ANALISIS PENANGANAN PASCA PANEN HASIL
PERTANIAN PRODUK HORTIKULTURA
Oleh:
BIYANTO DARU W H24154011
VIRGIANANDA DCA H24154029
YUNIA EKA PUTRI H24154052
Dosen:
Dosen UTS: ARINI HARDJANTI, S.E, M.Si
Dosen UAS: FITRIA DEWIE RASWATIE, S.P, M.Si
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Analisis Penanganan Pasca Panen Hasil
Pertanian Produk Hortikultura. Makalah ini merupakan tugas matakuliah
Ekonomi Pertanian pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis banyak menerima bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak
dalam penyusunan Laporan ini, maka pada kesempatan ini ucapan terima kasih
disampaikan kepada ibu Arini Hardjati, S.E, M.Si, dan ibu Fitria Dewie Raswatie,
S.P, M.Si, selaku dosen matakuliah,dan teman-teman.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun untuk perbaikan sangat diharapkan sehingga makalah
ini sangat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Desember 2015
DAFTAR ISI
c. Hargaproduksikomoditas lain ... 6
d. Jumlahprodusen ... 6
e. Harapanprodusenterhadaphargaproduksi di masa datang ... 6
3. Teori Pemasaran ... 6
4. Penanganan Pascapanen Produk Pertanian ... 7
II. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9
1. Contoh Kasus ... 9
2. Penanganan Pascapanen ... 10
a. Pre-sorting ... 10
b. Pencucian/pembersihan ... 10
c. Pelilinan ... 11
d. Pengendalian Penyakit ... 11
e. Pengendalian Insekta ... 12
g. Pemasakan Terkendali ... 14
h. Degreening ... 14
i. Curing ... 14
3. PentingnyaTeknologiPenangananPascapanen ... 14
III. KESIMPULAN DAN SARAN ... 16
DAFTAR PUSTAKA ... 17
I.
PENDAHULUAN
1. LatarBelakang
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya memiliki
mata pencaharian sebagi petani. Hasil tani dari Indonesia juga memiliki kualitas
yang tidak kalah jika dibandingkan dengan produksi negara lain. Pertanian
Indonesia juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan warga negara
Indonesia seperti pemenuhan kebutuhan pangan dan papan. Indonesia memiliki
peluang yang besar dalam sektor perdagangan pertanian dan perkebunan
internasional. Salah satu hasil pertanian yang dapat dijadikan contoh adalah hasil
perkebunan buah dan sayur.
Dalam pembangunan pertanian subsektor hortikultura yang meliputi
komoditas sayuran, buah, tanaman hias dan biofarmaka merupakan salah satu
sumber perolehan devisa yang cukup penting. Misalnya selama tahun 1980-2000
nilai ekspor sayuran dan buah menyumbang sekitar 12 - 17 persen nilai ekspor
bahan pangan yang dihasilkan oleh sektor pertanian dan sektor perikanan (Irawan,
2003). Namun akhir-akhir ini kinerja perdagangan hortikultura tersebut cenderung
memburuk ditunjukkan oleh semakin banyaknya impor buah dan sayuran. Selama
tahun 2000-2005 neraca perdagangan hortikultura juga mengalami defisit dengan
nilai defisit yang semakin besar akibat peningkatan nilai impor yang lebih tinggi
dibanding nilai ekspor. Pada tahun 2000 rasio nilai impor terhadap nilai ekspor
hortikultura masih sebesar 1.415 tetapi pada tahun 2005 naik menjadi 1.687
(Irawan et al., 2006).
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa hasil perkebunan Indonesia
terancam akan keberadaan hasil perkebunan dari negara lain. Indonesia harus
meningkatkan kualitas hasil perkebunan, dengan cara melakukan proses pertanian
dengan lebih istimewa. Mulai dari pemilihan bibit yang digunakan harus
menggunakan bibit unggul, menggunakan pupuk yang memiliki kualitas terbaik,
dan kondisi unsur hara dalam tanah juga harus diperhatikan. Pengelolaan dan
pemantauan yang teratur setiap harinya harus dilakukan dengan teliti, sehingga
yaitu pasca panen. Dimana hasil olahan atau produksi buah dan sayur di kelola
agar memiliki nilai jual yang tinggi dan dapat mengembalikan modal usaha awal.
