeludupan

manusia. Hal ini merupakan realitas yang tidak bisa dipungkiri dan perdagangan

ini tidak lagi terbatas pada batas wilayah negara melainkan berlangsung lintas batas. Pola perdagangannyapun mengalami perubahan, tidak lagi hanya dilakukan oleh perseorangan melainkan sindikat-sindikat terorganisir yang disinyalir

memiliki kegiatan ilegal lainnya seperti penjualan obat-obatan adiktif dan senjata. Bertambah maraknya masalah perdagangan Perempuan dan Anak-anak

maupun Pria yang terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia dan negara berkembang lainya telah menjadi perhatian masyarakat internasional dan organisasi internasional, khususnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lahirnya

Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak (Protocol To Prevent, Suppress And

Punish Trafficking in Persons, Especially Women And Children) sebagai salah

satu protokol yang dihasilkan dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi (United Nations

4

(5)

Convention Against Transnational Organized Crime) pada tanggal 12-15 Desember 2000 di Palermo5, merupakan instrument internasional yang sangat membantu dalam pencegahan dan memerangi kejahatan perdagangan orang,

khususnya perdagangan perempuan dan anak.

Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban

diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan prostitusi atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain, misalnya kerja

paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa perbudakan itu yang juga banyak dilakukan oleh laki-laki. Pelaku tindak pidana perdagangan orang melakukan perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau

penerimaan orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan, atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala bentuknya dengan

ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas

korban6.

Perdagangan perempuan dan anak merupakan salah satu bentuk

pelanggaran HAM berat terhadap perempuan, karena di dalamnya ada unsur ancaman, penyiksaan, penyekapan, kekerasan seksual, sebagai komoditi yang dapat diperjual belikan, yang semuanya merupakan pelanggaran terhadap HAM.

5

Imam Santoso, “Hukum Pidana Internasional”, Jurnal Program Pasca Sarjana Universitas Krisnadwiayana, Yakarta, hal 108

6

(6)

Dalam situasi laki-laki, perempuan dan anak yang diperdagangkan, hak-hak

mereka terus dilanggar, karena mereka kemudian ditawan, dilecehkan dan dipaksa untuk bekerja di luar keinginan mereka. Mereka ditempatkan dalam kondisi

seperti perbudakan, tidak lagi memiliki hak untuk menemukan nasib sendiri, hidup dalam situasi ketakutan dengan rasa tidak aman. Bahkan kadang diperburuk oleh keadaan ketika dia tidak memiliki identitas yang jelas, sehingga mereka takut

meminta bantuan kepada pihak yang berwenang karena takut diusut dan dideportasi. Juga status sosial mereka menyebabkan mereka dilecehkan oleh

majikan.

Eksploitasi perempuan dan anak-anak dalam dunia prostusi lokal maupun global adalah petanggaran hak asasi manusia karena jelas telah mereduksi tubuh

mereka menjadi komoditi. Sementara itu, perdagangan perempuan dan anak-anak telah dianggap sebagai "kenikmatan" bagi para pengguna jasa prostitusi dan

sebagai sumber penghasilan bagi mereka yang bergerak di dalam dunia prostitusi, perdagangan perempuan dan praktek-praktek yang berhubungan dengan bisnis. Pada dasarnya, perdagangan perempuan dan anak-anak ini merupakan bentuk

kekerasan seksual dan menempatkan perempuan dan anak-anak dalam suatu kondisi fisik dan mental yang sangat merusak dan tergradasi.

