• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dominasi Dan Dinamika Etnis Melayu Dalam Pemilihan Kepala Desa Kwala Gunung Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dominasi Dan Dinamika Etnis Melayu Dalam Pemilihan Kepala Desa Kwala Gunung Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PROFIL, KOMPOSISI DAN EKSISTENSI ANTAR SUKU

II.1. Profil Kesukuan di Desa Kwala Gunung

Dalam setiap pemilihan umum di Indonesia isu kesukuan tiba-tiba menguat dan sangat kental dalam diri sebagian calon pemilih. Rasa yang muncul dari pandangan pertama atau dari kesamaan tempat asal dan dimana dibesarkan. Baik disadari penuh atau hanya setengah-setengah. Kesukuan adalah salah satu bagian kecil dari primordialisme disamping isu kepercayaan, adat istiadat, tradisi dan sebagainya. Saat mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan dan bentuk interaksi suku yang terasa dominan atau memang sedarah.27

Isu kesukuan dalam pemilu atau pemilihan kepala desa bukan hal baru lagi. Walaupun terkesan strategi politik klasik, nyatanya mengangkat isu kesukuan masih menjadi topik yang laku dijual dalam perhelatan pemilihan kepala desa di beberapa daerah. Isu kesukuan, putra daerah, isu agama, bergaris keturunan raja, ahli waris, selalu menjadi tema kampanye untuk meraup suara dari calon pemilih. Isu primordial memang tidak melanggar hukum selagi tidak mengandung fitnah terhadap lawan politik dan mengadudombakan rakyat dan secara positif primordialisme itu sendiri merupakan suatu kekayaan budaya bangsa yang harus dijaga eksistensinya dalam ruang lingkup Bhinneka Tunggal

      

27Hefner, RW . Politik Multikulturalisme: Menggugar Realitas Kebangsaan. 2011. Yogyakarta:

(2)

Ika, dengan syarat tidak menggunakan isu tersebut sebagai alat untuk kepentingan segelintir orang yang punya ambisi kekuasaan.28

Hal ini rupanya berbanding terbalik pada kenyataan praksis. Kebanyakan aktor politik justru menggunakan isu ini sebagai senjata ampuh untuk memenangkan pemilihan kepala desa. Isu kesukuan tentunya menjadi sangat subur ketika dilemparkan dalam pemilih tradisional yang masih memilih berdasarkan emosional dan loyalitas. Realitas ini merupakan bentuk kejanggalan dalam demokrasi (dari, oleh dan untuk rakyat). Jika demokrasi itu oleh rakyat maka seharusnya penentuan tipikal pemimpin, berdasarkan pertimbangan pribadi rakyat bukannya dimainkan oleh segelintir elit. Rakyat bawah selalu dijadikan obyek isu para elit pragmatis. Rakyat berada pada posisi pasif yang siap menerima segala gempuran isu, sementara elit politik berpangku tangan melihat reaksinya.

Isu kesukuan memang bukan hal baru dari proses demokrasi di tingkat lokal ketika mengalihkan perhatian masyarakat pemilih dari penilaian sesungguhnya atas seorang calon, baik kecerdasan, kebijakan, jiwa kepemimpinan serta ide-ide brilian yang seharusnya lebih ditonjolkan untuk kemajuan daerahnya. Dari sudut integritas bangsa, kampanye dengan mengangkat isu primordial berpotensi bahaya laten terhadap kesatuan dan persatuan bangsa. Dengan menonjolkan aspek agama dan suku tertentu berarti menganaktirikan agama dan suku lainnya.29

      

28Faturochman, Konflik: Ketidak-adilan dan Identitas. 2003, Yogyakarta : PPSK UGM, Hal.1

(3)

Kesukuan merupakan bagian dari fakta sejarah atas berdirinya negara ini. Indonesia lahir dari rahim kebhinnekaan, di mana kesukuan merupakan salah satu bagian terpenting dari komponen kemajemukan sebuah bangunan bangsa. Sejalan dengan proses demokratisasi di Indonesia sering timbul gejala-gejala negatif seperti ekses-ekses yang mementingkan kelompok dan suku sendiri (sukuisme), adanya kecenderungan untuk menggunakan nilai-nilai kelompok. Kesukuan berkaitan dengan lahirnya demokrasi di dunia.

