BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Kebijakan Dividen
Dividen adalah distribusi laba kepada pemegang saham secara berkala dari
suatu perusahaan (Gitman, 2003: 6.). Selain itu Ross et al. (2004:420) meyebutkan dividen sebagai pembayaran yang dilakukan perusahaan kepada pemegang saham
yang bersumber dari laba perusahaan. Sehingga dividen adalah pembayaran atau
distrbusi laba yang diperoleh perusahaan kepada pemegang saham yang dilakukan
secara periodik.
Dalam menentukan jumlah dividen yang didistribusikan kepada pemegang
saham, perusahaan dapat menerapkan kebijakan dividen masing-masing perusahaan.
Kebijakan dividen adalah rencana atau keputusan jumlah dividen dengan stabilitas
yang baik yang didistribusikan kepada pemegang saham yang ditetapkan oleh
perusahaan (Gitman, 2003:566). Kebijakan dividen sulit dilakukan karena pihak
manajemen perlu menentukan apakah laba yang diperoleh badan usaha akan
dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau ditahan sebagai laba ditahan
untuk diinvestasikan kembali kepada proyek-proyek yang menguntungkan sehingga
dapat meningkatkan pertumbuhan perusahaan (Lopolusi, 2013).
Kebijakan dividen tercermin dari persentase dari setiap pendapatan perusahaan
dividend payout ratio (Gitman, 2003:570). Brigham dan Houston (2006:112) menerangkan bahwa kebijakan dividen menyangkut tiga masalah yaitu proporsi laba
yang didistribusikan sebagai dividen, Bentuk pendistribusian dividen serta
mempertahankan pertumbuhan dividen yang stabil. Menurut Warsono (2003:272),
jenis-jenis dividen yang dapat dibayarkan perusahaan kepada pemegang saham antara
lain sebagai berikut:
1. Dividen Tunai (cash dividend)
Merupakan jenis dividen yang paling umum dan banyak digunakan oleh hampir
semua perusahaan. Dividen tunai diterima oleh pemegang saham secara tunai
melalui cek atau akun investor langsung.
2. Dividen Saham (Stock dividend)
Dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk lembar saham
tambahan yang tidak berbentuk uang tunai sebagai bukti kepemilikan perusahaan.
Sehingga pembagian dividen saham akan meningkatkan jumlah saham yang
dimiliki oleh pemegang saham.
3. Dividen kekayaan (property dividend)
Dividen yang dibagikan kepada pemegang saham perusahaan dalam bentuk aset
fisik. Biasanya aset tersebut berbentuk hasil produksi atau aset lain yang dimiliki
2.1.2 Teori Kebijakan Dividen
Menurut Brigham dan Houston (2006:70) terdapat beberapa jenis teori yang
dapat menjelaskan kebijakan dividen, teori-teori tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Teori Irelevansi Dividen
Menurut teori ini jka kebijakan dividen tidak memiliki pengaruh yang
signifikan, maka kebijakan tersebut irelevan. Modigliani dan Miller (MM)
berpendapat bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh kemmapuan untuk
menghasilkan laba dan risiko bisnisnya. Nilai perusahaan akan tergantung hanya
pada laba yang diproduksi oleh aktiva-aktivanya, bukan bagaimana laba tersebut
dibagikan menjadi dividen atau laba ditahan. Di dalam teori ini, MM membuat
sejumlah asumsi yaitu tidak adanya perpajakan dan biaya pialang. Namun sudah
jelas biaya pialang dan pajak benar-benar terjadi.
2. Bird in the Hand Theory
Myer Gordon dan John Litner berpendapat bahwa nilai sebuah perusahaan akan
dapat dimaksimalkan dengan menetapkan rasio pembayaran dividen yang tinggi,
karena investor mengangggap dividen lebih kecil risikonya dibandingkan
keuntungan modal (capital gain). 3. Teori Preferensi Pajak
Terdapat tiga alasan investor menyukai pembayaran dividen yang rendah. Tiga
a. Tarif pajak dividen yang lebih besar dari pada pajak keuntungan modal
(capital gain).
b. Pajak atas keuntungan modal tidak akan dibayarkan sampai saham tersebut
dijual.
c. Investor yang memegang sahamnya samapi meninggal dunia tidak akan
dikenakan pajak namun ahli waris yang menerimanya dapat menggunakan
nilai saham pada saat kematian sebagai dasar harga perolehan mereka
sehingga sepenuhnya terhindar dari pajak keuntungan modal.
