• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Steroid Triterpenoid dari Sponge Chalinula Sp dan Identifikasi secara Spektrofotometri Ultraviolet dan Inframerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isolasi Steroid Triterpenoid dari Sponge Chalinula Sp dan Identifikasi secara Spektrofotometri Ultraviolet dan Inframerah"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Hewan 2.1.1 Habitat Sponge

Sponge merupakan biota laut dari filum porifera yang hidup pada

ekosistem terumbu karang. Habitat sponge umumnya menempel pada pasir,

batu-batuan dan karang-karang mati (Amir dan Budiyanto, 1996). Sponge kelas

Demospongiae dari bangsa Haplosclerida seperti sponge marga Chalinula tersebar

di seluruh dunia, dari Indo-Pasifik sampai Karibia (Suparno, 2005). Sponge jenis

Chalinula sp terdapat di Indonesia salah satunya di daerah Sibolga, Tapanuli

Tengah provinsi Sumatera Utara. Sponge jenis Chalinula sp hidup pada

kedalaman 1-6 m dari permukaan laut (Ilan dan Loya, 1990).

2.1.2 Morfologi Sponge

Bentuk luar sponge sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungannya. Sponge

yang berada pada lingkungan terbuka, berombak besar, dangkal dan terkena sinar

matahari cenderung berukuran pendek, merambat dan memiliki kisaran warna

yang gelap hingga terang seperti coklat, abu-abu, ungu, biru, jingga dan kuning.

Sponge yang hidup pada perairan yang lebih dalam, berarus tenang dan tidak

terkena sinar matahari pertumbuhannya cenderung tegak dan tinggi serta

warnanya pucat (Amir dan Budiyanto, 1996).

Sponge Chalinula sp dari bangsa Haplosclerida yang terdapat di daerah

Sibolga, Tapanuli Tengah provinsi Sumatera Utara memiliki bentuk tubuh

bercabang, berpori, konsistensi lunak dan berwarna ungu kecoklatan. Morfologi

sponge Chalinula sp ini hampir sama dengan morfologi sponge Chalinula molitba

(2)

Salvador yaitu memiliki bentuk tubuh bercabang, berpori tetapi berwarna ungu

menyala. Jenis sponge lainnya yang juga berasal dari bangsa Haplosclerida adalah

Haliclona Grant, 1836 yang diperoleh dari daerah Sulawesi. Sponge Haliclona

Grant memiliki bentuk tubuh bercabang, pipih, berpori, konsistensi lunak dan

berwarna jingga (Ilan dan Loya, 1990).

Di dalam tubuh sponge terdapat rongga yang disebut spongocoel. Pada

permukaan tubuh terdapat lubang-lubang atau pori-pori yang merupakan lubang

air masuk ke spongocoel, untuk akhirnya keluar melalui osculum (Suwignyo,

dkk., 2005).

Pada dasarnya dinding tubuh sponge terdiri atas tiga lapisan (Suwignyo,

dkk., 2005) yaitu:

1. Pinacocyte atau pinacoderm

Pinacocyte berfungsi untuk melindungi tubuh bagian dalam. Bagian sel

pinacocyte dapat berkontraksi atau berkerut sehingga seluruh tubuh hewan dapat

membesar dan mengecil.

2. Mesohyl atau Mesoglea

Mesohyl terdiri dari zat semacam agar (gelatinous protein matrix) dan

mengandung sel amebocyte. Sel amebocyte mempunyai banyak fungsi, antara lain

sebagai cadangan makanan, membuang partikel sisa metabolisme dan berperan

dalam proses reproduksi yaitu sebagai pembawa sperma menuju sel telur dalam

mesohyl.

3. Choanocyte

Choanocyte yang melapisi spongocoel. Bentuk choanocyte agak lonjong,

(3)

Berdasarkan sistem aliran air, bentuk tubuh porifera dibagi menjadi

tigatipe (Suwignyo, dkk., 2005)yaitu:

1. Asconoid

Asconoid merupakan bentuk yang paling primitif, menyerupai vas bunga.

