• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dominasi Dan Dinamika Etnis Melayu Dalam Pemilihan Kepala Desa Kwala Gunung Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Chapter III IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dominasi Dan Dinamika Etnis Melayu Dalam Pemilihan Kepala Desa Kwala Gunung Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Chapter III IV"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HUBUNGAN ANTAR SUKU DAN ANALISIS

III.1. Hubungan Harmonis Suku Melayu-Jawa di Kwala Gunung

Etnisitas atau kesukuan merupakan istilah yang relatif baru. Konotasi arti yang terkandung dalam istilah tersebut lebih dipergunakan untuk menunjuk kandungan sifat-sifat atau kualitas kesukubangsaan, karenanya etnisitas dapat pula diartikan sebagai “kesukubangsaan“. Pada hakekatnya, berbagai konsepsi ethnic group atau suku bangsa yang selama ini ada, lebih berpangkal dari konsep budaya, karenanya keaneka ragaman suku bangsa juga tergantung dari sudut manakah kebudayan didefinisikan.

Semakin beraneka ragam suku bangsa disuatu negara, maka semakin banyak terdapat variasi perbedaan kebudayaan, karena jika hanya mendasarkan konsepsi hukum bangsa semata tidak cukup dipakai untuk menganalisis etnisitas berbagai perbedaan yang ada, tidak selalu dapat dianggap etnisitas sepanjang diantara mereka terjadi efektivitas relasi yang mencerminkan suatu tinggi rendahnya level integrasi sosial. Dengan kata lain, bahwa fenomena utama dari masalah etnisitas yang dianggap sebagai masalah kesukubangsaan apabila interaksi mereka cukup rendah, karena itulah banyak ahli cenderung menilai bahwa etnisitas adalah lebih merupakan fenomena politik.

(2)

kearah terwujudnya integrasi nasional. Nasionalisme yang dikembangkan tentunya membutuhkan adanya saling pengakuan loyalitas dan solidaritas diantara kebudayaan yang berbeda. Untuk menuju bagian dari masyarakat yang lebih luas, misalnya sebagai satu nation state, pada dasarnya ada tiga masalah pokok yang dibahas dalam etnisitas.

Pelaksanaan pemilihan kepala desa di Indonesia sering menimbulkan permasalahan di daerah-daerah di Indonesia seperti konflik yang terjadi pada saat-saat momentum pelaksanaan pemilihan kepala desa di desa yang memiliki etnis yang heterogen. Pemahaman etnisitas penting bagi suatu daerah atau desa, agar keanekaragaman suku bangsa dapat dikembangkan sebagai strategi nasional kearah untuk terwujudnya integrasi nasional. Nasionalisme yang dikembangkan tentunya membutuhkan adanya saling pengakuan, loyalitas dan solidaritas diantara kebudayaan yang berbeda yang ada di desa-desa tersebut.

Permasalahan yang timbul di daerah yang merusak dan mengancam stabilitas nasional seperti:

- Pertama, budaya politik etnis dalam pemilihan kepala Daerah.

- Kedua, mental pejabat birokrasi yang mengedepankan jiwa etnosentrisme pada etnis lain.

- Ketiga, kurangnya pemahaman Pancasila dan konstitusi terhadap hak-hak bernegara.

- Keempat, budaya kompetisi tidak sehat.

(3)

- Keenam, etnis pendatang tidak mampu melakukan asimilasi dan akulturasi didaerah yang dia tempati.

Ide multikulturalisme pada dasarnya adalah gagasan mengatur keberagaman dengan prinsip dasar pengakuan dengan keragaman itu sendiri (politics of recognition). Lebih jauh lagi, gagasan ini menyangkut pengaturan relasi antara kelompok mayoritas dan minoritas. Diskursus ide yang berkaitan dengan kesukuan sejauh ini berkaitan dengan penghargaan eksistensi masyarakat dan stabilisasi pengakuan terhadap kelompok minoritas baik dari sisi etnis maupun kepercayaan.

Gelombang pasang diskusi multikulturalisme sebagai ide tak bisa dilepaskan dari keterbatasan teori demokrasi yang saat ini ada, menyangkut upaya menjawab pertanyaan seperti apa sebuah daerah demokratis mengelola isu keberagaman kelompok etniskultural. Dalam konteks ini gagasan heterogenisasi digunakan oleh banyak kalangan. Multikulturalisme sesungguhnya merupakan salah satu dari sebagian alternatif pemikiran dalam mengelola keberagaman.

Alternatif lain yang tersedia adalah otonomi territorial dan non territorial power sharing atau yang lebih dikenal sebagai demokrasi konsensual. Inti gagasan yang terakhir ini adalah representasi politik berdasarkan keberadaan kelompok yang ada disebuah masyarakat. Gagasan yang dikenal sebagai power sharing ini lebih jauh lagi mendasarkan diri pada prinsip sebagai berikut:

(4)

- Ketiga, pemilikan hak veto.

- Keempat, pemberian otonomi pada kelompok minoritas, misalnya pemberian hak pemerintahan sendiri44.

Pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa karakteristik hubungan antar etnis disebuah daerah masing masing memiliki upaya untuk mendapatkan pengakuan terhadap eksistensi kelompok minoritas lewat ide multikulturalisme menyangkut hak menggunakan bahasa ibu bagi masing-masing kelompok dan upaya institusionalisasi ide multikulturalisme ini tidak mudah.

