1.1 Latar Belakang
Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan, tanpa makanan, makhluk hidup akan sulit mengerjakan aktivitas sehari-harinya. Makanan dapat membantu
manusia dalam mendapatkan energi, membantu pertumbuhan badan dan otak. Seiring perkembangan zaman berbagai jenis makanan diproduksi dalam rangka
memenuhi kebutuhan manusia, salah satunya adalah makanan olahan yang disajikan dalam bentuk kemasan. Untuk itu produsen sebagai penghasil makanan harus menjamin keamanan bagi konsumennya. Sebagaimana yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 4 huruf c tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK) yang mengatakan bahwa “Hak konsumen
adalah hak atas informasi yang benar, jelas,dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa”. Informasi yang dimaksud antara lain tentang
nama, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, keterangan halal, dan tanggal
kedaluwarsa.
Makanan kedaluwarsa memang tidak layak lagi kita konsumsi, untuk itu
pemerintah selalu melakukan pengawasan dengan ketat untuk jenis-jenis makanan yang telah lewat kedaluwarsanya dan langsung menariknya dari peredaran
kios-kios. Terlalu banyak ditemukan produk makanan dan minuman kemasan yang tak layak edar di daerah seluruh Indonesia. Makanan dan minuman kemasan yang tak layak edar akibat kedaluwarsa itu ditemukan hampir di semua minimarket, toko,
Seperti di Kota Cirebon ditemukan makanan berlabel tetapi sudah kadaluwarsa. Maraknya peredaran makanan berlabel tapi sudah kedaluwarsa ini
sering terjadi pada waktu menjelang lebaran, natal, dan tahun baru. Pada saat itulah banyak pelaku usaha yang menjual produk makanan yang telah
kedaluwarsa dalam bentuk parcel demi keuntungan pelaku usaha. Pelaku usaha juga tidak memberikan informasi yang jelas dan benar tentang produk makanan yang dijualnya padahal dalam makanan tersebut terdapat label yang tertera
informasi tanggal kedaluwarsa, oleh karena itu konsumen mengalami kesulitan untuk mengetahui apakah produk makanan yang sudah terbungkus parcel itu
sudah memasuki masa kedaluwarsa atau belum. Hal tersebut sangat merugikan konsumen karena dapat membahayakan kesehatan konsumen yang telah mengkonsumsi makanan kedaluwarsa (Nasution, 2011).
Dampak makanan kedaluwarsa, menyebabkan turunnya kualitas kesehatan masyarakat, seperti gejala keracunan oleh makanan kedaluwarsa pada dasarnya
sama saja dengan keracunan makanan pada umumnya seperti mual-mual, pusing, muntah-muntah, diare dan gejala keracunan pada umumnya tetapi apabila makanan kedaluwarsa dikonsumsi dalam jangka waktu yang cukup lama dapat
menyebabkan kanker. Selain itu dapat menimbulkan berbagai macam penyakit di dalam tubuh dan bila dikonsumsi terus menerus dapat menyebabkan kematian
(Nasution, 2011)
Keracunan makanan juga sering terjadi karena kurangnya perhatian pada
dikonsumsi maka akan menyebabkan penyakit, gangguan kesehatan, bahkan kematian.
Menurut BPOM (2004), makanan dinyatakan mengalami kerusakan (telah kedaluwarsa) jika telah terjadi perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki dari
sifat asalnya. Kerusakan pada makanan dapat terjadi karena kerusakan fisik, kimia atau enzimatis. Misalnya kerusakan pada susu yang ditandai dengan pembentukan gas, penggumpalan, lendir, tengik dan perubahan rasa. Penggumpalan dan
pembentukan lendir serta asam pada susu disebabkan oleh bakteri. Bakteri juga menjadi penyebab rusaknya makanan kaleng yang dapat ditandai dengan bau
busuk dan warna hitam ketika dibuka. Rusaknya makanan kaleng juga dapat diperhatikan, apakah kaleng menggembung atau tidak. Biasanya jika sudah lewat tanggal kedaluwarsa, bakteri mengakibatkan terbentuknya gas pada makanan
kaleng sehingga kaleng menggembung.
