BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Perencanaan Laba
2.1.1 Pengertian Perencanaan Laba
Perencanaan laba sering digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan investasi dan penilaian kinerja manajemen suatu perusahaan untuk masa yang akan datang. Perencanaan laba merupakan rencana kerja yang telah diperhitungkan implikasi keuangan yang dinyatakan dalam bentuk proyeksi perhitungan rugi-laba, neraca kas dan modal kerja untuk rencana jangka panjang dan jangka pendek perusahaan. Perencanaan laba jangka panjang merupakan proses yang berkesinambungan untuk mengambil keputusan secara sistematik dan disertai dengan perkiraan terbaik mengenai keadaan dimasa mendatang, mengorganisasikan kegiatan yang diperlukan secara sistematik untuk melaksanakan keputusan. Dengan segala laba dan pertumbuhan yang diharapkan haruslah dipecah kedalam anggaran jangka pendek, agar dapat direncanakan dan dikendalikan secara terarah.
mencerminkan tingkat laba atau target yang diperkirakan berusaha untuk dicapai oleh manajemen.
Menurut Kamaludin (2011:88), perencanaan laba merupakan suatu proses perencanaan keuangan yang sangat penting bagi perusahaan. Pelaku perencanaan dalam hal ini adalah manajer keuangan menentukan segala aktivitas perusahaan untuk mencapai target laba yang telah ditentukan.
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan laba merupakan suatu proses perencanaan keuangan perusahaan yang telah diperhitungkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan baik jangka panjang maupun jangka pendek.
2.1.2 Menetapkan Tujuan Laba
Menurut Carter dan Usry (2005:4), pada dasarnya ada tiga pendekatan yang berbeda dapat diikuti dalam menetapkan tujuan laba.
1. Dalam metode priori, tujuan laba mendominasi perencanaan. Pertama-tama manajemen menentukan tingkat pengembalian yang diinginkan dan berusaha untuk merealisasikannya melalui perencanaan
2. Dalam metode posteriori, tujuan laba berada dibawah perencanaan dan diidentifikasikan sebagai hasil dari perencanaan.
3. Dalam metode pragmatis, manajemen menggunakan suatu standar laba yang telah diuji dan dibuktikan melalui pengalaman.
1. Laba atau rugi yang diakibatkan dari volume penjualan tertentu.
2. Volume penjualan yang diperlukan untuk menutup semua biaya plus menghasilkan laba yang mencukupi untuk membayar biaya oprasional serta menyediakan kebutuhan bisnis masa depan.
3. Titik impas.
4. Volume penjualan yang dapat dicapai dengan kapasitas operasi sekarang. 5. Kapasitas operasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan laba.
6. Pengembalian atas modal yang digunakan.
2.1.3 Manfaat Perencanaan Laba
Perencanaan laba berguna untuk mengetahui target penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba yang ditargetkan. Perencanaan laba terkait dengan jumlah penjualan yang harus dicapai dan biaya yang harus dikeluarkan. Jika biaya yang harus dikeluarkan lebih besar, maka perusahaan harus berusaha untuk menekan biaya tersebut agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Menurut Adolph Matz dalam Aulia Puspita (2012:6), perencanaan laba sering digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan investasi dan penilaian kinerja manajemen suatu perusahaan untuk masa yang akan datang.
Perencanaan laba atau penganggaran mempunyai manfaat bagi perusahaan yaitu :
1. Memberikan pendekatan yang terarah dalam pemecahan permasalahan. 2. Memaksa pihak manajemen untuk secara dini mengadakan penelaahan
organisasi untuk mengadakan telaah yang seksama sebelum mengambil suatu keputusan.
3. Menciptakan suasana organisasi yang mengarah pada pencapaian laba. 4. Merangsang peran serta dan mengkoordinasi rencana operasi berbagai
segmen dari keseluruhan organisasi manajemen sehingga keputusan akhir dan rencana saling berkaitan.
5. Menawarkan kesempatan untuk menilai secara sistematik setiap segi atau aspek organisasi maupun untuk memeriksa serta memperbaharui kebijakan dan pedoman dasar secara berkala.
Dengan berbagai manfaat diatas, maka pihak manajemen merasa tergugah atau berfikir bagaimana agar perencanaan laba tersebut dapat berhasil yang akan berakibat pula pada keberhasilan suatu usaha.
