• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi Kualitas Biji Kopi Dengan Radial Basis Function

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Klasifikasi Kualitas Biji Kopi Dengan Radial Basis Function"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan

dengan penerapan metode Radial Basis Function (RBF) untuk mengklasifikasikan

kualitas biji kopi berdasarkan bentuk.

2.1 Kopi (Coffee)

Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan dalam subsektor perkebunan di Indonesia

karena memiliki peluang pasar yang besar baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Indonesia merupakan negara pengekspor kopi nomor empat terbesar dan produsen kopi

terbesar ketiga setelah Negara Brazil dan Vietnam. Proses distribusi kopi dimulai dari

petani, kemudian petani menjual ke pengepul, pengepul menjual kopi ke eksportir dan

eksportir yang mendistribusikan kedalam negeri maupun luar negeri. Sebelum kopi

diekspor atau dipasarkan, eksportir memberikan sampel kopi ke petugas (Balai Pengujian

dan Sertifikasi Mutu Barang) untuk diuji, dan petugas menguji sampel kopi yang

diberikan ekportir berdasarkan Standart Nasional Indonesia (SNI) untuk mendapatkan

sertifikat (Kemenperin, 2013).

Standart yang digunakan untuk mengetahui kualitas kopi adalah standart yang telah

ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian melalui penerbitan SNI No.01-2907-2008.

Berdasarkan ketetapan tersebut, kualitas kopi arabika dibagi menjadi 6 bagian

berdasarkan kriteria nilai cacat pada sampel biji kopi. Pengawasan dan pengujian mutu /

(2)

Barang yang dibawah pengawasan Kementrian Perindustrian (Kemenperin, 2013).

Pengujian mutu yang diterapkan dalam BPSMB masih manual sehingga ada

kemungkinan besar petugas melakukan kesalahan akibat tidak konsentrasi karena sampel

yang diteliti sangat banyak. Selain itu petugas juga memerlukan waktu yang relatif lama

untuk memisahkan sampel yang tidak cacat dengan sampel yang cacat untuk mengetahui

kelas kualitasnya. Gambar jenis cacat biji kopi berdasarkan bentuk dapat dilihat pada

Gambar 2.1.

(a) (b) (c)

(d)

(3)

Tabel 2.1. Penentuan Besarnya nilai cacat biji kopi (Badan Standarisasi Nasional, 2008)

No Jenis Cacat Nilai cacat

1 1 (satu) biji hitam 1(satu)

2 1 (satu) biji hitam sebagian ½ (setengah)

3 1 (satu) biji hitam pecah ½ (setengah)

4 1 (satu) kopi gelondong 1(satu)

5 1 (satu) biji coklat ¼ (seperempat)

6 1 (satu) kulit kopi ukuran besar 1 (satu)

7 1 (satu) kulit kopi ukuran sedang ½ (setengah)

8 1 (satu) kulit kopi ukuran kecil 1/5 (seperlima)

9 1 (satu) biji berkulit tanduk ½ (setengah)

10 1 (satu) kulit tanduk ukuran besar ½ (setengah)

11 1 (satu) kulit tanduk ukuran sedang 1/5 (seperlima)

12 1 (satu) kulit tanduk ukuran besar 1/10 (sepersepuluh)

13 1 (satu) biji pecah 1/5 (seperlima)

14 1 (satu) biji muda 1/5 (seperlima)

15 1 (satu) biji berlobang satu 1/10 (sepersepuluh)

16 1 (satu) biji berlobang lebih dari satu 1/5 (seperlima)

17 1 (satu) biji bertutul-tutul 1/10 (sepersepuluh)

18 1 (satu) ranting, tanah atau batu berukuran besar

5 (lima)

19 1 (satu) ranting, tanah atau batu berukuran sedang

2(dua)

20 1 ranting, tanah atau batu berukuran kecil 1(satu)

Tabel 2.1 menunjukkan bahwa jumlah nilai cacat dihitung dari contoh uji seberat 300

gram, untuk mewakili per kualitas. Jika satu biji kopi mempunyai lebih dari satu nilai

(4)

2.2 Pengolahan Citra

Citra (image) merupakan salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat

penting sebagai bentuk informasi visual (Hartono, 2007). Citra mempunyai karakteristik

yang tidak dimiliki data teks, meskipun suatu citra memiliki informasi, seringkali citra

mengalami penurunan mutu, misalnya : citra tersebut rusak (cacat), warnanya pudar

(terlalu kontras), dan kabur (blurring). Citra yang seperti itu akan sulit memberikan

informasi.