Pori-pori atau lubang air masuk merupakan saluran yang berbentuk tabung,

memanjang dari permukaan tubuh sampai spongocoel keluar melalui osculum.

2. Syconoid

Dinding tubuh melipat secara horizontal sehingga potongan melintangnya

seperti jari-jari. Lipatan dalam menghasilkan sejumlah besar kantung yang dilapisi

coanocyte, sedangkan lipatan luar sebagai saluran air masuk.

3. Tipe Leuconoid

Tipe ini merupakan tipe saluran air yang rumit/kompleks, memiliki banyak

lipatan-lipatan membentuk rongga kecil sehingga menyebabkan bentuknya

menjadi tak beraturan, banyak terdapat choanocyte-choanocyte pada rongga.

Air masuk melalui pori yang bercabang-cabang dan keluar melalui osculum.

Tubuh sponge yang lunak dapat berdiri karena ditunjang oleh sejumlah

besar spikula kecil serta serat organik yang berfungsi sebagai kerangka. Spikula

berasal dari CaCO3 dan silikat. Bentuk spikula bermacam-macam, seperti

monaxon berbentuk seperti jarum, lurus atau melengkung, tetraxon berbentuk

empat percabangan, polyaxon berbentuk banyak percabangan dan berbentuk serat

atau benang-benang spongin (Suwignyo, dkk.,2005).

Sponge umumnya memilki satu atau lebih dari satu bentuk spikula, sehingga

perlu adanya pengamatan yang rinci tentang bentuk-bentuk mikroskopis dari

setiap spikula yang dikandungnya. Untuk pengujian spikula tertentu dapat

(4)

Tipe spikula dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Tipe spikula

Keterangan: 1 dan 7. Monaxon; 2. Triod; 3 dan 6. Polyaxon; 4. Tetraxon; 5. Anchor ; 8. Benang-benang spongin.

(Sumber: Amir dan Budiyanto, 1996).

Berdasarkan ukuran, spikula dibedakan menjadi mikrosklera yang

berukuran kecil dan megasklera yang berukuran empat sampai lima kali ukuran

mikrosklera (Suwignyo, dkk.,2005).

Megasklera berperan untuk membentuk tubuh sponge dan perkembangan

struktur internal. Mikrosklera berperan dalam membentuk kelompok antara

kumpulan megaklera yang tersebar pada permukaan atau membran internal.

Ukuran, bentuk dan susunan dari masing-masing spikula yang dikandung oleh

hewan sponge sangat berguna untuk menentukan klasifikasi, bentuk dan nama

dari megasklera dan mikrosklera (Amir dan Budiyanto, 1996).

2.1.3 Reproduksi Sponge

Reproduksi sponge dapat dilakukan secara aseksual dan seksual.

Reproduksi secara aseksual terjadi dengan cara pembentukan tunas atau gamul

(gammules). Gamul terbentuk dari sekumpulan archeocyte berisi cadangan

(5)

makanan dikelilingi amebocyte yang membentuklapisan luar yang keras berupa

cangkang yang mengandung spikula yang akan melakukan diferensiasi menjadi

beberapa tipe sel yang diperlukan untuk tumbuh menjadi sponge kecil (Suwignyo,

dkk., 2005).

Reproduksi secara seksual terjadi pada sponge yang hermaprodit maupun

gonokoris. Kebanyakan porifera adalah hermaprodit, namun sel telur dan sperma

diproduksi dalam waktu yang berbeda. Sperma dan sel telur dihasilkan oleh

amebocyte. Sperma keluar dari tubuh induk melalui osculum bersama dengan

aliran air dan masuk ke sponge lain melalui ostium juga bersama aliran air. Dalam

spongocoel, sperma akan masuk ke amebocyte. Sel amebocyte berfungsi sebagai

pembawa sperma menuju sel telur dalam mesohyl, kemudian sperma dan sel telur

akan melebur dan terjadilah pembuahan (fertilisasi). Perkembangan embrio

sampai menjadi larva berflagela masih di dalam mesohyl. Larva berflagela keluar

dari mesohyl dan bersama dengan aliran air keluar dari tubuh induk melalui

osculum. Larva berflagela berenang bebas lalu menempel pada substrat dan

berkembang menjadi sponge muda yang akhirnya tumbuh menjadi sponge dewasa

(Suwignyo, dkk., 2005). Reproduksi sponge jenis Chalinula sp terjadi secara

seksual yaitu hermaprodit (Ilan dan Loya, 1990).