Permasalahan yang cukup mengancam salah satunya adalah saat proses
pasca panen. Faktor lingkungan banyak mempengaruhi, seperti permintaan
konsumen, melonjaknya harga pasar dan lain-lain.
2. Permasalahan
Di Indonesia, teknologi pascapanen dalam penanganan produk hortikultura
belum diterapkan dengan baik, meskipun secara teknis teknologi tersebut mudah
untuk diterapkan oleh para pelaku agribisnis hortikultura. Teknologi pascapanen
masih diterapkan secara parsial, yaitu dipilih hanya yang biaya investasinya kecil
atau hampir tidak ada, atau bila secara ekonomis menguntungkan. Hal ini didasari
kenyataan bahwa konsumen produk hortikultura secara umum belum bersedia
membayar untuk produk hortikultura yang ditangani menggunakan teknologi yang
seharusnya. Artinya, konsumen hortikultura belum bersedia membayar lebih
untuk produk hortikultura yang lebih baik penanganannya. Jadi, bagi konsumen
hortikultura, lebih baik mendapatkan produk dengan kualitas biasa dengan harga
murah, daripada membayar lebih untuk produk berkualitas prima.
Secara umum, masalah penerapan teknologi maju dalam penanganan
pascapanen hasil perkebunan masih banyak ditemui disekitar mata rantai
pemasaran dan lebih banyak lagi ditemui pada tingkat daerah sentra produksi
(farm). Di negara maju, penerapan teknologi pascapanen ini hampir secara penuh
dapat diintrodusir mulai dari tingkat produksi, pada seluruh mata rantai hingga
tingkat pemasaran/konsumen.
Secara permasalahan yang masih dijumpai banyak dalam penaganan
pascapanen produk hortikultura antara lain:
1. Masing-masing daerah sentra produksi tidak mempunyai jadwal panen
untuk saling mengisi, sehingga produk seringkali membanjiri pasar pada
saat yang bersamaan sehingga harga jatuh (terutama terjadi pada buah
musiman).
2. Panen tidak dilakukan pada waktu yang tepat sesuai dengan kondisi
adakalanya belum mencapai kondisi optimum (misalnya buah yang masih
terasa masam meskipun sudah masak), atau malah lewat kondisi optimum
akibat penundaan sehingga mudah membusuk.
3. Penanganan dilakukan dengan kasar, bahkan dilempar, ditekan terlalu
keras saat pengemasan, dan lain sebaginya.
Kemasan untuk pengangkutan menggunakan bahan seadanya sehingga tidak
mampu melindungi produk yang dikemas selama pengangkutan.Pemuatan
berlebihan pada kendaraan saat pengangkutan sehingga produk akan berdesakan
dan menerima beban tekan yang berat. Ditambah kondisi jalan yang banyak
berlubang, maka akan menimbulkan banyak memar pada produk hortikultura
yang diangkut.Pengangkutan dilakukan menggunakan mobil bak terbuka sehingga
produk terekspos sinar matahari dan mempercepat proses penurunan mutu.
3. Tujuan
Setiap penulisan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan tertentu yang
harus ditetapkan secara jelas dan tepat. Berdasarkan perumusan masalah yang ada,
maka tujuan penulisan dalam bahasan inia dalah :
1. Mengkaji hambatan proses pasca panen hasil perkebunan.
2. Mengkaji permasalahan penanganan pasca panen hasil perkebunan.
4. Ruang Lingkup Penulisan
Pada penelitian ini membahas tentang kegagalan penanganan pasca panen hasil
produk pertanian khususnya di Indonesia. Adapun pembahasan dalam penulisan
ini juga membahas apa faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan proses pasca
I.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Teori Permintaan
Dalam ilmu ekonomi istilah permintaan (demand) mempunyai arti tertentu,
yaitu selalu menunjuk pada suatu hubungan tertentu antara jumlah suatu barang
yang akan dibeli orang dan harga barang tersebut. Permintaan adalah jumlah dari
suatu barang yang mau dan mampu dibeli pada berbagai kemungkinan harga,
selama jangka waktu tertentu, dengan anggapan hal-hal lain tetap sama (ceteris
paribus). (Gilarso, 2007)
Menurut Danniel (2004), permintaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang
antara lain adalah harga barang yang bersangkutan, harga barang substitusi atau
komplemennya, selera, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan.
a. Harga
Hubungan harga dengan permintaan adalah hubungan yang negatif.