Agar citra yang mengalami gangguan tersebut menjadi lebih mudah memberikan

informasi kepada manusia ataupun komputer maka citra tersebut perlu diolah menjadi

citra yang kualitasnya baik atau sering disebut pengolahan citra (image processing).

Berikut adalah operasi pengolahan citra berdasarkan klasifikasinya :

 Peningkatan kualitas citra

Bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi

parameter-parameter citra. Contohnya : penajaman citra, deteksi tepi citra, memperbaiki kontras

citra, dan mengurangi derau citra.

 Perbaikan citra

Bertujuan untuk meminimumkan cacactnya suatu citra atau pemugaran citra.

Contohnya : Menghilangkan kesamaran (blurring), menghilangkan derau (noise), dll.

 Segmentasi citra

Bertujuan untuk membagi suatu citra kedalam beberapa segmen kedalam kriteria

tertentu, biasanya berkaitan dengan pola.

 Analisis citra

Bertujuan untuk menghitung nilai dari citra untuk mendapatkan hasil deskripsinya.

Analisis citra ini juga membantu mengidentifikasi citra untuk mengalokasikan objek

yang diinginkan. Contohnya deteksi tepi (edge detection), ekstraksi batas (boundary),

(5)

 Rekonstruksi citra

Bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi, paling

banyak digunakan dibidang media. Contohnya rontgen dengan sinar X dimana

membentuk ulang gambar organ tubuh (Hartono, 2007).

Pada penelitian ini akan dilakukan beberapa proses preprocessing yang akan

digunakan untuk mendapatkan nilai fitur pada proses ekstraksi fitur yaitu:

1. Grayscale

Proses grayscale adalah proses merubah nilai-nilai piksel dari warna RGB menjadi

graylevel. Proses ini dapat digunakan untuk memisahkan bayangan dengan warna asli

pada citra. Proses perhitungan grayscale dapat dilakukan dengan persamaan

Gray = (R + G + B) / 3

2. Threshold

Proses thresholding adalah proses untuk mengelompokkan semua piksel pada citra

dengan nilai tertentu menjadi dua bagian dengan nilai gray level yang telah

ditentukan. Pembuatan citra biner adalah salah satu bentuk thresholding dengan nilai

0 dan 1, yaitu melakukan perubahan semua nilai piksel yang lebih besar atau sama

dengan nilai ambang menjadi 1 dan semua nilai piksel yang lebih kecil dari nilai

ambang menjadi 0.

3. Sobel

Sobel merupakan salah satu pengembangan dari teknik edge detection sebelumnya

(metode Robert) dengan menggunakan HPF (High Pass Filter) yang diberi satu angka

nol penyangga. Algoritma ini berfungsi sebagai filter image yaitu filter yang

mendeteksi keseluruhan edge yang ada (Munandar Imam dkk, 2014).

Kelebihan dari metode ini adalah mengurangi noise sebelum melakukan

perhitungan deteksi tepi. Proses pengurangan noise merupakan proses konvolusi dari

matriks yang ditetapkan terhadap citra yang dideteksi dengan menggunakan 5 x 5

(6)

piksel untuk perhitungan gradient sehingga perkiraan gradient berada tepat ditengah

matriks. Besar gradient yang dihitung menggunakan operator Sobel pada persamaan :

� = �2 + �2

Dimana : G = besar gradient operator sobel

Gx = gradient sobel arah vertical

Gy = gradient sobel arah horizontal

Dengan konstanta = 2 maka Gx dan Gy dapat diimplementasikan menjadimatriks

berikut :

Hasil akhir dari operator sobel ini adalah ditemukannya beberapa piksel dengan

intensitas yang lebih besar atau tajam dan juga ukuran tepi objek yang jauh lebih

besar dari ukuran sebelumnya. Keadaan ini dikarenakan titik-titik yang lebih dekat

dengan titik tengah diberi harga yang lebih dominan dalam perhitungan.

