BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perspektif/Paradigma Kajian
Paradigma merupakan perspektif riset yang digunakan peneliti yang berisi
bagaimana peneliti melihat realita (world views), bagaimana mempelajari
fenomena, cara-cara yan digunakan dalam penelitian dan cara-cara yang
digunakan dalam menginterpretasikan temuan. Dalam konteks desain penelitian,
pemilihan paradigma penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang
akan mendasari dan memberi pedoman seluruh proses penelitian (Guba, 1990).
Paradigma penelitian menentukan masalah apa yang dituju dan tipe penjelasan
apa yang dapat diterimanya (Kuhn, 1970).
Penelitian ini menggunakan paradigma konstrukstivisme. Menurut Von
Glasersfeld (Ardianto, 2007: 154), konstruktivisme adalah salah satu filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi
(bentukan) kita sendiri. Pendirian ini merupakan kritik langsung pada perspektif
positivisme yang meyakini bahwa pengetahuan itu adalah potret atau tiruan dari
kenyataan (realitas). Pengetahuan objektif, kita tahu adalah pengetahuan yang apa
adanya, terlepas dari peran subjek sebagai pengamat. Konstruktivisme menolak
keyakinan itu, pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan yang ada.
Pengetahuan justru selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif.
Subjek pengamat tidaklah kosong dan tidak mungkin tidak terlibat dalam
tindakan pengamatan. Kemudian keberadaan realitas tidak hadir begitu saja pada
benak subjek pengamat, realitas ada karena pada diri manusia terdapat skema,
kategori, konsep, dan struktur pengetahuan yang berkaitan dengan objek yang
diamati. Para kontruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri
seseorang yang sedang mengetahui. Pada proses komunikasi, pesan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari otak seseorang ke kepala orang lain. Penerima pesan
sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan
Kontruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek
dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi
hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan
dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek
sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan
sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap
maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Komunikasi dipahami, diatur, dan
dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada
dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri
serta pengungkapan jati diri sang pembicara. Oleh karena itu analisis dapat
dilakukan demi membongkar maksud dan makna-makna tertentu dari komunikasi
(Ardianto, 2007: 151).
Konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistimologi
merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia adalah konstruksi yang
dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material.
Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan
bukan reproduksi kenyataan. Dengan demikian dunia muncul dalam pengalaman
manusia secara terorganisasi dan bermakna.
Keberagaman pola konseptual/kognitif merupakan hasil dari lingkungan
historis, kultural, dan personal yang di gali secara terus-menerus. Jadi tidak ada
pengetahuan yang koheren, sepenuhnya transparan dan independen dari subjek
yang mengamati. Manusia ikut berperan, ia menentukan pilihan perencanaan yang
lengkap, dan menuntaskan tujuannya di dunia. Pilihan-pilihan yang mereka buat
dalam kehidupan sehari-hari lebih sering didasarkan pada pengalaman
sebelumnya, bukan pada prediksi secara ilmiah-teoretis.
Kontruktivisme memang merujukkan pengetahuan pada konstruksi yang
sudah ada di benak subjek. Namun konstruktivisme juga meyakini bahwa
pengetahuan bukanlah hasil sekali jadi, melainkan proses panjang sejumlah
pengalaman (Ardianto, 2007: 154). Teori konstruktivisme adalah pendekatan
secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse
Delia dan rekan-rekan sejawatnya (Miller, 2002). Konstruktivisme ini lebih
1970-an para akademisi mengemb1970-angk1970-an komunikasi 1970-antarpribadi secara sistematik
dengan membuat peta terminologi secara teoritis dan hubungannya; dengan
mengolaborasi sejumlah asumsi, serta uji coba teori dalam ruang lingkup situasi
produksi pesan.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstrukstivisme karena di dalam
kajian paradigma konstruktivisme memandang tindakan komunikatif sebagai
interaksi yang sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah subjek yang
memiliki pilihan bebas, walalupun lingkungan sosial membatasi apa yang dapat
dilakukan. Tindakan komunikatif dianggap sebagai tindakan sukarela,
berdasarkan pilihan subjek. Dengan kajian konstruktivisme ini, peneliti berusaha
memahami dan mendeskripsikan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan
subjek yang akan diteliti. Selain itu, penelitian ini menggunakan paradigma
konstrukstivis karena penelitian yang menggunakan metode riset deskriptif
kualitatif (wawancara dan observasi) merupakan bagian dari pendekatan
konstruktivis.
2.2 Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan acuan atau landasan berpikir peneliti dengan
basis pada bahan pustaka yang membahas tentang teori atau hasil penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dijalankan (Prajarto, 2010).
Pencarian dan penelusuran kepustakaan atau literatur yang berhubungan dengan
masalah penelitian sangat diperlukan. Penelitian tidak dilakukan di ruang kosong
dan tidak pula dapat dikerjakan dengan baik, tanpa basis teoritis yang jelas.
Penelitian kekinian sesungguhnya menelusuri atau meneruskan peta jalan yang
telah dirintis oleh peneliti terdahulu. (Danim, 2001).
Dengan adanya kajian teori, maka peneliti akan mempunyai landasan
untuk menentukan tujuan dan arah penelitian. Adapun teori yang dianggap relevan
2.2.1 Komunikasi
2.2.1.1 Definisi Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari
kata Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama.
Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Jadi, kalau dua orang terlibat dalam
komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi
atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan.
Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu
menimbulkan kesamaan makna (Effendy, 2006: 9). Dengan kata lain, mengerti
bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu.
Jelas bahwa percakapan kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila
kedua-duanya, selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna
dari bahan yang dipercakapkan.
Selain itu juga terdapat sebuah definisi lain yang dibuat oleh kelompok
sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi
antarmanusia (human communication) bahwa: “Komunikasi adalah suatu
transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur
lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia; (2)
melalui pertukaran informasi; (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang
lain; serta (4) berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu” (Book, 1980)
(Cangara, 2009: 20). Everret M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan
Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi,
khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa: “Komunikasi
adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau
lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”.
Definisi tersebut kemudian dikembangkan oleh Rogers bersama
D.Lawrence Kincaid sehingga melahirkan suatu definisi baru yang menyatakan
bahwa: “Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk
atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada
gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam” (Cangara, 2009: 20).
Rogers mencoba menspesifikasikan hakikat suatu hubungan dengan adanya suatu
dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari
orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.
Definisi komunikasi yang telah dipaparkan diperkuat juga dengan definisi
lain, seperti definisi komunikasi menurut Shannon dan Weaver (Cangara, 2009:
20) yang menyebutkan bahwa komunikasi dapat juga diartikan sebagai bentuk
interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain, dengan
sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada pada komunikasi verbal saja, tetapi
juga dalam ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. Oleh karena itu, jika kita
berada dalam situasi berkomunikasi, kita memiliki beberapa kesamaan dengan
orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari simbol-simbol yang
digunakan dalam berkomunikasi.
Defini komunikasi tidak terbatas pada itu saja, terdapat pula definisi lain
menurut Carl I. Hovland (dalam Effendy 2006: 10), ilmu komunikasi adalah
“Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian
informasi serta pembentukan pendapat dan sikap”. Definisi Hovland tersebut
menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja
penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public
opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan
kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Bahkan dalam
definisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri, Hovland
mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain
(communication is the process to modify the behavior of other individuals).
Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan
secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang
dikemukakan oleh Harold Laswell dalam karyanya, The Structure and Function of
Communication in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk
menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: “Who Says
What In Which Channel To Whom With What Effect?” Paradigma Laswell
tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban
dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni komunikator (communicator, source,
sender), pesan (message), media (channel, media), komunikan (communicant,
tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2006: 10).
Secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian suatu
pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Dari pengertian itu jelas bahwa
komunikasi melibatkan sejumlah orang, di mana seseorang menyatakan sesuatu
kepada orang lain. Jadi, yang terlibat dalam komunikasi itu adalah manusia.
Karena itu, komunikasi yang dimaksudkan disini adalah komunikasi manusiaatau
dalam bahasa asing human communication, yang sering kali pula disebut
komunikasi sosial atau social communication. Komunikasi manusia sebagai
singkatan dari komunikasi antarmanusia dinamakan komunikasi sosial atau
komunikasi kemasyarakatan karena hanya pada manusia-manusia yang
bermasyarakat terjadinya komunikasi (Effendy, 2004). Selain itu, komunikasi
mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima
pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu,
mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan
balik. (De Vito, 2007).
2.2.1.2 Karakteristik Komunikasi
Adapun karakteristik dari komunikasi itu sendiri adalah (Fajar, 2009):
1. Komunikasi sebagai suatu proses
Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa komunikasi merupakan
serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta
berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Proses komunikasi
melibatkan banyak faktor atau unsur. Faktor atau unsur yang dimaksud antara
lain dapat mencakup pelaku atau peserta, pesan (meliputi bentuk, isi, dan cara
penyajiannya), saluran atau alat yang dipergunakan untuk menyampaikan
pesan, waktu, tempat, hasil atau akibat yang terjadi.
2. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan
Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja serta
sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya. Pengertian sadar disini
menunjukkan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang
dalam keadaan mimpi. Disengaja maksudnya bahwa komunikasi yang
dilakukan memang sesuai dengan kemauan dari pelakunya sementara tujuan
menunjuk pada hasil atau akibat yang ingin dicapai.
3. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang
terlibat.
Kegiatan komunikasi akan berlangsung dengan baik apabila pihak-pihak yang
berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama
mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang dikomunikasikan.
4. Komunikasi bersifat simbolis
Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan
menggunakan lambang-lambang, misalnya: bahasa.
5. Komunikasi bersifat transaksional
Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan: memberi dan menerima.
Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau
proporsional oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam komunikasi.
6. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu
Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang maksudnya bahwa para peserta
atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta
tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi
seperti telepon, faksimili, teleks, dan lain-lain, kedua faktor tersebut (waktu dan
ruang) bukan lagi menjadi persoalan dan hambatan dalam berkomunikasi.
2.2.1.3 Proses Komunikasi
Menurut Effendy (2006), proses komunikasi pada hakikatnya adalah
proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada
orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan
lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan,
kepastian,keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan
sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Adakalanya seseorang menyampaikan
buah pikirannya kepada orang lain tanpa menampakkan perasaan tertentu. Pada
saat lain seseorang menyampaikan perasaannya kepada orang lain tanpa
perasaan tertentu, disadari atau tidak disadari. Komunikasi akan berhasil apabila
pikiran disampaikan dengan menggunakan perasaan yang disadari; sebaliknya
komunikasi akan gagal jika sewaktu menyampaikan pikiran, perasaan tidak
terkontrol.
Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan
secara sekunder. Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian
pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses
komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang
secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator
kepada komunikan. Media primer komunikasi adalah bahasa, karena bahasa yang
paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas karena hanya
bahasalah yang mampu “menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang lain.
Pikiran tersebut dapat berbentuk ide, informasi atau opini; baik mengenai hal yang
konkret maupun yang abstrak; bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi
pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lau dan pada masa yang
akan datang. Berkat kemampuan bahasa maka kita dapat mempelajari ilmu
pengetahuan; dapat menjadi manusia yang beradab dan berbudaya; dan dapat
memperkirakan apa yang akan terjadi pada tahun, dekade, bahkan abad yang akan
datang.
Kial (gesture) memang dapat “menerjemahkan” pikiran seseorang
sehingga terekspresikan secara fisik. Akan tetapi menggapai tangan, memainkan
jari, mengedipkan mata atau menggerakkan anggota tubuh lainnya hanya dapat
mengkomunikasikan hal-hal tertentu saja (sangat terbatas). Demikian pula isyarat
dengan menggunakan alat seperti tongtong, bedug, sirene dan lain-lain serta
warna yang mempunyai makna tertentu. Kedua lambang itu amat terbatas
kemampuannya dalam mentransmisikan pikiran seseorang kepada orang lain.
Gambar sebagai lambang yang banyak dipergunakan dalam komunikasi
memangb melebihi kial, isyarat, dan warna dalam hal kemampuan
“menerjemahkan” pikiran seseorang, tetapi tidak melebihi bahasa. Tetapi, demi
efektifnya komunikasi, lambang-lambang tersebut sering dipadukan
komunikasi adalah bahasa, tidak semua orang pandai mencari kata-kata yang tepat
dan lengkap yang dapat mencerminkan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya.
Selain itu, sebuah perkataan belum tentu mengandung makna yang sama bagi
semua orang. Sedangkan proses komunikasi secara sekunder adalah proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat
atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media
pertama.
Media kedua yaitu media sekunder digunakan oleh seorang komunikator
dalam melancarkan komunikasinya jika komunikan berada di tempat yang relatif
jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio,
televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam
komunikasi. Umumnya di kalangan masyarakat, yang dikenal sebagai media
komunikasi adalah media kedua seperti diterangkan di atas.
Dalam penelitian ini, proses komunikasi yang dilakukan oleh anak adalah
proses komunikasi sekunder. Hal ini dikarenakan, anak yang di teliti tinggal
terpisah berjauhan dengan orang tua dan proses komunikasi yang di lakukan
menggunakan telepon, handphone atau peralatan elektronik lainnya sebagai media
komunikasi.
2.2.1.4 Fungsi Komunikasi
Wiiliam I. Gorden dalam Mulyana, (2007: 5-33) mengkategorikan fungsi
komunikasi menjadi empat, yaitu:
1. Sebagai Komunikasi Sosial
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan
bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi
diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar
dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat
menghibur, dan memupuk hubungan hubungan orang lain. Melalui
komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga,
kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, desa, negara secara keseluruhan)
a. Pembentukan konsep diri.
Konsep diri adalah pandangan kita mengenai diri kita, dan itu hanya bisa
kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita.
Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai
siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Anda
mencintai diri anda bila anda telah dicintai; anda berpikir anda cerdas bila
orang-orang sekitar anda menganggap anda cerdas; anda merasa tampan
atau cantik bila orang-orang sekitar anda juga mengatakan demikian.
b. Pernyataan eksistensi diri.
Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang
disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi pernyataan eksistensi diri.
Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri terlihat jelas misalnya pada
penanya dalam sebuah seminar. Meskipun mereka sudah diperingatkan
moderator untuk berbicara singkat dan langsung ke pokok masalah,
penanya atau komentator itu sering berbicara panjang lebar mengkuliahi
hadirin, dengan argumen-argumen yang terkadang tidak relevan.
c. Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh kebahagiaan.
Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup.
Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi
kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memnuhi
kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Para psikolog
berpendapat, kebutuhan utama kita sebagai manusia, dan untuk menjadi
manusia yang sehat secara rohaniah, adalah kebutuhan akan hubungan
sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan
yang baik dengan orang lain. Abraham Moslow menyebutkan bahwa
manusia punya lima kebutuhan dasar: kebutuhan fisiologis, keamanan,
kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri.
2. Sebagai Komunikasi Ekspresif
Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita.
Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan
prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun bisa
disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku nonverbal. Seorang ibu
menunjukkan kasih sayangnya dengan membelai kepala anaknya. Orang dapat
menyalurkan kemarahannya dengan mengumpat, mengepalkan tangan seraya
melototkan matanya, mahasiswa memprotes kebijakan penguasa negara atau
penguasa kampus dengan melakukan demontrasi.
3. Sebagai Komunikasi Ritual
Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun
dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebaga rites of passage,
mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman,
pernikahan, dan lain-lain. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata
atau perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus lain seperti
berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara
bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara wisuda, perayaan
lebaran (Idul Fitri) atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang
berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali
komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa. Negara, ideologi,
atau agama mereka.
4. Sebagai Komunikasi Instrumental
Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu:
menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan
tindakan, dan juga menghibur. Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita
gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk
menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunika membuat kita peka
terhadap berbagai strategi yang dapat kita gunakan dalam komunikasi kita
untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama.
Komunikasi berfungsi sebagi instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi
dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun tujuan jangka panjang.
Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian, menumbuhkan
kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan material, ekonomi,
dan politik, yang antara lain dapat diraih dengan pengelolaan kesan
berbicara sopan, mengobral janji, mengenakankan pakaian necis, dan
sebagainya yang pada dasarnya untuk menunjukkan kepada orang lain siapa
diri kita seperti yang kita inginkan. Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat
diraih lewat keahlian komunikasi, misalnya keahlian berpidato, berunding,
berbahasa asing ataupun keahlian menulis. Kedua tujuan itu (jangka pendek
dan panjang) tentu saja saling berkaitan dalam arti bahwa pengelolaan kesan
itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang
berupa keberhasilan dalam karier, misalnya untuk memperoleh jabatan,
kekuasaan, penghormatan sosial, dan kekayaan.
Berkenaan dengan fungsi komunikasi ini, terdapat juga beberapa pendapat
dari para ilmuwan lain yang bila dicermati saling melengkapi. Sebagaimana yang
disebutkan dalam Effendy (2006: 8) fungsi komunikasi antara lain: (a)
Menyampaikan informasi (to inform), (b) Mendididik (to educate), (c) Menghibur
(to entertain), (d) Mempengaruhi (to influence).
Begitu pentingnya komunikasi dalam hidup manusia, maka Harold D.
Laswell (dalam Cangara, 2009: 59) mengemukakan bahwa fungsi komunikasi
antara lain, yaitu: (1) manusia dapat mengontrol lingkungannya, (2) beradaptasi
dengan lingkungan tempat mereka berada, serta (3) melakukan transformasi
warisan sosial kepada generasi berikutnya. Selain itu, ada beberapa pihak menilai
bahwa dengan komunikasi yang baik, hubungan antarmanusia dapat dipelihara
kelangsungannya. Sebab, melalui komunikasi dengan sesama manusia kita bisa
memperbanyak sahabat, memperbanyak rezeki, memperbanyak dan memelihara
pelanggan (costumers), dan juga memelihara hubungan antarmanusia dalam
bermasyarakat.
Dalam penelitian ini, komunikasi yang dilakukan oleh anak dan orang tua
berfungsi untuk saling menyampaikan informasi, seperti informasi mengenai
perkembangan tugas akhir, keadaan dan kondisi kesehatan. Selain itu komunikasi
juga dilakukan oleh orangtua untuk menasihati, memotivasi, bahkan ketika tinggal
2.2.1.5 Tujuan Komunikasi
Ada empat tujuan Komunikasi menurut Effendy (2006), yaitu :
a. Mengubah sikap (to change the attitude)
b. Mengubah opini/pendapat/pandangan (to change the opinion)
c. Mengubah perilaku (to change the behavior)
d. Mengubah masyarakat (to change the society).
Menurut Moss dan Tubbs (2000), komunikasi yang efektif menimbulkan lima hal
yaitu:
1. Pengertian
Penerimaan yang cermat oleh komunikan mengenai isi stimulus atau pesan seperti
yang dimaksud oleh komunikator
2. Kesenangan
Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk
pengertian, akan tetapi ada juga yang dilakukan untuk menimbulkan kesenangan,
misalnya menanyakan keadaan seseorang. Komunikasi inilah yang membuat
hubungan menjadi hangat, akrab, dan menyenangkan
3. Pengaruh pada sikap
Komunikasi seringkali dilakukan dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain.
Komunikasi yang efektif ditandai dengan perubahan sikap, perilaku atau pendapat
komunikan sesuai dengan kehendak komunikator
4. Hubungan sosial yang baik
Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan social yang baik. Manusia
juga adalah makhluk social yang tidak tahan hidup sendiri
5.Tindakan
Berhasil atau tidaknya komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan
komunikan
2.2.2 Komunikasi Antarpribadi
2.2.2.1 DefinisiKomunikasi Antarpribadi
Kehidupan manusia ditandai dengan pergaulan di antara manusia dalam
keluarga, lingkungan masyarakat, sekolah, tempat kerja, organisasi sosial dan
sebagainya. Semuanya ditunjukkan tidak saja pada derajat suatu pergaulan,
tetapi juga terletak pada seberapa jauh keterlibatan di antara mereka satu dengan
yang lainnya, saling mempengaruhi
Komunikasi antarpribadi merupakan satu proses sosial dimana
orang-orang yang terlibat didalamnya saling mempengaruhi. Ada 3 pendekatan umum yang
dikemukakan De Vito (2007) dalam komunikasi antar pribadi, yaitu:
a. Komunikasi antar pribadi didefenisikan sebagai pengiriman pesan oleh seseorang dan
menerima pesan dari orang lain atau sekelompok kecil orang dengan efek langsung
b. Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi antara 2 orang yang ada hubungan di
antara keduanya.
c. Komunikasi antar pribadi merupakan bentuk perkembangan/peningkatan komunikasi
pribadi
2.2.2.2 Jenis-jenisKomunikasi Antarpribadi
Secara teoritis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua
jenis menurut sifatnya (Effendy, 2003) yaitu :
1. Komunikasi diadik (dyadic communication)
Komunikasi diadik adalah komunikasi antar pribadi yang berlangsung antara
dua orang yakni seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan
dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan. Oleh karena perilaku
komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadiberlangsung secara
intens. Komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada diri
komunikan.
Situasi komunikasi seperti itu akan nampak dalam komunikasi triadik atau
komunikasi kelompok, baik kelompok dalam bentuk keluarga maupun dalam
bentuk kelas atau seminar.