Bentuk-bentuk pelanggaran HAM tersebut dapat terjadi pada saat proses perekrutan, transpotasi saat sampai di negara tujuan, dan saat proses perdagangan. Pelanggaran yang terjadi berupa : penipuan, penyekapan, ancaman dan

(7)

hidup yang buruk, perempuan dipaksa melacur , kondisi kerja yang tidak layak,

penghapusan akses ke kesehatan, penyitaan identitas dan dokumen perjalanan, pelanggaran terhadap aspek budaya/agama, penolakan akses kebangsaan,

pendidikan, perempuan dipaksa menikah dengan orang yang tidak mereka inginkan, diskriminasi, kehilangan kontrol terhadap hidup, penyangkalan terhadap kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. penahanan dan dipenjara/penahanan illegal

dengan tuduhan palsu, penganiayaan dan perkosaan dalam penahanan, pelanggaran dalam aspek hukum, pemaksaan pemeriksaan dan perawatan

kesehatan.7

Bentuk perdagangan perempuan dan anak tidak hanya terbatas pada prostitusi paksaan atau perdagangan seks, melainkan juga meliputi bentuk-bentuk

eksploitasi, kerja paksa dan praktek seperti perbudakan di beberapa wilayah dalam sektor informal, termasuk kerja domestik dan istri pesanan. Berbagai bentuk

kekerasanpun dialami oleh para korban, seperti kekerasan fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi yang dialami baik sejak saat perekrutan maupun pemilik tempat kerja.

Pada dasarnya, perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapapun: orang-orang dewasa dan anak-anak, laki-laki maupun perempuan yang pada

umumnya berada dalam kondisi rentan, seperti misalnya: laki-laki, perempuan dan anak-anak dari keluarga miskin yang berasal dari pedesaan atau daerah kumuh perkotaan; mereka yang berpendidikan dan berpengetahuan terbatas; yang

terlibat masalah ekonomi, politik dan sosial yang serius; anggota keluarga yang

7Retno Santi, Jurnal “

(8)

menghadapi krisis ekonomi seperti hilangnya pendapatan suami/orang tua,

suami/orang tua sakit keras, atau meninggal dunia; anakanak putus sekolah; korban kekerasan fisik, psikis, seksual; para pencari kerja (termasuk buruh

migran); perempuan dan anak jalanan; korban penculikan; janda cerai akibat pernikahan dini; mereka yang mendapat tekanan dari orang tua atau lingkungannya untuk bekerja; bahkan pekerja seks yang menganggap bahwa

bekerja di luar negeri menjanjikan pendapatan lebih.

Modus operandi rekrutmen terhadap kelompok rentan tersebut biasanya

dengan rayuan, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan, menipu atau janji palsu, menjebak, mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat dengan hutang, mengawini atau memacari, menculik, menyekap, atau

memperkosa. Modus lain berkedok mencari tenaga kerja untuk bisnis

entertainment, kerja di perkebunan atau bidang jasa di luar negeri dengan upah

besar. Ibu-ibu hamil yang kesulitan biaya untuk melahirkan atau membesarkan anak dibujuk dengan jeratan utang supaya anaknya boleh diadopsi agar dapat hidup lebih baik, namun kemudian dijual kepada yang menginginkan. Anak-anak

di bawah umur dibujuk agar bersedia melayani para pedofil dengan memberikan barang-barang keperluan mereka bahkan janji untuk disekolahkan.

Korban yang direkrut di bawa ke tempat transit atau ke tempat tujuan sendiri-sendiri atau dalam rombongan, menggunakan pesawat terbang, kapal atau mobil tergantung pada tujuannya. Biasanya agen atau calo menyertai mereka dan

(9)

penanganan masalah keuangan. Seringkali perjalanan dibuat memutar untuk

memberi kesan bahwa perjalanan yang ditempuh sangat jauh sehingga sulit untuk kembali. Di tempat tujuan, mereka tinggal di rumah penampungan untuk beberapa

minggu menunggu penempatan kerja yang dijanjikan. Tetapi kemudian mereka dibawa ke bar, pub, salon kecantikan, rumah bordil dan rumah hiburan lain, dan mulai dilibatkan dalam kegiatan prostitusi. Mereka diminta menandatangani

kontrak yang tidak mereka mengerti isinya. Jika menolak, korban diminta membayar kembali biaya perjalanan dan “tebusan” dari agen atau calo yang

membawanya. Jumlah yang biasanya membengkak itu menjadi hutang yang harus ditanggung oleh korban.