2.3 Ekstraksi Fitur

Ekstraksi Fitur merupakan suatu pengambilan ciri dari suatu bentuk yang nantinya nilai

yang didapatkan akan dianalisis untuk proses selanjutnya. Ekstraksi fitur memiliki tujuan

yaitu :

 Memperkecil jumlah data

 Mengambil informasi yang penting dari data yang diolah

 Mempertinggi presisi pengolahan

(2.2)

(7)

Ekstraksi fitur terbagi menjadi 3 yaitu: ekstraksi fitur warna, ekstraksi fitur

tekstur,dan ekstraksi fitur bentuk.

a) Ekstraksi Fitur berdasarkan warna

Fitur warna merupakan salah satu fitur yang sering digunakan dalam pengolahan

citra. Beberapa model warna yang digunakan dalam pengolahan citra yaitu : RGB

(Red, Green, Blue), HSV (Hue, Saturation, Value), dan Y, Cb, Cr (Luminance dan

Chrominance).Ada beberapa keuntungan fitur warna :

 Kebutuhan kapasitas rendah

Secara signifikan, ukuran histogram warna lebih kecil dari pada citra itu sendiri.

 Kesederhanaan Komputasi

Perhitungan histogram mempunyai kompleksitas A(X,Y) untuk citra yang berukuran

X x Y. Kompleksitas untuk kesesuaian citra tunggan adalah linear, A(n), dimana n

adalah jumlah warna yang berbeda.

 Ketahanan

Histogram warna tidak sensitive terhadap perubahan dari resolusi gambar, histogram

dan oklusi. Histogram warna tidak berubah juga terhadap rotasi gambar dan

perubahan yg kecil jika diskalakan.

 Kesederhanaan Implementasi

Pembentukan histogram adalah pemindai citra, membentuk histogram menggunakan

komponen warna sebagai indeks, dan nilai warna sebagai resolusi histogram.

 Efektivitas

Adanya relevansi yang tinggi antara citra query dan citra ekstrak.

Ekstraksi fitur warna dilakukan dengan mengekstraksi karakteristik dari salah satu

elemen warna pada proses fitur warna. Pada proses ini, hasil citra setelah di-rezise

(8)

(hue, saturation, value) dari citra asli yang di resize. Setelah elemen-elemen

dipisahkan maka akan dihasilkan elemen pertama adalah hue, elemen kedua

saturation dan elemen ketiga adalah value ( Praida, 2008).

b) Ekstraksi Fitur berdasarkan tekstur

Tekstur merupakan karakteristik dari suatu citra yang terkait dengan tingkat kekasaran

(roughness), granularitas (granulation), dan keteraturan (regularity) susunan

struktural piksel. Tekstur tidak memiliki kemampuan untuk menemukan bersamaan

citra namun dapat digunakan untuk mengklasifikasikan citra bertekstur dan

non-tekstur dan dapat dikombinasikan dengan fitur lainnya. Seperti warna untuk

menghasilkan informasi yang lebih efektif (Murinto, 2014).

Tekstur dapat didefenisikan sebagai fungsi dari variasi spasial intensitas piksel

(nilai keabuan) dalam citra. Berdasarkan strukturnya, tektur dapat diklasifikasikan

dalam dua golongan yaitu :

Makrostruktur

Tekstur makrostruktur memiliki perulangan pola lokal secara periodik pada suatu

daerah citra, biasanya terdapat pada pola-pola buatan manusia dan cenderung mudah

untuk direpresentasikan secara matematis.