Dalam suatu kelompok terdapat kecenderungan terjadinya pemilihan
interaksi seseorang dengan seseorang yang mengacu kepada apa yang disebut
primasi diadik (dyadic primacy) (Devito, 1979) yang dimaksudkan dengan
primaci diadik ini ialah setiap dua orang dari sekian banyak dalam kelompok
2. Komunikasi triadik (triadic communication)
Komunikasi triadik ini adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri
dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika
misalnya A yang menjadi komunikator , maka ia pertama-tama
menyampaikan kepada komunikan B, kemudian kalau dijawab atau
ditanggapi , beralih kepada komunikan C, juag secara berdialogis.
Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik
lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang
komunikan, sehingga ia dapat menguasaiframe of reference komunikan
sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung kedua faktor yang sangat
berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi.
Walaupun demikian dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi
lainnya, misalnya komunikasi kelompok dan komunikasi massa, komunikasi
triadik karena merupakan komunikasi antarpribadi lebih efektif dalam
kegiatan mengubah sikaf, opini, atau prilaku komunikan (Effendy, 2003).
2.2.2.3 TujuanKomunikasi Antarpribadi
Komunikasi antar pribadi memiliki beberapa tujuan. Menurut De Vito (2007)
terdapat empat tujuan komunikasi antar pribadi, yaitu :
1. Mengurangi kesepian
Kontak dengan sesama manusia akan mengurangi kesepian. Adakalanya kita
mengalami kesepian karena secara fisik kita sendirian. Di lain pihak, kita kesepian
karena meskipun mungkin bersama orang lain, kita mempunyai kebutuhan akan
kontak dekat. Dalam upaya mengurangi kesepian, orang berusaha memiliki banyak
kenalan. Satu hubungan yang dekat biasanya berdampak lebih baik.
2. Mendapatkan rangsangan
Manusia membutuhkan stimuli. Salah satu cara agar manusia mendapatkan stimuli
adalah dengan melakukan kontak antar manusia.
3. Mendapatkan pengetahuan diri
Sebagian besar melalui kontak antar manusialah kita dapat mengetahui diri sendiri.
Persepsi mengenai diri sendiri sangat dipengaruhi oleh apa yang kita yakini dan
pikiran orang lain tentang kita.
Alasan paling umum dan paling mendasar mengapa kita melakukan kontak dengan
manusia lainnya adalah untuk memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan
penderitaan. Kita perlu berbagi rasa dengan orang lain tentang nasib baik,
penderitaan emosi atau mengenai fisik kita.
2.2.2.4 Karakteristik Komunikasi Antarpribadi
Liliweri (1991) mengemukakan ciri-ciri komunikasi antar pribadi yang lain,
yaitu:
1. Komunikasi antar pribadi biasanya terjadi secara spontan dan sambil lalu
2. Komunikasi antar pribadi tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu
3. Komunikasi antar pribadi terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidak
mempunyai identitas yang jelas
4. Komunikasi antar pribadi mempunyai akibat yang disengaja maupun tidak disengaja
5. Komunikasi antar pribadi seringkali berlangsung berbalas-balasan
6. Komunikasi antar pribadi menghendaki paling sedikit dua orang dengan suasana yang
bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan
7. Komunikai antar pribadi tidak dikatakan tidak sukses jika tidak membuahkan hasil
8. Komunikasi antar pribadi menggunakan lambang-lambang bermakna
Komunikasi antar pribadi yang baik adalah komunikasi yang memiliki ciri
keterbukaan, kepekaan dan bersifat umpan balik. Individu merasa puas
berkomunikasi antarpribadi bila ia dapat mengerti orang lain dan merasa bahwa
orang lain juga memahami dirinya. Komunikasi antar pribadi antara dua individu,
karenanya pemahaman komunikasi dan hubungan antarpribadi menempatkan
pemahaman mengenai komunikasi dalam proses psikologis.
Percakapan yang sifatnya pribadi, hanya dapat dilaksanakan melalui
komunikasi antar pribadi. Hal ini dikarenakan komunikasi antar pribadi
melibatkan pribadi dan terjalin melalui interaksi secara langsung di antara
pribadi-pribadi yang sudah saling mengenal, sehingga pesan yang disampaikan lebih
mudah diterima, dimengerti dan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
Ketepatan yang tinggi dapat dicapai apabila antara komunikator dan
demikian keefektifan komunikasi antar pribadi dapat terjadi. Orang tua dan anak
yang hidup dalam suatu keluarga tentunya mempunyai pengalaman dan latar
belakang yang sama. Anak belajar dari orang tua sehingga pengalaman dan
pengetahuan orang tua banyak diberikan kepada anaknya.
De Vito (2007) menjelaskan karakteristik komunikasi antar pribadi yang
efektif dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu:
1. Perspektif Humanistik, meliputi sifat-sifat:
a. Keterbukaan (Openness)
Proses komunikasi antar pribadi dapat berlangsung efektif bila
pribadi-pribadi yang terlibat dalam proses komunikasi antar pribadi-pribadi harus saling
memiliki keterbukaan, dengan demikian lebih mudah mencapai komunikasi
efektif.
Sikap keterbukaan paling tidak menunjuk pada dua aspek dalam komunikasi
antarpribadi. Pertama, kita harus terbuka pada orang lain yang berinteraksi
dengan kita, yang penting adalah adanya kemauan untuk membuka diri pada
masalah-masalah yang umum, agar orang lain mampu mengetahui pendapat,
gagasan, atau pikiran kita sehingga komunikasi akan mudah dilakukan.
Dari keterbukaan menunjuk pada kemauan kita untuk memberikan
tanggapan terhadap orang lain secara jujur dan terus terang terhadap segala
sesuatu yang dikatakannya.
Keterbukaan atau sikap terbuka sangat berpengaruh dalam menumbuhkan
komunikasi antarpribadi yang efektif. Keterbukaan adalah pengungkapan
reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang dihadapi serta
memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan untuk memberikan
tanggapan kita di masa kini tersebut.
Johnson Supratiknya, (1995: 14) mengartikan keterbukaan diri yaitu
membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah
dikatakan atau dilakukan, atau perasaan kita terhadap kejadiankejadian yang
baru saja kita saksikan.
Secara psikologis, apabila individu mau membuka diri kepada orang lain,
komunikasi antarpribadi yang akhirnya orang lain tersebut akan turut
membuka diri.
Brooks dan Emmert (Rahmat, 2005: 136) mengemukakan bahwa
karakteristik orang yang terbuka adalah sebagai berikut:
a. Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan
logika.
b. Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dan sebagainya.
c. Mencari informasi dari berbagai sumber
d. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian
kepercayaannya.
b. Empati (emphaty)
Empati adalah merasakan apa yang dirasakan orang lain. Adanya empati
komunikator dapat merasakan perasaan komunikan sehingga setiap pesan
yang disampaikan sesuai dengan keinginan komunikator dan komunikan.