2.2 Biaya
2.2.1 Pengertian Biaya
mendapatkan barang dagang, baik yang diproduksi sendiri maupun yang merupakan hasil pembelian dari pihak lain (misalnya supplier atau pemasok) hingga barang tersebut terjual kembali kepada pihak pembeli (pemakai/pelanggan) baik yang berkaitan didalam maupun diluar usaha pokok perusahaan. Sedangkan Mulyadi (2000:506) menyatakan, biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, yang terjadi/yang kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Ada empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut :
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi 2. Diukur dalam satuan uang
3. Yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi 4. Pengorbanan tertentu untuk tujuan tertentu
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya adalah pengeluaran yang dikorbankan perusahaan dan memberikan manfaat dimasa yang akan datang.
2.2.2 Pengelompokan Biaya
Menurut Carter dan Usry (2006:57), biaya umumnya akan menghasilkan klasifikasi tiap pengeluaran sebagai biaya tetap, biaya variabel, atau biaya semi variabel.
1. Biaya Tetap
2. Biaya Variabel
Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang secara total meningkatkan secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas. Biaya variabel termasuk biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, beberapa perlengkapan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, alat-alat kecil, pengerjaan ulang, dan unit-unit yang rusak. Biaya variabel biasanya dapat diidentifikasikan langsung dengan aktivitas yang menimbulkan biaya. Ketika volume aktivitas meningkat sampai batas tertentu, manajemen mungkin menambahkan mesin baru yang lebih efesien atau menggantikan mesin sekarang dengan mesin yang lebih produktif. Dalam rentang aktivitas yang terbatas, hubungan antara suatu aktivitas dengan biaya yang terkait bisa mendekati liniaritas. Hubungan ini diilustrasikan dalam gambar, dimana garis penuh (garis B) mewakili biaya variabel aktual pada semua tingkat aktivitas dan garis putus-putus (garis A) Sumber : Carter dan Usry (2006:69)
mewakili biaya variabel yang terhitung pada semua aktivitas sebagai ditentukan dari observasi dalam rentang aktivitas yang relevan.
3. Biaya Semivariabel
Biaya semivariabel didefinisikan sebagai biaya yang memperlihatkan baik karateristik-karateristik dari biaya tetap maupun variabel. Contoh biaya tersebut adalah biaya listik, air, gas, bensin, batu bara, perlengkapan, pemeliharaan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, biaya pensiun, pajak penghasilan dan biaya asuransi jiwa.
Dua alasan adanya karateristik semivariabel pada beberapa jenis pengeluaran : a. Pengaturan minimum mungkin diperlukan, atau kuantitas minimum dari perlengkapan atau jasa mungkin perlu dikonsumsi untuk memelihara kesiapan beroperasi. Di luar tingkat minimum biaya yang biasanya tetap, tambahan biaya bervariasi terhadap volume.
Sumber : Carter dan Usry (2006:70)
b. Klasifikasi akuntansi berdasarkan objek pengeluaran atau fungsi, umumnya mengkelompokan biaya tetap dan biaya variabel secara bersama-sama.
Hubungan ini diilustrasikan dalam gambar, dimana garis A: mewakili elemen biaya tetap terhitung dari biaya semivariabel, garis B: total biaya variabel dan garis C: biaya aktual. Total biaya variabel yang diestimasikan adalah selisih antara titik-titik di garis B dengan titik-titik di garis A. Dimana garis B dan garis C berpotongan, asumsi linear hampir mendekati hubungan aktual.