Mikrostruktur

Pola-pola lokal dan perulangan tidak terjadi begitu jelas, sehingga tidak mudah untuk

(9)

Gambar 2.2 Contoh tekstur visual dari Album Tekstur Brodatz . Atas: makrostruktur Bawah: mikrostruktur ( Crouse et al, 1998)

Secara intuitif tekstur menyatakan ciri dari permukaan objek yang

menggambarkan pola visual. Ciri ini berisi informasi tentang komposisi struktur

permukaan, seperti misalnya awan, daun, batu bata dan kain. Selain itu juga

menjelaskan hubungan antara permukaan untuk lingkungan sekitarnya (Crouse et al,

1998). Sehingga tekstur menjadi salah satu fitur yang penting.

Ciri tekstur antara lain meliputi kehalusan (smoothness), kekasaran (coarseness),

dan keteraturan (regularity). Penggunaan fitur tekstur telah banyak digunakan secara

luas oleh peneliti dalam menyelesaikan masalah pengenalan pola (pattern

recognition) dan computer vision. Secara umum, representasi tekstur dapat

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : struktural dan statistik.

c) Ekstraksi fitur berdasarkan bentuk

Bentuk merupakan salah satu fitur citra yang dapat digunakan untuk mendeteksi objek

atau batas wilayah. Untuk mendapatkan nilai fitur bentuk dapat menggunakan

konversi citra RGB menjadi grayscale untuk mendapatkan nilai warna yang lebih

sederhana. Warna grayscale memiliki intensitas warna 0 – 255 untuk setiap

pikselnya. Ekstraksi fitur berdasarkan bentuk dikategorikan pada teknik yang

digunakan yaitu:

 Berdasarkan batas (Boundary-based)

(10)

 Berdasarkan Daerah (Region-based)

Menggunakan karakteristik Internal

Setelah ekstraksi fitur selesai, maka dilakukan deteksi tepi. Deteksi tepi pada

pengolahan citra adalah suatu proses yang menghasilkan tepi dari objek citra yang

membatasi dua wilayah homogen yang memiliki tingkat kecerahan yang berbeda.

Proses ini dilakukan sebelum proses ekstraksi fitur bentuk untuk meningkatkan

penampakan garis batas suatu daerah atau objek didalam citra dan mendapatkan

bentuk dasar citra (Febriani, 2008). Dalam penelitian ini, metode untuk deteksi tepi

adalah menggunakan operator sobel.

2.4 Radial Basis Function

Radial basis function adalah suatu jenis arsitektur jaringan saraf tiruan, yaitu jaringan

yang cara kerjanya meniru jaringan saraf manusia dan terdiri dari berlapis-lapis neuron

yang bekerja untuk memecahkan suatu permasalahan (Tahir et al, 2012). RBF memiliki 3

lapisan yaitu lapisan masukan (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer), dan

lapisan keluaran (output layer). Struktur jaringan RBF dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(11)

Pada jaringan RBF, hidden layer menggunakan fungsi Gaussian sebagai radial

basis function. Fungsi Gaussian dinyatakan dengan :

= exp

(

| � −� |²

2�²

)

Dimana :

� = fungsi gaussian

� =� = 1

r = data kesekian

j,k = indeks

 Nilai Spread menentukan bagaimana data tersebar. Jika nilai spread

makin besar, sensitivitas antar data semakin berkurang.

 Nilai spread makin besar maka sensitivitas antar data semakin berkurang.

Centers adalah pusat cluster data

Setelah nilai Gaussian nya diketahui maka nilai RBF nya sudah bisa dicari

dengan menggunakan fungsi berikut :

Y(X) = = G(|| X - tt ||) + b

a) Input Layer (Lapisan Masukan)

Input Layer adalah bagian dari jaringan saraf tiruan radial basis function

yang melakukan proses pertama. Input Layer berfungsi untuk membaca

data dari keluaran plant (unit sensor) dan nilai yang kita kehendaki.

b) Hidden Layer (Lapisan Tersembunyi)

Hidden Layer adalah lapisan tersembunyi dari dimensi yang lebih tinggi

untuk melayani suatu tujuan pada fungsi basis dan bobotnya dengan nilai

yang berbeda.