Komunikasi antarpribadi dapat berlangsung kondusif apabila komunikator
(pengirim pesan) menunjukkan rasa empati pada komunikan (penerima
pesan). Menurut Sugiyo (2005: 5) empati dapat diartikan sebagai
menghayati perasaan orang lain atau turut merasakan apa yang dirasakan
orang lain. Sementara Surya (Sugiyo, 2005: 5) mendefinisikan bahwa
empati adalah sebagai suatu kesediaan untuk memahami orang lain secara
paripurna baik yang nampak maupun yang terkandung, khususnya dalam
aspek perasaan, pikiran dan keinginan. Individu dapat menempatkan diri
dalam suasana perasaan, pikiran dan keinginan orang lain sedekat mungkin
apabila individu tersebut dapat berempati. Apabila empati tersebut tumbuh
dalam proses komunikasi antarpribadi, maka suasana hubungan komunikasi
akan dapat berkembang dan tumbuh sikap saling pengertian dan penerimaan.
c. Perilaku suportif (Supportivness)
Dukungan tercapai bila ada saling pengertian dari mereka yang mempunyai
Dalam komunikasi antarpribadi diperlukan sikap memberi dukungan dari
pihak komunikator agar komunikan mau berpartisipasi dalam komunikasi.
Hal ini senada dikemukakan Sugiyo (2005: 6) dalam komunikasi
antarpribadi perlu adanya suasana yang mendukung atau memotivasi,
lebih-lebih dari komunikator. Rahmat (2005 :133) mengemukakan bahwa “sikap
supportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif”. Orang yang
defensif cenderung lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang
ditanggapinya dalam situasi komunikan dari pada memahami pesan orang
lain.
d. Rasa positif (Positivness)
Setiap pembicaraan yang disampaikan mendapat tanggapan pertama yang
positif, maka rasa positif menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi
untuk tidak curiga atau berprasangka.
Rasa positif merupakan kecenderungan seseorang untuk mampu bertindak
berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebihan,
menerima diri sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain,
memiliki keyakinan atas kemampuannya untuk mengatasi persoalan, peka
terhadap kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima.
Dapat memberi dan menerima pujian tanpa pura-pura memberi dan
menerima penghargaan tanpa merasa bersalah.
Sugiyo (2005: 6) mengartikan bahwa rasa positif adalah adanya
kecenderungan bertindak pada diri komunikator untuk memberikan
penilaian yang positif pada diri komunikan. Dalam komunikasi antarpribadi
hedaknya antara komunikator dengan komunikan saling menunjukkan sikap
positif, karena dalam hubungan komunikasi tersebut akan muncul suasana
menyenangkan, sehingga pemutusan hubungan komunikasi tidak dapat
terjadi. Rahmat (2005: 105) menyatakan bahwa sukses komunikasi
antarpribadi banyak tergantung pada kualitas pandangan dan perasaan diri;
positif atau negatif. Pandangan dan perasaan tentang diri yang positif, akan
e. Kesamaan (Equality)
Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan antar pribadi lebih kuat apabila
memiliki kesamaan pandangan, sikap, ideology dan sebagainya.
Kesetaraan merupakan perasaan sama dengan orang lain, sebagai manusia
tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan
tertentu, latar belakang keluarga atau sikap orang lain terhadapnya. Rahmat
(2005: 135) mengemukakan bahwa persamaan atau kesetaraan adalah sikap
memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis, tidak
menunjukkan diri sendiri lebih tinggi atau lebih baik dari orang lain karena
status, kekuasaan, kemampuan intelektual kekayaan atau kecantikan. Dalam
persamaan tidak mempertegas perbedaan, artinya tidak mengggurui, tetapi
berbincang pada tingkat yang sama, yaitu mengkomunikasikan penghargaan
dan rasa hormat pada perbedaan pendapat merasa nyaman, yang akhirnya
proses komunikasi akan berjalan dengan baik dan lancar.
2. Perspektif Pragmatis, meliputi sifat-sifat seperti:
a. Bersikap yakin (Confidence)
Komunikasi antar pribadi lebih efektif apabila sesorang tidak merasa malu,
gugup atau gelisah menghadapi orang lain.
b. Kebersamaan (Immediacy)
Sikap kebersamaan ini dikomunikasikan secara verbal maupun nonverbal.
Secara verbal orang yang memiliki sifat ini dalam berkomunikasi selalu
mengikutsertakan dirinya dengan orang lain. Secara non verbal, orang yang
memiliki sifat ini akan berkomunikasi dengan mempertahankan kontak mata
ataupun gerakan-gerakan.
c. Manajemen Informasi
Seseorang yang menginginkan komunikasi yang efektif akan mengontrol
dan menjaga interaksi agar dapat memuaskan kedua belah pihak sehingga
tidak seorang pun yang merasa diabaikan.
d. Perilaku Ekspresif (Expresiveness)
Memperlihatkan keterlibatan seseorang secara sungguh-sungguh dalam
berinteraksi dengan orang lain lebih membuat komunikasi antar pribadi
e. Orientasi pada orang lain
Seseorang harus memiliki sifat yang berorentasi pada orang lain untuk
mencapai efektifitas komunikasi antar pribadi. Artinya seseorang mampu
untuk beradaptasi dengan orang lain selama berlangsungnya komunikasi
antar pribadi.
2.2.2.5 Elemen Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi terdiri dari beberapa elemen yaitu,
“source-receiver, encoding-decoding, messages, channel, noise, context, ethics, dan
competence” (DeVito, 2007)
Elemen yang pertama dalam komunikasi antarpribadi adalah
source-receiver. Source adalah pihak yang menyusun dan mengirimkan pesan, sedangkan
receiver adalah pihak yang menerima dan mengartikan pesan. Dalam komunikasi
antarpribadi, kedua fungsi ini sama-sama dijalankan oleh masing-masing individu.
Elemen kedua dari komunikasi antarpribadi adalah encoding-decoding. Encoding
merupakan proses menciptakan pesan, sedangkan decoding adalah kegiatan untuk
memahami suatu pesan. Dalam komunikasi antarpribadi, kedua proses ini
dikombinasikan oleh sumber dan penerima pesan dalam proses komunikasi
mereka.
Elemen selanjutnya adalah messages atau pesan. Pesan adalah signal yang
menstimuli penerima. Pesan ini dapat berupa pesan verbal maupun pesan
nonverbal. Pesan verbal merupakan pesan yang diungkapkan melalui penggunaan
bahasa dan kata-kata. Sedangkan pesan nonverbal adalah pesan yang diungkapkan
tanpa menggunakan kata-kata, akan tetapi dengan bahasa dengan bahasa tubuh,
senyum, atau ekspresi. Dalam pesan sendiri terbagi lagi menjadi dua, yaitu
“feedback dan feedforward”.
Setelah pesan, elemen berikutnya adalah channel. Channel adalah media
yang dilewati oleh pesan. Itu adalah jembatan yang menghubungkan sumber
pesan dan penerima pesan. Dalam komunikasi face-to-face, channel tersebut dapat
berupa indera pendengaran atau indera penglihatan. Sedangkan dalam komunikasi
(antarpribadi) bermedia, channel tersebut dapat berupa telepon atau alat elektronik
Gambar 2.1
Proses Komunikasi Antarpribadi
Elemen berikutnya adalah noise. Noise adalah segala sesuatu yang
mengganggu isi pesan dan mengakibatkan penerima tidak dapat menerima pesan
yang disampaikan oleh sumber. Ada empat macam noise yaitu gangguan fisik,
gangguan fisiologis, gangguan psikologi, dan gangguan semantik. Gangguan fisik
merupakan gangguan eksternal pada saat komunikasi berlangsung, contohnya
adalah suara ribut saat berbicara. Selanjutnya gangguan fisiologis merupakan
gangguan yang meliputi kondisi fisik komunikator dan komunikan. Sebagai
contoh adalah tuli, artikulasi, atau hilang ingatan. Kemudian yang ketiga
gangguan psikologi yaitu gangguan mental, antara lain yaitu suasana emosi,
pikiran yang tidak terbuka dan lain sebagainya. Yang terakhir gangguan semantik
adalah perbedaan makna antara komunikator dan komunikan yang diakibatkan
karena pemakaian bahasa yang berbeda.