Artinya bila yang satu naik maka yang lainnya akan turun dan begitu juga
sebaliknya. Semua ini berlaku dengan catatan faktor lain yang mempengaruhi
jumlah permintaan dianggap tetap.
b. Harga barang lain
Terjadinya perubahan harga pada suatu barang akan berpengaruh pada
permintaan barang lain. Harga barang lain dapat meliputi harga barang
substitusi, komplemen, dan independen. Salah satu contoh barang substitusi,
bila harga kopi naik, biasanya permintaan teh akan naik. Barang
komplementer contohnya roti dengan keju. Apabila keduanya dipakai secara
bersamaan sehingga dengan demikian bila salah satu dari harga barang
tersebut naik, pada ummumnya akan mempengaruhi banyaknya konsumsi
barang komplemennya. Barang independen adalah barang yang tidak
dipengaruhi oleh harga barang yang lain.
c. Selera
Selera merupakan variabel yang mempengaruhi besar kecilnya permintaan.
oleh struktur umum konsumen, tetapi juga karena faktor adat dan kebiasaan
setempat, tingkat pendidikan, atau lainnya.
d. Jumlah penduduk
Semakin banyaknya jumlah penduduk makin besar pula barang yang
dikonsumsi dan makin naik permintaan. Penambahan jumlah penduduk
mengartikan adanya perubahan struktur umur. Dengan demikian,
bertambahnya jumlah penduduk adalah tidak proporsional dengan
pertambahan jumlah barang yang dikonsumsi.
e. Tingkat pendapatan
perubahan tingkat pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang
yang dikonsumsi. Secara teoretis, peningkatan pendapatan akan meningkatkan
konsumsi. Bertambahnya pendapatan, maka barang yang dikonsumsi tidak
hanya bertambah kuantitasnya, tetapi kualitasnya juga meningkat.
2. Teori Penawaran
Menurut Hanafie (2010), dalam ilmu ekonomi istilah penawaran (supply)
mempunyai arti jumlah dari suatu barang tertentu yang mau dijual pada berbagai
kemungkinan harga, dalam jangka waktu tertentu, ceteris paribus. Penawaran
menunjukkan jumlah (maksimum) yang mau dijual pada berbagai tingkat harga
atau berapa harga (minimum) yang masih mendorong penjual untuk menawarkan
berbagai jumlah dari suatu barang. Hubungan antara harga per satuan dan jumlah
yang mau dijual dirumuskan dalam hukum penawaran: ceteris paribus, produsen
atau penjual cenderung menghasilkan dan menawarkan lebih banyak pada harga
yang tinggi dari pada pada harga yang rendah.
Menurut Daniel (2004), perubahan pada penawaran bisa terjadi karena adanya
pengaruh dari beberapa faktor, diantaranya adalah teknologi, harga input, harga
produksi komoditas lain, jumlah produksi, dan harapan produsen.
a. Teknologi
Apabila terjadi perubahan atau peningkatan pada teknologi dalam proses
meningkat pula. Penggunaan teknologi baru tersebut menuntut perubahan
pada biaya produksi yang biasanya relative lebih inggi. Apabila produksi
meningkat karena perubahan teknologi berarti penawaran pun akan
meningkat.
b. Harga input
Besar kecilnya harga input juga akan mempengaruhi besar kecilnya
jumlah input yang dipakai. Apabila harga factor produksi meningkat,
kecenderungan pengurangan penggunaannya berdampak pada hasil yang juga
akan turun. Turunnya hasil secara otomatis menyebabkan turunnya
penawaran.
c. Harga produksi komoditas lain
Petani biasanya mengusahakan sebuah komoditas, contohnya kedelai.