(12)

c) Output Layer ( Lapisan Keluaran)

Output Layer merupakan hasil dari penjumlahan dari perkalian antara

bobot dengan fungsi basis akan menghasilkan keluaran. Output Layer ini

merespon dari jaringan sesuai pola yang diterangkan pada input layer

(Bhowmik et al , 2009).

Menurut Haryono (2005), hal yang penting pada RBF adalah sebagai

berikut :

 Pemrosesan sinyal dari input layer ke hidden layer , sifatnya

nonlinear , sedangkan dari hidden layer ke output layer sifatnya

linear.

 Pada hidden layer digunakan sebuah fungsi aktivasi yang berbasis

radial, misalnya fungsi Gaussian.

 Pada Output Layer, sinyal dijumlahkan seperti biasa

 Sifat jaringannya adalah feef-forward.

2.5 Algoritma K-Means

Untuk mengetahui nilai dari jaringan RBF, maka dibutuhkan suatu metode untuk

menghitung nilai parameter dari Gaussian yang akan diperlukan di hidden layer, oleh

karena itu diperlukan algoritma K-Means. Algoritma k-means merupakan salah satu

model centroid yang melakukan clustering. Centroid adalah ‘titik tengah’ suatu cluster

yang berupa nilai untuk mengitung jarak suatu objek data terhadap centroid .

Suatu objek data termasuk dalam suatu cluster apabila memiliki jarak terpendek

terhadap centroid cluster. Tahapan algoritma K-Means clustering dapat dilakukan

sebagai berikut :

 Menentukan banyaknya cluster atau kelompok,

Banyaknya cluster yang akan dibuat harus lebih kecil dari jumlah data yang

digunakan.

 Menentukan centroid atau center secara acak

 Apakah centroid berubah?

(13)

 Jika Tidak, selesai

 Mengelompokkan data berdasarkan jarak terdekat (Dhanachandra et al , 2015)

(14)

Untuk menghitung jarak data dengan centroid maka digunakan persamaan Euclidean

distance. Berikut adalah persamaan Euclidean distance :

d( Xy,Cy) = = − �

dimana :

d = jarak

j = jarak data

j = banyak data

x = data

c = centroid

2.6 Penelitian Terdahulu

Penentuan mutu bisa dilakukan oleh manusia tetapi manusia mempunyai kelemahan dari

sisi subjektivitas yang mengakibatkan kesalahan akibat kelelahan mata. Masalah ini dapat

diatasi dengan teknologi pengolahan citra (image processing). Pada penelitian ini

dilakukan perbandingan antara pemeriksaan manual dengan pemeriksaan yang

memenfaatkan algoritma image processing dalam proses pemutuan biji kopi dan

penentuan kelas mutu kopi (Madi, 2010).

Dalam menentukan kualitas biji kopi berdasarkan populasi biji kopi, bukan biji

kopi tunggal yang menjadi sampel. Hal ini dapat dikembangkan melalui sistem visi

komputer. Selain penyimpangan di warna, bentuk dan ukuran kopi sebagai sampel biji

yang terkait dengan nomor cacatnya, pantulan cahaya juga mempengaruhi penampilan

warna dan tekstur pada permukaan sampel biji kopi. Sehingga kualitas biji kopi bisa

ditandai dengan parameter warna dan tekstur seluruh sampel. Dengan menggunakan

(15)

metode back-propagation jaringan saraf maka masalah tersebut dapat diselesaikan

sehingga dapat meningkatkan tingkat recognition untuk biji kopi penentuan kelas

otomatis. (Faridah, et al., 2011).