Maraknya proses demokrasi yang sejalan dengan politik desentralisasi dimana pemerintah pusat memberikan hak kepada pemerintah daerah untuk memperoleh kebebasan dan pengakuan politik dalam pemilihan kepala daerah sendiri. Kesukuan yang menjadi ikatan yang sangat emosional dan mendalam telah melahirkan perjuangan kelompok-kelompok etnis tertentu dari dominasi etnis mayoritas. Kesukuan berkaitan pula dengan kebudayaan masing-masing yang memiliki ciri khas dari kelompok etnis tersebut, dalam kelompok tersebut terjadi keterikatan antara orang-orang dalam kelompok tersebut atau dikenal sebagai primordialisme. Sehingga tidak jarang keterikatan etnis ini dimanipulasi dan dijadikan alat atau kendaraan oleh kelompok elit dalam memperebutkan sumber kekuasaan, terutama di desa yang penduduknya heterogen.30

Pemilihan kepala desa merupakan salah satu bentuk pelaksanaan demokrasi yang bertujuan untuk menciptakan sebuah tatanan pemerintahan desa yang bersih, akuntabel dan demokratis di ruang lingkup desa. Pemilihan kepala       

(4)

desa yang karena konsekuensi dari otonomi daerah yang mana sejak jaman orde lama pemilihan ini sudah bersifat langsung, yaitu pemilihan kepala desa dengan melibatkan seluruh rakyat di desa yang memiliki hak pilih, karenanya Pemilihan Kepala Desa kini menjadi arena pertarungan elit di desa yang ingin berkuasa.

Dalam masyarakat yang multietnik di desa, dinamika politik senantiasa memiliki situasi yang lebih tinggi dibandingkan pada desa yang relatif homogen. Hal tersebut dapat kita lihat pada kontestasi politik di tingkat lokal pada beberapa pemilihan kepala desa di seluruh Indonesia. Aspek etnis tidak boleh dilupakan perannya dalam pemilihan kepala desa di Indonesia. Mobilisasi pemilih dapat dilakukan dengan mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan etnisitas, baik etnis, agama dan sebutan penduduk asli atau pendatang.31

Latar belakang etnis kandidat sedikit banyak mempengaruhi pilihan pemilih. Ini terutama terjadi di wilayah-wilayah yang mempunyai perimbangan etnis dimana ada dua atau lebih suku dominan di wilayah tersebut. Meski gambaran posisi etnis agak berbeda antara suatu daerah dengan daerah lainnya.

Beragamnya etnis yang mendiami Desa Kwala Gunung telah menyebabkan suburnya politik identitas etnis. Mobilisasi dukungan digunakan dengan memanfaatkan komunikasi politik dengan pesan utama, putra daerah dan etnisitas lainnya. Ditambah lagi dengan disparitas agama yang dianut. Wacana tersebut juga menguat dalam penentuan kepala desa. Mereka berlomba-lomba melobi dukungan, kesukuan menjadi hal yang sangat menentukan namun nilai-      

(5)

nilai kesukuan yang transenden begitu merasuk dalam politik lokal manakala berbagai aturan formal tetap bersifat sekuler.

Desa Kwala Gunung merupakan salah satu desa di Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara. Desa Kwala Gunung terdiri dari 5 Dusun. Jumlah penduduk di Desa Kwala Gunung berjumlah 2.179 jiwa dengan jumlah perempuan 1.018 jiwa dan laki-laki berjumlah 1.158 jiwa dengan 470 KK. Keragaman budaya atau "cultural diversity" adalah keniscayaan yang ada di Desa Kwala Gunung. Keragaman budaya Desa Kwala Gunung adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku, masyarakat Desa Kwala Gunung juga terdiri dari berbagai etnis bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok etnis yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 2.179 orang dimana mereka tinggal tersebar di 5 dusun. 32

Salah satu yang perlu dilihat dalam hal ini adalah aspek demografi di Desa Kwala Gunung. Persentase kesukuan di Desa Kwala Gunung yaitu dari 2.179 penduduk di Desa Kwala Gunung 67% penduduknya bersuku Jawa, 26% suku Melayu, 5% suku Batak dan 2% suku yang lainnya. Sejarah Desa Kwala Gunung menunjukkan bahwa, dalam setiap pelaksanaan pemilihan kepala desa baik pasca reformasi selalu dimenangkan oleh calon bersuku Melayu meskipun di Desa Kwala Gunung penduduk dominannya adalah suku Jawa.