Akan tetapi, tenyata harga kedelai tidak beranjak naik malah cenderung
menurun. Sebaliknya, harga komoditas lain di pasaran cenderung naik,
sehingga petani mengubah pola usaha taninya. Perubahan pola usaha tani
akan mempengaruhi pada penawaran kedua komoditas tersebut.
d. Jumlah produsen
Apabila harga suatu komoditas di pasaran cenderung naik, maka banyak
petani yang mengusahakan komoditas tersebut. Jumlah produsen bertambah,
maka produksi yang ditawarkan akan meningkat.
e. Harapan produsen terhadap harga produksi di masa datang
Petani sering berspekulasi mengenai perkembangan harga produksi di
pasaran. Hal ini dapat dilakukan berdasarkan pada pengalaman, terpengaruh
petani lain, atau karena pemberitaan. Ramalan petani dan pilihan yang
diambilnya akan mempengaruhi luas tanam yang ujungnya adalah
berpengaruh pada produksi dan penawaran komoditas yang diusahakan.
3. Teori Pemasaran
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial di mana individu
menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama
lain.(Phillip Kotler)
Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan
bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang
memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli
potensial.(William J Stanton)
Pemasaran ialah salah satu dari kegiatan pokok yang harus dilakukan
oleh para pengusaha termasuk pengusaha tani (agribusinessman) dalam
usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (survival),
untuk mendapatkan laba dan untuk berkembang. Berhasilnya suatu
usaha yang dijalankan tergantung pada keahliannya di bidang produksi,
pemasaran, keuangan dan sumber daya manusia.(Muhammad Firdaus)
Pemasaran adalah pelaksanaan kegiatan dunia usaha yang
mengakibatkan aliran barang dan jasa dari para produsen ke para
konsumen.(The American Marketing Association)
Dari pengertian pemasaran yang diungkapkan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pemasaranterdiri dari tindakan-tindakan yang menyebabkan
berpindahnya hak milik atas barang serta jasa dan yang menimbulkan distribusi
fisik mereka. Proses pemasaran ini meliputi aspek fisik dan nonfisik. Yang
menyangkut perpindahan barang-barang ke tempat di mana mereka dibutuhkan
merupakan aspek fisik, sedangkan aspek nonfisiknya yaitu para penjual harus
mengetahui apa yang diinginkan oleh para pembeli dan pembeli harus pula
mengetahui apa yang dijual.
4. Penanganan Pascapanen Produk Pertanian
Kegiatan dalam usaha produksi pertanian, misalnya tanaman pangan,
dibedakan dalam dua tahap yaitu tahap budidaya dan tahap pascapanen. Batas
kedua tahap ditandai dengan kegiatan panen atau pemungutan hasil. Oleh karena
waktu kegiatan yang langsung antara panen dan pascapanen, seringkali kegiatan
pengolahan tanah, penyemaian, penanaman dan perawatan hingga tanaman siap
dipanen. Penanganan pascapanen, yang merupakan tahap selanjutnya, adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak produk dipanen sampai siap
dikonsumsi (untuk produk segar) atau sampai siap diolah (sebagai bahan produk
olahan).
Skema umum sistem penanganan pascapanen produk hortikultura
diperlihatkan pada Gambar 1. Untuk buah-buahan misalnya, operasi utama adalah
panen, pengemasan, transportasi, dan distribusi ke para pedagang pengecer. Suatu
jenis operasi harus diperhitungkan dan dikaji dengan baik manakala operasi
tersebut menimbulkan suatu dampak yang buruk terhadap produk, yaitu
penurunan mutu. Pada tahap pemanenan, kondisi, ketuaan, dan cara panen adalah
faktor-faktor penting yang harus dipertimbangkan untuk memperoleh mutu
produk yang prima. Setelah dipanen, dilakukan penanganan di lapangan seperti
sortasi dan pemutuan dan juga pengemasan, atau produk langsung dibawa ke
rumah pengemasan dimana prapendinginan, pencucian, pelilinan, pematangan,
sortasi dan pemutuan, pengemasan, penyusunan kemasan, dan penyimpanan
dilakukan, seringkali dengan menggunakan peralatan mekanis yang mungkin
merupakan bagian dari fasilitas di rumah pengemasan. Produk yang dikemas
kemudian diangkut ke industri pengolahan pangan untuk diolah, ke gudang untuk
disimpan, atau langsung dipasarkan melalui para pedagang pengecer.