Disamping kebutuhan perangkat hukum dan infrakstruktur pengaturan teknis yang amat rumit, ide ini memiliki nilai politis yang sangat kuat yakni sebagai syarat bagi keharmonisasian suatu wilayah (daerah). Lebih jauh lagi adalah pertanyaan sejauh mana hak-hak kelompok minoritas ini dapat dieksekusi apabila dikaitkan dengan eksistensi nation state disisi lain. Apakah ide liberal ini akan mentoleransi kemungkinan praktek liberal oleh kelompok minoritas itu terhadap komunitasnya. Terlepas dari pandangan kritis diskursus ide ini dilevel akademik dan rumitnya pengejewantahan gagasan ini di level praktis, mulai tampaknya raut keterbatasan teoritisasi liberal tentang pengelolaan pluralitas dapat terus menjadi remantik bagi keberlangsungan diskusi ini ke depan.

Pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung pada tanggal 26 Mei 2015 lalu merupakan bentuk yang nyata suatu wilayah menununjukan harmonisasinya. Setiap suku baik itu suku mayoritas Jawa (62%) serta suku yang lebih minoritas

      

(5)

seperti suku Melayu (24%), suku Batak (65%) dan 8% suku lainnya menunjukan keberagaman yang sangat maksimal.

Hal ini diperkuat oleh Bapak Abdul Latif yang mengatakan:

“Kesadaran tentang keberagaman terhadap konstitusi membuat masyarakat dan pemerintah desa di sini tidak diskriminasi atas etnis lain yang hidup dan berdomisili didaerah di Desa Kwala Gunung. Disamping itu etnis lain selain dari suku Jawa yang mayoritas diberikan pengetahuan tentang tradisi masyarakat lokal, dengan tujuan etnis lain yang minoritas dapat berinteraksi dengan etnis mayoritas di Kwala Gunung, siapa yang mampu mengharmonisasikannya dia yang akan jadi pemimpin disini dan Jum’ah Haidiryah sangat mampu” 45 .

Dengan strategi ini, konflik yang terjadi dimasyarakat dapat diminimalisir, karena masing-masing etnik punya peranan yang sama dalam mensukseskan pembangunan di Desa Kwala Gunung. Wujudnya adalah ketika pada perayaan hari-hari besar negara, seluruh etnis dipersatukan dalam kegiatan, baik kegiatan olahraga, kesenian maupun dalam kehidupan keagamaan atau perayaan budaya dari masing-masing etnis.

Interaksi yang terlihat dan telah menjadi tradisi pada sebagian masyarakat yang ada di Kwala Gunung, adalah tradisi yang ada pada etnis Jawa, dalam penyelenggaraan yang tadinya hanya bersifat rasa syukur kepada sang pencipta atas keberhasilan panen, yang diwujudkan dalam kegiatan perayaan ritual keagamaan. Telah menjadi tradisi pada sebagian mayarakat penduduk Kwala Gunung yang juga di rayakan semua etnis di desa tersebut.

      

(6)

Hal ini menunjukan antara etnis Jawa dan etnis lain terjalin hubungan yang sangat harmonis. Sehingga etnis Jawa dan enis Melayu serta etnis lain menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Desa Kwala Gunung. Kemudian untuk menelusuri interaksi antar etnik lain, kita dapat melihat Desa Kwala Gunung dalam bidang perekonomian dikuasai secara merata oleh etnis Jawa, etnis Melayu, etnis Batak dan etnis yang lain dalam berbagai bentuk usaha. Ini dapat dilihat dari kepemilikan usaha-usaha yang dapat menggerakkan perekonomian di Desa Kwala Gunung ini.

Secara teori, hubungan dominasi etnis sendiri pada dasarnya sudah mengandung kekerasan struktural, karena bukan merupakan hubungan setara, melainkan ditandai oleh keunggulan dominan satu pihak dan ketergantungan pada pihak lain. Kalau dominasi ini kemudian menimbulkan represi langsung oleh pihak yang kuat dalam bidang politik, atau perbedaan yang terlalu besar dalam penguasaan aset dan penghasilan ekonomi, maka cepat atau lambat akan muncul perlawanan dari pihak yang mengalami deperesi atau ketergantungan.

Hal ini di perkuat oleh bapak Abdul Latif yang mengatakan :

“Jika kepemimpinan Jum’ah Haidiryah yang merupakan suku melayu tidak maksimal bisa menyebabkan konflik antara pihak yang menguasai dan pihak yang merasa dikuasai, yang apabila mengalami peningkatan, dapat berkembang menjadi kekerasan. Peran strategi komunikasi juga sangat diperlukan dalam pengelolaan konflik terutama pada konflik laten di Desa Kwala Gunung” 46.

      

46Wawancara dengan Bapak Abdul Latif yang kbjmerupakan Mantan kepala Desa Kwala Gunung

(7)

Komunikasi harmonis antar suku merupakan kunci Jum’ah Haidiryah menjaga toleransi suku. Komunikasi merupakan kunci dalam mengelola konflik, dengan komunikasi seseorang dapat mengelola konflik kearah yang lebih baik. Komunikasi yang baik dapat membantu pihak yang bertikai mengidentifikasi masalah serta dapat memahami masalah dari sudut pandang masing-masing pihak. Komunikasi dapat mencegah konflik di Desa Kwala Gunung, apabila aktor komunikasi menggunakan pesan yang dapat diterima secara psikolog dan sosial oleh para pihak yang terlibat komunikasi, dan jika salah satu atau semua aktor komunikasi menghormati simbol adat, suku, agama dan kepercayaan, serta jika salah satu aktor atau semua aktor komunikasi mau dan mampu menempatkan diri atau setara dengan pihak yang lain.