Di Indonesia praktik perdagangan perempuan sebagaimana juga terjadi di

negara-negara Asia Tenggara biasanya identik dengan kekerasan dan pekerjaan-pekerjaan yang diketahui paling banyak dijadikan sebagai tujuan perdagangan

perempuan dan anak adalah : buruh migran, pekerja seks komersil, perbudakan berkedok pernikahan dalam bentuk pengantin pesanan, pekerja anak, pekerja di jermal, pengemis, pembantu rumah tangga, adopsi, pernikahan dengan laki-laki

asing untuk tujuan eksploitasi, pornognafi, pengedar obat terlarang dan dijadikan korban pedofilia.

Maraknya trafficking di Indonesia dikarenakan Indonesia itu tidak hanya sebagai negara sumber, transit, maupun penerima, akan tetapi juga menjadi negara yang termasuk bagian dari sindikat Internasional. Kadang-kadang meningkatnya

(10)

menggunakan, maupun mendapatkan keuntungan dari korban, di sampimg itu

tidak menutup kemungkinan kondisi dan situasi dari korban itu sendiri yang menyebabkan timbulnya kejahatan perdagangan perempuan dan anak.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Pengaruh United Nations Convention Against

Transnational Organized Crime (UNTOC) sebagai konvensi

internasional dalam menangani masalah perdagangan orang?

2. Bagaimana pengaturan mengenai hukum di Indonesia dalam menangani masalah kejahatan transnasional dalam hal perdagangan orang sebelum Indonesia menjadi peserta UNTOC?

3. Bagaimana implementasi UNTOC dalam pencegahan dan penindakan perdagangan orang di Indonesia

C. Tujuan dan ManfaatPenulisan

Suatu penulisan skripsi perlu memiliki suatu tujuan di dalam penulisan

skripsi tersebut, sehingga dapat memberikan arah dan jawaban atas permasalahan yang ada. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh United Nations Convention Against

Transnational Organized Crime (UNTOC) Sebagai Konvensi Internasional

Dalam Menangani Masalah Perdagangan Orang di Negara Peserta dan

(11)

2. Untuk mengetahui mengetahui tinjauan yuridis terhadap penanganan dan

pencegahan kejahatan perdagangan orang di Indonesia sebelum Indonesia menjadi negara peserta UNTOC.

3. Untuk mengetahui peranan UNTOC dalam penanganan kejahatan transnasional perdagangan orang dan implementasinya di Indonesia.

Selain itu bobot dari suatu penulisan ditentukan dari manfaaatnya. Dalam

penulisan skripsi ini penulis mengharapkan agar terwujud manfaat dan kegunaan yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu di bidang hukum internasional khususnya dalam pelaksanaan Konvensi PBB yang mengatur mengenai kejahatan transnasional terorganisir mengenai perdagangan orang di

Indonesia

2. Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan

pemikiran dan masukan bagi para pihak yang membaca skripsi ini. Terutama bagi para pihak yang peduli dan tertarik dengan permasalahan kejahatan perdagangan orang.

D. Keaslian Penulisan

Bahwa skripsi dengan judul “IMPLEMENTASI UNITED NATIONS

CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (UNTOC)

DALAM PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN PERDAGANGAN ORANG DI