2.1.4 Klasifikasi sponge

Filum Porifera yang dibagi dalam 3 kelas (Pechenik, 2005) yaitu:

1. Kelas Hexactinellida

Sponge ini dikenal sebagai sponge gelas, memiliki tipe aliran air syconoid.

Spikula terdiri dari silikat dan tidak mengandung spongin. Spikulanya berbentuk

bidang triaxon, dimana masing-masing bidang terdapat dua jari-jari. Sponge dari

(6)

2. Kelas Calcarea

Spikula sponge ini hanya tersusun dari kalsium karbonat dan tidak

mengandung spongin, memiliki tipe aliran air asconoid, syconoid dan leuconoid,

tetapi pada akhirnya hanya tipe aliran asconoid yang banyak ditemukan pada

sponge kelas calcarea. Sebagian besar dari kelas ini bentuknya kecil-kecil dan

berwarna keabu-abuan dan ada beberapa jenis yang berwarna kuning, pink atau

hijau. Beberapa jenis sponge ini yang umum adalah Sycon gelatinosum (berbentuk

silinder berwarna coklat muda).

3. Kelas Demospongiae

Demospongiae merupakan kelas terluas (setidaknya terdapat 80% dari

semua jenis sponge), memiliki tipe aliran air leuconoid. Spikula jenis sponge

kelas ini mengandung serat spongin atau silikat tetapi tidak mengandung kalsium

karbonat. Pada umumnya spikula berbentuk monoakson atau tetraxon.

2.1.5 Sistematika sponge Chalinula sp

Sistematikasponge Chalinula sp (Ilan dan Loya, 1990) sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Porifera

Kelas : Demospongiae

Ordo : Haplosclerida

Famili : Chalinidae

Genus : Chalinula

(7)

2.2 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut tertentu.

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Depkes RI,

2000) yaitu:

A. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasiadalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakanpelarutdengan sesekali pengadukanpadatemperaturkamar.

Remaserasi berarti dilakukanpengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyaringanmaseratpertamadanseterusnya.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator

dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang

umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap

pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh perkolat.

B. Cara panas

1. Refluks

Refluksadalah proses penyariansimplisiadenganpelarut pada temperatur

titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif

konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian simplisia dengan pengadukankontinu pada

(8)

3. Sokletasi

Sokletasiadalah proses penyarian menggunakanpelarut yang selalubaru

yang umumnya dilakukandenganmenggunakanalatsokletsehingga terjadi ekstraksi

kontinudengan jumlah pelarutrelatif konstandenganadanyapendinginbalik.

4. Infudasi

Infudasiadalah proses penyarian denganpelarut air padatemperatur 90°C

selama 15 menit.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan pelarut air pada

temperatur90°C selama 30 menit.

2.3 Uraian Kimia 2.3.1 Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih

atom nitrogen yang terletak dalam sistem siklik yang mempunyai aktivitas

fisiologi yang dapat digunakan dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya

tidak berwarna, sering sekali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal

tetapi hanya sedikit yang berupa cairan pada suhu kamar (Harborne, 1987).