II.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Contoh Kasus
Salah satu contoh kasus terjadi pada Gabungan Petani Perkebunan
Indonesia atau Gaperindo Jawa Barat meminta pemerintah segera membenahi
perkebunan kakao mulai dari hulu hingga hilir agar mampu bersaing di level
nasional maupun internasional.
Ketua Gaperindo Jabar Mulyadi Sukandar mengatakan di sektor hulu saat
ini mayoritas pohon kakao di Jabar sudah berproduktivitas rendah akibat
kondisi tanaman yang sudah tua.Dia menyebutkan produktivitas kakao hanya
di kisaran 500-700 kg per hektare (ha).Padahal idealnya produktivitas kakao
bisa mencapai di atas 700 kg per ha.Dengan demikian, perlu dilakukan
peningkatanproduktivitas baik melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pohon
kakao dengan menggunakan benih bersertifikat."Hal ini mendesak
direalisasikan mengingat komoditas kakao di Jabar berpotensi untuk
dikembangkan," ujarnya kepada Bisnis.com, Minggu
(29/11/2015).Menurutnya, lahan perkebunan kakao yang harus dilakukan
intensifikasi di Jabar sekitar 7.000 hektare (ha) terutama di Kabupaten
Ciamis.Adapun, ekstensifikasi lahan perkebunan kakao di Jabar dapat
dikembangkan di wilayah selatan antara lain Kabupaten Tasikmalaya,
Kabupaten Garut, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur."Jumlah ini
potensinya bisa dikembangkan hingga puluhan bahkan ratusan ribu ha.Kakao
Jabar kalau ada perhatian dari pemerintah mampu mengalahkan Sulawesi
maupun Sumatra sebagai basis produksi terbesar saat ini," ujarnya.
Selanjutnya, di proses pascapanen pemerintah harus menggenjotfermentasi
terhadap biji kakao. Sebab, selama ini petani masih engganmelakukan
fermentasi kakao dengan alasan selisih harga yang tipis dengan biji
asalan."Meskipun kuantitas banyak tapi kakao dalam negeri masih kalah
bersaing dengan negara lain yang sudah melalui fermentasi. Bahkan kakao dari
Indonesia menjadi campuran dari produk negara lain," ujarnya.Soal pemasaran
pemerintah harus memperbaiki tata niaga dengan menetapkan harga pokok
yang sudah difermentasi nantinya harus dibanderol mahal agar petani bisa
meningkatkan kesejahteraan.Berdasarkan catatan Kementerian Pertanian,
impor biji kakao pada 2014 109.400 ton, hal ini mengalami peningkatan
dibanding dengan impor 2013 yang hanya 30.700 ton.
2. Penanganan Pascapanen
Perlakuan-perlakuan pascapanenbertujuan memberikan penampilan yang baik
dan kemudahan-kemudahan untuk konsumen, memberikan perlindungan produk
dari kerusakan dan memperpanjang masa simpan.penanganan pascapanen
memerlukan koordinasi dan integrasi yang hati-hati dari seluruh tahapan, dari
operasi pemanenan sampai ke tingkat konsumen, untuk mempertahankan mutu
produk awal. Beberapa tahapan perlakuan umum pascapanen akan dijelaskan di
bawah ini.
a. Pre-sorting
Pre-sorting biasanya dilakukan untuk mengeliminasi produk yang luka, busuk atau cacat lainnya sebelum pendinginan atau penanganan berikutnya.