2.2.3 Metode Memisahkan Biaya Semivariabel
Untuk merencanakan, menganalisis, mengendalikan, atau mengevaluasi biaya pada tingkat aktivitas yang berbeda, biaya tetap dan biaya variabel harus dipisahkan. Biaya-biaya yang seluruhnya tetap atau seluruhnya variabel dalam rentang aktivitas yang diantisipasi harus diidentifikasi, dan komponen tetap dan variabel dari biaya semivariabel harus diestimasikan. Menurut Armila (2013:74),
Gambar 2.3SemiVariabel
ada tiga metode yang dapat dipergunakan dalam menentukan biaya tetap dan biaya variabel :
1. Metode Titik Tinggi dan Rendah
Untuk menghitung tarif biaya variabel per unit maka kita perlu membagi selisih antara titik tertinggi dan terendah dan membaginya dengan selisih jumlah jam dari kedua kegiatan tersebut. Sebagai ilustrasi kegiatan PT. Eccobudy ingin memisahkan biaya iklan semivariabel untuk 6 bulan terakhir tahun 2002. Data biaya dan aktivitas selama 7 bulan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kegiatan Semivariabel PT. Eccobudy
Bulan
Biaya Iklan Rp (Y)
Jam Kerja (X)
Januari 6.900.000 46
Februari 7.500.000 61
Maret 6.400.000 40
April 7.200.000 55
Mei 8.100.000 63
Juni 8.800.000 70
Juli 6.800.000 52
Perhitungan :
Tingkat Kegiatan Biaya
Tertinggi 70 jam kerja Rp. 8.800.000
Terendah 40 jam kerja Rp. 6.400.000
Selisih 30 jam kerja Rp. 2.400.000
Tarif biaya iklan variabel per jam Rp. 80.000 Biaya tetap = total biaya – biaya variabel
= Rp. 8.800.000,-(Rp. 80.000 x 70 jam) = Rp. 3.200.000,-
Rumus persamaan : Y = Rp. 3.200.000 + Rp. 80.000 X 2. Metode Scatter Graph
Tabel 2.2 Kegiatan Biaya Persiapan PT. Pandityatama
Bulan Biaya Persiapan Jam Persiapan
Januari Rp. 1.000.000 100
Februari Rp. 1.250.000 200
Maret Rp. 2.250.000 300
April Rp. 2.500.000 400
Mei Rp. 2.750.000 500
Dengan asumsi pilihan terbaik setelah mempertimbangkan pengalaman masa lalu adalah garis yang melalui titik 1 dan 3, maka biaya variabel dapat dihitung sebagai berikut :
X1 = 100 Y1 = 1.000.000 X3 = 300 Y3 = 2.250.000 Maka biaya variabel (V)
V = (2.250.000-1.000.000)/(300/100) V = 1.250.000/200 = 6.250
Sehingga biaya tetap adalah Rp. 2.250.000 - (Rp. 6.250 x 300) = Rp. 375.000
3. Metode Kuadrat Terkecil (Least Squarest)
Merupakan metode memisahkan biaya semivariabel menjadi komponen biaya tetap dan biaya variabel yang menggunakan seluruh data. Garis regresi dengan rumus Y = a + bX disesuaikan dengan data yang ada. Metode kuadrat terkecil menganggap bahwa hubungan biaya dengan volume penjualan berbentuk hubungan garis lurus dengan persamaan garis regresi. x2
y = a + bx
Keterangan :
y : Variabel tidak bebas (biaya) x : Variabel bebas (volume kegiatan) a : Unsur biaya tetap
b : Unsur biaya variabel
Dalam kasus biaya pemeliharaan PT. Pandityatama menghitung estimasi regresi kuadrat kecil total biaya tetap (a) dan biaya variabel per unit (b) :
a = Rp. 35.000
b = Rp. 150
variabel adalah Rp. 150 per hari untuk tiap unit. Dalam rumus persamaan linier Y=a + bX, rumus biaya yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
Y = Rp. 35.000 + Rp. 150X (X menunjukan aktivitas)
2.3 Analisis Break Even Point
2.3.1 Pengertian Break Even Point
Di dalam menyusun perhitungan break even point untuk suatu perusahaan, maka perlu diketahui bagaimana cara menyusun perhitungan tersebut. Adapun yang dimaksud dengan break even point di dalam hal ini adalah suatu titik yang menunjukkan keadaan total penerimaan pendapatan sama dengan total biaya yang ada di dalam perusahaan yang bersangkutan. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa titik break even merupakan titik dimana perusahaan tidak menderita kerugian dan tidak memperoleh keuntungan. Di dalam keadaan ini seluruh penerimaan pendapatan perusahaan tersebut hanya akan dipergunakan untuk menutup biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan yang bersangkutan.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa break even point atau sering disebut titik impas (pulang pokok) adalah suatu keadaan perusahaan yang menggambarkan jumlah total penghasilan sama dengan total biaya atau keadaan dimana perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian.