Selain teori-teori yang dijelaskan diatas, terdapat dua masalah teoritis lain yang
memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen. Dua teori tersebut antara lain yaitu:
1. Hipotesis kandungan Informasi atau Pensinyalan (signaling hypothesis)
Teori ini menyatakan bahwa investor akan memandang perubahan dividen
sebagai sinyal peralaman laba oleh manajemen. MM berpendapat bahwa kenaikan
dividen yang lebih tinggi daripada yang diharapkan adalah suatu sinyal kepada
investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan laba masa depan yang baik.
2. Efek Pelanggan
Merupakan kecenderungan sebuah perusahaan untuk menarik sekumpulan
investor yang lebih menyukai kebijakan dividen perusahaannya. MM berpendapat
bahwa satu pelanggan adalah sama baiknya dengan pelanggan lain, sehingga
kelompok dari pemegang saham yang berbeda menyukai kebijakan yang berbeda
Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan
dividen. Faktor-faktor tersebut menurut Syahyunan (2013:267) antara lain sebagai
berikut:
1. Posisi Solvabilitas Perusahaan
Ketika perusahaan dengan kondisi solvabilitas yang kurang menguntungkan,
biasanya perusahaan tidak akan membagikan laba. Hal ini dapat disebabkan oleh
perusahaan menggunakan laba tersebut untuk memperbaiki posisi struktur modal
perusahaan.
2. Posisi Likuiditas Perusahaan
Perusahaan yang akan membayarkan dividen harus dapat menyediakan uang kas
yang cukup banyak di dalam perusahaan dan ini akan menurunkan tingkat
likuiditas perusahaan. Bagi perusahaan yang mengalami masalah likuiditas, maka
dividend payout ratio perusahaan tersebut akan kecil, sebab laba yang dihasilkan oleh perusahaan digunakan untuk menambah likuiditas. Pengaruhnya adalah
semakin rendah tingkat likuiditas perusahaan, maka uang kas yang diperlukan
perusahaan semakin besar.
3. Kebutuhan Untuk Melunasi Hutang
Seluruh hutang yang dimilki oleh perusahaan harus segara dibayar pada saat jatuh
tempo karena mengandung risiko yang tinggi. Dalam membayar hutang
perusahaan harus menyediakan dana sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam
semakin besar pula dana yang dibutuhkan. Oleh karena itu jumlah dividen yang
dibayarkan kepada investor akan sedikit karena dana perusahaan lebih banyak
terpakai untuk membayar seluruh hutang perusahaan.
4. Rencana Perluasan
Perusahaan yang sedang berkembang ditandai oleh pesatnya pertumbuhan
perusahaan yang dalam hal ini dapat dilihat dari perluasaan perusahaan. Semakin
pesat pertumbuhan perusahaan, maka semakin pesat pula perluasaan yang
dilakukan oleh perusahaan. Implikasinya adalah semakin besar perluasaan
tersebut, maka dana yang diperlukan oleh perusahaan semakin besar.
5. Kesempatan Investasi
Semakin besarnya peluang investasi, maka semakin kecil dividen yang
dibayarkan perusahaan. Hal ini disebabkan oleh dana yang dimilki perusahaan
digunakan untuk memperoleh dan menjalankan kesempatan investasi tersebut.
Namun jika kesempatan investasi kurang baik, maka terdapat dana yang lebih
banyak didalam perusahaan yang dapat digunakan untuk membayar dividen.
6. Stabilitas Dividen
Perusahaan yang memilki pendapatan yang stabil tidak perlu menyediakan kas
yang banyak di dalam perusahaan untuk berjaga-jaga seperti untuk membayar
kewajiban maupun pembayaran dividen. Sedangkan perusahaan yang
pendapatanya tidak stabil harus menyediakan kas untuk berjaga-jaga dalam
7. Pengawasan Terhadap Perusahaan
Perusahaan yang mencari dana dengan modal sendiri kemungkinan akan mencari
investor baru dan ini tentunya akan mengurangi kepemilikian investor lama.
Namun jika mencari modal dari eksternal perusahaan atau hutang kepada pihak
kreditor, akan menimbulkan risiko yang besar. Oleh karena itu perusahaan
cenderung tidak membagi dividennya agar pengendalian tetap berada
diperusahaan.