Secara komersial mendeteksi cacat dari biji kopi dapat dilakukan oleh manusia

sesuai dengan ukuran biji kopi (penuh, setengah atau rusak). Jenis biji kopi dan kualitas

dapat dinilai dengan inspeksi visual. Tetapi manusia juga mengalami kesalahan dalam

menentukan kualitas yang mungkin dipengaruhi oleh faktor internal dan ekternal. Dengan

bantuan dari pengolahan citra (gambar) maka dapat diidentifikasi kualitas biji kopi.

Teknik pengolahan gambar biji kopi, dapat dianalisis dan dinilai berdasarkan parameter

seperti nilai metric tergantung pada parameter biji kopi (Ayitenfsu, 2014).

Untuk mengklasifikan suatu data dibutuhkan suatu metode yaitu metode RBF

(Radial Basis Function). Metode ini sudah pernah dipakai untuk mengklasifikasikan 60

lembar daun teh. Daun teh tersebut diklasifikasikan menjadi 6 kelas, masing-masing 10

lembar per kelas. RBF membutuhkan waktu sekitar 2.02 detik untuk mengolah data dan

tingkat keakuratan data 86,2%. Didalam penelitian tersebut RBF dibandingkan dengan

metode K-Nearest Neighbour yang memiliki keakuratan data 78% dan membutuhkan 3,6

detik (Arunpriya & Thanamani, 2014).

RBF pernah juga dipakai untuk mengklasifikasikan morfologi sel darah merah.

Proses yang mereka lakukan adalah mengakusisis citra, grayscale, deteksi tepi dan

ekstraksi ciri untuk menghasilkan input bagi RBF. Dalam penelitian ini RBF

dibandingkan dengan metode Back-Propagation. Dari penelitian mereka memperoleh

perbedaan yang signifikan yaitu RBF memiliki tingkat akurasi 100% dengan waktu

sekitar 0.849087114 detik sedangkan BP hanya 92,85% dan membutuhkan waktu sekitar

8.868 detik. RBF memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memproses data yang

jumlahnya besar (Tahir et al., 2012). Berikut adalah rangkuman dari penelitian terdahulu

(16)

Gambar

Gambar 2.1.
Tabel 2.1 menunjukkan bahwa jumlah nilai cacat dihitung dari contoh uji seberat 300
Gambar 2.2 Contoh tekstur visual dari Album Tekstur Brodatz . Atas:
Gambar 2.3. Arsitektur Radial Basis Function
+3

Referensi

Dokumen terkait

Iklan sebagai salah satu bentuk informasi, merupakan alat bagi produsen (pelaku usaha) untuk memperkenalkan produknya kepada masyarakat agar dapat mempengaruhi

Pada penelitian ini peneliti hanya mengambil data rekam medis pasien lanjut usia di poli rawat jalan Rumah Sakit Gotong Royong Surabaya, jumlah sampel yang

Pokja 12 ULP Provinsi Jawa Tengah akan melaksanakan Prakualifikasi untuk paket pekerjaan jasa konsultansi secara elektronik sebagai berikut :..

Program daftar komposisi obat ini jika dijalankan akan menampilkan data obat dengan rinciannya yaitu kode obat, nama obat, komposisi dan indikasi. Proses pencarian daftar

Penulisan ini dibatasi hanya membuat web site sisitem tata surya berupa matahari dan planet-planet yang mengelilinginya, yang terdiri dari matahari, planet merkurius, planet

Kepala Seksi Perkawinan, Perceraian, Perubahan Status Anak dan Pewarganegaraan/Kepala Bidang Pelayanan Pencatatan Sipil meneliti kutipan akta dan membubuhkan

WEBSITE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERKEBUNAN COKLAT, KOPI DAN TEMBAKAU DI PULAU SULAWESI MENGGUNAKAN PHP DENGAN PERANCANGAN MODEL

Dalam perancangan program ini, penulis juga menggunakan fasilitas Macromedia Dreamweaver sebagai suatu media penulisan program dan juga sebagai salah satu program aplikasi