Pre-sorting akan menghemat tenaga karena produk-produk cacat tidak ikut tertangani. Memisahkan produk busuk akan menghindarkan penyebaran
infeksi ke produk-produk lainnya, khususnya bila pestisida pascapanen tidak
dipergunakan.
b. Pencucian/pembersihan
Kebanyakan buah dan sayuran membutuhkan pembersihan untuk
menghilangkan kotoran seperti debu, insekta atau residu penyemprotan yang
dilakukan sebelum panen.Pembersihan dapat dilakukan dengan sikat atau
melalukan pada semprotan udara. Namun lebih umum digunakan dengan
penyemprotan air atau mencelupkan ke dalam air. Bila kotoran agak sulit
dihilangkan maka dapat ditambahkan deterjen. Sementara pencucian
dilakukan sudah dengan efektif menghilangkan kotoran, maka disinfektan
dapat ditambahkan untuk mengendalikan bakteri dan beberapa jamur
pengendalian mikroorganisme tersebut. Namun klorin efektif bila larutan
dijaga pada pH netral.
c. Pelilinan
Pelilinan sayuran dalam bentuk buah seperti mentimun, terung, tomat dan
buah-buahan seperti apel dan peaches adalah umum dilakukan. Lilin alami
yang banyak digunakan adalah shellac dan carnauba atau beeswax (lilin
lebah) yang semuanya digolongkan sebagai food grade. Pelapisan lilin
dilakukan adalah untuk mengganti lilin alami buah yang hilang karena
operasi pencucian dan pembersihan, dan dapat membantu mengurangi
kehilangan air selama penanganan dan pemasaran serta membantu
memberikan proteksi dari serangan mikroorganisme pembusuk. Bila produk
dililin, maka pelapisan harus dibiarkan kering sebelum penanganan
berikutnya.
d. Pengendalian Penyakit
Sering dibutuhkan pengendalian terhadap pertumbuhan dan perkembangan
jamur dan bakteri penyebab penyakit. Pengendalian penyakit yang baik
membutuhkan:
Indentifikasi yang benar terhadap mikroorganisme penyebab penyakit.
Pemilihan cara pengendalian yang tepat yang sangat dipengaruhi oleh
apakah penyebab penyakit tersebut melakukan infeksi sebelum atau
sesudah panen.
Praktik penanganan yang baik untuk meminimumkan pelukaan atau
kerusakan lainnya dan menjaga lingkungan untuk tidak memacu
perkembangan penyakit tersebut.
Memanen produk pada satadia kematangan yang tepat.
Fungisida adalah alat yang penting untuk pengendalian penyakit
pascapanen, namun bukan hanya pendekatan cara ini yang tersedia.
Manajemen suhu adalah cara sangat penting untuk mengendalikan penyakit.
digambarkan sebagai suplemen dari cara pengelolaan suhu tersebut.
Penghilangan panas lapang secara cepat dan menjaganya tetap pada suhu
rendah, menghambat perkembangan kebanyakan penyakit pascapanen.
e. Pengendalian Insekta
Perlakuan pengendalian insekta yang tidak merusak produk, tidak
berbahaya bagi operator dan kunsumen adalah perlu sehingga tidak terjadi
restriksi perpindahan dari produk ke pasar terutama pasar internasional. Cara
pengendalian insekta dapat dilakukan dengan pendinginan atau pemanasan.
Penyimpanan pada suhu 0.5C atau dibawahnya selama 14 hari adalah
memenuhi persyaratan karantina pasar dunia untuk pengendalianlalat buah
“Queensland”. Produk yang dapat diperlakukan dengan cara ini adalah apel,
apricot, buah kiwi, nectarine, peaches, pears, plum, delima dsb. Produk yang
sensitive terhadap kerusakan dingin tidak dapat diperlakukan dengan cara ini.
Perlakuan panas sudah lama dilakukan namun pendekatan ini jarang
dilakukan untuk pengendalian insekta. Karena waktu expose yang lama,
pentingnya pengendalian suhu tinggi dan kemungkinan kerusakan pada
produk, maka potensinya untuk pengendalian insekta adalah minimal.