2.3.2 Pengertian Analisis Break Even Point
Analisis break even point merupakan salah satu bentuk analisis biaya, volume dan laba yang analisisnya menggunakan biaya variabel dan biaya tetap. Analisis break even point digunakan untuk menentukan tingkat penjualan untuk menutup biaya yang telah dikeluarkan perusahaan. Menurut Riyanto (2001:359), analisis break even point adalah suatu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Arsyad (2008:209), menjelaskan bahwa analisis pulang pokok (break even point) merupakan teknik analisis penting yang digunakan untuk mempelajari hubungan-hubungan antara biaya, penerimaan dan laba.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis break even point mempelajari hubungan antara biaya keuntungan dan volume kegiatan, dan dapat digunakan untuk mengetahui pada volume penjualan berapakah perusahaan akan impas menutupi biaya-biaya. Suatu perusahaan dikatakan titik impas (break even point) yaitu apabila setelah disusun perhitungan laba-rugi untuk suatu
2.3.3 Kegunaan Analisis Break Even Point
Analisis break even point adalah suatu cara atau teknik untuk mengetahui kaitan antara penjualan, produksi, harga jual dan laba rugi. Dengan mengetahui perkaitannya, analisis break even dapat digunakan untuk membantu menetapkan sasaran atau tujuan perusahaan. Menurut Sigit (2002:2) kegunaan-kegunaan Break Even, antara lain:
1. Sebagai dasar atau landasan merencanakan kegiatan operasional dalam usaha mencapai laba tertentu. Jadi dapat digunakan untuk perencanaan laba atau profit planning.
2. Sebagai dasar atau landasan untuk mengendalikan kegiatan operasi yang sedang berjalan, yaitu untuk alat pencocokan antara realisasi dengan angka-angka dalam perhitungan break even dan sebagai alat pengendalian.
3. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual, yaitu setelah diketahui hasil-hasil perhitungannya menurut break even dan laba yang ditargetkan.
4. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang harus dilakukan oleh seorang manajer.
sama caranya dalam menghitung dan menganalisis break even, bedanya hanya dalam besarnya angka-angka dan jenis-jenis komponen biaya.
2.3.4 Asumsi-Asumsi Dalam Analisis Break Even Point
Di dalam menganalisis break even termasuk menghitung dan mengumpulkan angka-angka yang dihitung itu, analisis break even menetapkan syarat-syarat tertentu. Jika syarat-syarat itu tidak ada dalam kenyataan, maka harus diadakan atau dianggap ada atau diperlakukan seperti dipersyaratkan. Jadi jika syarat tidak ada, dapat dianggap ada inilah yang disebut asumsi. Menurut Sigit (2002:2) ada asumsi-asumsi yang diperlukan agar dapat menganalisis break even ialah :
1. Biaya yang terjadi dalam suatu perusahaan harus digolongkan kedalam biaya tetap dan biaya variabel.
2. Biaya variabel yang secara total berubah sesuai dengan perubahan volume, sedangkan biaya tetap tidak mengalami perubahan secara total.
3. Jumlah biaya tetap tidak berubah walaupun ada perubahan kegiatan, sedangkan biaya tetap perunit akan berubah-ubah.
4. Harga jual per unit konstan selama periode analisis.
5. Jumlah produk yang diproduksi dianggap selalu terjual habis.
6. Perusahaan menjual dan membuat satu jenis produk, bila perusahaan membuat
atau menjual lebih dari satu jenis produk maka “perimbangan hasil penjualan”
2.3.5 Kelemahan Dalam Analisis Break Even Point
Menurut Syafi (1997:364) mengungkapkan bahwa terdapat kelemahan-kelemahan di dalam analisis break even point antara lain :
1. Asumsi yang menyebutkan harga jual konstan padahal kenyataan harga jual terkadang harus berubah sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran pasar.
2. Asumsi terhadap penggolongan biaya tetap dan biaya variabel mengandung kelemahan. Dalam keadaan tertentu untuk memenuhi volume penjualan biaya tetap tidak bisa tidak harus berubah karena pembelian mesin-mesin dan peralatan lainnya sehingga perhitungan biaya variabel perunit juga akan dapat dipengaruhi perubahan ini.