Ada tiga pereaksi yang sering digunakan dalam pemeriksaan senyawa

kimia untuk mendeteksi golongan senyawa alkaloid sebagai pereaksi

pengendapan adalah pereaksi Mayer, Bouchardat dan Dragendorff (Depkes RI,

(9)

2.3.2 Glikosida

Glikosida adalah senyawa organik yang bila dihidrolisis menghasilkan

satu atau lebih gula yang disebut glikon dan bagian bukan gula yang disebut

aglikon. Gula yang paling sering dijumpai dalam glikosida adalah glukosa. Secara

kimia dan fisiologi, glikosida alam cenderung dibedakan berdasarkan bagian

aglikonnya (Robinson, 1995).

Menurut Farnsworth (1996), berdasarkan hubungan ikatan antara aglikon

dan glikon, glikosida dapat dibagi menjadi empat yaitu:

1. Tipe O-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui atom O,

contoh: salicin.

2. Tipe S-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui atom S,

contoh: sinigrin.

3. Tipe N-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui atom N,

contoh: visin dan krotonosid.

4. Tipe C-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui atom C,

contoh: aloin.

2.3.3 Saponin

Saponin adalah glikosida triterpenoid dan sterol (Harborne, 1987).

Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai sabun

(bahasa Latin sapo berarti sabun). Saponin merupakan senyawa aktif permukaan

yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi

yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah, dalam larutan yang

sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan. Beberapa saponin bekerja

sebagai antimikroba. Saponin merupakan senyawa berasa pahit dan

(10)

2.3.4 Steroid/Triterpenoid

Steroid adalah triterpen yang kerangka dasarnya sistem cincin

siklopentana perhidrofenantren. Senyawa steroid dahulu dianggap sebagai

senyawa satwa yaitu sebagai hormon kelamin, asam empedu dan lain-lain. Salah

satu estrogen hewan adalah esteron. Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka

karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintetis diturunkan

dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualen. Senyawa ini berstruktur siklik yang

relatif rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Mereka

berupa senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi dan

aktif optik. Triterpenoid dapat dibagi atas 4 golongan senyawa yaitu triterpen

sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung (Harborne, 1987).

Pembagian triterpenoid berdasarkan jumlah cincin yang terdapat pada

struktur molekulnya (Robinson, 1995) yaitu:

a. Triterpenoid asiklik, yaitu triterpenoid yang tidak mempunyai cincin tertutup

dalam cincin molekulnya, contoh: skualen.

b. Triterpenoid trisiklik, yaitu triterpenoid yang mempunyai tiga cincin tertutup

dalam cincin molekulnya, contoh: ambrein.

c. Triterpenoid tetrasiklik, yaitu triterpenoid yang mempunyai empat cincin

tertutup dalam cincin molekulnya, contoh: lanosterol.

d. Triterpenoid pentasiklik, yaitu triterpenoid yang mempunyai lima cincin

tertutup dalam cincin molekulnya, contoh: α –amirin.Struktur steroid dan

(11)

Gambar 2.2Struktur dasar steroid

(Sumber : Robinson, 1995)

2.4Kromatografi

Kromatografi adalah suatu proses pemisahan berdasarkan perbedaan

perpindahan dari komponen-komponen senyawa di antara dua fase yaitu fase

diam (dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau

zat cair). Kromatografi serapan dikenal jika fase diam berupa zat padat, jika zat

cair dikenal sebagai kromatografi partisi (Sastrohamidjojo, 1985). Semua

pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa

senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi sendiri di antara fase gerak dan fase diam

dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa terhadap

senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1985).

2.4.1 Kromatografi lapis tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar,

dimana fase diamnnya berupa lapisan yang seragam pada permukaan bidang datar

yang didukung oleh lempeng kaca, lempeng aluminium atau lempeng plastik

(Gandjar dan Rohman, 2007). Campuran yang akan dipisah berupa larutan yang

ditotolkan baik berupa bercak ataupun pita. Setelah plat atau lapisan dimasukkan

(12)

gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan).

Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (Stahl, 1985).

a. Penyerap/Fase diam KLT

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan Penyerap berukuran

kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata

partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam maka semakin

baik kinerja KLT. Penyerap yang paling sering digunakan adalah silika dan

serbuk selulosa (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Fase gerak pada KLT

Fase gerak yang digunakan pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi

lebih sering dengan mencoba-coba. Biasanya fase gerak yang digunakan berisi

dua campuran pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat

mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.

