• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perempuan Dalam Partai Politik Islam Studi Etnografi Tentang Peran dan Posisi Perempuan Dalam Sistem Kaderisasi di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perempuan Dalam Partai Politik Islam Studi Etnografi Tentang Peran dan Posisi Perempuan Dalam Sistem Kaderisasi di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Perjalanan peran perempuan dalam sejarah nasional Indonesia sama

panjangnya dengan sejarah Indonesia itu sendiri. Ini artinya membicarakan

perempuan adalah hal yang tidak akan pernah usang termasuk di dalam dunia

ilmiah. Perspektif membicarakan peran perempuan dalam kehidupan bangsa

Indonesia bisa dilakukan dari sudut keilmuan, waktu, maupun konteks dan

tokohnya. Namun demikian secara umum, membicarakan perempuan dalam

sebuah masyarakat akan bersentuhan dengan nilai masyarakat itu sendiri terutama

menyangkut relasi perempuan dan laki-laki.

Di era reformasi, pembicaraan tentang peran perempuan di sektor publik

semakin gencar dilakukan oleh banyak kalangan. Perempuan tidak hanya terlibat

disatu sektor saja, namun diberbagai sektor yang ada, seperti ekonomi, sosial,

budaya dan politik.Politik yang selalu identik dengan pekerjaan kaum laki-laki,

nyatanya sekarang ini sudah banyak kaum perempuan yang terlibat langsung di

dalamnya. Hingga hari ini, kaum perempuan sudah menikmati hasilnya. Kaum

perempuan sudah dapat menempuh pendidikan yang sama seperti kaum laki-laki.

Tidak hanya belajar, kaum perempuan saat ini sudah memiliki hak yang sama

seperti laki-laki dalam ranah publik tak terkecuali ranah politik.

Tercatat dalam sejarah bahwa sebenarnya perempuan di Indonesia sudah

mulai menikmati hak-hak politiknya sejak sebelum Indonesia merdeka. Hal ini

(2)

dalam organisasi maupun di medan pertempuran di masa penjajahan. Asfar (1996)

dalam Mansour mengemukakan bahwa setelah kemerdekaan aktualisasi

perempuan dalam kehidupan politik mulai lebih baik. Sejak lahirnya KNIP

(Komite Nasional Indonesia Pusat), lembaga legislatif pertama yang merupakan

cikal bakal DPR/MPR, sudah memiliki nama-nama perempuan sebagai

anggotanya.

Meskipun kaum perempuan sudah masuk dunia politik mulai sebelum

Indonesia merdeka, namun kenyataan yang terjadi saat ini Indonesia masih

membutuhkan suara-suara yang mewakili kaum perempuan di dunia perpolitikan

agar mampu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang nantinya akan

mempertimbangkan kaum perempuan. Hal ini ditunjukkan dengan

dikeluarkannyaUndang Undang Pemilu No 8 tahun 2012 pasal 55 yaitu memuat

paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan yang maksudnya

adalah diwajibkan paling tidak ada tiga kandidat perempuan dalam daftar yang

dipilih partai politik. Partai politik dilarang mengikuti Pemilihan Umum (Pemilu)

apabila tidak memenuhi kuota ini.

Pada catatan Jurnal Perempuan oleh Dewi Candraningrum (2014),

setelah pemilu 2009, kuota perempuan yang menduduki kursi parlemen belum

mencapai 30% tetapi hanya mencapai 18,2%. Data KPU 2014 menunjukkan

hanya sekitar 747 perempuan dari sekitar 2465 caleg perempuan yang merupakan

kader partai, sisanya 1718 perempuan bukan merupakan kader partai (merupakan

agregasi dengan latar belakang pengusaha, swasta, profesional, artis, selebriti,

(3)

Ketika Lovenduski (2005) dalam jurnal prisma mengatakan dalam

kalimat sinis bahwa parlemen merupakan gudang “maskulinitas tradisional

politik”1, dia menekankan pula betapa kondisi itu sangat berkolerasi dengan

kondisi partai-partai politik sebagai ‘distributor’ utamanya. Dengan mudah dan

terang benderang kita bisa memahami maksud Lovenduski. Selama partai politik

tidak pernah beres melaksanakan rekrutmen, kaderisasi, peningkatan kapasitas,

promosi, dan kepengurusan untuk dapat mendistribusikan anggotanya ke Dewan

Perwakilan Rakyat, khususnya politikus perempuan yang mumpuni, maka selama

itu pula parlemen akan terus berparas maskulin sebagaimana paras partai politik.

Selain itu Lovenduski juga mengatakan bahwa argument yang biasa digunakan

partai politik untuk menghalangi kiprah perempuan di dalam partai dan di ruang

publik adalah soal pembedaan peran domestik dan publik.2

Bagi beberapa kalangan, argumen ini sangat mengena jika dikaitkan

dengan kewajiban perempuan mengurus keluarga (ranah domestik), dan suami

ditetapkan sebagai kepala keluarga untuk bertanggung jawab di ranah publik.

Dengan pembakuan peran tersebut maka terjadilah marginalisasi terhadap anggota

perempuan dalam partai politik dengan cara meletakkan mereka lebih banyak

pada divisi yang fokus mengurus hal-hal ‘keperempuanan’ belaka.

1

gerakan kelompok laki-laki, baik merekan yang ingin menghidupkan kembali nilai-nilai maskulinitas tradisional untuk mendapatkan kembali privilese dan kekuasaan di dalam masyarakat maupun sebaliknya gerakan kelompok laki-laki yang mempromosikan konsep laki-laki baru yang sejalan dengan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan.