Kesukuan menjadi aspek yang penting dalam hubungan politik di Desa       

(6)

Kwala Gunung. Pada dasarnya term ini muncul karena menyangkut gagasan tentang pembedaan, dikotomi antara kami dan mereka dan pembedaan atas klaim terhadap dasar, asal-usul dan karakteristik budaya. Kesukuan di Kwala Gunung adalah hasil dari proses hubungan, bukan karena proses isolasi. Jika tidak ada pembedaan antara orang dalam dan orang luar, maka tidak ada yang namanya Kesukuan. Kesukuan adalah kelompok tersebut telah menjalin hubungan, kontak dengan kelompok etnis yang lain dan masing-masing menerima gagasan dan ide-ide perbedaan di antara mereka, baik secara kultural maupun politik.

Kesukuan di Desa Kwala Gunung pada sendirinya merupakan konsep baru dalam kajian ilmu politik. Konsepsi tentang politik kesukuan mulai mengemuka karena elit dominan kalah melawan minoritas. Kemunculan politik kesukuan diawali oleh tumbuhnya kesadaran yang mengidentikkan mereka ke dalam suatu golongan atau kelompok etnis tertentu. Kesadaran ini kemudian memunculkan solidaritas kekelompokan dan kebangsaan. Politik kesukuan mengacu kepada politik “kelompok kesukuan” dan minoritas kecil sementara penafsiran kelompok etnis bisa mencakup bangsa etnis (ethnic nation) di Desa Kwala Gunung. Pada konteks ini, biasanya kelompok kesukuan di Desa Kwala Gunung tidak memiliki wilayah tertentu dalam menentukan pilihan. Tujuan mereka pun berbeda dengan konsep kesukuan pada umumnya.

(7)

saat pemilihan kepala desa, identifikasi identitas kesukuan menjadi kemestian dalam perilaku dan komunikasi politik baik dalam aktifitas dan peran politik maupun dalam kehidupan sosial secara umum, terutama dalam rangka menarik simpati calon pemilih, meningkatkan popularitas dan tujuan politik lainnya.33

Proses sosial menandai sekelompok masyarakat di Desa Kwala Gunung bisa dipakai untuk “menunjuk” (labeling), dan berlangsung dalam sebuah generasi yang dipengaruhi oleh kekuasaan. Proses pendeskripsian ini dalam perpektif sejarah berfungsi seolah-olah seperti deskripsi terhadap sekelompok orang dan bagi kelompok itu deskripsi sebagai aturan bertindak di Desa Kwala Gunung. Dalam hal ini di Desa Kwala Gunung suku Jawa lalu dianggap punya perangai halus, pintar membawa dan mengendalikan diri, sementara suku Melayu dianggap lebih hidup bersahaja dari pada bersusahpayah meningkatkan kesejahteraan. Selain itu, orang Melayu memiliki harga diri yang tinggi, dan gemar memberikan makna tersirat dari setiap ucapannya dan suku Batak yang terlihat sangat tegas dan agak kasar.

Dalam sejarah etnisitas di Desa Kwala Gunung terdapat hubungan antara kekuasaan yang dominan. Selama hubungan kekuasaan masih berupa persaingan, kesukuan terbatas pada rules of conduct sehingga disebut cultural identity. Begitu hubungan mulai jadi perebutan hegemoni, etnisitas menjadi political ethnicity yang bisa memicu konflik, selain itu hegemoni kekuasaan berhasil menjadikan kekuasaan di Desa Kwala Gunung berdaulat yang mampu bertahan. Kondisi       

(8)

etnisitas di Desa Kwala Gunung lebih kepada bentuk mekanisme saja karena pilihan yang rasional dalam pemilihan.