Elemen komunikasi lainnya yaitu context atau konteks. Ada beberapa
macam konteks yaitu dimensi fisik, dimensi temporal, dimensi
sosial-psikologikal, dan konteks budaya. Dimensi fisik yaitu ruangan tempat komunikasi
berlangsung. Dimensi temporal yaitu meliputi waktu berlangsungnya komunikasi.
pelaku komunikasi antarpribadi. Dan konteks budaya adalah nilai budaya yang di
anut oleh pelaku komunikasi antar pribadi.
Elemen berikutnya dalam komunikasi antar pribadi adalah ethics atau
etika. Etika ini meliputi benar salah. Untuk menciptakan komunikasi yang efektif
perlu memperhatikan etika yang ada. Elemen terakhir dari komunikasi antar
pribadi adalah competence atau kompetensi. Efektif tidaknya suatu komunikasi
antar pribadi tergantung pada kompetensi antar pribadi para pelaku komunikasi
tersebut. Yang dimaksud dengan kompetensi adalah ukuran atas kualitas
penampilan baik secara intelektual maupun secara physical.
2.2.2.6 Faktor-faktor yang mem pengaruhi individu dalam Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi dimulai dari diri individu. Tampilan komunikasi
yang muncul dalam setiap kita berkomunikasi mencerminkan kepribadian dari
setiap individu yang berkomunikasi. Pemahaman terhadap proses pembentukan
keperibadian setiap pihak yang terlibat dalam komunikasi menjadi penting dan
mempengaruhi keberhasilan komunikasi. Tampilan komunikasi yang
teramati/tampak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak terlihat, tapi terasa
pengaruhnya, yaitu:
a. Meaning (makna).
Ketika simbol ada, maka makna itu ada dan bagaimana cara menanggapinya.
Intonasi suara, mimik muka, kata-kata, gambar dsb. Merupakan simbol yang
mewakili suatu makna. Misalnya intonasi yang tinggi dimaknai dengan
kemarahan, kata pohon mewakili tumbuhan dsb.
b. learning
Interpretasi makna terhadap simbol muncul berdasarkan pola-pola komunikasi
yang diasosiasikan pengalaman, interpretasi muncul dari belajar yang diperoleh
dari pengalaman. Interpretasi muncul disegala tindakan mengikuti aturan yang
diperoleh melalui pengalaman.
Pengalaman merupakan rangkaian proses memahami pesan berdasarkan yang
kita pelajari. Jadi makna yang kita berikan merupakan hasil belajar. Membaca,
kemampuan kita berkomunikasi merupakan hasil learning (belajar) dari
lingkungan.
c. Subjectivity.
Pengalaman setiap individu tidak akan pernah benar-benar sama, sehingga
individu dalam meng-encode (menyusun atau merancang) dan men-decode
(menerima dan mengartikan) pesan tidak ada yang benar-benar sama.
Interpretasi dari dua orang yang berbeda akan berbeda terhadap objek yang
sama.
d. Negotiation.
Komunikasi merupakan pertukaran symbol. Pihak-pihak yang berkomunikasi
masing-masing mempunyai tujuan untuk mempengaruhi orang lain. Dalam
upaya itu terjadi negosiasi dalam pemilihan simbol dan makna sehingga
tercapai saling pengertian. Pertukaran simbol sama dengan proses pertukaran
makna. Dan masing-masing pihak harus menyesuaikan makna satu sama lain.
e. Culture.
Setiap individu adalah hasil belajar dari dan dengan orang lain. Individu adalah
partisipan dari kelompok, organisasi dan anggota masyarakat Melalui
partisipasi berbagi simbol dengan orang lain, kelompok, organisasi dan
masyarakat. Simbol dan makna adalah bagian dari lingkungan budaya yang
kita terima dan kita adaptasi. Melalui komunikasi budaya diciptakan,
dipertahankan dan dirubah. Budaya menciptakan cara pandang (point of view).
f. Interacting levels and context.
Komunikasi antar manusia berlangsung dalam bermacam konteks dan
tingkatan. Lingkup komunikasi setiap individu sangat beragam mulai dari
komunikasi antar pribadi, kelompok, organisasi, dan massa.
g. Self Reference.
Perilaku dan simbol-simbol yang digunakan individu mencerminkan
pengalaman yang dimilikinya, artinya sesuatu yang kita katakan dan lakukan
dan cara kita menginterpretasikan kata dan tindakan orang adalah refleksi
makna, pengalaman, kebutuhan dan harapan-harapan kita.
Kesadaran diri (self-cosciousnes)merupakan keadaan dimana seseorang
memandang dirinya sendiri (cermin diri) sebagai bagian dari lingkungan. Inti
dari proses komunikasi adalah bagaimana pihak-pihak memandang dirinya
sebagai bagian dari lingkungannya dan itu berpengaruh pada komunikasi.
i. Inevitability.
Kita tidak mungkin tidak berkomunikasi. Walaupun kita tidak melakukan
apapun tetapi diam kita akan tercermin dari nonverbal yang terlihat, dan itu
mengungkap suatu makna komunikasi.
2.2.3 Komunikasi Antarpribadi Bermedia
Di era modern saat ini, manusia tidak dapat lepas dari teknologi yang juga
mengikuti perkembangan zaman. Kecanggihan teknologi saat ini juga turut
menjadi salah satu media pendukung setiap orang dalam berkomunikasi. Dapat
dilihat, kecanggihan teknologi komunikasi dalam kehidupan saat ini seperti
berbagai fitur-fitur computer dan ponsel. Dahulu, sebelum adanya kecanggihan
teknologi seperti ini, orang-orang menggunakan media surat dalam mengirimkan
pesan untuk berkomunikasi dengan kerabat keluarga. Tetapi saat ini, masyarakat
mulai satu persatu meninggalkan media surat tersebut. Media surat saat ini pun
hanya digunakan di kalangan instansi perusahaan saja.
Komunikasi antarpribadi bermedia (Mediated Interpersonal
Communication) didefinisikan sebagai “a specialized type of interpersonal
communication that is assited by a device such as a pen or pencil, a computer, or
a telephone” (Turrow, 2010) yang dalam bahasa Indonesia berarti sebuah jenis
komunikasi antarpribadi yang dibantu oleh peralatan seperti pena atau pensil,
komputer atau telepon. Komunikasi antarpribadi bermedia dapat dilakukan dalam
jarak yang jauh karena disambungkan melalui media, sehingga orang yang ingin
berkomunikasi tidak perlu bertemu tetap dapat berkomunikasi. Pada komunikasi
antarpribadi bermedia, komunikator dan komunikan berada di tempat yang
berbeda. Sehingga masing-masing tidak mengetahui kesibukan lawan bicaranya.
Komunikasi antarpribadi bermedia itu efisien, tapi kurang efektif.