Bahaya makanan kedaluwarsa bisa mengakibatkan kematian, jika tidak
segera tertangani. Oleh karena itu, lebih baik mencegah secara dini agar tidak kena dampak makanan tidak sehat atau kedaluwarsa. Selain pengawasan dari pemerintah, masyarakat juga perlu lebih teliti dalam membeli. Apalagi saat bulan
puasa hingga hari raya, toko-toko memberikan harga murah untuk produk makanan yang tanggal kedaluwarsa sudah mendekati jatuh tempo. Tanpa
bermaksud meracuni konsumen, produk makanan yang dijual tetap rawan kerusakan karena telah lama berada di toko, sehingga perlu diwaspadai. Seperti
pasar-pasar tradisional, akan tetapi juga banyak terjadi di pasar-pasar swalayan besar.
Hasil pemeriksaan sampel makanan siap saji yang dilakukan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) Palangkaraya,
diketahui bahwa makanan kedaluwarsa selama bulan Ramadhan Juli tahun 2013 beredar di tiga wilayah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Kepala BPOM Palangkaraya I Gusti Ngurah Bagus Kusuma Dewa
mengungkapkan bahwa dari pemeriksaan yang dilakukan di 48 sarana (Toko makanan dan Swalayan) di wilayah Kalteng, hasilnya Kota Palangkaraya
mendominasi peredaran makanan dan minuman kedaluwarsa disusul Kabupaten Barito Timur dan Kabupaten Kotawaringan Barat (Rohmah, 2014).
Kasus keracunan akibat mengkonsumsi makanan kedaluwarsa juga terjadi
pada 15 orang siswa Sekolah Dasar Campurejo Boja, Kendal, Jawa Tengah pada Kamis, 16 Februari 2012. Mereka mengalami pusing dan mual bahkan sebagian
muntah sesaat setelah memakan kue kering yang setelah diperiksa ternyata kue kering tersebut sudah kedaluwarsa (Rohmah, 2014).
Di Cirebon, Jawa Barat ditemukan pasar yang khusus menjual kue-kue
yang kedaluwarsa. Pasar tersebut merupakan pusat penjualan kue-kue kering yang sudah kedaluwarsa. Pasar Wateg di Cirebon merupakan salah satu pasar yang
menjajakan kue-kue kering yang sudah kedaluwarsa. Selain menjual kue-kue kering, pasar ini juga menjual sosis, mei instan, dan susu kaleng yang sudah
dikonsumsi oleh anak-anak dan hal ini jelas dapat berakibat kepada kesehatan dan keselamatan konsumen terutama anak-anak (Nasution, 2011).
Peredaran makanan kedaluwarsa ini juga dapat ditemui di pasar-pasar modern seperti supermarket. Seperti kasus yang ditemukan peredaran makanan
kedaluwarsa di hypermarket “X” , Jakarta Utara. Hypermarket ini terbukti menjual beberapa merek susu dan coklat yang kedaluwarsa. Manajemen hypermarket juga mengakui bahwa pihaknya menjual makanan kedaluwarsa
dengan alasan terjadinya kesalahan pada pengecekan makanan secara manual. Menurutnya pihaknya akan membenahi sistem pengawasan makanan dan berjanji
akan mengganti makanan kedaluwarsa. (Nasution, 2011).
Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 128 kejadian dari 25 propinsi dengan jumlah yang terpapar 18.144
orang (BPOM RI,2012). Tahun 2012 mengalami penurunan 44 % dengan 84 kejadian salah satunya akibat makanan yang sudah kedaluwarsa, tahun 2013 KLB
keracunan pangan mengalami penurunan 36 % dengan 48 kejadian, dengan jumlah yang terpapar 8.590 orang (BPOM RI, 2012).