2 Jurnal yang ditulis oleh Shelly Adelina & Ani Soetjipto, dengan judul “ Kepentingan Politik

(4)

Hampir disetiap organisasi yang mengikutsertakan kaum perempuan,

selalu ada bidang khusus yang memperhatikan kaum perempuan. Tidak terkecuali

pada partai politik seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sebuah kajian yang

ditulis oleh Sukanti Suryochondro pada tahun 1984 bahwa terjadinya

pengelompokan pada kaum perempuan disebabkan jarak yang terjadi pada kaum

laki-laki. Ini ada hubungannya dengan apa yang dinamakan perbedaan peranan

laki-laki-perempuan yang terdapat dalam setiap masyarakat. Ada yang

berpendapat ini bergandengan dengan tugas biologis bagi kamu perempuan yang

mengandung, melahirkan dan membesarkan anak. Di samping itu adanya

anggapan bahwa adanya kecenderungan pengelompokkan perempuan itu

disebabkan rasa solidaritas karena senasib; kaum perempuan merasa dirugikan

bahkan ditindas oleh kaum laki-laki. Pertentangan laki-laki-perempuan selama ini

masih terjadi.

Dengan adanya pernyataan di atas, sangat jelas bahwa peran perempuan di

sebuah organisasi sepertinya tidak berbeda dengan peran kaum perempuan di

dalam rumah. Tugas-tugas yang diberikan pada kaum perempuan sebagian besar

nyatanya terletak pada urusan keberlangsungan rumah tangga atau domestik. Hal

ini jugalah yang terjadi di Partai Keadilan Sejahtera yang salah satunya dapat

dilihat dari struktur kepengurusan DPD PKS Kota Medan (2010) yaitu sebagai

berikut :

Ketua umum : H. Azhar Arifin, Lc

Sekretaris Umun : Abdul Rahim, ST.MT

(5)

Ketua Bidang Kaderisasi : Zul Murado Selawat Siregar

Ketua Bidang Dakwah I : H. Asmu’I Lubis, S.PdI

Kerua Bidang Dakwah II : Drs. Son Haji Harahap

Ketua Bidang Dakwah III : Munazir Hasan, SE

Ketua Bidang Dakwah IV : Irwansyah, S.Ag, SH

Ketua Bidang Dakwah V : Eddy Syam

Ketua Bidang Pembangunan Umat : H. Hanafi Ismeet, Lc

Ketua Bidang Perempuan : Laila Fathi Nasution

Ketua Bidang Kepanduan dan Olahraga : Zulfikar

Ketua Bidang Generasi Muda dan Profesi : Arie Yudha Nugraha, Amd

Ketua Bidang Kebijakan Publik : H. Salman Al Farisi, Lc.MA

Ketua Bidang Peng. Eko dan Kewirausahaan : H. Jumadi, S. PdI

Ketua Bidang Kelembagaan Sosial : Juliandi Siregar, Spd. MSi

Ketua Bidang Humas : Syaiful Ramadhan

Ketua Bidang Advokasi Hukum : Khairul Anwar Hsb, SH3

Dari daftar struktur kepengurusan di atas dapat dilihat bahwa hanya ada

dua orang perempuan yang masuk ke dalam struktur kepengurusan tersebut.

Kedua-duanya menempati bidang yang memang pada umumnya merupakan

jabatan yang selalu dipegang oleh perempuan yakni Bendahara Umum dan

Bidang Perempuan. Kondisi tersebut menggambarkan posisi kader perempuan di

3

(6)

Partai Keadilan Sejahtera masih terbatas pada urusan partai yang bersifat

domestik.

Tidak hanya di Partai Keadilan Sejahtera, posisi perempuan di partai

lainnya juga memiliki kondisi yang cenderung sama. Berdasarkan jabatan-jabatan

utama dalam struktur kepengurusan partai di Indonesia yaitu Ketua Umum,

Bendahara Umum, dan Sekretaris Jenderal yang dilihat dari jenis kelamin pada

tabel di bawah ini :

Tabel. 1.1 Jumlah Kepengurusan Seluruh Partai Menurut Jenis Kelamin

No. Posisi

Catatan:(1) Partai-partai yang terdaftar di KPU;(2) Partai yang lulus verifikasi 114

Data pada tabel di atas secara umum menunjukkan posisi-posisi utama

dalam partai politik di Indonesia masih didominasi oleh kader laki-laki

dibandingkan dengan kader perempuan . Hal tersebut menjadi salah satu bukti

dari apa yang telah disampaikan oleh Lovenduski (2005) tentang peran partai

4

Sumber diolah dari dat a yang diakses media sent er KPU dan dikut ip dari jurnal perempuan

(7)

politik sebagai distributor utama terjadinya maskulinitas tradisional dalam politik

karena belum memaksimalkan peran kader perempuan dalam partai politik.

Partai Keadilan Sejahtera adalah salah satu partai yang berbasis agama,

yaitu agama Islam. Sudah menjadi keharusan bagi partai tersebut untuk mengikuti

aturan nilai dan norma yang ada di agama tersebut. Turner (2003) mengatakan

bahwa seringkali orang mengatakan adanya jurang pemisah antara agama dan

politik. Namun Robert Merton dan Talcott Parsons menjelaskan bahwa

pembangunan adalah bagaimana memandang masyarakat sebagai sistem yang

terdiri atas bagian yang saling berkaitan (agama, pendidikan, struktur politik

sampai rumah tangga).