Perlakuan dengan iradiasi sinar Gamma dapat sebagai alternatif yang baik
untuk pengendalian insekta seperti lalat buah dan ulat biji mangga.Namun
masih dibutuhkan approval dari negara-negara pengimport dan konsumen
bisa menerima produk teriradiasi.
f. Grading
Buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga-bungaan adalah kelompok produk
yang non-homogenous.Mereka bervariasi a) antar group, b) antar individu
dalam kelompok dan c) antar daerah produksi.Perbedaan timbul karena
perbedaan kondisi lingkungan, praktik budidaya dan perbedaan
varietas.Sebagai akibatnya, setiap operasi grading harus menangani variasi
dalam total volume produk, ukuran individu produk, kondisi produk
(kematangan dan tingkat kerusakan mekanis) dan keringkihan dari produk.
Beberapa faktor lainnya juga berpengaruh terhadap mutu sebelum produk
Kematangan saat pemanenan
Metode untuk mentransfer produk dari lapangan ke tempat grading
Metode panen dan
Waktu yang dibutuhkan antara panen dan grading.
Grading memberikan manfaat untuk keseluruhan industri, dari petani,
pedagang besar dan pengecer karena;
Ukurannya seragam untuk dijual
Kematangan seragam
Didapatkan buah yang tidak lecet atau tidak rusak
Tercapai keuntungan lebih baik karena keseragaman produk, dan
Menghemat biaya dalam transport dan pemasarannya karena
bahan-bahan rusak di sisihkan.
Grading membutuhkan biaya,alatyang canggih dan mahal. Pada sisi lain,
sistem grading yang sederhana akan membantu memanfaatkan tenaga kerja
manual. Beberapa parameter dapat digunakan sebagai basis grading:
Ukuran
Parameter ini umum digunakan karena kesesuaiannya dengan aplikasi
mekanis. Ukuran dapat ditentukan oleh berat atau dimensi.
Menyisihkan produk yang tidak diinginkan.
Ini sering dibutuhkan untuk memisahkan produk dengan produk yang
luka karena perlakuan mekanis, karena penyakit dan insekta, karena
kotoran yang dibawa dari lapang dan sebagainya.
Warna.
Beberapa produk sangat ditentukan oleh warna dalam
penjualannya.Kematangan sering dihubungkan dengan warna dan
g. Pemasakan Terkendali
Gas etilen digunakan untuk mengendalikan pemasakan beberapa jenis
buah.Teknik ini cukup cepat dan memberikan pemasakan yang seragam
sebelum dipasarkan.Buah yang umum dikendalikan pemasakannya dengan
etilen adalah pisang, tomat, pear, dan pepaya. Buah non-klimakterik seperti
anggur, jeruk, nenas, dan strawberry tidak dapat dimasakan dengan cara ini.
Juga buah muda tidak dapat dimasakan dengan baik dengan cara ini. Tidak
ada cara untuk memasakan buah muda sampai menjadi produk yang dapat
diterima.
h. Degreening
Degreening sering dilakukan untuk memperbaiki nila pasar dari produk. Seperti pada buah jeruk Navel atau Valencia. Pada proses degreening buah
diekspose pada etilen konsentrasi rendah pada suhu dan kelembaban
terkendali. Etilen mempercepat perusakan pimen berwarna coklat,
chlorophyll, dimana memberikan kesempatan pada warna wortel.
i. Curing
Proses curing adalah sebagai cara efektif dan efisien untuk mengurangi
kehilangan air, perkembangan penyakit pada beberapa sayuran umbi.
Beberapa jenis komoditi di curing setelah panen sebelum penyimpanan dan
pemasaran adalah bawang putih, ketela rambat, bawang merah dan sayuran
umbi tropis lainnya seperti Yam dan Casava Ada dua jenis curing.Pada
kentang dan ketela pohon, curing memberikan kemampuan permukaan yang
terpotong, pecah atau memar saat panen, untuk melakukan penyembuhan
melalui perkembangan jaringan periderm pada bagian yang luka.Pada bawang
merah dan putih, curing adalah berupa pengeringan pada bagian kulit luar
untuk membentuk barier pelindung terhadap kehilangan air dan infeksi.