Penyebab KLB keracunan pangan di Indonesia tahun 2013 berasal dari
masakan rumah tangga sebesar 27,38 % (23 kejadian), pangan jasa boga sebesar 16,67% (8 kejadian), pangan olahan sebesar 14,38% (7 kejadian), pangan jajanan
sebesar 16,67%(8 kejadian) dan tidak diketahui sumber penyebabnya sebesar 41,7% (2 kejadian) (BPOM RI, 2013)
Tengah sebanyak 3 kasus tanpa kematian, diduga karena mengkonsumsi roti yang sudah kedaluwarsa.
Kasus keracunan makanan di Sumatera Utara selama tahun 2004 tercatat 491 orang (POM,2004). Kasus tersebut diantaranya yaitu kasus keracunan pada
murid salah satu SD Kota Medan setelah minum susu yang dipromosikan ke sekolah tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa penggunaan makanan yang tidak layak konsumsi masih terjadi di masyarakat.
Perilaku membaca label makanan dapat mewaspadai bahaya dibalik makanan kemasan kedaluwarsa. Makanan kaleng yang sudah memasuki akhir
masa simpan akan mulai terbentuk substansi beracun dari bakteri pathogen atau jamur yang tumbuh dan berkembang. Untuk makanan kemasan yang terbuat dari jenis kacang-kacangan akan mulai akan mulai terbentuk alfatoksin suatu senyawa
terbentuk akibat tercemar jamur Aspergilus falavus dan Aspergilus parasiticus. Semua senyawa ini akan memberikan bahaya apabila dikonsumsi oleh manusia
(Sibuea, 2002).
Berdasarkan hasil survey The Food and Drug (FDA) 2005, 60-80% para konsumen di Amerika membaca label produk pangan sebelum membeli makanan
baru. Dari persentase tersebut, 30-40% konsumen mengaku bahwa label produk pangan menjadi salah satu masukan bagi mereka dalam membeli suatu produk
pangan (Philipson,2005). Sementara itu berdasarkan hasil kajian Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BKPN), di Indonesia masalah label masih
Menurut Susanto (2008) penelitian pada siswa SMA di kota Bogor pengaruh label kemasan pangan dalam keputusan siswa membeli makanan
menunjukkan label kemasan pangan yang paling diperhatikan responden adalah label halal (36,5%), waktu kedaluwarsa (34,9%), nama produk (20,6%), dan
komposisi makanan (7,9%). Sebanyak 88,9% responden memutuskan untuk tidak jadi membeli makanan jika tidak menemukan label kemasan pangan yang dicarinya dan hanya 11,1% yang tetap membeli makanan walaupun tidak
menemukan label kemasan pangan yang dicarinya. Penelitian Zahara (2009) pada mahasiswa FKM UI menunjukkan tingkat kepatuhan responden untuk membaca
label informasi zat gizi sebesar 39,1 %, label komposisi sebesar 38,6%, dan label kedaluwarsa sebesar 92,1%
Menurut Drichoutis, Lazaridis dan Naiga (2006b), ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi perilaku membaca label informasi zat gizi. Faktor-faktor tersebut dapat berupa umur, pendapatan, pendidikan, jenis kelamin dan
status bekerja. Selain itu lama waktu dalam berbelanja dapat menjadi faktor yang berhubungan dengan perilaku membaca informasi label kedaluwarsa. Hasil penelitian yang pernah dilakukan pada 188 siswa/I SMA N 68 Jakarta ditemukan
bahwa persentasi tingkat perilaku membaca informasi kedaluwarsa sebanyak 68,6% ( Assifa,2012 )
Menurut Asmaiyar (2004), kepatuhan konsumen dalam membaca label produk pangan dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal dan internal. Faktor
faktor eksternal merupakan faktor yang berada diluar diri manusia seperti media komunikasi. Berdasarkan penelitian Asmaiyar (2004), faktor jenis kelamin dan
tingkat pendidikan merupakan faktor yang signifikan berhubungan dengan kepatuhan membaca label produk pangan. Dari 120 responden didapatkan 52,1 %
responden perempuan membaca label produk dibandingkan dengan responden laki-laki yang hanya 19,2 %. Sementara responden yang tingkat pendidikannya di atas SLTP (52,4%) ternyata lebih patuh dibandingkan dengan responden yang
berpendidikan di bawah SLTP (28,9%). Untuk faktor tingkat pengetahuan, kepatuhan responden berpengetahuan baik (50%) tidak berbeda jauh dengan
responden berpengetahuan kurang (39,7%).