Kekerasan politik yang sering terjadi di pemerintahan menambah beban

masyarakat setelah adanya permasalahan-permasalahan pembangunan yang tak

kunjung bekurang. Tidak selesai sampai disitu, perpecahan akan terus terjadi di

kubu pemerintahan bahkan berakibat sampai kepada kubu masyarakat yang

mendukung pemimpin-pemimpinnya. Dengan alasan ini Weber (dalam Turner

2003) mengatakan bahwa agama apa pun yang menekankan pentingnya cinta

kasih terhadap sesama merupakan akibat dari adanya tekanan kekerasan politik

atau berada di dalam negara yang sekaligus berfungsi sebagai institusi koersi5.

Terlepas dari apa yang dikatan oleh Weber, perlu untuk mencari tahu

bagaimana politik yang berasaskan Islam ini memperlakukan kaum perempuan.

Apakah aturan-aturan yang ada di Islam benar adanya diterapkan di partai ini, dan

(8)

kader perempuan yang ada di dalamnya mengikuti aturan-aturan tersebut? Serta

adakah hubungan antara aturan yang ada pada politik tersebut dengan minimnya

kehadiran perempuan pada struktur organisasi? Hal yang sangat perlu dibuktikan

sehubungan dengan tujuan penelitian ini adalah dengan adanya stigma bahwa

perempuan di partai politik hanya berperan sebagai pelengkap dan pemenuhan

kebutuhan suara partai politik saja.

Sehubungan dengan keberlangsungan partai PKS dengan memunculkan

kader-kader yang berkompeten yang nantinya dapat ‘didistribusikan’ ke kursi

pemerintahan dan juga masyarakat, perlu digali lebih dalam bagaimana kekuatan

dan kekuasaan perempuan di partai politik dipergunakan. Apakah dengan adanya

bidang perempuan di dalam partai politik memperkuat relasi perempuan dalam

menjalankan program-program yang terkait dengan perekrutan kader dan

simpatisan atau justru adanya bidang tersebut hanya sebuah simbolisasi untuk

keterpurukan perempuan di partai politik tersebut?

Dilihat dari perkembangan suara yang didapat oleh PKS pada pemilu

2004, 2009 dan 2014 memiliki kemajuan yang cukup baik walaupun mengalami

penurunan pada pemilu 2014, namun masih dapat mempertahankan suara. Hal ini

tidak dapat dipungkiri karena konsistensi kader-kader partai yang memiliki

hubungan baik dengan partai tersebut. Namun, tidak banyak yang mengetahui

rahasia dari kekonsistenan para kader dan simpatisan terhadap partai ini. Hal ini

juga yang kemudian membuat saya tertarik untuk mengambil Partai Keadilan

(9)

Lokasi penelitian yang akan saya ambil adalah di kota Medan. Medan

merupakan wilayah yang sangat kompleks dan multikultural6. Dengan berbagai

ragam profesi, budaya dan pendidikan, diharapkan kader-kader DPD PKS kota

Medan dapat terwakilkan dari wilayah-wilayah lainnya.

1.2.Tinjauan Pustaka

Dari masa ke masa, perempuan menjadi sosok yang sangat diperhatikan. Banyak

sejarah mencatat bagaimana kaum perempuan diperlakukan. Perempuan

dipandang sangat rendah baik oleh bangsa-bangsa di Timur maupun Barat.

Perempuan tidak dianggap lebih dari sebagai pengembang keturunan dan menjadi

pelayan bagi suaminya, bahkan hanya dianggap untuk pemuas nafsu kaum

laki-laki saja. Perempuan hanya boleh bekerja dalam rumah tangga suaminya atau bagi

yang belum menikah hanya boleh berada di rumah orang tuanya. Perempuan

hanya dididik untuk mengurus rumah tangga dan memperhambakan dirinya

kepada laki-laki. Perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi dan tidak perlu

bekerja di luar rumah.“Setinggi-tingginya perempuan tetap kembalinya di dapur”,

suatu semboyan yang sering terdengar di masyarakat Indonesia.

Sebahagian besar masyarakat di Indonesia menganut sistem patriarki.

Melalui struktur kekuasaan itu, posisi subordinat perempuan dijunjung tinggi dan

dikekalkan oleh peran gender tradisional. Pada mulanya kata “patriarki” memiliki

6

M ult ikult ural mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan t indakan, oleh

masyarakat suat u negara, yang majemuk dari segi et nis, budaya, agama dan sebagainya, namun

mempunyai cit a-cit a unt uk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mem punyai

kebanggan unt uk mempert ahankan kemajemukan t ersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengut ip M .

(10)

pengertian sempit, menunjukkan sistem yang secara historis berasal dari hukum

Yunani dan Romawi, dimana kepala rumah tangga adalah laki-laki. Mereka

memiliki kekuasaan hukum dan ekonomi yang mutlak atas anggota keluarga

laki-laki dan perempuan yang menjadi tanggungannya berikut budak laki-laki-laki-laki dan

perempuannya. Yang mutakhir istilah patriarki mulai digunakan seluruh dunia

untuk menggambarkan dominasi laki-laki atas perempuan dan anak-anak di dalam

keluarga dan ini berlanjut kepada dominasi laki-laki dalam semua lingkup

kemasyarakatan lainnya.