Fase gerak yang digunakan harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi

sehingga dapat memberikan pemisahan yang baik (Gandjar dan Rohman, 2007).

c. Harga Rf

Rf atau faktor retardasi didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak

yang ditempuh solut dengan jarak yang ditempuh oleh fase gerak. Nilai Rf ini

terkait dengan faktor perlambatan dan nilai ini bukanlah suatu nilai fisika absolut

untuk suatu komponen, meskipun demikian dengan pengendalian kondisi KLT

secara hati-hati, nilai Rf dapat digunakan sebagai cara identifikasi untuk kualitatif.

Nilai maksimum Rf adalah 1 dan nilai minimumnya adalah 0 (Sastrohamidjojo,

1985).

(13)

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf yaitu struktur kimia dari

senyawa yang dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya, tebal dan

keterataan dari lapisan penyerap, pelarut dan derajat kemurniannya, derajat

kejenuhan uap pengembang dalam bejana, teknik percobaan, jumlah cuplikan

yang digunakan, suhu dan kesetimbangan (Sastrohamidjojo, 1985).

2.4.2 Kromatografi lapis tipis preparatif

Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu

metodepemisahan dengan menggunakan peralatan sederhana. Ketebalan Penyerap

yangsering dipakai adalah 0,5-2 mm. Plat kromatografi biasanya berukuran 20 x

20 cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi

jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLT preparatif. Penyerapyang paling

umumdigunakan adalah silika gel. Penotolan cuplikan dilakukan dengan

melarutkancuplikan dalam sedikit pelarut.Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan

jarak sesempit mungkin karena pemisahan tergantung pada lebar pita.Penotolan

dapat dilakukan dengan pipet tetapi lebih baik dengan penotol otomatis.

Pengembangan plat KLT preparatif dilakukan dalam bejana kaca yang dapat

menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang

dengan bantuan kertas saring yang diletakkan berdiri disekeliling permukaan

bagian dalam bejana (Hostettmann, dkk., 1995).

2.4.3 KLT dua arah

KLT duaarahatau KLT

duadimensiinibertujuanuntukmeningkatkanresolusisampelketikakomponen-komponensolutmempunyaikarakteristikkimiayang hampirsama,

(14)

sangatberbedadapatdigunakansecaraberurutanpadasuatucampurantertentusehingga

memungkinkanuntukmelakukanpemisahananalit yang

mempunyaitingkatpolaritas yang hampirsama (Gandjar dan Rohman, 2007).

Cuplikan ditotolkan pada satu sudut lapisan yang berbentuk bujur sangkar

dan dikembangkan dengan satu sistem pelarut sehingga campuran terpisah

menurut jalur yang sejajar dengan salah satu sisi. Plat diangkat, dikeringkan,

diputar 90 derajat, lalu diletakkan di dalam sistem pelarut yang kedua sehingga

bercak yang terpisah pada pengembangan pertama terdapat di sepanjang bagian

bawah plat. Komponen yang terpisah (bercak) biasanya terdapat dimana saja pada

lapisan (Gritter, dkk., 1991).

2.5 Spektrofotometri

2.5.1 Spektrofotometri sinar ultraviolet (UV)

Spektrofotometri ultraviolet adalah pengukuran serapan cahaya di daerah

ultraviolet (200-400 nm) oleh suatu senyawa. Semua metode spektrofotometri

berdasarkan pada serapan sinar oleh senyawa yang ditentukan, sinar yang

digunakan adalah sinar monokromatis (Day dan Underwood, 2002).

Prinsip spektrofotometri ultraviolet adalah interaksi yang terjadi antara

energi yang berupa sinar monokromatis dari sumber sinar dengan materi yang

berupa molekul. Prinsip kerja spektrofotometri ultraviolet berdasarkan hukum

Lambert-Beer, bila cahaya/sinar monokromatis melalui suatu media (larutan),

maka sebagian cahaya tersebut diserap, sebagian dipantulkan dan sebagian lagi

dipancarkan ((Dachriyanus, 2004).