Secara substansi pemahaman etnisitas di Desa Kwala Gunung melihat kesukuan sebagai sesuatu yang “primordial” dan menempatkannya sebagai sebuah kesukuan yang cenderung tetap, perspektif constructivist melihat kesukuan sebagai sesuatu yang bisa berubah dan tidak menetap. Bagi penganut perspektif ini, kesukuan etnik bersifat situasional dan bisa setiap saat bergeser atau berubah jika situasi atau konteks perubahan sosial. Etnisitas dalam kajian politik di Indonesia terutama di Desa Kwala Gunung merupakan aspek yang dianggap penting dan mendapatkan tempat yang cukup besar meskipun mengalami pasang surut seirama dengan naik turunnya perhatian ilmuan politik terhadap isu kesukuan itu sendiri, sedangkan munculnya politik kesukuan di Desa Kwala Gunung diawali tumbuhnya kesadaran orang yang mengidentikkan diri mereka ke dalam salah satu kelompok kesukuan tertentu, yang kesadaran itu memunculkan solidaritas kelompok. Dari teori post-strukturalis34 kemudian post-modernitas35 yang mengkritik modernitas khususnya terhadap wacana kesukuan dalam konteks politik (ethnic politic).

Suku-suku yang ada di Desa Kwala Gunung berada dalam kawasan yang sama dan berkembang amat pesat dari daerah pertanian terutama tanaman padi yang merupakan persawahan. Dari dulu kawasan Desa Kwala Gunung merupakan       

34Post-strukturalis adalah faktor sosial budaya berpengaruh dalam mendefenisikan tubuh dengan

kakakter ilmiah, universal dan tergantung tempat yang berkaitan dengan budaya.

35Post-Modernitas merujuk pada suatu epos, jangka waktu, zaman, masa sosial dan politik yang

(9)

kawasan pertanian dengan hasil andalan seperti padi (pemasok stok beras nasional) dan biji-bijian (seperti jagung), kelapa yang dipergunakan sebagai bahan multiguna untuk kebutuhan keseharian (diperas untuk santan, dibuat minyak kelapa,cuka atau gula), coklat (daerah pengekspor coklat terbesar di Indonesia), serta hasil lainnya. Kini desa ini berkembang menjadi kawasan multi usaha karena pola pertanian/perkebunan dan perikanan yang menjadi fondasi utama pendapatan masyarakat Desa Kwala Gunung.

II.2. Komposisi Antar Suku

Kesukuan merupakan identitas sosial yang berbeda dengan identitas diri dan kelompok sosial. Kesukuan lebih memeberikan pemahaman tentang pemahaman diri sebagai kepribadian. Identitas ini dimiliki oleh setiap individu dan tidak dimiliki secara komunal.

Berbeda halnya dengan kesukuan, kepribadian dan identitas dimaknai secara individu oleh kelompok sosial. Kadangkala kelompok sosial juga masih membawa identitas dirinya dalam kelompok, sedangkan kelompok sosial adalah gabungan dari dua orang atau lebih. Biasanya mereka memiliki pemahaman tentang pandangan hidup, atribut dan definisi yang sama untuk mendefinisikan siapa mereka selain itu kelompok sosial biasanya membentuk karakter yang berbeda dengan kelompok yang lain. Hal ini dilakukan dikarenakan ada keinginan kelompok untuk berbeda dengan kelompok yang lain.36

(10)

Kesukuan adalah bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan mereka tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial bersamaan dengan signifikansi nilai dan emosional dari keanggotaan tersebut. Identitas sosial yang dimiliki oleh seorang anggota kelompok atas kelompoknya yang dianggap sesuai dengan identitas yang ada pada dirinya. Keberadaannya pada kelompok akan membentuk ikatan emosi antara dirinya dan kelompoknya.37

Pemerintahan desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat memiliki peran yang strategis dalam pengaturan masyarakat desa/kelurahan dan keberhasilan pembangunan nasional, karena perannya yang besar, maka perlu adanya peraturan-peraturan atau Undang-Undang yang berkaitan dengan pemerintahan desa yang mengatur tentang pemerintahan desa, sehingga roda pemerintahan berjalan dengan optimal. Hal inilah yang menjadi salah satu latar belakang munculnya kebijakan anggaran yang baru dari pemerintah Indonesia.