(8)

Secara garis besar masyarakat Desa Kwala Gunung adalah masyarakat religius dengan prinsip keagamaan yang bersumber pada kegamaan yang harmonis, ditambah dengan agama Islam menjadi agama mayoritas di derah tersebut. Hal inilah yang memperkuat harmonisasi interaksi antar etnis di Desa Kwala Gunung Sebagai perekat persaudaraan antar etnis. Kesadaran seperti ini akan membuat pemerintah daerah dan masyarakat Desa Kwala Gunung khususnya memperlakukan etnis lain diluar etnis Jawa dan Melayu mendapatkan hak yang sama bahkan pada jabatan politik tertinggi di desa itu sebagai kepala desa tidak dipersoalkan oleh masyarakat Desa Kwala Gunung.

Interaksi antar etnis yang harmonis menjadi harapan semua desa di Indonesia. Setelah melihat tragedi yang terjadi di negara lain yang porak poranda karena etnis, hal ini harus kita hindari bersama, sehingga upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah adalah memperlakukan semua etnis yang ada di Desa Kwala Gunung secara adil dan merata dalam semua kegiatan dan kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa.

(9)

diluar Desa Kwala Gunung (etnis lainnya) adalah melibatkan mereka dalam semua aktivitas, misalnya setiap tanggal 17 Agustus dilaksanakan perayaan olahraga dan kesenian, seluruh masyarakat dilibatkan tak terkecuali etnis diluar Jawa dan Melayu di Desa Kwala Gunung.

Hal ini dipertegas oleh Bapak Syahmidun yang mengatakan:

“Selain itu pembinaan interaksi antar etnis dilakukan dengan melalui penyuluhan yang diberikan oleh pemerintah daerah pada generasi muda melalui peran karang taruna yang ada pada kecamatan Lima Puluh dan Desa Kwala Gunung, desa-desa yang ada, kegiatan seperti ini sangat efektif karena pemerintah daerah memiliki rasa tanggung jawab yang sama pada seluruh etnis yang ada di Desa Kwala Gunung. Dengan kegiatan seperti itu seluruh komponen masyarakat Desa Kwala Gunung merasa diperhatikan oleh pemerintah desa. Sehingga dengan demikian hal itu akan membuat kehidupan antar etnis Desa Kwala Gunung menjadi semakin harmonis” 47.

Pemerintahan daerah merupakan perpanjangan pemerintahan pusat yang ada di daerah, pemerintahan desa adalah bagian dari pelaksanaan organisasi negara dalam hal melaksanakan fungsi pemerintahan di desa. Kita ketahui bersama bahwa tanggung jawab pemerintah daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan sistem desentralisasi adalah dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang telah diberikan kewenangan dalam menyelenggarakan pemerintahan. Termasuk dalam hal stabilitas didaerahnya.

      

47Wawancara dengan Bapak Syahmidun merupakan Tokoh Masyarakat etnis Jawa Kwala

(10)

Persoalan etnis kalau tidak dicermati dengan baik, akan menjadi penghambat dalam melaksanakan pembangunan didalam negeri khusunya Desa Kwala Gunung, pemberian otonomi daerah oleh pemerintah pusat untuk menjawab tuntutan pemerintah daerah yang menghendaki adanya sistem desentralisasi kekuasaan, yaitu daerah meminta sebagian kewenangan dan potensi pendapatan asli daerahnya dikelola oleh daerah untuk kepentingan kesejateraan masyarakat Desa Kwala Gunung.

Menyadari hal itu, maka konsep pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa di Desa Kwala Gunung harusnya berwawasan nusantara artinya konsep ini mewajibkan kepada kita terutama pemerintah daerah agar supaya untuk bersikap adil dan bijaksana terhadap etnis yang ada di Desa Kwala Gunung. Pembinaan etnisitas harus menjadi perhatian pemerintah desa untuk dapat menghindari perilaku etnosentrisme dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dapat mengancam stabilitas daerah.

(11)

membina keharmonisan antar etnis di Desa Kwala Gunung. Harmonisasi yang dibangun oleh Jum’ah Haidiryah untuk periode ketiga memimpin Desa Kwala Gunung menunjukan kemampuannya menjaga stabilitas keharmonisan antar etnis.

Apabila selama ini Jum’ah Haidiryah (Melayu) tidak mampu menyelesaikan keharmonisan tentu dia tidak akan terpilih untuk ketiga kalinya dan pasti akan diambil alih suku lain diluar Melayu dan berpotensi mengakibatkan permasalahan etnis. Permasalahan etnis merupakan suatu masalah nasional kalau pembinaan etnis tidak mampu menumbuhkan rasa kebangsaan kepada etnis disemua daerah, akan mengancam integritas desa termasuk di Desa Kwala Gunung. Oleh karenanya pembinaan etnis harus menjadi perhatian oleh semua komponen bangsa ini sehingga tidak menjadi ancama di Desa Kwala Gunung. Caranya adalah dengan menanamkan rasa kebangsaan dan memberikan pemahaman Pancasila sebagai dasar Negara dan konstitusi pada generasi antar etnis yang ada di daerah.