Selain beberapa faktor diatas, menurut Keown et al. (2000:621) ada beberapa pertimbangan lain yang dapat mempengaruhi keputusan perusahaan mengenai
kebijakan dividen. Pertimbangan-pertimbangan tersebut antara lain yaitu:
1. Pembatasan Hukum
Pembatasan hukum dapat membatasi jumlah dividen yang dibayarkan
perusahaan. Batasan hukum ini ada dua kategori. Pertama, pembatasan menurut
UU (statutory restrictions) dapat menghalangi perusahaan untuk membayar dividen. Kedua,, bagi tiap perusahaan memiliki batasan dalam kontrak hutang
dan saham preferen.
2. Kurangnya Sumber Pendanaan Lain
Perusahaan dapat menahan laba utnuk investasi atau membayar dividen dan
menerbitkan hutang baru atau sekuritas modal dalam mendanai investasi. Untuk
perusahaan kecil hal ini sulit untuk dilakukan karena kemampuan dan akses yang
akibatnya, rasio pembayaran dividen biasanya jauh lebih rendah untuk perusahaan
kecil atau baru dari pada perusahaan besar dan milik publik.
3. Kemungkinan Pendapatan Diramalkan
Rasio pembayaran dividen (DPR) perusahaan bergantung kepada peramalan
laba perusahaan pada masa yang akan datang. Jika pendapatan perusahaan
berfluktuasi maka perusahaan bisa menahan laba sebagai laba ditahan. Sehingga
perusahaan dapat memastikan bahwa uang yang tersedia di dalam perusahaan
cukup ketika perusahaan sangat membutuhkan dana tersebut. Sedangkan jika
pendapatan perusahaan relatif stabil maka perusahaan cenderung membayarkan
dividen dalam jumlah yang besar.
Selain itu, perusahaan harus dapat menentukan bagaimana dividen disalurkan
kepada investor. Terdapat beberapa pola pembayaran dividen yang dapat digunakan
perusahaan. Menurut Syahyunan (2013:268) ada empat pola pembayaran dividen
yang dapat diterapkan oleh perusahaan. Empat pola pembayaran dividen tersebut
antara lain:
1. Kebijakan Dividen yang Stabil
Dividen yang diberikan kepada investor dengan jumlah yang tetap untuk jangka
waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berflukstuasi.
2. Kebijakan Dividen Meningkat
Perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham dalam jumlah
3. Kebijakan Dividen dengan Rasio Konstan
Pemberian dividen yang mengikuti besarnya laba yang diperoleh perusahaan.
Dasar dalam kebijakan ini disebut dividend payout ratio. 4. Kebijakan Dividen Reguler di Tambah Ekstra
Pemberian dividen yang dilakukan dengan menentukan pembayaran dividen per
lembar saham yang dibagikan kecil. Setelah itu ditambahkan dengan ekstra
dividen atau penambahan dividen jika perusahaan mencapai keuntungan tertentu.
2.1.3 Profitabilitas
Profitabiltas diartikan sebagai pendapataan yang diperoleh perusahaan yang
berhubungan dengan penjualan, total aset, dan investasi pemegang saham perusahaan
(Gitman, 2003:61). Berbeda dengan Gitman, Ross et al. (2004:58) mengartikan profitabilitas sebagai suatu pengukuran seberapa efisien suatu perusahaan dalam
menggunakan asetnya dan seberapa efisien perusahaan dalam mengelola operasinya.
Perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang baik mempunyai kemampuan untuk
membayar dividen aatau meningkatkan dividen. Bagi investor profitabilitas dijadikan
sebagai sinyal untuk berinvestasi dan bagi pemimpin perusahaan, profitabilitas dapat
dijadikan tolak ukur sebagai keberhasilan perusahaan. Dengan memperoleh laba yang
maksimal, maka perusahaan dapat memberikan kesejahteraan bagi pemegang saham,
karyawan, meningkatkan produksi maupun melakukan investasi yang dapat
Menurut Hanafi (2004:375) perusahaan yang mempunyai aliran kas atau
profitabilitas yang baik bisa membayar dividen atau meningkatkan dividen. Pihak
manajemen akan memberikan dividen kepada pemegang saham untuk memberikan
sinyal bahwa perusahaan berhasil membukukan profit (Suharli, 2007). Dengan
demikian profitabilitas diperlukan jika perusahaan ingin membayarkan dividen
kepada pemegang saham. Hal tersebut sesuai dengan signaling theory yang menyatakan bahwa kebijakan dividen memberikan sinyal informasi profit perusahaan
di masa mendatang, yang menyatakan bahwa kenaikan dividen yang lebih tinggi
daripada yang diharapkan merupakan sinyal bahwa akan terjadi peningkatan laba
pada perusahaan tersebut pada masa mendatang (Brigham dan Houston, 2006:75).