Sebaliknya, komunikasi bertatap muka itu kurang efisien, tapi efektif. Bila kita
komunikasi antarpribadi bermedia merupakan pilihan yang lebih tepat. Namun
bila kita memerlukan kedalaman (atau keakuratan) isi informasi, maka
komunikasi tatapmukalah yang lebih tepat. Tatap muka menjadi lebih efektif
sebab, pesan nonverbal (di balik kata-kata) lebih tampak jelas dalam komunikasi
tatap muka. Dalam komunikasi antarpribadi tatap muka komunikator juga bisa
mendapatkan feedback langsung dari komunikan dan lebih efektif karena
keakuratan informasinya.
Kelebihan komunikasi antarpribadi bermedia antara lain adalah jangkauan
luas hingga bisa diakses sampai ke daerah-daerah, lebih menghemat waktu dan
tenaga. Apalagi jika orang yang saling ingin berkomunikasi ini terhalang jarak
yang jauh, tentu akan sangat dipermudah jika melakukan komunikasi
menggunakan media, dapat menghemat waktu dan juga biaya. Sedangkan,
kelemahannya adalah tidak efektif karena kurang akurat dan tidak langsung
mendapatkan feedback dari komunikan.
Perbedaan lain dari komunikasi antarpribadi tatap muka dan komunikasi
antarpribadi bermedia adalah sarana yang digunakan dalam berkomunikasi. Kalau
komunikasi interpersonal tatap muka tidak menggunakan alat atau media apapun
dalam melakukan komunikasi sedangkan kalau komunikasi antarpribadi bermedia
harus menggunakan alat atau media seperti telepon atau internet untuk melakukan
komunikasi. Sehingga jika ingin berkomunikasi, harus dipastikan komunikator
dan komunikan memiliki media yang sama untuk dapat melakukan komunikasi,
jika salah satu komunikan tidak memiliki media tersebut, tentunya komunikasi
tidak dapat terjadi. Ketersediaan media adalah hambatan yang dimiliki
komunikasi antarpribadi bermedia, apalagi jika ingin melakukan komunikasi
dengan orang yang berada di pedalaman yang jaringan telepon belum sampai
disana. Selain itu, hambatan pada komunikasi antarpribadi bermedia jika media
komunikasi yang di gunakan memiliki gangguan, hal itu menjadi hambatan untuk
dilakukannya komunikasi.
Pada penelitian ini, peneliti meneliti komunikasi antarpribadi bermedia
antara anak dan orang tua dengan menggunakan media peralatan berupa telepon,
komunikasi antarpribadi bermedia karena tinggal berjauhan, di mana orangtua
tinggal di luar kota Medan, sedangkan anak tinggal di kota Medan untuk kuliah.
2.2.4 KomunikasiKeluarga
2.2.4.1 DefinisiKomunikasiKeluarga
Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang
harus dibina, sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling
membutuhkan. Keluarga merupakan kelompok primer paling penting dalam
masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan, perhubungan
ini yang paling sedikit berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan
anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang
terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak (Ahmadi, 2007)
Hubungan yang baik dapat dicapai dengan membina dan memelihara
komunikasi yang baik di dalam keluarga dan dengan masyarakat di luar keluarga.
Hubungan antara anggota keluarga harus dipupuk dan dipelihara dengan baik.
Hubungan yang baik, kesatuan sikap ayah dan ibu merupakan jalinan yang
memberi rasa aman bagi anak-anak. Hubungan serasi ayah-ibu memberi rasa
tenang dan keteladanan bagi anak dan keluarga yang kelak dibentuknya.
Komunikasi yang baik terbentuk bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara
ayah, ibu, dan anak (Gunarsa, 2000).
Kegiatan keluarga sehari-hari selalu berkaitan erat dengan pola
komunikasi keluarga. Komunikasi keluarga merupakan proses mengembangkan
intersubjektivitas (intersubjectivity) dan pengaruh melalui penggunaan kode
antara kelompok akrab yang memunculkan perasaan rumah (sense of home) dan
identitas kelompok, lengkap dengan ikatan kuat kesetiaan dan emosi (Hidayat,
2012).
Komunikasi keluarga jika dilihat dari segi fungsinya tidak jauh berbeda
dengan fungsi komunikasi pada umumnya. Ada dua fungsi komunikasi dalam
keluarga, yaitu fungsi komunikasi sosial dan fungsi komunikasi kultural. Fungsi
komunikasi sebagai komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa komunikasi itu
hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, dan untuk menghindarkan diri dari
ketegangan dan tekanan.
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi kultural diasumsikan dari
pendapat para sosiolog yaitu komunikasi dan budaya mempunyai hubungan
timbal balik. Peranan komunikasi dalam fungsi ini adalah turut menentukan,
memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya (Djamarah, 2004).
Dengan demikian, melalui komunikasi keluarga sebuah budaya keluarga dapat
diwariskan.
Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik, silih
berganti, dan secara vertikal maupun horizontal. Baik itu komunikasi antara suami
dan istri, komunikasi antara ayah, ibu dan anak, komunikasi antara ayah dan anak,
komunikasi antara ibu dan anak, dan komunikasi antara anak dan anak dalam
rangka mengakrabkan hubungan keluarga.
Komunikasi keluarga menurut Fitzpatrick, dilihat dari orientasi percakapan
anggota keluarga, dibedakan menjadi komunikasi yang berorientasi sosial dan
komunikasi yang berorientasi konsep. Komunikasi yang berorientasi sosial adalah
komunikasi yang relatif menekankan hubungan keharmonisan dan hubungan
sosial yang menyenangkan dalam keluarga. Komunikasi yang berorientasi konsep
adalah komunikasi yang mendorong anak-anak untuk mengembangkan pandangan
dan mempertimbangkan masalah. (Fitzpatrick dalam Morissan dan Wardhany,
2009).
Secara umum, komunikasi keluarga bertujuan untuk menjaga
keharmonisan sebuah keluarga. Selain itu, komunikasi keluarga juga bertujuan
untuk mewarisi norma-norma yang berlaku di masyarakat seperti norma agama,
norma akhlak, norma sosial, norma etika, norma estetika, dan norma moral dari
orang tua pada anak.
2.2.4.2 Pola Komunikasi dan Interaksi dalam Keluarga
Beberapa pola komunikasi yang dilakukan dalam Interaksi keluarga :
1. Model stimulus – respons (S-R)
Pola ini menunjukkan komunikasi sebagai suatu proses “aksi – reaksi” yang
tulisan) isyarat-isyarat nonversal, gambar-gambar dantindakan-tindakan
tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respons dengan cara
tertentu. Oleh karena itu, proses ini dianggap sebagai pertukaran atau
pemindahan informasi atau gagasan, proses ini bersifat timbal balik dan
mempunyai banyak efek.
2. Model Interaksional
Model Interaksional ini berlawanan dengan model S-R. Sementara model S-R
mengasumsikan manusia adalah pasif, model interaksional menganggap
manusia jauh lebih aktif. Komunikasi di sini digambarkan sebagai
pembentukan makna yaitu penafsiran atas pesan atau perilaku orang lain oleh
para peserta komunikasi. Berapa konsep penting yang digunakan adalah diri
sendiri, diri orang lain, simbol, makna, penafsiran, dan tindakan.