Dari 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) desa atau nagori yang berada di Indonesia, diantaranya terletak di Kabupaten Batu Bara. Kabupaten Batu Bara adalah sebuah kabupaten yang berada di Sumatera Utara dan Kota Lima Puluh adalah ibu kota kabupaten ini. Kabupaten ini memiliki 7 (Tujuh) kecamatan dan keseluruhan kecamatan terdiri dari 103 (seratus tiga) desa. Desa Kwala Gunung adalah salah satu desa yang terdapat di Kabupaten Batu Bara, dimana Desa Kwala Gunung adalah sebagai objek penelitian. Desa Kwala Gunung, berjarak 10 (sepuluh) kilometer dari jalan besar Siantar –Kisaran.

      

37Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin dan Leo Suryadinata, , Indonesia’s Population. Series No. 7,

(11)

Desa Kwala Gunung memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.179 jiwa yang mana komposisinya :38

Komposisi kesukuan di Desa Kwala Gunung

Etnis Jumlah Persen (%)

Jawa 1.459 Jiwa 67%

Melayu 567 Jiwa 26%

Batak Toba dan Mandailing 65 Jiwa 3%

Batak Karo 22 Jiwa 1%

Batak Simalungun 22 Jiwa 1%

Lainnya 44 Jiwa 2%

Jumlah 2.179 Jiwa 100%

Sumber : Kantor Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima Puluh.

Desa Kwala Gunung merupakan desa yang terdapat di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara. Desa Desa Kwala Gunung adalah salah satu jenis desa yang dapat dikategorikan sebagai desa swakarsa, yakni desa yang sedang berkembang. Dimana kita ketahui desa ini masih alami yang belum banyak mendapatkan fasilitas-fasilitas memadai.Secara struktur dan infrastuktur pembanguann di Desa Kwala Gunung belum merata, sehingga membuat kehidupan dari masyarakat masih berada tahap pembangunan.

Suku bangsa di Desa Kwala Gunung biasanya membentuk suatu komunitas yang berdasarkan kesukuan dominan yang terdiri dari:

      

(12)

1. Dusun 1 mayoritas suku Jawa. 2. Dusun 2 mayoritas suku Melayu. 3. Dusun 3 mayoritas suku Jawa. 4. Dusun 4 mayoritas suku Jawa. 5. Dusun 5 mayoritas suku Jawa.39

Desa Kwala Gunung terdiri dari kondisi alam yang masih alami, secara topografis merupakan daerah yang berhawa panas apalagi menjelang sore hari sangat terasa suasananya. Mayoritas etnik yang mendiami pemukiman penduduk adalah etnik Jawa, selebihnya adalah etnis Melayu, Batak dan Lainnya. Dengan kondisi seperti ini, suasana keragaman budaya dalam aktivitas yang dilakukan warga semakin jelas tampak. Artinya kondisi penduduk yang homogen, tercermin di sana yang melahirkan kemajemukan kondisi sosiokultural penduduk.

Masyarakat Desa Kwala Gunung membangun hubungan kerjasama masyarakat dalam bergotong royong dan saling toleransi, sikap seperti itu memberikan kelayakan yang cukup dalam menciptakan suasana harmonis dalam bermasyarakat. Timbulnya suatu masalah atau konflik kepentingan, dapat diselesaikan secara damai dan terbuka melalui suatu musyawarah pencapaian perdamaian dalam masyarakat. Dilihat dari konflik yang sering terjadi pada masyarakat adalah selalu tentang batas tanah penduduk, dengan demikian suasana penduduk yang harmonis dan rukun, masih tercipta dengan kondisi masyarakat

      

(13)

yang heterogen. Tetapi bukan berarti tidak ada konflik yang terjadi pada warga, tetap ada sekalipun konflik tersebut hanyalah masalah intern desa.

Desa Kwala Gunung terdiri dari 5 dusun dengan bermayoritas suku Jawa. Bahasa yang sering digunakan setiap hari adalah Bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat Jawa yang menikah dengan suku lain terutama etnis Jawa dan Melayu. Itu sebabnya mereka memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari karena akulturasi budaya yang telah bercampur.

Masyarakat Desa Kwala Gunung, juga memiliki sawah dan ladang yang luas. Sawah dan ladang mereka miliki, dikerjakan sendiri dan tidak ada istilah juragan. Setelah panen yang mereka tanam mereka langsung menjualnya. Bahkan mereka tidak lupa membuat syukuran dengan masing-masing suku.