Patriarki adalah konsep bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas semua

peran penting dalam masyarakat, pemerintahan, militer, pendidikan, industri,

bisnis, kesehatan, agama, dan bahwa pada dasarnya perempuan tercabut dari akses

terhadap kekuasaan itu. Ini tidak lantas berarti bahwa perempuan sama sekali

tidak memiliki kekuasaan atau sama sekali tak punya hak, pengaruh dan sumber

daya, agaknya keseimbangan kekuasaan justru menggunakan laki-laki. Konsep

patriarki ini sudah lama mengendap di berbagai aspek masyarakat.Sehingga

timbul masalah baru terhadap ketimpangan atau ketidakadilan peran antara laki-

laki-laki dan perempuan atau yang disebut dengan gender.

Sejak sepuluh tahun terakhir, kata gender telah memasuki perbendaharaan

setiap diskusi dan tulisan terkait perubahan sosial dan pembangunan dunia ketiga.

Demikian juga di Indonesia, hampir semua uraian tentang program pembangunan

masyarakat maupun pembangunan dikalangan non pemerintah diperbincangkan.

Untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks

(11)

dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis atau sering dikaitkan

sebagai ketentuan Tuhan (kodrat). Sedangkan konsep gender yakni suatu sifat

yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara

sosial maupun kultur. (Fakih: 1999)

Julia dalam Prisma (1991) mengatakan bahwa gender dan seksualitas

mempunyai persamaan: keduanya mempunyai basis biologis pada seks, dan

keduanya merupakan kontruksi social, bersifat politis, yaitu pengorganisasian ke

dalam system kekuasaan, yang mendukung dan menghargai individu dan kegiatan

tertentu, sambil menekan dan menghukum yang lainnya. Konsep gender, yang

sudah popular di Indonesia, merupakan ekspresi psikologis dan cultural dari seks

yang sifatnya biologis, menjadi peran dan perilaku social tertentu: perempuan di

sector “domestik” dan pria di sector “publik”. Misalkan, kelaziman perempuan

memakai gaun, pria memakai pantolan, perempuan bekerja di dapur, laki-laki di

kantor, lelaki membawa parang, perempuan membawa bakul, laki-laki boleh

keluar malam, wanita tidak, dan seterusnya.

Pembahasan gender sangat berhubungan dengan munculnya kaum

feminis di dunia. Sampai pada saat ini, kita lebih sering mendengar kaum feminis

yang sangat memperjuangkan perempuan dalam pemenuhan hak-haknya. Namun,

sejak awal abad ke-20 sudah mulai istilah feminis dalam dunia Islam. Menurut

Rahman Munawar (dalam savitri 2014) mengatakan bahwa

perempuan-perempuan yang bergerak dalam feminis Islam dikenal sebagai pelopor dalam

(12)

melawan sistem sosial budaya dan ideologi yang meminggirkan perempuan

(dalam Savitri, Nita: 2014)

Menurut Eingneer (dalam savitri 2014) ada persamaan dan ada perbedaan

antara feminis Islam dengan feminis Barat, dimana kesamaannya sama-sama

memperjuangkan hak-hak perempuan. Perbedaannya feminis Islam lebih

menekankan pada upaya memperjuangkan hak-hak kesetaraan perempuan dan

laki-laki yang terabaikan dikalangan masyarakat pemimpin tradisional konservatif

yang mengganggap perempuan subordinat laki-laki. Rahman (2000:330)

mengemukakan topik yang sering muncul dalam perdebatan wacana sehubungan

dengan apa yang perlu diperjuangkan feminis Islam antara lain:

1. Tanggung jawab bersama

2. Peran sebagai pemimpin

3. Hak ekonomi

4. Kesetaraan yang bebas dari kekerasan

5. Mendapatkan pendidikan yang layak

6. Resistensi yang digunakan feminis Islam melalui media

Sehubungan dengan partai ke v (lima) yang berbasis pada agama. Salah

satu defenisi klasik agama yang muncul pada abad 19 adalah defeisi minimumnya

E.B Tylor. Tylor mengatakan (dalam Turner 2003) agama sebagai “ kepercayaan

terhadap hal-hal yang spiritual”. Durkheim juga mengatakan agama adalah

jaminan atau ikatan; arti etimologis agama mengacu pada fungsi sosialnya sebagai

(13)

Sejarah mencatat bagaimana perempuan dalam pandangan bangsa Arab

sebelum datangnya agama Islam sangat hina. Mereka sangat malu dan terhina

apabila istrinya melahirkan seorang anak perempuan. Bahkan mereka rela

mengubur anaknya hidup-hidup agar terlepas dari rasa malu. Kalaupun ada

perempuan yang dibiarkan hidup, nasibnya akan sangat buruk. Mereka

diperlakukan sebagai budak, mengangkut beban berat atau paling baik nasibnya

diperlakukan sebagai boneka, dipaksa untuk melakukan pelacuran atau dimadu

dengan tidak terbatas .

Jika seorang istri ditinggal mati oleh suaminya, maka dia harus masuk

kurungan dan dengan memakai pakaian yang buruk. Tidak boleh memakai

harum-haruman sebelum satu tahun dan tidak menerima warisan, tetapi dapat

menjadi warisan. Sehingga bila seseorang yang wafat meninggalkan seorang

perempuan maka saudara tuanya atau orang yang paling dekat dengannya akan

mendapat warisan untuk memiliki jandanya. Rendahnya martabat perempuan ini

juga terlihat dengan hakikat perkawinan mereka yang bersifat posessive. Mereka

tidak memberi batasan berapa jumlah perempuan yang boleh dinikahi oleh

laki-laki (Fakih, 1996:51-52).