Para pemegang saham akan berharap untuk mendapatkan pengembalian atas
uang mereka di dalam perusahaan tersebut. Hal ini dapat ditunjukan oleh rasio return on equity. Brigham dan Houston (2010:149) mengartikan ROE (return on equity) adalah rasio yang menunjukan perbandingan jumlah laba bersih terhadap ekuitas
biasa. Rasio ini mengukur tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham biasa
atas perusahaan tersebut, mengukur sejauh mana perusahaan mampu dalam
menghasilkan laba atas penggunaan ekuitas atau modal pemegang saham yang
dimiliki oleh perusahaan tersebut. ROE dapat dihitung dengan rumus berikut:
ROE = Laba Bersih
2.1.4 Firm Size
Ukuran perusahaan adalah suatu bentuk pengukuran perusahaan untuk
mengetahui seberapa besar perusahaan tersebut. Salah satu indikator yang dapat
digunakan untuk melihat ukuran perusahaan adalah total asset yang dimiliki.
Perusahaan dengan ukuran besar cenderung membayarkan dividen lebih tinggi dan
perusahaan dengan ukuran kecil cenderung membayarkan dividen dengan jumlah
yang lebih kecil, karena perusahaan kecil merasa sulit untuk mengumpulkan dana,
dibandingkan dengan perusahaan besar yang memiliki akses yang lebih mudah ke
pasar modal (Mehta, 2012). Oleh karena itu perusahaan besar kurang bergantung
kepada dana internal, sehingga memiliki kemampuan untuk membayar dividen lebih
tinggi. Karena kemudahan tersebut maka perusahaan besar memiliki fleksibilitas dan
kemampuan untuk mendapatkan dana.
Semakin besar ukuran perusahaan maka laba yang dihasilkan juga akan
semakin tinggi sehingga perusahaan memiliki kemampuan untuk membayar dividen
dengan jumlah yang tinggi (Lopolusi, 2013). Hal ini disebabkan perusahaan besar
akan membayar dividen yang lebih besar untuk mengurangi konflik agensi. Firm size
dalam penelitian ini diukur dengan natural logaritma dari total asset perusahaan
(Rafique, 2012).
2.1.5 Leverage
Stice et al. (2005:786) mengartikan leverage adalah sebuah indikasi sejauh mana suatu perusahaan menggunakan dana pihak luar untuk membeli aktiva.
Perusahaan yang memilki leverage keuangan yang tinggi cenderung membagikan dividen dalam jumlah yang rendah. Hal ini dilakukan karena perusahaan melakukan
pembayaran hutang kepada kreditor terkait dengan pembiayaan eksternal (Mehta,
2012). Leverage merupakan pengukur besarnya pendanaan perusahaan yang dibiayai dengan hutang yang berasal dari pihak eksternal atau kreditor (Sugiono dan
Untung, 2008:63). Hutang selalu melibatkan resiko tinggi karena memiliki bunga dan
jatuh tempo.
Leverage yang tinggi memiliki risiko yang tinggi sehingga perusahaan dengan
leverage tinggi cenderung membayarkan dividen lebih rendah untuk melindungi kreditur dan mempertahankan arus kas internal untuk memenuhi tanggung jawab
perusahaan serta menghindarkan risiko yang dapat merugikan perusahaan (Malik et al., 2013).
Hutang dalam penelitian ini menggunakan debt to equity ratio (DER). Rumus untuk menghitung DER adalah sebagai berikut:
DER = ����������������
�����������
Menurut Kasmir (2008:19) DER menggambarkan kemampuan modal sendiri dalam
DER dibawah rata-rata industri dan rata-rata rasio DER untuk industri adalah sebesar
80% (delapan puluh persen).
