BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Komputasi Quantum
Teori komputasi quantum sangat terinspirasi oleh fenomena partikel pada mekanika quantum. Fenomena ini disebut dengan superposisi dimana sebuah partikel dalam mekanika quantum dapat memiliki dua keadaan sekaligus. Superposisi dari sebuah pertikel ini jika ditransformasikan kedalam komputasi dapat berupa bit dimana nilai dari bit hanya terdiri dari 0 atau 1 akan tetapi dalam komputasi quantum nilai bit dapat berupa 0 atau 1 atau kombinasi dari kedua nilai (Stenholm & Suominen. 2005; Yanofsky & Manucci 2008). Pada komputasi quantum dikenal quantum bit (qubit) yang merupakan basis bilangan terkecil. Qubit memiliki dua keadaan yang disimbolkan dengan keadaan |0> dan keadaan |1> sedangkan tanda “| >” dikenal dengan notasi Dirac’s. Notasi “< |” disebut ket dan “| >” disebut bra
Qubit dapat diinterpretasikan dengan beberapa nilai sebagai berikut | > = [ ] atau < | = [ ] dan | > = [ ] atau < | = [ ]. Selain itu beberapa qubit dapat membentuk entanglement misalkan |11000110> dapat direpresentasikan menjadi [ ] , [ ] , [ ] , [ ] , [ ] , [ ] , [ ] , [ ]. Selain itu qubit mempunyai bentuk superposisi yang ditulis pada persamaan 2.1
[ ] = . [ ] + . [ ] = | > + | > (2.1)
2.2. Artificial Neural Network
berbeda (Heaton, 2008). Bobot akan bernilai 0 Jika tidak terdapat koneksi antara satu neuron dengan neuron yang lain. Nilai bobot ini yang menentukan output dari jaringan saraf sehingga dapat dikatakan bahwa bobot merupakan memori dari jaringan saraf. Nilai bobot dapat ditentukan oleh proses pembelajaran dimana nilai bobot dimulai dengan bilangan acak. Kemudian nilai bobot ini disesuaikan dengan keadaan seberapa baik jaringan saraf memberikan nilai output yang diinginkan. Selanjutnya proses ini diulang sampai nilai kesalahan dalam batas yang diterima. Proses pembelajaran jaringan saraf dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu pembelajaran terawasi (supervised learning), tanpa pengawasan (unsupervised learning) dan pendekatan hybrid. Jaringan saraf dapat digunakan untuk menyelesaikan beberapa masalah misalnya : klasifikasi, prediksi, pengenalan pola dan optimasi.
Jaringan saraf tiruan memiliki arsitektur umum yang terdiri dari lapisan masukan (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer) dan lapisan keluaran (output layer) dimana setiap lapisan memiliki beberapa neuron. Dalam menentukan jumlah neuron pada lapisan masukan dan keluaran diperlukan beberapa cara yang tepat. Biasanya cara yang mudah dalam menentukan jumlah neuron ialah dengan cara ‘trial and error’. Akan tetapi dalam menentukan jumlah neuron pada lapisan tersembunyi menggunakan aturan ‘rules of thumb’ (Heaton, 2008) sebagai berikut :
1) Jumlah neuron pada lapisan tersembunyi harus diantara jumlah neuron pada lapisan masukan dan lapisan keluaran.
2) Jumlah neuron pada lapisan tersembunyi harus 2/3 jumlah neuron lapisan masukan, ditambah jumlah neuron lapisan keluaran.
3) Jumlah neuron pada lapisan tersembunyi harus kurang dari dua kali jumlah neuron pada lapisan masukan.
2.3 Quantum Neural Network
metode ini ialah untuk memberikan konsep yang lebih efesien dari jaringan saraf klasik. Ada beberapa model QNN yang telah diusulkan oleh penelitian sebelumnya pada tabel 2.1 :
Tabel 2.1 Model QNN dari beberapa peneliti (Garman. 2011) Model neuron connection transformation network dynamics behrman quantum Chrisley classical classical nonlinear multilayer nonsuperpositional Menneer classical classical or
quantum
Ventura qubit entanglement - single-item
Berikut ini perbedaan dasar antara jaringan saraf klasik dengan jaringan saraf quantum dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Perbedaan jaringan (Nayak & Singh. 2011) jaringan saraf klasik jaringan saraf quantum
neuron xiϵ {0,1} qubits |x› = a |0› + b|1›
connection {wij} entanglement |x0, x1, . . . xn›
learning rule
∑
��= � � coherence / superpotition of entangled state∑ �
� ��=
|
�. . . .
�−�>
output result N decoherence / measurement
∑ �
� �=Sedangkan arsitektur general jaringan saraf quantum seperti gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1 Arsitektur jaringan saraf quantum
Dari gambar 2.1 tersebut ada n-input |x1>,|x2>, ...., |xn> dan output |y> dengan bentuk persamaan |y> = � ̂ ∑ ��= ̂�| > (2.2) Dimana �̂� merupakan matriks 2x2 dengan basis (|0>,|1>) sedangkan �̂ adalah sembarang operator berupa gerbang logika quantum. Secara sederhana �̂ = 1 disebut sebagai operator identitas. Sedangkan aturan pembelajaran dari arsitektur diatas menggunakan persamaan 2.6
�̂ � +� = �̂ � + � | > −| � > < | � (2.3)
Dimana |d> adalah desired output atau hasil yang diharapkan. Kemudian perbedaan antara hasil nyata dengan yang diharapkan | > −| � > akan menghasilkan satu nilai yang disebut dengan error. Proses pencarian nilai error mendekati 0 ini disebut dengan konvergensi (Nayak & Singh. 2011). Perhitungan nilai error dapat dicari dengan persamaan 2.3.
���� = ∑�= | > −| > (2.4)
Dengan kata lain keadaan konvergensi bergantung pada nilai error dari keadaan antara |d> dan |y(t)>. Keadaan konvergensi ini dapat diterapkan pada algoritma Hebb dengan pendekatan quantum sehingga dapat juga diterapkan untuk jaringan saraf perceptron.
2.4 Penelitian terdahulu
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebagai acuan penulis dapat dilihat pada |y>
�̂� �̂
�̂ |x1>
|x2>
|xn>
.
.
Tabel 2.3 Penelitian terdahulu
No Nama Dan Tahun Algoritma / Metode Hasil Penelitian
1 Ravi Narayan, S. Chakraverty dan
3 Alaa Sagheer dan Mohammed Zidan.
2013
5 Sitakanta Nayak, Shaktikanta Nayak
dan J.P.Singh. 2011
6 RP Mahajan. 2010 quantum dan klasik Implementasi
neural network