III.2. Ketokohan yang Kuat

(12)

Kemunculan fenomena politik berbasis ketokohan ini tidak terlepas dari kecenderungan perilaku memilih masyarakat Indonesia yang bersifat psikologis. Ketokohan merupakan faktor yang penting dalam membentuk pilihan politik masyarakat Indonesia. Temuan ini sekaligus menyatakan bahwa perilaku memilih masyarakat Indonesia semenjak pemilu 1955, cenderung dipengaruhi oleh faktor sosiologis atau budaya, seperti agama, etnisitas, wilayah, dan kelas sosial.

Pengaruh ketokohan di Desa Kwala Gunung, kecamatan Lima Puluh sangat meyakinkan. Kepribadian kandidat atau peran ketokohan mempunyai pengaruh yang kuat dalam membentuk perilaku memilih. Bukti kuatnya pengaruh ketokohan Jum’ah Haidiryah dapat dilihat dari fenomena kemenangannya pada tiga kali pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung periode 2004-2009, periode 2009-2015 dan 2015-2020. Dalam studinya tentang pengaruh kepribadian disimpulkan bahwa ketokohan Jum’ah Haidiryah merupakan faktor yang paling kuat dalam mempengaruhi pilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung. Keputusan akhir pemberian suara dalam pemilu sangat dipengaruhi oleh kesukaan terhadap tokoh desa tersebut.

(13)

Pemilihan Kepala Desa di Desa Kwala Gunung ini menghasilkan temuan menarik bahwa secara umum, kecenderungan demokrasi di Indonesia saat ini mengarah kepada politik berbasis pada ketokohan atau “figure-based politics”, yaitu jenis politik yang terfokus pada figure-figur individual. Hal ini ditandai dengan munculnya aktor-aktor di tingkat lokal yang menjadi pemimpin dan pejabat publik meskipun tidak mempunyai basis organisasi dan kesukuan yang kuat. Sejalan dengan munculnya politik berbasis ketokohan,temuan lain yang cukup menarik di Desa Kwala Gunung ini adalah munculnya fenomena politik populisme. Populisme yang dimaknai sebagai pemerintahan yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat dan dekat dengan rakyat, seolah menjadi gaya baru bagi para elit lokal yang akan berlomba dan tengah menduduki jabatan publik khususnya pada pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung ini.

(14)

alasan yang sederhana adalah pergeseran orientasi tersebut seiring dengan adanya perubahan dalam tatanan di Desa Kwala Gunung tersebut, sehingga pemilih mempunyai kecenderungan untuk memilih orang yang dikenal daripada mendasarkan basis politik kesukuan tertentu.

(15)

Hal ini diperkuat oleh Bapak Abdul latif yang mengatakan:

“Kualitas Personal calon kepala desa menunjukkan populasi pemilih di Desa Kwala Gunung mendambakan calon kepala desa yang jujur atau bisa dipercaya. Jujur atau bisa dipercaya adalah kualitas personal paling penting yang harus dimiliki oleh kepala desa. Hal ini menunjukkan bahwa bagi pemilih pada umumnya, kualitas personal kepala desa yang ditandai oleh sifat jujur, justru menjadi ukuran yang paling penting dibandingkan kepintaran, ketegasan, dan wibawa seorang calon kepala desa” 48.

Pernyataan ini menunjukkan bahwa kepribadian calon kepala desa ternyata berpengaruh positif terhadap perilaku pemilih. Apabila seorang kandidat dinilai memiliki sifat-sifat positif oleh pemilih, maka semakin tinggi pula preferensi memilih terhadap calon tersebut. Kemudian temuan lain dari pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung menyatakan bahwa variabel kepribadian kandidat bertujuan untuk mengukur keyakinan mengenai pribadi kandidat di mata pemilih, misalnya jujur, dapat dipercaya, dapat mengambil keputusan, terpelajar, pandai, berpengalaman, kuat, ramah, dan memenuhi kualifikasi.

Efek figuritas (ketokohan) juga dipercaya menjadi faktor penentu pilihan politik seseorang. Perilaku pemilih pada pemilukada di Desa Kwala Gunung menegaskan bahwa bahwa figuritas mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pilihan politik seseorang. Perilaku pemilih berdasarkan ketokohan dipengaruhi

      

48Wawancara dengan Bapak Abdul Latif yang merupakan Mantan kepala Desa Kwala Gunung

(16)

oleh pertimbangan popularitas, kemampuan, dan track record yang dimiliki oleh seorang kandidat seorang kepala desa.

Hal ini diperkuat oleh Bapak Syamidun yang mengatakan:

‘Secara umum pemilih di Desa Kwala Gunung lebih melihat figur kandidat daripada latar belakang organisasi yang mengusungnya. Artinya Pemilih di desa Kwala Gung semakin terbuka dalam menentukan pilihan politiknya. Orientasi pemilih di daerah tersebut lebih bersifat klasik, yakni mendasarkan pilihannya politiknya pada isu ketokohan, harmonisasi, kandidat, dan ekonomi” 49.