2.1.6 Investment Opportunity Set
Kesempatan investasi (investment opportunity set) dapat didefinisikan sebagai perubahan investasi perusahaan dalam satu tahun (Amah, 2012). Apabila kondisi
perusahaan sangat baik maka pihak manajemen akan cenderung lebih memilih
investasi baru dari pada membayar dividen yang tinggi. Dana yang seharusnya dapat
dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham akan digunakan untuk melakukan
investasi yang menguntungkan, bahkan untuk mengatasi masalah kurangnya investasi
perusahaan. Sebaliknya, perusahaan yang mengalami pertumbuhan lambat cenderung
membagikan dividen lebih tinggi untuk mengatasi masalah kelebihan investasi.
Selain itu, Nuhu et al. (2014) mengartikan kesempatan investasi (IOS) merupakan investasi yang berpotensi menguntungkan perusahaan pada masa
mendatang. Menurut Kangarlouei et al. (2012) perusahaan dengan peluang investasi yang lebih tinggi akan membutuhkan lebih banyak biaya sehingga perusahaan akan
mendistribusikan dividen dengan jumlah yang lebih sedikit. IOS tidak hanya merujuk
kepada peluang investasi aktiva tetap, tetapi juga kepada pilihan pembelanja
perusahaan lainya seperti periklanan yang dapat digunakan sebagai media promosi
yang juga dapat mempengaruhi pendapatan perusahaan. Semakin besar kesempatan
investasi suatu perusahaan, maka semakin kecil dividen yang akan dibagikan
berkurangnya kemampuan perusahaan untuk malakukan investasi sehingga dapat
menurunkan tingkat pertumbuhan maupun laba perusahaan (Sartono, 2010:375).
Sebagian besar perusahaan-perusahaan yang sudah mapan dan sudah
menguntungkan di dalam sektornya, hanya memilki peluang investasi sedikit.
Sehingga perusahaan seperti ini umumnya mendistribusikan sebagaian besar labanya
dalam bentuk dividen, akibatnya perusahaan dapat menarik investor yang menyukai
dividen yang tinggi (Brigham dan Houston, 2006:81).
Dalam penelitian ini, proksi yang digunakan adalah rasio market to book value of equity (MBVE) yang mencerminkan bahwa pasar menilai perusahaan berdasarkan return investasi perusahaan (Kallapur dan Trombley, 2001). Rasio ini dipilih karena merupakan rasio yang paling valid dan paling banyak digunakan oleh
peneliti maupun praktisi keuangan untuk menilai IOS perusahaan. Adapun rumus
untuk menghitung rasio ini adalah:
���� = �ℎ�������������� ×�ℎ���������������
�����������
2.1.7 Likuditas
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya pada saat jatuh tempo (Gitman, 2003: 54), sejalan dengan Gitman,
Sugiono dan Untung (2008:61) mengartikan likuiditas sebagai kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Sehingga likuiditas dapat
seluruh kewajiban perusahaan terhadap pihak eksternal atau kreditor pada saat jatuh
tempo. Likuiditas adalah salah satu pertimbangan penting dalam keputusan dividen,
karena dividen merupakan arus kas keluar. Semakin besar likuiditas perusahaan
dengan memiliki arus kas yang stabil, maka lebih besar kemampuan perusahaan
tersebut untuk membayar dividen. Beberapa perusahaan ingin menjaga likuiditas
hingga tingkat tertentu dalam rangka memberikan perlindungan untuk memberikan
fleksibilitas keuangan dan melindungi dari ketidakpastian. Sehingga untuk
menghindari hal tersebut, perusahaan yang sedang berkembang enggan untuk
membayar dividen karena dapat membahayakan posisi kas dan keuangan perusahaan
(Sanjari, 2014).
Menurut Mehta (2012) perusahaan yang mempunyai likuiditas yang baik
lebih mungkin untuk membayarkan dividen kepada pemegang sahamnya
dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki likuiditas yang kurang baik.
Perusahaan yang sedang berkembang dan mulai memperluas lini bisnisnya mungkin
tidak likuid karena dana yang dimilki perusahaan digunakan untuk modal kerja
permanen dan aktiva tetap.
Quick ratio merupakan salah satu alat untuk mengukur likuiditas dimana didalam perhitungannya persediaan tidak dihitung karena merupakan pos paling tidak
likuid di dalam asset lancar, selain itu persediaan juga sering menimbulkan masalah
didalam perusahaan(Ross et al., 2004:54). Sehingga qucik ratio dipilih sebagai proksi dari likuiditas dalam penelitian ini. Adapun rumus untuk menghitung rasio ini adalah:
���������� = ������������ − ���������
�����������������������
Quick ratio digunakan dalam penelitian ini karena di dalam rasio ini persediaan tidak dihitung. Persediaan tidak dihitung karena merupakan pos paling tidak likuid dalam
aktiva lancar dan mengingat panjangnya tahapan yang dilalui untuk menjadi kas.