3. Biaya tetap juga tidak terlalu tetap pada berbagai kapasitas.
4. Biaya variabel juga tidak selalu berubah sejajar dengan perubahan volume.
2.3.6 Penetapan Tingkat Break Even Point
Menurut Garrinson, et al (2008:334), ada beberapa cara pendekatan yang dapat digunakan untuk menghitung break even point antara lain :
1. Pendekatan Persamaan
Pendekatan persamaan adalah laba sama dengan hasil penjualan dikurangi dengan biaya, atau dapat dinyatakan dengan persamaan. Persamaan ini diturunkan dari laporan laba/rugi keuangan perusahaan, yaitu :
Laba = (Penjualan – Biaya Variabel) – Biaya Tetap atau
Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba
Pada titik impas, laba adalah nol. Dengan demikian titik impas dapat dihitung dengan menemukan titik dimana penjualan sama dengan total beban variabel dan beban tetap.
Untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang penggunaan rumus diatas diterangkan melalui ilustrasi berikut ini : Perusahaan Acoustic Concepts beroperasi dengan biaya tetap Rp. 35.000biaya variabel per unit Rp. 150 dengan harga jual perunit Rp. 250. Berapa penjualan pengeras suara yang harus dicapai perusahaan untuk mencapai titik impas.
Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba 250 Q = 150 Q + 35.000 + 0
100 Q = 35.000
Q = 350 pengeras suara
2. Pendekatan Marjin Kontribusi
Pendekatan marjin kontribusi memusatkan pada ide yang telah didiskusikan sebelumnya bahwa setiap unit yang terjual memberikan sejumlah marjin kontribusi yang akan menutup biaya tetap.
a. Berdasarkan Unit
Perhitungan break even point berdasarkan unit dapat dilakukan dengan rumus :
BEP (unit) =
Untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang penggunaan rumus diatas diterangkan melalui ilustrasi berikut ini :
Sebuah perusahaan yang memproduksi barang jadi sejumlah 500 unit dengan harga jual Rp. 250 per unit. Biaya tetap Rp. 35.000 setahun dan biaya variabel Rp. 150 per unit. Berapa unit penjualan barang yang harus dicapai perusahaan untuk mencapai titik impas.
BEP (unit) =
= 350 unit
b. Berdasarkan Penjualan dalam Rupiah
Pertimbangan break even point berdasarkan unit dapat dilakukan dengan rumus :
Sebuah perusahaan yang memproduksi barang jadi sejumlah 500 unit dengan harga jual Rp. 250,- per unit. Biaya tetap Rp. 35.000,- setahun dan biaya variabel Rp. 150,- per unit. Berapa volume penjualan barang yang harus dicapai perusahaan untuk mencapai titik impas.
BEP (Rupiah) =
=
= Rp. 87.500
3. Pendekatan Grafik
Pendekatan grafik adalah perhitungan biaya, volume dan laba dengan menggunakan grafik. Pada pendekatan ini, titik impas (break even point) digambarkan sebagai titik perpotongan antara garis penjualan dengan garis biaya total. Langkah-langkah dalam pembuatan grafik break even point akan dijabarkan sebagai berikut :
1) Sumbu datar (sumbu x) menunjukkan volume penjualan yang dinyatakan dalam satuan unit.
2) Sumbu tegak (sumbu y) menunjukkan pendapatan penjualan dan biaya dalam rupiah.
3) Pembuatan garis penjualan (TR) dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Pada volume penjualan sama dengan nol, pendapatan penjualan sama dengan nol.
4) Pembuatan garis total biaya (TC) dilakukan sebagai berikut :
a. Total (TC) ini dimulai dari titik potong antara FC dengan sumbu vertikal ke kanan atas memotong grafik TR. TC dimulai dari grafik FC karena titik TC merupakan penjumlahan antara biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Ketika itu perusahaan belum berproduksi maka biaya total adalah sebesar dengan biaya tetap.
b. Garis lurus kemudian ditarik untuk menghubungkan titik x=0; y= biaya tetap dengan x = unit penjualan; y = pendapatan penjualan. 5) Pembuatan garis biaya tetap ditarik dengan menghubungkan titik x=0;
y = biaya tetap dengan titik x = unit penjualan. Pembuatan garis biaya variabel ditarik dengan menghubungkan titik x = 0; y = biaya variabel dengan titik x = unit penjualan.
