BAB V
PENUTUP
Aku mencintaimu saat engkau sujud di masjidmu, berlutut di pura mu, berdoa di gereja mu. Kau dan aku adalah anak-anak dari salah satu agama, dan itulah
jiwa.
-Khalil
Gibran-Berdasarkan uaraian yang telah penulis lakukan pada bab-bab pembahasan
sebelumnya, maka pada bab penutup ini, penulis akan menyampaikan kesimpulan
dan beberapa rekomendasi yang terkait sesuai dengan topik ini.
5.1. Kesimpulan
Dalam hubungannya dengan pernikahan beda agama, cinta merupakan
unsur urgen yang mengikat, mempersatukan, dan menjadi tameng saat menghadapi
problema kehidupan dalam keluarga-masyarakat. Cinta yang penuh
tanggung-jawab akan mendatangkan kebaikan, yang memulikan hati bagi para penolaknya.
Dalam konteks ini pula, cinta dengan kekuatannya mampu mempersatukan mereka
yang berbeda suku dan agama. Kemudian dengan cinta, mereka mampu menembus
suatu wilayah “ketidakmungkinan’ dan menjadikannya mungkin. Cinta adalah cara mempengaruhi yang paling baik. Di sini cinta lebih membutuhkan kekuatan dalam
hal kepercayaan dan keyakinan, daripada sekedar kekuatan fisik. Dengan
berpengang teguh pada prinsip saling menghargai, saling pengertian, menjalin
kekeluargaan dan kekerabatan, pernikahan ini menyumbang banyak
Pernikahan beda gama juga tidak hanya sekedar sebuah pelabuhan romantis
antara laki-laki dan perempuan, lebih dari pernikahan beda agama juga menjadi
wadah sarana edukasi, di mana sejak kecil anak-anak yang lahir dari pasangan beda
agama tersebut dididik untuk mengerti akan perbedaan. Didikannya pun bukan
hanya sekedar lisan, mainkan melalui praktek hidup. Pada aras ini anak sudah
dibiasakan untuk memaknai perbedaan lebih arif, sehingga ketika dewasa
perbedaan dilihatnya sebagai suatu hal yang baik dan wajar adanya.
Selain faktor edukasi di atas, lewat pernikahan beda agama juga merupakan
ruang untuk memulai memperluas, mempererat garis primordial terhadap yang
berbeda agama. Secara otomotis pula lewat pernikahan ini, keluarga yang beragama
kristen akan terhubung dengan keluarga yang beragama islam, begitupun
sebaliknya. Tingggal bagaimana membangun relasi kekeluargaan dan keakraban
yang baik melalui representase diri sehingga, jalaninan kekeluargaan terhadap yang
berbeda semakin berbobot.
Dari beberapa unsur di atas, dapat dikatakan bahwa pasangan yang menikah
beda agama telah mengambil bagian dalam negara dengan menghidupi pluralisme
sebagai suatau keniscayaan bernegara. Melihat kondisi saat ini, dimana kontras
terlihat bahwa ada begitu banyak konflik yang mengatas namakan agama, mulai
dari kasus Ahok, pengeboban gereja, dan vihara di kalimantan. Tentunya telah
mencoreng wajah kemajemukan dan ideologi pancasila—Bhineka Tunggal Ika
yang seusah payah dibuat untuk kemaslahatan hidup orang-orang yang berbeda.
Dan pada akhirnya, cinta adalah suatu yang penting untuk ditumbuh
konsistusi, cinta akan kedamaian, cinta terhadap yang berbeda, cinta terhadap
lingkungan dan kebersiahan, kecuali cinta terhadap diri sendiri, semua baik adanya.
Dalam konteks ini kita diaarahkan untuk tidak lagi melakukan diskriminasi,
kekerasan, sampai pada hasutan sesat, “terang-gelap” dan istilah yang saat lagi mewabahyaitu “kafir’.
5.2. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, serta memperhatikan data-data yang
diperoleh selama penelitian dan penulisan tesis ini, kini penulis tiba pada beberapa
rekomemndasi pemikiran, pertimbangan, usulan yang seyogyanya dikaji lebih
lanjut untuk dilaksakan.
1. Penulis merekomendasikan kepada pemerintah dan pihak
terkait(mahkama konstitusi) agar mengkaji kembali undang-undang
pernikahan tahun 1974 pasal 1 dan 2. Kemudian menyusunnya kembali
(Undang-Undang) sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia, serta
mengakomodir kepentingan seluruh masyarakat Indonesia yang
bermacam-macam suku, agama, ras dan golongan yang berkomitmen
untuk hidup berumahtangga.
2. Meskipun dalam masalah pernikahan lintas agama terjadi perbedaan
pendapat, namun di antara umat Islam- Kristen harus saling tetap
menghargai dan menghormati pendapat tersebut. Baik yang pro maupun
yang kontra terhadap perkawinan beda agama.
3. Bagi mereka yang tidak sepakat dengan pernikahan lintas agama,
untuk bertindak anarkis, serta jangan mengkafirkan bahkan menuduh
orang berbuat zina.
4. Penulis merekomendasi kepda para petinggi-petinggi agama baik itu
Isalam amupun Kristen, agar syariat Islam dan Kristen agar dikaji lebih
mendalam lagi, dengan menggunakan pendekatan ‘kasih” sehingga
mempermudah umatnya dalam menjalankan kewajiban sebagai hamba
Allah, termasuk masalah perkawinan. Untuk itu janganlah mempersulit
seseorang yang mau melangsungkan pernikahan, secara khusus bagi
mereka yang mau menikah beda agama.
5. Bagi mereka yang mau melaksanakan pernikahan beda agama, disarankan agar siap dengan segala konsekuensi yang akan diterima, karena banyak rintangan yang akan ditemui dari luar, serta harus yakin bahwa pernikahan tersebut akan menjadikan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah dan diberkati Allah. Jika dijalani dengan cinta.
6. Namun bagi mereka yang tidak siap dengan pernikahan beda agama serta kurang yakin dalam menjalankannya, maka sebaiknya tidak menikah dengan pasangan yang beda agama.