Namun tidak dapat disangkal bahwa banyak perempuan di dunia yang

pernah terlibat langsung dalam dunia perpolitikan, tidak terkecuali di agama

Islam. Sejarah mencatat bagaimana istri Rasulullah Muhammad yaitu Khadijah

yang memiliki harta yang cukup besar pada saat itu dengan suka rela memberikan

hartanya untuk dakwah (penyebaran agama). Selain itu Aisyah yang merupakan

(14)

setelah meninggalnya Muhammad saw dan menjadi perempuan yang paling

dihormati. Pergolakan politik pada masa Ali bin Abi Thalib, membuat Aisyah

turun tangan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi hingga ia menjadi

pemimpin pertama perempuan pada masa itu.

Perempuan dan laki-laki merupakan mitra kerja yang sama-sama memiliki

peran penting di dalam pembangunan. Namun selama ini, perempuan hanya

dianggap sebagai objek semata dalam pembangunan. Searah dengan paradigma

pembangunan maka reposisi peran perempuan dalam sebuah ide perubahan juga

harus dilakukan, namun demikian pembahasan atas nilai dan pranata sosial

budaya lokal dalam pembangunan menjadi bagian yang harus diperhatikan. Ini

menjadi penting sebab perempuan merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dengan struktur dan pranata sosial dimana ia berada. Gambaran tentang

bagaimana perempuan dilibatkan dalam pembangunan juga diungkapkan oleh

Young (dalam akhyar 2006) yang menjelaskan bahwa pada era awal-awal

pembangunan menjadi sebuah ide global kaum perempuan dipandang terutama

dari perspektif kesejahteraan keluarga dan sebenarnya tidak diperhitungkan dalam

rencana pembangunan.

Melihat kenyataan seperti itu, adalah wajar bila pembangunan

menempatkan kaum perempuan sebagai target prioritas kelompok penerima

manfaat. Pergerakan perempuan yang paling terlihat jelas dalam pembangunan

adalah masuknya kaum perempuan di dunia perpolitikan. Masuknya perempuan

ke kursi pemerintahan melalui partai-partai politik dan menghadapi persaingan

(15)

politik. Keterlibatan perempuan dalam kancah dunia politik adalah sebuah

kenyataan yang tidak bisa dihindari lagi. Akses dan partisipasi politik perempuan

di setiap tingkatan pada lembaga pembuat atau pengambil kebijakan adalah

merupakan hak asasi atau kewenangan warga negara bagi setiap perempuan yang

paling mendasar.

Keberadaan perempuan di dalam dunia politik tentunya memiliki peran

tersendiri dalam mengorganisir hak dan kewajiban yang sudah ditentukan.

Pandangan kita mengenai bagaimana seharusnya bertindak dalam situasi tertentu

adalah persepsi pera (role perception). Berdasarkan pada sebuah iterprestasi atas

apa yang kita yakini mengenai bagaimana seharusnya kita berperilaku, kita

terlibat dalam jenis-jenis perilaku tersebut.

Menurut Dougherty & Pritchard tahun 1985 (dalam Bauer 2003:55) teori

peran ini memberikan suatu kerangka konseptual dalam studi perilaku di dalam

organisasi. Mereka menyatakan bahwa peran itu “melibatkan pola penciptaan

produk sebagai lawan dari perilaku atau tindakan”. Relevansi suatu peran itu akan

bergantung pada penekanan peran tersebut oleh para penilai dan pengamat

terhadap produk atau outcome yang dihasilkan. Dalam hal ini, strategi dan

struktur organisasi juga terbukti mempengaruhi peran dan persepsi peran7

Berdasarkan hal tersebutlah, sesungguhnya banyak alasan mengapa

begitu pentingnya melibatkan perempuan dalam kancah dunia politik. Baik itu

perempuan sebagai pelaku yang terjun langsung dan menduduki jabatan/ posisi di

7

(16)

partai politik, parlemen, birokrasi, atau hanya sekedar melibatkan kepentingan

perempuan dalam ideologi dan program kerja partai politik saja.

Partai politik merupakan sebuah organisasi atau wadah bagi orang-orang

yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama dalam pembangunan.

Orang-orang yang berkumpul dari berbagai macam latar belakang budaya yang

kemudian terikat dalam ikatan primordial. Ikatan primordial itu memiliki

kekuatan memaksa yang sering mengorbankan rasionalitas, orang yang terikat

pada anggota keluarga, suku, atau agama tertentu bukan karena keserasian

hubungan pribadi, kebutuhan praktis atau kewajiban yang dibebankannya tetapi

karena sedikitnya bobot yang lahir dari ikatan itu sendiri.

Koentjaraningrat menyebutkan bahwa perkumpulan merupakan kesatuan

manusia yang berdasarkan azas guna cirri-ciri perkumpulan itu sendiri meliputi

Association, gesellchaft, solidarite contractual. Kelompok memenuhi syarat

dengan adanya sistem interaksi antara para anggota, dengan adanya adat istiadat

serta sistem norma yang mengatur interaksi itu. Dengan adanya kontuinitas serta

dengan adanya rasa identitas yang mempersatukan semua anggota tadi dimana ia

berada.