III.3. Visi Misi Membangun

Pelaksanaan pemilihan umum termasuk pemilihan kepala desa dengan bebas, rahasia, jujur, dan adil sehingga pilkada langsung dapat menjadi suatu sistem rekruitmen pejabat publik yang dapat memenuhi parameter demokrasi. Hal ini berlanjut ke pemilihan kepala desa di Kwala Gunung. Saat ini pemilihan kepala desa telah menjadi agenda penting bagi setiap desa. Calon kepala desa fokus pada mengefektifkan strategi pendekatan kepada pemilih di pemilihan kepala desa, maka seorang kontestan dituntut harus mampu memasarkan dirinya ditengah-tengah masyarakat sesuai dengan kemajuan jaman dan keterbatasan di daerah pemilihan. Metode pemasaran politik (political marketing) merupakan strategi kampanye yang sedang disukai saat ini, secara sadar ataupun tidak pendekatan marketing dalam dunia politik telah dilakukan oleh para kontestan untuk dapat menyampaikan pesan-pesan politik mereka kepada pemilih (warga).

      

(17)

Pemilih yang memiliki pengetahuan politik lebih luas akan memberikan perhatian lebih pada isu-isu kebijakan dan kesamaan ideologi, sedangkan pemilih dengan pengetahuan politik yang lebih sedikit, cenderung untuk memilih berdasarkan partai yang ada sejak lama dalam menangani permasalahan politik, walaupun beberapa pemilih melakukan evaluasi terhadap kandidat lewat pendekatan yang didasarkan pada ingatan, kebanyakan pemilih melakukan proses evaluasi tersebut dengan suatu pola tertentu.

Pemilih dengan pengetahuan politik yang lebih sedikit akan menggunakan pendekatan berdasarkan ingatan, dengan proses memasuki tempat pemungutan suara dan mengambil keputusan lewat pertimbangan yang dapat pemilih munculkan dalam benak pemilih pada saat tersebut, sementara pemilih yang lain dengan pengetahuan politik yang lebih luas, akan melakukan pendekatan yang terproses, mengkonstruksikan evaluasi dari masing-masing kandidat selama kampanye berlangsung, dan akan menggunakan hasil evaluasi tersebut ketika memberikan suara di bilik pemungutan suara.

(18)

2004-2009 dan periode 2009-2015. Pada Pemilihan kepala desa 26 Mei 2015 yang lalu Jum’ah Haidiryah (Melayu) bertarung dengan Jumali (Jawa) dan Rudi Hartono (Jawa). Sehingga strategi dan konsep pemasaran politik yang diterapkan Jum’ah Haidiryah sangat menarik dalam proses pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung.

Hal ini diperkuat oleh Bapak Jum’ah Haidiryah yang mengatakan : “Pertimbangan yang menjadi tolok ukur pemilih rasional adalah hitungan untung rugi yang akan dia dapatkan ketika ia menjatuhkan pilihan politiknya terhadap salah Calon tertentu dalam setiap pemilihan. Dalam tradisi pemilih rasional, seorang akan memilih kandidat yang bisa memaksimalkan keuntungan (setidaknya kepentingan pribadi) dan meminimalisir kerugian. Salah satu hal yang turut menjadi pertimbangan pemilih dalam pemilu adalah isu atau program kerja Calon kepala desa yang sedang berkompetisi di Desa Kwala Gunung. Pertimbangan ini cukup beralasan karena pemilih tidak akan serta merta memberikan suaranya kepada partai atau calon presiden yang tidak mempunyai program kerja yang jelas” 50.

Program kerja calon kepala desa sejatinya merepresentasikan kebijakan sang calon dan janji-janji yang akan diberikannya apabila Calon kepala desa tersebut terpilih. Progam kerja dan janji-janji ini dapat mempengaruhi pertimbangan pemilih mengenai kebijakan sosial dan ekonomi, khususnya yang terkait dengan urusan publik.

      

50Wawancara dengan Bapak Jum’ah Haidiryah yang juga merupakan Calon kepala desa Incumbent

(19)

Pemilih sebenarnya sedang mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang akan dia peroleh manakala sang calon kepala desa terpilih menjadi kepala desa. Implikasinya, tiap pemilih akan memberikan suara untuk kandidat yang diperkirakan akan memberikan keuntungan yang lebih besar kepada dirinya. Pemilih akan memilih kandidat yang memiliki kebijakan yang dapat memaksimalkan aliran keuntungan yang akan pemilih dapatkan sebagai warganegara daripada kandidat yang tidak dapat memberikan keuntungan.

Calon pemilih akan melihat tipe pemimpin ideal menurut pemilih dalam pemilihan kepala desa yang menunjukkan bahwa salah satu tipe kepala desa yang ideal adalah pemimpin yang memiliki visi dan misi yang jelas. Melalui visi dan misi inilah rakyat bisa mengetahui program-program kerja pemimpinnya dan juga bisa mengetahui ke mana negara akan dibawa, apakah ke arah yang lebih baik atau malah lebih buruk dalam pemilu presiden 2014, program kerja calon presiden yang terkait isu buruh dapat dilihat dari visi dan misi calon presiden yang sudah mendaftar.

Hal ini dipertegas oleh Bapak Jum’ah Haidiryah yang mengatakan : “Rasional pemilih di Desa Kwala Gunung ditentukan oleh faktor yang berbeda-beda antara pemilih yang satu dengan pemilih yang lain dan dipengaruhi siapa calon yang ada. Rasional pemilih didasarkan atas pendidikan yang dimiliki oleh warga Desa Kwala Gunung, keterjangkauan informasi dan akses kampanye, serta tingkatan umur pemilih di Desa Kwala Gunung. Melalui mobilisasi politik dan visi misi masyarakat ke dalam kehidupan publik” 51.