II.3. Eksistensi Antar Suku

Aktivitas para politisi yang meningkat dalam hal pembentukan opini publik membuat isu kesukuan menjadi public relation dalam aktivitas politik di Desa Kwala Gunung dimana ini menjadi alat dalam pembentukan opini publik. Keterikatan antara isu kesukuan dan proses kampanye calon kepala desa di Desa Kwala Gunung berangkat dari pemahaman tentang sekelompok orang yang menaruh perhatian pada sesuatu hal yang sama, mempunyai minat dan kepentingan yang sama.40

      

40Maunati Yekti. Identitas Dayak: Komodifikasi dan Politik Kebudayaan.2004. Yogyakarta:LKIS.

(14)

Opini Kesukuan merupakan pendapat kelompok masyarakat atau sintesa dari pedapat dan diperoleh dari suatu diskusi sosial dari pihak-pihak yang memiliki kaitan kepentingan. Dalam menentukan opini publik, yang dihitung bukanlah jumlah mayoritasnya (numerical majority) namun mayoritas yang efektif (effective majority). Memahami opini seseorang, apalagi opini publik, bukanlah sesuatu yang sederhana. Haruslah dipahami opini yang sedang beredar di segmen publiknya. Opini sendiri memiliki kaitan yang erat dengan pendirian (attitude). lebih lanjut, opini mempunyai unsur sebagai molekul opini, yaitu belief (kepercayaan tentang sesuatu), attitude (apa yang sebenarnya dirasakan seseorang), dan perception (persepsi).41

Wilayah suku bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri atas banyak suku, dari Sabang sampai Merauke. Setiap kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya masing-masing yang bersumber dari pemikiran-pemikiran atau dari suatu kebiasaan yang terkait dengan lingkungan dimana kelompok masyarakat itu berada.

Kehidupan kelompok masyarakat di Desa Kwala Gunung tidak terlepas dari kebudayaannya, sebab kebudayaan ada karena adanya masyarakat pendukungnya. Salah satu maksud dari kebudayaan adalah adat istiadat yang berhubungan erat dengan aspek kehidupan masyarakat, seperti halnya dengan seni. Kehadiran kesenian bukan hanya sebagai hiburan semata namun juga       

(15)

merupakan ungkapan suatu kehidupan yang sangat sarat dengan makna dan simbol-simbol dari setiap suku di Desa Kwala Gunung, dengan demikian kesenian sebagai bagian dari kebudayaan harus mengandung keseluruhan pengertian nilai, norma, ilmu pengetahuan serta seluruh struktur-struktur sosial, religius ditambahkan segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas dari suatu masyarakat. Sehingga masyarakat dari suku manapun dapat menghasilkan kebudayaan sebagai saran hasil karyadan cipta yang harus memiliki kesanggupan untuk mengungkapkan atau mengabdikan pola kehidupan masyarakat yang mencerminkan identitas tata nilai budaya pada jamannya untuk dilestarikan dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Hubungan antara kesukuan dan kemenangan kepala desa di Desa Kwala Gunung dalam hal ini dipengaruhi pengikat identitas sosial. Identitas sosial berdasarkan pada pemahaman tindakan manusia dalam konteks sosialnya. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui posisi siapa kita dan siapa mereka, siapa diri (self) dan siapa yang lain. Dalam perkembanganya, identitas sosial banyak memberikan pemahaman tentang pembentukan diri sosial yangpositif. Pembentukan diri sosial ini memiliki peranan yang sangat penting. Konsep diri individu memperoleh eksistensinya jika dia sudah melebur dalam identitas kelompok. Bahkan secara dominan konsep diri dibentuk berdasarkan pada identitas kelompok. identitas ditentukan oleh pengetahuan individu tentang kategori sosial dan kelompok sosial.42

      

(16)