Dalam sebuah organisasi, ada sistem yang digunakan dalam merekrut

kader atau anggota tetap serta pendukung dari organisasi tersebut. Rekrutmen

politik merupakan seleksi dan pemilihan atau seleksi pengangkatan seseorang

untuk melaksanakan sejumlah peranan system politik dan system pemerintahan.

Dalam Rekrutmen politik umumnya memiliki cara sendiri dalam perekrutan calon

(17)

merupakan proses mencari, menemukan dan menarik paa pelamar untuk di

pekerjakan dalam suatu organisasi”8. Dari defenisi tersebut dapat dikatakan bahwa

semua partai politik sangat serius dalam merekrut calon anggota ke dalam partai,

tetapi masing-masing partai politik memiliki cara yang berbeda dalam masalah

perekrutan calon kader dan mencari simpatisan.

Kader atau anggota tetap adalah orang-orang yang secara yuridis

memiliki jabatan tetap di dalam struktur kepengurusan sedangkan simpatisan

adalah pendukung sebuah organisasi yang tidak memiliki kesepakatan secara

hukum dan tidak memiliki tenggang waktu dalam mendukung organisasi tersebut.

Dalam arti kata bebas dan bersifat sementara.

Setiap anggota atau kader dari Partai Keadilan Sejahtera memiliki kartu

identitas anggota yang dapat dilihat seperti pafa foto berikut.

Foto 1.1. Kartu Tanda Anggota PKS

1.3.Rumusan Masalah

Perempuan selalu menjadi hal yang sangat menarik untuk terus

diperbincangkan menjadi topik pembahasan. Peran Perempuan yang terus

8

ht t p:/ / pemikiran-panduw ibow o.blogspot .co.id/ 2013/ 01/ kat a-pengant

(18)

mengalami perkembangan ini sangat menarik untuk diperhatikan. Masuknya

perempuan ke ranah politik menjadi pusat perhatian tertentu pada penelitian saya.

Berbagai situasi serta kondisi yang dirasakan dan dialami oleh perempuan di

dalam ranah politik.

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah disusun dari

latarbelakang masala sebagai berikut, bagaiman peran perempuan dalam

melakukan perekrutan kader dan simpatisan di Partai Keadilan Sejahtera di Kota

Medan. Adapun penjabaran pertanyaan penelitian tersebut dapat dilihat sebagai

berikut:

1. Bagaimana kedudukan perempuan dalam organisasi Partai Keadilan

Sejahtera (PKS) dan nilai dasar apa yang melandasi munculnya

kedudukan tersebut

2. Bagaimana kebijakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam

memberdayakan/ memfungsikan perempuan dalam merekrut kader

dan atau simpatisan

3. Bagimana pengurus partai perempuan mengimplementasi

kedudukannya melalui peran terkait dengan upaya dan strategi untuk

merekrut kader dan atau simpatisan serta hambatan apa yang

dihadapi.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kaum perempuan

melakukan perannya di dalam partai politik PKS. Selain itu juga ingin melihat

(19)

melakukan perekrutan kader dan simpatisan. Adapun penelitian ini dilakukan juga

untuk melihat dengan lebih dekat bagaimana Partai Keadilan Sejahtera

memperlakukan kaum perempuan.

Dengan demikian kiranya penelitian ini dapat memberikan kontribusi

dengan menambah wawasan keilmuan dan menjadi acuan bagi mereka yang juga

memiliki tujuan yang sama dengan dilaksanakannya penelitian ini. Penelitian ini

juga kiranya dapat menambah serangkaian literatur yang terkait dengan gender

dan partai politik.

1.5. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan metode etnografi yaitu

berdasarkan pada kenyataan di lapangan dan apa yang terjadi pada informan.

Metode etnografi adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan

keterangan mengenai apa yang terjadi dalam kehidupan subjek, apa yang

dikatakan, apa yang dirasakan, semuanya ditulis sebagai data-data yang

mendukung penjelasan mengenai permasalahan yang diangkat.

Spradley (1997:3) menyatakan bahwa etnografi merupakan kegiatan

mendeskripsikan suatu kebudayaan yang bertujuan untuk memahami suatu

pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli, hubungannya dengan

kehidupan untuk mendapatkan pandangan mengenai dunianya. Spradly (1997:

vxi) menjelaskan ciri-ciri khas dari metode penelitian lapangan etnografi ini

(20)

(deskripsi yang mendalam) dan analisis kualitatif dalam rangka mendapatkan

native point of view (sudut pandang masyarakat yang diteliti).

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian etnografi yang akan

dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1.5.1. Observasi

Observasi ini dilakukan untuk mengamati segala aktifitas atau kegiatan

yang dilaksanakan para kader PKS terutama kader perempuan dalam merekrut

kader dan simpatisan. Melalui observasi ini juga diharapkan dapat

menggambarkan serta menjelaskan permasalahan terkait.

Selama melakukan penelitian saya mengamati bagaimana interaksi yang

terjalin antar kader di dalam Partai, baik antar kader laki-laki, antar kader

perempuan dan juga interaksi kader laki-laki dan perempuan. Saya juga

mengamati bagaimana mereka melaksanakan program-program kegiatannya. Ada

kegiatan yang dilakukan di dalam partai ada juga yang dilakukan di luar partai

yaitu berinteraksi dengan para simpatisan. Mengamati penampilan kader dalam

kesehariannya dan juga mengamati hal-hal yang terjadi di dalam kantor Dewan

Perwakilan Daerah.