(12)

siapapun di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Data yang digunakan

guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan informasi yang diperoleh dari berbagai media, baik itu media cetak atau pun pengumpulan informasi

melalui internet. Maka apabila di kemudian hari terdapat judul dan objek pembahasan yang sama sebelum tulisan ini dibuat maka penulis siap untuk mempertanggung jawabkannya secara moral dan ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United Nations Convention on Transnational Organized Crime-UNTOC) yang telah

diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime

(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi) menyebutkan sejumlah kejahatan yang termasuk dalam kategori kejahatan lintas negara terorganisir, yaitu pencucian uang, korupsi,

perdagangan gelap tanaman dan satwa liar yang dilindungi, kejahatan terhadap benda seni budaya (cultural property), perdagangan manusia, penyelundupan

migran serta produksi dan perdagangan gelap senjata api. Konvensi juga mengakui keterkaitan yang erat antara kejahatan lintas negara terorganisir dengan kejahatan terorisme, meskipun karakteristiknya sangat berbeda. Meskipun

(13)

lebih lengkap dalam tiga Konvensi terkait narkoba sebelum disepakatinya

UNTOC. Perkembangan kualitas tindak pidana atau kejahatan menunjukan bahwa batas- batas teritorial antara satu negara dan negara lain di dunia, baik dalam satu

kawasan maupun berbeda kawasan sudah semakin menghilang. Pada dewasa ini, hampir dapat dipastikan bahwa semua jenis atau bentuk kejahatan tidak dapat lagi hanya dipandang sebagai yuridiksi kriminal suatu negara, akan tetapi sering

diklaim termasuk yuridiksi kriminal lebih dari satu atau dua negara, sehingga dalam perkembangannya kemudian telah menimbulkan masalah konflik yuridiksi

yang sangat mengganggu hubungan internasional antarnegara yang berkepentingan di dalam kasus tindak pidana tertentu yang bersifat lintas batas teritorial. Sejumlah asumsi tentang kejahatan transnasional dapat ditemukan

dibanyak publikasi saat ini. Asumsi yang paling penting adalah: kejahatan transnasional pada dasarnya merupakan suatu fenomena baru yang muncul pada

1990-an, untuk sebagian besar terhubung dengan skala besar organisasi kriminal yang sering memiliki latar belakang etnis tertentu, dan secara teratur bekerja bersama-sama dengan organisasi kriminal di negara lain, kejahatan transnasional

terutama disebabkan oleh proses globalisasi selama tiga dekade terakhir dan merembes ke dalambisnis yang sah dan pemerintah. 8

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

8

(14)

Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif-empiris,

dimana merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris, yang artinya metode ini mengenai

implementasi ketentuan hukum normatif dalam masyarakat baik norma hukum yang berasal dari hukum Internasional seperti Konvensi PBB tentang Kejahatan Transnasional Terorganisir atau UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST

TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (UNTOC) tahun 2000 tentang tindak pidana kejahatahan transnasional yang terorganisir maupun norma hukum

yang berasal dari hukum nasional seperti Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa menentang tindak pidana kejahatan transnasional yang terorganisasi.

2. Metode Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Sumber data diperoleh dari:

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum mengikat yang termasuk dalam sumber sumber hukum internasional sesuai Pasal 38

ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional. Dalam tulisan ini mencakup: hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradad, dan putusan pengadilan internasional maupun doktrin.

(15)

Indonesia seperti Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia

tahun 1945. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, maupun peraturan di tingkat yang lebih rendah.

2) Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yakni: buku hukum, termasuk skripsi, thesis, disertasi hukum dan jurnal hukum, serta kamus hukum.

3) Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, mencakup:

a. Bahan-bahan yang memberikan petunjuk-petunjuk maupun

penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder;

b. Bahan-bahan primer, sekunder, dan tersier (penunjang) diluar bidang hukum.

3. Analisis Data

Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan

hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klarifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisis data, yaitu:

a. Memilih ketentuan-ketentuan yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur masalah penangan Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan

(16)

b. Data yang berupa sumber hukum internasional dan hukum nasional ini

dianalisis secara induktif kualitatif.