Masyarakat Jawa sangat kental dengan masalah tradisi dan budaya. Tradisi dan budaya Jawa hingga akhir-akhir ini masih mendominasi tradisi dan budaya nasional di Indonesia. Nama-nama Jawa juga sangat akrab di telinga warga Desa Kwala Gunung, begitu pula jargon atau istilah-istilah Jawa. Hal ini membuktikan bahwa tradisi dan budaya Jawa cukup memberi warna dalam berbagai permasalahan di Desa Kwala Gunung, termasuk juga di berbagai desa di Indonesia. Di sisi lain, ternyata tradisi dan budaya Jawa tidak hanya memberikan warna dalam politik lokal, tetapi juga berpengaruh dalam keyakinan dan praktek- praktek keagamaan. Masyarakat Jawa yang memiliki tradisi dan budaya yang banyak dipengaruhi ajaran dan kepercayaan Hindhu dan Buddha terus bertahan hingga sekarang, meskipun mereka sudah memiliki keyakinan atau agama yang berbeda, seperti Islam, Kristen, atau yang lainnya.

(17)

inilah yang merupakan lahan subur untuk tumbuhnya toleransi yang amat besar baik di bidang kehidupan beragama maupun di bidang-bidang yang lain.

Tradisi dan budaya itulah yang barangkali bisa dikatakan sebagai sarana pengikat orang Jawa di Desa Kwala Gunung yang memiliki status sosial yang berbeda dan begitu juga memiliki agama dan keyakinan yang berbeda. Kebersamaan di antara mereka tampak ketika pada momen-momen tertentu mereka mengadakan upacara-upacara (perayaan) baik yang bersifat ritual maupun seremonial yang sarat dengan nuansa keagamaan termasuk pemilihan Kepala Desa di Desa Kwala Gunung tahun 2015 yang lalu.

Agama, tradisi dan adat istiadat merupakan hal penting dalam kehidupan orang Melayu. Sangat pentingnya adat, sehingga memunculkan istilah “biar mati anak, asal jangan mati adat”, yang berarti anak atau manusia manapun pastinya akan mati, tetapi kematian itu jangan menjadikan adat tidak berlaku. Hal tersebut dikarenakan bagi orang Melayu kematian adat dapat merusak tatanan kehidupan. Oleh sebab itu, adat diharapkan tidak bergantung pada hidup mati seseorang, tetapi tetap dipelihara oleh masyarakat yang memerlukannya.

(18)

Masyarakat Melayu dalam proses panjang perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang mereka alami. Akan tetapi, diluar itu masih ada aktor-aktor lain yang terlibat dalam konversi masyarakat suku Melayu mengarahkan mereka untuk melakukan perubahan. Aktor-aktor tersebut mewakili berbagai pihak terutama dalam politik dari tingkat desa. Eksistensi suku Melayu dalam perpolitikan di di Desa Kwala Gunung berjalan secara lambat namun pasti. Dominasi etnis Melayu atas etnis Jawa terjadi karena akulturasi budaya dan mendapat pengaruh dari luar.

Perubahan yang dimaksud dalam hal ini bukan hanya perubahan yang terjadi pada masyarakat suku Melayu dalam berbagai aspek kehidupannya seperti agama, adat istiadat, dan aspek kultural lainnya, tetapi juga perubahan pola ekonomi dan pola relasi antar aktor yang terlibat dalam proses panjang konversi yang sudah berjalan sejak lama dan bertahap tersebut. Dengan demikian, apa yang dialami oleh masyarakat Melayu ini merupakan bentuk dari perubahan sosial yang berjalan secara lambat atau perlahan (evolusi)43.

Eksistensi suku Melayu sebenarnya sudah berjalan sejak lama dan secara perlahan melalui proses konversi terhadap masyarakat Jawa di Desa Kwala Gunung di berbagai sisi kehidupan mereka, mulai dari pendaratan, Islamisasi, dan pendidikan tanpa menimbulkan konflik atau perlawanan yang masif.

Konversi itu adalah bagian dari proses perubahan sosial yang sudah pasti terjadi pada masyarakat suku Melayu yang hidup di tengah-tengah lingkungan dan masyarakat yang mengalami perubahan sangat cepat di Desa Kwala Gunung.       

(19)

Apalagi Islam itu sendiri bukanlah hal baru bagi meraka, bahkan sudah menjadi bagian dari budaya dan tradisi masyarakat Melayu, sehingga ketika pola-pola relasi lainnya sudah berubah maka konversi agama hanya akan mengikuti saja proses perubahan tersebut.

Referensi

Dokumen terkait