Spektrum ultraviolet adalah suatu gambaran yang menyatakan hubungan

(15)

(absorbansi).Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400

nm.Serapan cahayaoleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet tergantung

pada

struktur elektronik dari molekul yang bersangkutan (Sastrohamidjojo, 1985).

Terdapat berbagai faktor yang mengatur pengukuran serapan (absorbansi)

UV (Gandjar dan Rohman, 2007) yaitu :

1. Adanya gugus-gugus penyerap (kromofor)

Kromofor merupakan semua gugus atau atom dalam senyawa organik

yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak.

2. Pengaruh pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel

Spektrofotometer ultraviolet padaumumnya digunakanuntuk

(Sastrohamidjojo, 1991):

1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap terkonjugasi dan auksokrom dari

suatu senyawa organik.

2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang

maksimum suatu senyawa.

3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan

hukum Lambert-Beer.

2.5.2 Spektrofotometri inframerah

Spektrofotometri inframerah pada umumnya digunakan untuk:

1. Menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik

2. Mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan

daerah sidik jarinya.

Prinsip kerja spektrofotometri inframerah yaitu interaksi energi dengan

(16)

pada rentang frekuensi 4000-200 cm-1(Khopkar, 1990). Bentuk spektrum

inframerah yang dihasilkan berupa grafik yang menunjukkan persentase

transmitan yang bervariasi pada setiap frekuensi radiasi inframerah. Satuan

frekuensi yang digunakan pada garis horizontal yang dinyatakan dalam bilangan

gelombang yang didefinisikan sebagai banyaknya gelombang dalam tiap satuan

panjang. Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya

inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2,5–50 �m atau

bilangan gelombang 4000–200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan

menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorpsi sinar inframerah

sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi

(Dachriyanus, 2004).

Daerah spektra spektroskopi inframerah dibagi dalam tiga kisaran yaitu

inframerah dekat (12.500-4000 cm-1), inframerah tengah (4000-400 cm-1) dan

inframerah jauh (400-100 cm-1). Daerah inframerah tengah merupakan daerah

yang digunakan untuk penentuan gugus fungsi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Identifikasi setiap ikatan yang khas dari setiap gugus fungsi merupakan

basis dari interpretasi spektrum inframerah. Ada beberapa syarat yang harus

dipenuhi dalam menginterpretasikan spektrum (Dachriyanus, 2004) yaitu:

1. Spektrum harus tajam dan jelas.

2. Spektrum harus berasal dari senyawa yang murni.

3. Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga akan menghasilakn pita atau

serapan pada bilangan gelombang yang tepat.

(17)

Sinar inframerah yang dilewatkan melalui cuplikan senyawa-senyawa

organik, maka sejumlah frekuensi diserap sedang frekuensi yang lain

Gambar

Gambar  2.1 Tipe spikula
Gambar 2.2Struktur dasar steroid (Sumber : Robinson, 1995)

Referensi

Dokumen terkait

didapatkan nilai p=0,014 (p<0,05) maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dengan lama siklus menstruasi pada

Iklan televisi McDonald’s versi Chicken Snack Wrap diteliti menggunakan analisis semiotik karena peneliti ingin menafsirkan simbol-simbol komunikasi yang terdapat

The way David Lurie’s qualities represents the qualities of the coloniser and the way western hegemony is depicted through the representation of David Lurie’s qualities, as the

Pembuktian kualifikasi dilakukan dengan meminta kepada peserta Pengiriman Buku Nikah Tahun 2012 untuk menunjukan dokumen asli dari persyaratan kualifikasi dan

[r]

IIDPARTBNMN PDNDIDIKAN NASIONAL RNPURI,IK INIIONI]SIA. T]NIVDRSITAS NnGEBI

[r]

[r]