3. Pentingnya Teknologi Penanganan Pascapanen
Teknologi pascapanen merupakan suatu perangkat yang digunakan dalam
upaya yang sangat penting, yaitu peningkatan kualitas penanganan dengan tujuan
fisiologi normal dan atau respon terhadap kondisi yang tidak cocok akibat
perubahan lingkungan secara fisik, kimia, dan biologis. Teknologi pascapanen
diperlukan untuk menurunkan atau bila mungkin menghilangkan susut
pascapanen. Susut pascapanen produk hortikultura berkisar antara 15% hingga
25% tergantung pada jenis produk dan teknologi pascapanen yang digunakan.
Dengan kualitas mutu yang baik maka produk pertanian memiliki nilai jual
lebih tinggi. Pada proses pascapanen, petani dapat menawarkan hasil produk
pertaniannya dengan menentukan kebutuhan apa saja yang akan dipenuhi dari
permintaan konsumen dan akankah petani tersebut dapat menyaring lebih banyak
konsumen seiring meningkatnya kualitas produk pertanian yang telah disesuaikan
dengan permintaan konsumen pada tahap grading. Dengan efektifitas dan
efesiensi yang terjadi pada proses pemanenan yang membuat biaya produksi
produk hasil pertanian menurun, dapat membuat petani mendapatkan keuntungan
secara maksimal tanpa harus membebani harga pada konsumen, sebagaimana kita
ketahui harga barang dan kualitas barang merupakan faktor yang mempengaruhi
permintaan.
Menghindari penurunan mutu produk dengan cara melakukan upaya
penanganan pascapanen merupakan langkah yang harus diambil agar para petani
dan konsumen mendapatkan keuntungan maksimal dari harga penjualan yang
III.
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil produk pertanian mudah mengalami penurunan mutu, hilangnya
nutrisi dan perubahan bentuk yang dilanjutkan dengan penurunan mutu dari
berbagai aspek. Penurun mutu tersebut dapat mengurangi nilai jual produk. Dilain
sisi ada permintaan yang tidak berhenti dari konsumen yang menginginkan
produk segar hasil pertanian yang baik kualitasnya. Kebutuhan tersebut
mengharuskan produk tersebut terus di panen dan bagian dari produk yang sudah
dipanen tetap hifup segar dalam jangka waktu yang lama. Sehingga terjadi
ketidakseimbangan perlakuan terhadap produk pertanian.
Perlakuan pemanenan secara terus menerus yang cenderung tidak
memperhatikan kondisi produk pertanian dan hanya mempedulikan tujuan
mencapai target supply akan berdampak buruk pada kondisi produk pertanian
yang dipanen secara berkala, semakin lama kondisi tersebut menjadi semakin
buruk. Maka dari itu harus dilakukan pencegahan dengan upaya penganganan
pascapanen disertai pemutakhiran teknologi pascapanen agar didapat bentuk hasil
yang optimal melalui pertimbangan-pertimbangan yang diperhatikan, seperti
pertimbangan fisiologis, fisik, patologis dan ekonomis. Bentuk-bentuk nyata dari
upaya penanganan pascapanen yang dilakukan yaitu seperti Pre-sorting,
pencucian/pembersihan, pelilinan, pengendalian hama/penyakit,
DAFTAR PUSTAKA
Danniel, Moehar. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Bumi
Aksara.
Gilarso, T. 2003. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Yogyakarta: Kanisius.
Hariyati, Yuli. 2007. Ekonomi Mikro. Jember: CSS.
Hanafie, Rita. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta: Penerbit
ANDI.
Muhammad Firdaus, 2010. Manajemen Agribisnis. Penerbit PT Bumi
Aksara : Jakarta.
U, I Made S. 2001. Penanganan Pascapanen Buah dan Sayur Segar. Forum
Konsultasi Teknologi. Denpasar: 21 Nopember.
http://industri.bisnis.com/read/20151130/99/496884/sektor-hulu-hilir-kakao-mendesak-diperbaiki.24 Desember 2015