2.2 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah sebelumnya, terdapat perbedaan dan
persamaan. Obyek pada penelitian ini adalah emiten pembentuk indeks LQ-45
periode 2012-2014. Variabel dependen yang digunakan adalah Dividend Payout Ratio (DPR) sebagai proksi dari kebijakan dividend dan variabel indepen yaitu
Return on Equity sebagai proksi profitabilitas, Logaritma Total Asset sebagai proksi
firm size, Debt to Equity Ratio sebagai proksi leverage, Market to Book Value of Equity sebagai proksi IOS dan Quick Ratio sebagai proksi likuiditas.
Secara ringkas penelitian terdahulu dapat dilihat pada table 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Metode
Analisis Hasil Penelitian
1 Sanjari dan
Zarei (2014)
Lanjutan Tabel 2.1
No Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Metode
Analisis Hasil Penelitian
5. ROA 2.Growth dan (Studi pada Saham Indeks LQ-45 di BEI periode 2010-12)
1.ROE berpengaruh
positif dan signifkan terhadap DPR
2.DER, Asset Growth dan Cash Ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DPR
3 Lopolusi (2013) Analisis Faktor-Faktor
yang Memepengaruhi Kebijakan Dividen Sektor Manufaktur yang Terdaftar Di PT Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2011
Debt Ratio, Free Cash Flow Dividend Policy: The Evidence from Saudi Arabia
5.Capital Size
Analisis
Non-Lanjutan Tabel 2.1
No Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Metode
Analisis Hasil Penelitian Ratio positif tidak
The Impact of Financial Leverage Operating cash Flow and Size of Company on the Dividend Policy (Case Study of Iran)
3.Size berpengaruh postif tidak signifikan
7 Kangarlouei et
al. (2012)
The Investigation of the Relationship between Dividend Policies, Cash Flow Uncertainty, Contibuted Capital Mix and Investment
Opportunities:the Case of Emerging
8 Mehta (2012) An Empirical Analysis
of Determinants of Dividend Policy Evidence from the UAE Companies
1.Size berpengaruh positif dan
3.ROA,EPS,Current
Lanjutan Tabel 2.1
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu
permasalahan tertentu. Berdasarkan uraian, penjelasan teoritis dan tinjauan penelitian
terdahulu, maka variabel independen dalam penelitian ini adalah profitabilitas yang
diproksikan dengan ROE (Return on Equity), Firm Size yang diproksikan dengan
logaritma total asset, leverage yang diproksikan dengan DER (Debt to Equity Ratio),
Investment Opportunity Set yang diproksikan dengan MBVE (Market to Book Value of Equity) dan likuiditas yang diproksikan dengan Quick ratio serta variabel
No Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Metode
Analisis Hasil Penelitian
9 Marpaung dan
Hadianto (2009)
Pengaruh Profitabilitas dan Kesempatan Investasi terhadap Kebijakan Dividen: Studi Empirik pada Emiten Pembentuk Indeks LQ45 di Bursa Efek Indonesia
2.Sales Growth
berpengaruh negatif tidak signifikan
10 Amah (2012) Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi 2.Asset Growth
dependen dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen yang diproksikan dengan
DPR (Dividend Payout Ratio).
Tujuan operasional perusahaan adalah menghasilkan profit yang maksimal.
Perusahaan yang dapat menghasilkan laba tinggi dinilai berhasil dalam menjalankan
usahanya. Dengan laba yang tinggi, perusahaan dapat menciptakan pendanaan
internal bagi perusahaan itu sendiri. Dengan demikian, perusahaan dapat
membagikan dana tersebut sebagai dividen atau menginvestasikannya ke dalam
perusahaan sebagai laba ditahan.
2.2.1 Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen
Pihak manajemen akan membayarkan dividen untuk memberikan sinyal
mengenai keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan profit. Dengan demikian
profitabilitas mutlak diperlukan untuk perusahaan apabila hendak membayarkan
dividen.