4. Teknik Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan terhadap data yang berhasil dikumpulkan dengan mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun secara

induktif. Pada proses deduktif, bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir pada suatu kesimpulan

(pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.9

Sedangkan pada prosedur induktif, proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan

(pengetahuan baru) berupa asas umum.10

Penarikan kesimpulan terhadap data yang berhasil dikumpulkan dilakukan

dengan mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun secara induktif, sehingga akan dapat diperoleh jawaban terhadap permasalahan-permasalahan yang telah disusun.

A. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman dalam upaya mendapatkan jawaban atas rumusan masalah, maka pembahasan akan diuraikan secara garis besar melalui sistematika penulisan. Tujuannya agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemikiran

dalam menguraikan lebih lanjut mengenai inti permasalahan yang akan dicari

9

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2007), Hal. 11

10Ibid

(17)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENANGANAN

DAN PENCEGAHAN KEJAHATAN

TRANSNASIONAL PERDAGANGAN MANUSIA SEBELUM INDONESIA MENJADI PESERTA UNTOC jawabannya. Pada bagian ini terdapat ringkasan garis besar dari 5 (lima) bab yang

terdapat di dalam skripsi. Setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab yang akan mendukung keutuhan pembahasan setiap bab. Sistematikanya adalah sebagai

berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi pengantar yang didalamnya terurai mengenai latar belakang penulisan skripsi,

perumusan masalah, dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan diakhiri

dengan sistematika penulisan skripsi.

BAB II :

Bab ini membahas Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam penanganan Perdagangan Orang sebelum UNTOC. Bab ini juga membahas kondisi

(18)

PENGARUH UNITED NATIONS CONVENTION

AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME

(UNTOC) SEBAGAI KONVENSI INTERNASIONAL

DALAM MENANGANI MASALAH PERDAGANGAN

ORANG

IMPLEMENTASI UNTOC DALA

PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN

PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB III :

Bab ini menguraikan tentang pengertian

perdagangan orang secara umum, latar belakang berdirinya UNTOC serta menguraikan negara-negara yang turut menjadi peserta UNTOC,

mejelaskan perkembangan kejahatan transnasional di dunia dan pengaruh UNTOC dalam menangani

masalah perdagangan orang.

(19)

Bab ini membahas pengaruh UNTOC dalam

penanganan perdagangan orang di dunia dan bab ini juga membahas implementasi konvensi

UNTOC di Indonesia.

BAB V : PENUTUP

Pada bab akhir ini, penulis mengambil kesimpulan terhadap pembahasan mulai dari BAB I sampai

dengan BAB IV dan juga memberikan saran-saran yang mungkin berguna bagi perkembangan pembahasan tentang Implementasi UNTOC

Referensi

Dokumen terkait

There are no significant differences between SMEs in relation to the two primary factors (ICT investment impetus and management practices) influencing the degree of business

Sehubungan dengan penelitian saya yang berjudul “Pengaruh Brand Image , Corporate Social Responsibility , dan Kualitas Produk terhadap Keputusan Pembelian Produk The

This result was faster compared to other report that showed the occurance of mechanical hyperalgesia and tactile allodynia in mice model of PDN varies within 1-8 weeks after

www.dea.gov; click on Acquisitions and Contracts; and go to Security Forms. The Contractor shall establish and maintain a security program to ensure that all requirements set forth

Tidak terdapat perbedaan antara tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan karbo- hidrat pada kedua kelompok (p>0,05), meski- pun tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada

In translating fixed expressions and idioms, there are five out of six strategies applied by the translator in the sample, which are using similar meaning and

Sehubungan dengan Seleksi Umum Paket Pekerjaan PENGAWASAN IRIGASI DAK 2016 yang saudara ikuti pada Pokja Pengadaan Barang / Jasa pada Dinas Pengairan Kabupaten Gayo Lues,

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan untuk Pekerjaan : Pengadaan Benih Ikan dan Pakan Untuk Masyarakat , Nomor : BA.03/ PB.013/POKJA III ULP-LPSE/LMD/X/2016 tanggal : 3