1.5.2. Wawancara

Wawancara yang saya lakukan dalam penelitian itu adalah wawancara

mendalam (dept interview) dan menggunakan alat bantu berupa pedoman

wawancara (interview guide) yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Misalnya dalam melakukan wawancara dengan kepala atau ketua fraksi partai,

(21)

manajerial. Selain interview guide, alat perekam merupakan alat bantu yang akan

saya gunakan selama pelaksaan wawancara. Rapport atau hubungan yang baik

dengan para informan sangat dibuthkan untuk menggali informasi yang

diperlukan untuk penelitian.

Dalam penelitian ini, saya membagi informan menjadi tiga jenis, yaitu;

1.5.2.1. Informan Pangkal

Informan pangkal yaitu informan yang mengetahui dengan baik segala

informasi ataupun berbagai hal yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti

dan biasanya informan ini memiliki posisi atau kedudukan yang penting di

lapangan. Informan pangkal merupakan informan pertama yang saya temui

sebelum informan kunci dan informan biasa. Adapun informan pangkal dalam

penelitian ini adalah Ibu Nani seorang Antroplog di bidang Politik yang juga

memiliki jabatan penting di Partai Keadilan Sejahtera. Ketua umum Bidang

Kaderisasi yaitu Bapak Zul Murado Selawar Siregar.

1.5.2.2. Informan Kunci

Informan kunci yaitu informan yang memiliki pengetahuan dan

informasi secara holistik terkait objek yang akan diteliti. Adapun informan kunci

dalam penelitian ini adalah Ketua umum Bidang Kaderisasi yaitu Bapak Zul

Murado Selawar Siregar, Laila Fathi Nasution selaku Ketua Bidang Perempuan,

Dhiyaul Hayati, S.Ag.MPd selaku Bendahara umum dan beberapa anggota

perempuan PKS yang nantinya akan dipilih dengan metode snowball mengingat

(22)

1.5.2.3. Informan Biasa

Informan biasa adalah informan bebas yang dapat diwawancarai

namun bisa memberikan informasi yang mendukung penelitian.Adapun informan

biasa pada penelitian ini meliputi orang-orang yang bersinggungan langsung

dengan politik seperti akademisi atau dosen atau rekan-rekan NGO yang terfokus

pada perpolitikan. Selain itu simpatisan partai politik juga akan menjadi informan

untuk membantu menggali informasi lebih dalam. Adapun Informan yang saya

wawancarai adalah beberapa kader PKS yaitu Nana, Ummi Fadhila, Mustika.

1.5.3. Observasi Partisipasi

Dalam observasi partisipasi yang dilakukan akan melibatkan saya selaku

peneliti secara langsung dalam kegiatan di lapangan untuk melihat berbagai

kegiatan dan tindakan yang dilakukan. Beberapa kegiatan tersebut mencakup dari

program-program yang terdapat dibidang perempuan, terutama yang berkaitan

dengan perekrutan kader dan simpatisan.

1.5.4. Studi Literatur

Studi literatur guna melengkapi data yang berhubungan dengan

penelitian ini. seperti dari studi kepustakaan berupa buku-buku, artikel,

jurnal-jurnal perempuan dan politik, surat kabar atau koran media online dan catatan

inventaris partai.Selain itu saya juga akan menggunakan field note atau catatan

lapangan untuk mendokumentasikan hal-hal yang diteliti untuk memperkecil

kemungkinan ada bagian-bagian yang terlewat.

Dalam kelengkapan penelitian ini, saya juga memperoleh data dari

(23)

gambar, saya juga memperoleh dari para kader yang mendokumentasikan

beberapa kegiatan yang dilaksanakan di PKS yang tidak bisa saya ikuti.

1.6. Pengalaman Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada awal pembuatan proposal guna mencari

informasi awal terkait kondisi Partai Keadilan Sejahtera. Bukan yang pertama

kalinya saya mengunjungi kantor PKS, karena sebelumnya saya pernah diajak

oleh seorang teman untuk mengikuti pengajian. Namun kali ini saya hadir

bertujuan untuk mencari informasi untuk melengkapi kebutuhan data awal terkait

penelitian saya.

Suasana yang hening tercipta ketika saya masuk ke kantor PKS yang

berada di jalan Sei Beras, Babura, Medan Baru. Seorang lelaki separuh baya

bertanya terkait kehadiran saya dan ingin bertemu dengan siapa. Dengan santun

saya berusaha menjelaskan maksud dan tujuan saya datang ke kantor DPD PKS.

Beliau mengantarkan saya menemui seorang perempuan yang masih cukup muda

yang kemudian membantu saya mendapatkan data dan informasi yang saya

butuhkan. Perempuan yang membantu saya ternyata adalah alumni dari FMIPA

(Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam) Universitas Sumatera Utara. Sejak

kuliah beliau merupakan mahasiswi yang mengikuti organisai dakwah di kampus,

yang kemudian tertarik untuk masuk ke partai setelah lulus dari studi nya.

Setelah berbincang dalam waktu yang cukup lama dengan beliau, saya

(24)

Terlihat seorang laki-laki yang berbincang dengan seorang perempuan dalam

jarak yang cukup jauh. Membicarakan seputar kegiatan yang cukup penting

namun komunikasi yang terjalin cukup singkat tanpa ada perdebatan yang cukup

panjang. Dalam sebuah ruangan saya melihat seorang perempuan sedang

berbicara dibalik tirai hijab sholat dengan beberapa orang laki-laki.