Untuk mengukur profitabilitas dapat menggunakan beberapa rasio seperti
Return on Investment (ROI) dan Return on Equity (ROE). ROI merupakan tingkat pengembalian investasi atas investasi perusahaan pada aktiva. Return On Equity
(ROE) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan ekuitas perusahaan dalam
menghasilkan laba sebelum pajak. Ekuitas pemilik adalah jumlah aktiva bersih
perusahaan. Penelitian ini menggunakan proksi ROE sebagai ukuran profitabilitas
perusahaan karena ROE merupakan turunan dari ROI sehingga hasilnya merupakan
dilakukan oleh malik et al. (2013) membuktikan bahwa ROE berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen.
2.2.2 Pengaruh Firm Size terhadap Kebijakan Dividen
Firm size merupakan gambaran seberapa besar suatu perusahaan. Perusahaan dengan ukuran besar akan membayarkan dividen lebih tinggi dan perusahaan dengan
ukuran kecil akan membayarkan dividen lebih rendah dibandingkan dengan
perusahaan besar. Hal tersebut dapat terjadi karena perusahaan kecil merasa sulit
untuk mengumpulkan dana, dibandingkan dengan perusahaan besar yang memiliki
akses yang lebih mudah ke pasar modal dan karenanya kurang bergantung pada dana
internal sehingga perusahaan besar memiiki kemampuan untuk membayar dividen
lebih besar di bandingkan dengan perusahaan kecil (Mehta:2012). Penelitian yang
dilakukan oleh Sanjari dan Zarei (2014) menunjukan bahwa firm size memiliki pengaruh postif dan signifikan terhadap kebijakan dividen.
2.2.3 Pengaruh Leverage terhadap Kebijakan Dividen
Menurut Alam dan Hossain (2012) leverage menggambarkan tingkat hutang yang digunakan oleh perusahaan yang dapat diukur dengan rasio hutang terhadap
ekuitas. Leverage mempunyai pengaruh terhadap tingkat pembayaran dividen secara terbalik. Artinya jika perusahaan mempunyai leverage yang tinggi maka dividen yang dibayarkan perusahaan cenderung dalam jumlah yang kecil. Sedangkan jika
(2010) menemukan bahwa leverage mempunyai pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
2.2.4 Pengaruh IOS terhadap Kebijakan Dividen
IOS (investment opportunity set) menunjukan hubungan negatif dengan kebijakan dividen. Hal tersebut terjadi karena perusahaan yang memilki arus kas
bebas cenderung akan menginvestasikan dana yang tersedia kepada peluang investasi
yang tersedia yang dapat menguntungkan perusahaan di masa depan. Perusahaan
harus memilki dana yang besar jika ingin melakukan investasi, oleh karena itu
tingkat pembayaran dividen akan menjadi lebih kecil karena dana digunakan
perusahaan untuk investasi.
Di negara berkembang, peluang investasi merupakan penentu utama dari
kebijakan dividen. Hal ini akan mempengaruhi kebijakan dividen yang negatif,
karena perusahaan lebih memilih untuk mempertahankan dana untuk berinvestasi
dalam investasi masa depan dan proyek-proyek yang memiliki net present value
positif (Arif dan Akbar, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Kangarlouei et al.
(2012) menunjukan investment opportunity set mempunyai pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
2.2.5 Pengaruh Likuiditas terhadap Kebijakan Dividen
Posisi likuiditas atau arus kas merupakan faktor penting lain dari pembayaran
dividen. Perusahaan-perusahaan dengan likuiditas yang lebih tinggi lebih
perusahaan dengan krisis likuiditas. Likuiditas yang semakin baik mencerminkan
bahwa adanya peningkatkan kas yang dimilki perusahaan yang dapat dibagikan
kepada pemegang saham (Lopusi, 2013).
Sebuah posisi likuiditas yang buruk mencerminkan bahwa perusahaan akan
membayarkan dividen dalam jumlah yang sedikit (Mehta, 2012). Penelitian yang
dilakukan oleh Gul et al. (2012) menemukan hubungan positif likuiditas dengan kebijakan dividen. Sehingga semakin tinggi likuiditas perusahaan maka semakin
tinggi kemampuan perusahaan dalam membayarkan dividen.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikembangkan kerangkan konseptual
sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
Profitabilitas, Firm Size, Leverage, Investment Opportunity Set, dan likuiditas berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada emiten pembentuk indeks LQ-45.
Profitabilitas
Firm Size
Leverage
Investment Opportunity Set
Likuiditas