Hasil survey awal yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Angkatan 2014 menunjukkan dari 10 mahasiswa hanya 3 orang
yang betul-betul memperhatikan dengan teliti tanggal kedaluwarsa setiap produk makanan yang akan mereka beli, 5 mahasiswa yang lain mengaku hanya sesekali
memperhatikan tanggal kedaluwarsa produk makanan yang ingin mereka beli, menurut pengakuan mereka hanya bahan makanan berjenis roti lah yang selalu mereka perhatikan tanggal kedaluwarsanya, dan 2 mahasiswa lainnya mengaku
bahwa mereka tidak pernah ingat untuk melihat terlebih dahulu tanggak kedaluwarsa makanan sebelum membelinya.
Konsep kesehatan masyarakat bergerak dalam bidang preventif dan promotif yang seharusnya sudah ada atau sudah ditanamkan dalam kehidupan
derajat kesehatan masyarakat sudah semestinya menanamkan perilaku hidup sehat, salah satunya yaitu perilaku membaca label informasi kedaluwarsa produk
makanan sebelum membelinya. Dengan demikian, membaca label informasi kedaluwarsa merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan dalam menjamin
keamanan, kualitas, maupun kuantitas produk makanan yang dikonsumsinya dan merupakan tindakan pencegahan terhadap penyakit yang dapat disebabkan oleh konsumsi makanan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat
USU Angkatan 2014 terhadap Kepatuhan Membaca Label Informasi Kadaluwarsa
Produk Makanan Tahun 2016”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan
masalahnya adalah bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU angkatan 2014 terhadap kepatuhan membaca label informasi kadaluwarsa produk makanan tahun 2016
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan dan sikap mahasiswa
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kesehatan
Masyarakat USU angkatan 2014 terhadap kepatuhan membaca label informasi kedaluwarsa produk makanan tahun 2016
2. Untuk mengetahui sikap mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
angkatan 2014 terhadap kepatuhan membaca label informasi kedaluwarsa produk makanan tahun 2016.
3. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan membaca
label informasi kedaluwarsa produk makanan pada mahasiswa Fakultas
Kesehatan Masyarakat Angkatan 2014 Tahun 2016.
4. Untuk mengetahui hubungan antara sikap dengan kepatuhan membaca label informasi kedaluwarsa produk makanan pada mahasiswa Fakultas Kesehatan
Masyarakat Angkatan 2014 Tahun 2016.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat
Dengan membaca label diharapkan masyarakat sebagai konsumen
mendapatkan informasi mengenai tanggal kedaluwarsa produk makanan yang akan dibeli dan dikonsumsinya sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat
sebagai konsumen.
Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait dalam rangka meningkatkan upaya promotif mengenai kebiasaan membaca label informasi kedaluwarsa pada
produk makanan kemasan.
3. Bagi responden
Sebagai bahan masukan untuk menambah pengetahuan responden tentang pentingnya membaca label informasi kedaluwarsa sebelum membeli produk makanan.
4. Bagi penelitian selanjutnya
Sebagai bahan masukan untuk menambah referensi bagi pengembangan
ilmu atau penelitian sejenis yang membutuhkan.
1.5 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
H0 =Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan membaca label
informasi kedaluwarsa produk makanan.
Ha = Ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan membaca label
informasi kedaluwarsa produk makanan.
H0 =Tidak ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan membaca label informasi
kedaluwarsa produk makanan.
Ha = Ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan membaca label informasi