Setelah menyelesaikan proposal awal dan mendapatkan surat lapangan,

saya kembali mengunjungi kantor DPD PKS dan sebelumnya sudah membuat

janji akan bertemu dengan beberapa informan . Suasana saat itu cukup ramai

karena memang sedang dilaksanakan acara pengajian rutin untuk kader

perempuan. Bertemu dengan kak Nana dan memberikan surat izin namun sebelum

saya bertemu dengan informan saya dipersilahkan untuk mengikuti acara

pengajian tersebut. Pengajian yang dihadiri oleh kader perempuan ini membahas

bagaimana cara menghadapi isyu yang menerpa partai di tengah masyarakat.

Pertemuan ini dihadiri oleh kader yang memiliki beragam usia, mulai dari yang

sudah sesepu, ibu-ibu muda dengan bayi mungilnya dan perempuan-perempuan

muda yang baru masuk menjadi kader di partai.

Setelah satu jam berlalu, acara selesai dan saya bertemu dengan tiga

orang informan yang sudah dijanjikan. Senyum yang ramah dan sapaan lembut

adalah kesan pertama saya bertemu dengan mereka. Bayi mungil di tangan

perempuan itu terus menagis namun dengan sabar dia tetap menenangkan anaknya

sambil menyapa saya. Wawancara pertama yang berlangsung selama kurang lebih

2 jam berjalan dengan baik. Setelah itu, mereka mengajak saya untuk mengikuti

(25)

Sabtu siang yang cukup sendu, ditemani rintikan hujan saya kembali

melangkahkan kaki menuju kantor DPD PKS. Bertemu dengan seorang kader

PKS dan langsung mengajak saya bergabung dengan kumpulan perempuan yang

sedang melangsungkan halaqoh (pengajian kecil). Membahas bagaimana

produktifitas seorang ibu di dalam rumah dan di luar rumah. Walaupun baru

pertama kalinya bertemu, hubungan itu terasa sudah seperti lama bertemu. Image

yang tidak pernah lepas dari seorang kader PKS, berjilbab besar, baju muslimah

dan longgar, menggunakan kaos kaki, dan tanpa make-up.

Dalam beberapa event kegiatan besar, seperti penggalangan dana untuk

Palestina atau pengajian Akbar, terlihat komposisi yang sangat berbeda antara

laki-laki dan perempuan. Kaum perempuan lebih mendominasi kehadirannya dari

pada kaum laki-laki. Begitu juga saat pelaksanaan rapat program, kehadiran

perempuan lebih mendominasi daripada kehadiran laki-laki.

1.7. Analisis Data

Analisis data adalah upaya atau cara untuk mengolah data menjadi

informasi sehingga karektiristik data tersebut bisa dipahami dan bermanfaat untuk

solusi permasalahan, terutama masalah yang berkaitan dengan penelitian. Analisis

data ini dilakukan untuk mengubah data hasil dari penelitian menjadi informasi

yang nantinya bisa dipergunakan salam mengambil kesimpulan. Adapun tujuan

dari analisis data ialah untuk mendeskripsikan data sehingga bisa dipahami, lalu

untuk membuat kesimpulan mengenai karakteristik data informan berdasarkan

(26)

Data-data yang diperoleh dari lapangan diperiksa dan diklasifikasikan

kembali ke dalam bagian-bagian yang sesuai dengan penelitian yang diajukan,

yang memudahkan peneliti dalam penuangan ke dalam tulisan, baik itu dari hasil

observasi (yang dilihat) maupun hasil wawancara (yang diperoleh dari para

informan).

Data-data inilah yang nantinya dikategorikan sesuai dengan

hubungannya yang terdapat di perumusan masalah dan dikembangkan dalam

bentuk pembahasan dalam bab-bab selanjutnya.

Gambar

Tabel. 1.1 Jumlah Kepengurusan Seluruh Partai Menurut Jenis Kelamin

Referensi

Dokumen terkait

Curah hujan menjadi faktor penting dalam memanfaatkan lahan kota semarang baik sebagai lahan hunian maupun sebagai lahan perkebunan, hal ini dikarenakan curah hujan sangat

Sebagaimana yang telah dijalaskan oleh Sternberg d English (dalam Siswono,2009:4-5) bahwa Encoding merupakan komponen proses berpikir analogi yang mana pada tahap

Curah hujan menjadi faktor penting dalam memanfaatkan lahan kota semarang baik sebagai lahan hunian maupun sebagai lahan perkebunan, hal ini dikarenakan curah hujan sangat

Hal ini terlihat juga dari nilai efisiensi penyapuan areal saat breakthough (EABT) yang rendah yaitu sebesar 0,55. Harga efisiensi penyapuan areal yang rendah tersebut

(1) Bidang Destinasi Pariwisata mempunyai tugas mengoordinasikan, membina, mengatur, dan mengendalikan pengembangan destinasi wisata, peningkatan kesadaran wisata serta

menyiapkan bahan dan menyusun laporan kinerja pelaksanaan kegiatan penelitian, pengkajian, dan analisis kebijakan dalam pengembangan teknologi dan inovasi;

Permeabilitas pada sumur X dilakukan dengan 3 metode yaitu metode Hydraulic Flow Unit, Timur dan Tixier.Metode yang pertama digunakan adalah metode Hydraulic Flow Unit.Pada

Kabid Konsumsi Pangan menerima dan menelaah konsep surat permintaan usulan nama anggota tim juri Lomba Cipta Menu B2SA, memberi paraf,dan meneruskan ke Kadis