      

(20)

III.4. Mampu Menjaga Keselarasan

Secara sosial psikologis kepemimpinan merupakan produk dari interaksi sosial.Kepemimpinan yang baik tentunya berhubungan dengan keselarasan yang ada dalam sebuah ruang lingkup kekuasaan. Dalam sebuah tatanan pemerintahan yang memerlukan kerjasama antar masyarakat, masyarakat menyadari bahwa masalah yang utama adalah masalah keselarasan. Pada masalah ini perhatian belum cukup dicurahkan. Kita melihat perkembangan dari kepemimpinan pra ilmiah kepada kepemimpinan yang ilmiah. Dalam tingkatan ilmiah kepemimpinan itu disandarkan kepada pengalaman, intuisi dan kecakapan praktis. 52

Konsep tentang keselarasan suatu wilayah melahirkan peranan baru yang harus dimainkan oleh seorang pemimpin. Titik berat peranan dari pemimpin sebagai orang yang membuat rencana, berfikir dan mengambil tanggung jawab untuk kelompok serta memberikan arah kepada orang-orang lain, beralih kepada anggapan bahwa pemimpin itu pada tingkatan pertama adalah pelatih dan koordinator bagi kelompoknya. Fungsinya yang utama ialah membantu kelompok untuk belajar memutuskan dan bekerja secara lebih efisien. Dalam peranannya sebagai pelatih seorang pemimpin dapat memberikan bantuan-bantuan yang khas dan memberikan keselarasan. Pemimpin yang mampu menjaga keselarasan pada umumnya berbeda dengan pemimpin lain karena penggunaan secara meluas contohnya pribadi dan model peranan, sikapnya yang mengandalkan taktik tidak

      

(21)

konvensional, serta penggunaan praktek pemberian kekuasaan untuk memperlihatkan seperti apa wawasannya bisa dicapai.

Demikian pula, wawasan mereka mungkin berisi unsur-unsur kinerja yang memberikan rangkaian peraturan keputusan untuk memecahkan masalah sehari-hari dan cara pendekatan yang mampu menjaga keselarasan. Pemimpin mampu menjaga keselarasan memperlihatkan taktik tidak kovensional yang harus digunakan oleh kepemimpinan kalau ingin mencapai wawasan pemimpin dan melalui pujian pemimpin kharismatik membina kepercayaan pengikut kepada kemampuan mereka mencapai keselarasan. Pemimpin yang mampu menjaga keselarasan semakin dipandang kharismatik.53

Jum’ah Haidiryah selama ini dianggap mampu memperpadukan nilai-nilai kunci di Desa Kwala Gunung dan sangat mampu dianggap memadukan semua unsur untuk saling selaras. Keahlian Jum’ah Haidiryah dalam hal wawasan, komunikasi, membina kepercayaan, dan memotovasi sangat luar biasa. Jum’ah Haidiryah dianggap memiliki kelengkapan penuh keahlian ini, kemungkinannya besar sekali bahwa meraka akan dipandang sebagai pemimpin kharismatik. Kepemimpinan kharismatik selama ini selalu identik dengan pengamatan pemimpin di politik dan keagamaan yang mampu menjaga keselarasan kehidupan masyarakat di Desa Kwala Gunung.

Masyarakat Desa Kwala Gunung dalam dua periode kepemimpinan Jum’ah Haidiryah dianggap mampu membangun keselarasan yang maksimal.

      

(22)

Jum’ah Haidiryah membuat sebuah sistem baru maupun lembaga baru berupa institusi kepengurusan yang melibatkan masyarakat desa. Kepemimpinan Jum’ah Haidiryah dalam menjaga keselarasan memang bukan sesuatu yang baru namun tetap relevan dan penting dikaji. Banyaknya perhatian terhadap kepemimpinan, mengingat peran strategi dalam tatanan pemerintahan desa.

Dalam hal ini Jum’ah Haidiryah memiliki program yang sangat maksimal dalam membangun keselarasan di Desa Kwala Gunung yaitu:54

- Pertama, pada dasarnya, proses transformasi dalam berbagai bidang kehidupan yang multidimensional berlangsung di Desa Kwala Gunung melalui proses administrasi desa. Dimana semua urusan administrasi yang berhubungan dengan Pemerintahan desa diusahakan untuk dapat diselesaikan dengan cepat.

- Kedua, selama ini pelayanan tidak hanya diarahkan pada masalah sumber daya manusia aparatur desa, kelembagaan desa dan sistem tatalaksana desa. Namun, selama kepemimpinan Jum’ah Haidiryah model pelayanan yang hanya menekankan pada sistem dan aspek teknis pelayanan Desa Kwala Gunung dengan sasaran harus dilaksanakan dengan maksimal.

- Ketiga, dilihat dari perspektif administrasi desa, bahwa tantangan desa selama ini menuntut paradigma baru manajemen, pemimpin perubahan dan kemampuan mengelola informasi serta produktivitas pegawai

      

(23)

berbasis ilmu pengetahuan di desa dan kepemimpinan Jum’ah Haidiryah dianggap mampu menyelesaikannya.