6) Break even terletak pada titik perpotongan garis pendapatan penjualan dengan garis biaya. Garis ditarik pada titik perpotongan tersebut x=jumlah unit; y= break even dalam rupiah.
Gambar 2.4 Grafik Break Even Point
2.3.7 Penerapan Break Even Point dalam Perencanaan Laba
Analisis break even point dapat membantu manajer/pimpinan perusahaan untuk mengetahui dari perubahan salah satu faktor dari harga jual, biaya variabel dan biaya tetap terhadap laba yang akan dicapai. Dengan bantuan analisis break even point juga dapat direncanakan laba atau rugi pada setiap tingkat kapasitas
kegiatan. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut :
Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa biaya tetap diestimasikan sebesar Rp. 200.000,- dan laba yang diinginkan adalah Rp. 100.000,-. Harga jual per unit Rp. 75,- biaya variabel per unit Rp. 45,-. Hitunglah penjualan unit yang harus dicapai perusahaan untuk mencapai laba yang direncanakan.
UNTUNG
RUGI
TR
TC
VC
FC
Volume Penjualan (Unit) Pendapatan dan
penjualan
(Niswonger et al, 2005:235)
2.3.8 Perubahan Harga dan Biaya dalam Analisis Break Even Point
Analisis break even point merupakan perubahan penerimaan pendapatan dan biaya yang ada dalam perusahaan adalah semata-mata diakibatkan oleh terdapatnya perubahan tingkat penjualan yang ada dalam perusahaan tersebut. Perubahan tingkat penjualan yang ada dalam perusahaan tersebut akan mengakibatkan perubahan terhadap penerimaan dan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Menurut (Ahyari, 1986:122) ada tiga perubahan yang mempengaruhi break even point yaitu : perubahan harga jual produk, biaya tetap, biaya variabel.
1. Perubahan Harga Jual Produk
Perubahan yang terjadi didalam harga jual produk perusahaan tersebut akan mempunyai pengaruh langsung terhadap penerimaan pendapatan perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu penerimaan pendapatan perusahaan yang bersangkutan, maka besarnya break even point dalam perusahaan yang bersangkutan ini akan berubah dengan terdapatnya perubahan harga jual produk perusahaan.
dalam hal ini berarti apabila harga jual produk perusahaan tersebut naik, maka penerimaan pendapatan perusahaan juga akan naik. Demikian sebaliknya apabila harga jual perusahaan turun maka penerimaan pendapatan perusahaan juga akan turun.
2. Perubahan Biaya Tetap
Perubahan biaya tetap yang ada didalam suatu perusahaan akan berakibat langsung terhadap perubahan biaya total yang ada didalam perusahaan. Biaya tetap sebagai salah satu unsur biaya apabila bertambah besar biaya total yang ada didalam perusahaan tersebut akan menjadi bertambah pula. Besarnya pertambahan yang terjadi pada biaya tetap yang ada didalam perusahaan yang bersangkutan tersebut.
Perubahan tingkat break even point ini akan searah dengan perubahan biaya tetap yang ada dalam perusahaan tersebut, yang ini berarti apabila terdapat kenaikkan biaya tetap dalam perusahaan, maka tingkat break even point dalam perusahaan tersebut juga akan naik. Sebaliknya apabila terjadi penurunan biaya tetap dalam perusahaan tersebut maka akan terdapat penurunan tingkat break even point dalam perusahaan tersebut.
3. Perubahan Biaya Variabel
suatu perusahaan, apabila terjadi kenaikkan biaya variabel per unit, maka untuk memproduksikan sejumlah unit tertentu akan terjadi kenaikkan dalam jumlah biaya variabel, yang berakibat terhadap kenaikkan jumlah biaya total yang ada dalam perusahaan. Dengan naiknya jumlah biaya total ini maka tingkat break even point dalam perusahaan tersebut akan menjadi naik.
2.4 Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang telah melakukan penelitian berhubungan dengan analisis break even point sebagai perencanaan laba.
Rp. 124.645.265 dan pada tahun 2004 Break Even Point total
yang dicapai adalah sebesar Rp.
181.696.781. tingkat margin of safety CV.