3. Hubungan antar peran
Komunikasi dalam keluarga dapat pula dipengaruhi oleh pola hubungan antar
peran hal ini, disebabkan masing-masing peran yang ada dalam keluarga
dilaksanakan melalui komunikasi.
4. Model ABX
Pola komunikasi lainnya yang juga sering terjadi dalam komunikasi antara
anggota keluarga adalah model ABX yang dikemukakan oleh Newcomb dari
perspektif psikologi-sosial. Newcomb menggambarkan bahwa seseorang (A)
menyampaikan informasi kepada seseorang lainnya (B) mengenai sesuatu (X).
2.2.4.3 Teknik Komunikasi Efektif dalam Keluarga
Ada lima hal yang harus diperhatikan agar komunikasi di dalam keluarga
tercipta secara efektif,yaitu:
1. Respek
Komunikasi harus diawali dengan sikap saling menghargai (respectfull
attitude). Adanya penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa
(timbal balik) dari si lawan diskusi. Orangtua akan sukses berkomunikasi
dengan anak bila ia melakukannya dengan penuh respek. Bila ini dilakukan
maka anak pun akan melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi dengan
2. Empati
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan
kondisi yang dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah
kemampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan
dimengerti orang lain. Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk
mengerti keinginannya, tapi ia akan berusaha memahami anak atau
pasangannya terlebih dulu. Ia akan membuka dialog dengan mereka,
mendengar keluhan dan harapannya. Mendengarkan di sini tidak hanya
melibatkan indra saja, tapi melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara seperti
ini dapat memunculkan rasa saling percaya dan keterbukaan dalam keluarga.
3. Audibel
Audibel berarti “dapat didengarkan” atau bisa dimengerti dengan baik. Sebuah
pesan harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa diterima oleh
si penerima pesan. Raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik, kata-kata
yang sopan, atau cara menunjuk, termasuk ke dalam komunikasi yang audibel
ini.
4. Jelas
Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak
pemahaman, selain harus terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi
dengan anak, orangtua harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas
maknanya. Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka
pahami (melihat tingkatan usia).
5. Tepat
Dalam membahas suatu masalah hendaknya proporsi yang diberikan tepat baik
waktunya, tema maupun sasarannya. Waktu yang tepat untuk membicarakan
masalah anak misalnya pada waktu makan malam. Pada waktu sarapan pagi,
karena ketergesaan maka yang dibicarakan umumnya masalah yang ringan
saja.
6. Rendah Hati
Sikap rendah hati dapat diungkapkan melalui perlakuan yang ramah, saling
menghargai, tidak memandang diri sendiri lebih unggul ataupun lebih tahu,
ini maka laaawaaan diskusi kita memjadi lebih terbuka, sehingga banyak hal
yang dapat diungkapkan dari diskusi tersebut.
2.2.4.4 Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Keluarga
Ada sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam
keluarga, seperti yang akan di uraikan berikut ini :
1. Citra diri dan citra orang lain
Setiap orang mempunyai gambaran – gambaran tertentu mengenai dirinya
statusnya, kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang menentukan
apa dan bagaimana ia berbicara, menjadi menjaring bagi apa yang dilihatnya,
didengarnya, bagaimana penilaiannya terhadap segala yang berlangsung
disekitarnya. Dengan kata lain, citra diri menentukan ekspresi dan persepsi
orang. Tidak hanya citra diri, citra orang lain juga mempengaruhi cara dan
kemampuan orang berkomunikasi. Orang lain mempunyai gambaran khas bagi
dirinya. Jika seorang ayah mencitrakan anaknya sebagai manusia yang lemah,
ingusan, tak tahu apa-apa, harus di atur, maka ia berbicara secara otoriter.
Akhirnya, citra diri dan citra orang lain harus saling berkaitan, saling
lengkap-melengkapai. Perpaduan kedua citra itu menentukan gaya dancara komunikasi.
2. Suasana Psikologis
Suasana Psikologis di akui mempengaruhi komunikasi. Komunikasi sulit
berlangsung bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung, marah, merasa
kecewa, merasa irihati, diliputi prasangka, dan suasana psikologis lainnya.
3. Lingkungan Fisik
Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan gaya, dan
cara yang berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga berbeda
dengan yang terjadi di sekolah. Karena memang kedua lingkungan ini berbeda.
Suasana di rumah bersifat informal, sedangkan suasana di sekolah bersifat
formal. Demikian juga komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat.
Karena setiap masyarakat memiliki norma yang harus diataati, maka
komunikasi yang berlangsungpun harus taat norma.
Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan yang sangat penting
dan strategis. Dinamika hubungan dalam keluarga dipengaruhi oleh pola
kepemimpinan. Karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola
komunikasi bagaimana yang akan berproses dalam kehidupan yang membentuk
hubungan-hubungan tersebut.
5. Bahasa
Dalam komunikasi verbal orang tua atau anak pasti menggunakan bahasa
sebagai alat untuk mengekspresikan sesuatu. Pada suatu kesempatan bahasa
yang dipergunakan oleh orang tua ketika secara kepada anaknya dapat
mewakili suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Tetapi dilain kesempatan,
bahasa yang digunakan itu tidak mampu mewakili suatu objek yang
dibicarakan secara tepat. Maka dari itu dalam berkomunikasi dituntut untuk
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti antara komunikator dan
komunikasi.
6. Perbedaan Usia
Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang tidak bisa berbicara
sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara. Berbicara
kepada anak kecil berbeda ketika berbicara kepada remaja. Mereka mempunyai
dunia masing-masing yang harus dipahami.
2.2.4.5 Hambatan Komunikasi dalam Keluarga
Hambatan komunikasi dalam keluarga ada yang berasal dari pengirim,
transmisi dan penerima. Berbagai hambatan yang timbul dalam komunikasi,yaitu :
1. Kebisingan
2. Keadaan psikologis komunikan
3. Kekurangan komunikator atau komunikan 4. Kesalahan penilaian oleh komunikator
5. Keterbatasan pengetahuan komunikator atau komunikan 6. Bahasa
7. Isi pesan berlebihan 8. Bersifat satu arah 9. Faktor teknis
10.Kepentingan atau interes 11.Prasangka
Untuk mengatasi hambatan tersebut di atas, dapat ditanggulangi dengan
cara sebagai berikut :
1. Mengecek arti dan maksud yang dikatakan
2. Meminta penjelasan lebih lanjut
3. Mengecek umpan balik atau hasil
4. Mengulang pesan yang disampaikan
5. Memperkuat dengan bahasa isyarat
6. Mengakrabkan pengirim dan penerima
7. Membuat pesan selalu singkat
8. Mengurangi banyaknya mata rantai
9. Menggunakan orientasi penerima
2.3 Model Teoritik
Secara skematis, kajian pustaka peneliti dalam melakukan penelitian ini
akan dibentuk suatu model teoritis sebagai berikut:
Gambar 2.2 Model Teoritik
ORANG TUA
KOMUNIKASI ANTARPRIBADI
MAHASISWA DALAM PENYELESAIAN
TUGAS AKHIR
1. KETERBUKAAN
2. EMPATI
3. DUKUNGAN
4. RASA POSITIF
5. KESAMAAN
KOMUNIKASI BERMEDIA
1. SMS
2. TELEPON