Nasib sebuah pemerintahan, baik pusat maupun daerah, akan sangat dipengaruhi oleh keberhasilan para pemimpin dalam mewujudkan keselarasan. Keberhasilan sebuah rezim dan penguasa dalam membangun legitimasi kekuasaan sering dipengaruhi oleh kemampuan mereka dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang baik dan memuaskan masyarakat.

Keberhasilan pemimpin dalam mewujudkan keselarasan ini bisa dijadikan contoh untuk para pimpinan di jajaran aparatur negara yang memiliki kepentingan untuk melakukan pembaharuan dalam praktik penyelenggaraan pelayanan publik dalam menjaga keselarasan. Apakah dapat mempertahankan jabatannya atau tidak dipengaruhi kualitas pelayanan publik yang diberikan. Pertimbangan tersebut memperkuat niat membangun paradigma baru kepemimpinan yang berbasis pelayanan. Pelayanan sebagai sebuah konsep dasar paradigma baru kepemimpin, berangkat dari pemikiran bahwa, nilai dasar dari ajaran administrasi publik adalah ”memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa membedakan siapa yang

dilayani”.

Hal ini diperkuat oleh bapak Abdul Latif yang mengatakan:

(24)

suatu komitmen yang kuat terhadap diri sendiri di desa, institusi dan masyarakat yang dilayani serta pengorbanan” 55.

Komitmen bermakna sikap keberpihakan yang tinggi terhadap masyarakat yang dilayani. Sebagai sebuah proses, komitmen menuntut konsistensi dari para pemimpin. Sikap ini menjadi penting, karena konsistensi akan memberikan kenyamanan dan ketenangan serta keamanan bagi masyarakat terutama di Desa Kwala Gunung. Konsep-konsep yang telah dikembangkan, keterlibatan para pemimpin sangat tinggi dan menentukan keberhasilan pelayanan yang dilakukan pemerintahan desa. Bahkan dalam model pelayanan yang dikembangkannya, secara tegas menempatkan kepemimpinan sebagai faktor utama dalam kualitas manajemen pelayanan.

Pada pemerintahan yang dipimpin oleh Jum’ah Haidiryah memperlihatkan bahwa Desa Kwala Gunung merupakan desa unggul dan dapat berkembang pesat, karena daerah tersebut dipimpin oleh pemimpin yang memiliki kecerdasan pelayanan yang prima. Sikap ikhlas berkorban Jum’ah Haidiryah untuk kepentingan yang lebih besar dalam menjaga keselarasan di Desa Kwala Gunung. Konsep kepemimpinan berbasis pelayanan menjadi sangat penting di Desa Kwala Gunung, sebagai konsekuensi logis dalam sistem demokrasi, dimana rakyat atau masyarakat adalah yang berkuasa. Tercantum dalam konsep demokrasi, masyarakat bukan didudukkan sebagai obyek kekuasaan tetapi sebagai subyek

      

55Wawancara dengan Bapak Abdul Latif yang merupakan Mantan kepala Desa Kwala Gunung

(25)

dan sekaligus obyek penyelenggaraan pemerintahan negara. Hal ini bermakna sumber kekuasaan berada di tangan masyarakat. Kepemimpinan dalam sistem politik demokratis, hakikatnya adalah kepemimpinan yang memiliki kemampuan partisipatif, kecerdasan multikultural dan sosial dan bahkan kecerdasan spiritual. Kemampuan partisipatif dimaknai, sebagai sikap kepemimpinan yang selalu mendengar keluhan dan kebutuhan masyarakat dan bukan hanya mau didengar saja. Kecerdasan multi-kultural sebagai konsep dasar kepemimpinan pelayanan, dengan asumsi dasar bahwa sebuah kepemimpinan yang berhasil adalah sebuah kepemimpinan yang mengenal, memahami, mendalami dan menghargai nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang di dalam kehidupan bermasyarakat.

Hal ini kemudian diperkuat oleh Bapak Abdul Latif yang mengatakan: “Kepemimpinan Jum’ah Haidiryah mencerminkan konsep kecerdasan sosial sebagai konsep kepemimpinan pelayanan di Desa Kwala Gunung yang menunjukan kemampuan seorang pemimpin terhadap aspirasi masyarakat yang dilayani di desa. Kemampuan spiritual sebagai dasar dan landasan kepemimpinan pelayanan, bahwa Jum’ah Haidiryah percaya sentuhan langsung akan lebih efektif dibandingkan pendekatan lain dalam menjaga keselarasan di Desa Kwala Gunung” 56.

      

56Wawancara dengan Bapak Abdul Latif yang merupakan Mantan kepala Desa Kwala Gunung

(26)

BAB IV

PENUTUP

IV.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, telah didapatkan temuan-temuan terkait hubungan antar suku di Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima Puluh dan dominasi kemenangan etnis Melayu dalam pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung. Untuk memberikan penjelasan mengenai temuan-temuan tersebut, ada beberapa hal yang perlu dipaparkan sebagai hasil analisis hubungan antar suku di Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara.

Konsep pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa di Desa Kwala Gunung harusnya dijadikan sebagai wawasan nusantara artinya konsep ini mewajibkan kepada kita terutama pemerintah daerah untuk bersikap adil dan bijaksana terhadap etnis yang ada di daerah seperti di Desa Kwala Gunung ini. Pembinaan etnisitas harus menjadi perhatian pemerintah desa untuk dapat menghindari perilaku etnosentrisme dalam penyelenggaraan pemerintahan yang akan dapat mengancam stabilitas daerah.

(27)

menjadi ukuran yang paling penting dibandingkan kepintaran, ketegasan, dan wibawa seorang calon kepala desa.

Pada pemerintahan yang dipimpin oleh Jum’ah Haidiryah memperlihatkan bahwa Desa Kwala Gunung merupakan desa unggul dan berkembang pesat, karena daerah tersebut dipimpin oleh pemimpin yang memiliki kecerdasan dalam hal berkomunikasi dan mampu memberikan pelayanan yang prima. Sikap ikhlas berkorban Jum’ah Haidiryah untuk kepentingan yang lebih besar dalam menjaga keselarasan di Desa Kwala Gunung selama ini.

Konsep kepemimpinan berbasis pelayanan menjadi sangat penting di Desa Kwala Gunung, sebagai konsekuensi logis dalam sistem demokrasi, dimana rakyat atau masyarakat adalah yang berkuasa. Dalam konsep demokrasi, masyarakat bukan didudukan sebagai obyek kekuasaan tetapi sebagai subyek dan sekaligus obyek penyelenggaraan pemerintahan negara. Hal ini bermakna sumber kekuasaan berada di tangan masyarakat. Kepemimpinan dalam sistem politik demokratis, hakikat-nya adalah kepemimpinan yang memiliki kemampuan partisipatif, kecerdasan multikultural dan sosial dan bahkan kecerdasan spiritual.

(28)

IV.2.Implikasi Teori

Pelaksanaan Pemilihan kepala desa di Indonesia sering menimbulkan permasalahan di daerah-daerah di Indonesia sepertia konflik yang terjadi pada saat-saat momentum pelaksanaan pemilihan kepala desa yang heterogen. Pada hakekatnya, berbagai konsepsi etnisitas lebih berpangkal dari konsep budaya, karenanya keaneka ragaman suku bangsa juga tergantung dari sudut manakah kebudayan didefinisikan.

Semakin beraneka warnanya etnis disuatu daerah, maka semakin banyak terdapat variasi perbedaan kebudayaan. Karena jika hanya mendasarkan konsepsi hukum bangsa semata, kiranya tidak cukup dipakai untuk menganilisis etnisitas.berbagai perbedaan yang ada, tidak selalu dapat dianggap etnisitas sepanjang diantara mereka terjadi efektivitas relasi yang mencerminkan suatu tinggi rendahnya level integrasi sosial.

Dengan kata lain, bahwa fenomena utama dari masalah etnisitas yang dianggap sebagai masalah kesukubangsaan apabila interaksi mereka cukup rendah. Pemahamanetnisitas penting bagi suatu daerah atau desa, agar keanekaragaman suku bangsa dapat dikembangkan sebagai strategi nasional kearah terwujudnya integrasi nasional. Nasionalisme yang dikembangkan tentunya membutuhkan adanya saling pengakuan loyalitas dan solidaritas diantara kebudayaan yang berbeda.

(29)

Kwala Gunung, pemberian otonomi daerah oleh pemerintah pusat untuk menjawab tuntutan pemerintah daerah yang menghendaki adanya sistem desentralisasi kekuasaan, dimana daerah meminta sebagian kewenangan dan potensi pendapatan asli daerahnya dikelola oleh daerah untuk kepentingan kesejateraan masyarakat Desa Kwala Gunung.

Penelitian ini telah menunjukkan bahwa etnis mayoritas bisa kalah dalam sebuah pemilihan kepala desa. Artinya telah terjadi pergeseran stigma selama ini etnis mayoritas hampir dipastikan memenangkan sebuah pemilihan. Hasil penelitian ini memberikan beberapa implikasi, antara lain:

1. Teori etnisitas menjelaskan bagaimana penelitian ini memberikan penjelasan bahwa ada suatu proses pemahaman lain mengenai etnis mayoritas yang mendominasi suatu wilayah akan pasti memenangkan pemilihan, tetapi hal ini tidak berlaku di Desa Kwala Gunung karena untuk yang ketiga kalinya etnis minoritas mengalahkan etnis mayoritas di Desa Kwala Gunung.

(30)

keselarasan kehidupan bermasyarakat mampu mengalahkan strategi dari calon-calon yang berasal dari etnis mayoritas.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada penulisan ilmiah ini Penulis membahas tentang pembuatan aplikasi yang menyajikan informasi tentang perangkat keras komputer yang dapat membuat user tertarik dengan

TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SD NEGERI GONDANG

[r]

Sedangkan pengajian umumnya yang diberi nama MAJLAZ (Majelis Ta’lim dan Dzikir Al Azhaar) dilaksanakan pada hari Ahad sebulan sekali dengan mendatangkan mu’allim

Universitas Kristen Maranatha mendahulukan kebutuhan yang lain, bukan kebutuhan untuk bertindak prososial fokus kebutuhan motivasi intrinsik adalah betul-betul

Menurut Gardner dalam Nurlaila (2004: 38) “Bahasa dapat distimulus melalui bacaan, latihan menulis, berdiskusi dan bermain dengan kata-kata”. Anak yang mempunyai

Dengan menggunakan metode Servqual kita bisa mengetahui performansi atribut pelayanan yang dihasilkan dengan perhitungan gap score, dimana gap score yang