Bab Dua
Tinjauan Pustaka
Dalam bab ini berisi tentang tinjauan pustaka yang dipakai sebagai landasan pemikiran teoritis untuk mengetahui sejauh mana ilmu yang berhubungan dengan masalah penelitian telah bangkan. Selanjutnya konsep pemikiran teoritis yang telah dikem-bangkan dari literatur-literatur tersebut akan membantu penulis dalam proses penelitian di lapangan sampai dengan tahap penulisan hasil penelitian.
Konsep Kearifan Lokal
Menurut Wahyu, 2007 (dalam Mukti, 2010) bahwa kearifan lokal, dalam terminologi budaya, dapat diinterpretasikan sebagai pengetahuan lokal yang berasal dari budaya masyarakat, yang unik, mempunyai hubungan dengan alam dalam sejarah yang panjang, beradaptasi dengan sistem ekologi setempat, bersifat dinamis dan selalu terbuka dengan tambahan pengetahuan baru. Secara lebih spesifik, kearifan lokal dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan lokal, yang unik yang berasal dari budaya atau masyarakat setempat, yang dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan pada tingkat lokal dalam bidang pertanian, kesehatan, penyediaan makanan, pendidikan, pengelolaan sumberdaya alam dan beragam kegiatan lainnya di dalam komunitas-komunitas.
ke generasi yang lain. Kearifan lokal atau tradisional sesungguhnya merupakan bagian dari etika dan moralitas yang membantu manusia untuk menjawab pertanyaan moral apa yang harus di lakukan, bagaimana harus bertindak khususnya di bidang pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam.Etika yang dimiliki oleh masyarakat lokal berupa kearifan tradisional yang tertuang dalam adat istiadat atau kebiasaan hidup yang baik yang menuntun manusia dalam berinteraksi dengan penghuni komunitas ekologisnya, seperti pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang sesama manusia, alam dan makhluk hidup lainnya. Seluruh kearifan tradisional ini dihayati, dipraktikkan, diajarkan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi lain yang membentuk pola perilaku manusia sehari-hari, baik terhadap sesama, terhadap alam dan terhadap yang gaib (Keraf, 2002).
Menurut Nababan (2003), ia mengatakan bahwa masyarakat adat umumnya memiliki sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal yang diwariskan dan ditumbuh kembangkan terus-menerus secara turun temurun. Pengertian masyarakat adat disini adalah mereka yang secara tradisional tergantung dan memiliki ikatan sosio-kultural dan religius yang erat dengan lingkungan lokalnya. Pandangan ini sejalan dengan dasar dari Kongres I Masyarakat Adat Nusantara tahun (1999) yang mengatakan bahwa masyarakat adat adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul secara turun temurun atas satu wilayah adat, yang diatur oleh hukum adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adatyang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat.
dilepaskan dari rentetan ritual Manugal. Ada banyak cara menangkap ikan yang dikenal masyarakat Dayak Tomun Lamandau salah satunya adalah Manuba Ba Adat, di mana masyarakat harus melakukan serangkaian prosesi adat sebelum mereka mencari ikan.
Konsep Ritus
Ritual adalah suatu kegiatan yang dilakukan sekelompok orang yang berhubungan dengan keyakinan dan kepercayaan spiritual dengan suatu tujuan tertentu, selain itu rital juga disebut sebagai tata cara dalam upacara keagamaan (Situmorang, 2004). Menurut Koentjaraningrat (1990), ritual adalah sistem aktifitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan.
Menurut Helman (1984 dalam Agustina, 2012), ritual juga disebut sebagai serangkaian kegiatan stereotip yang melibatkan gerak-gerik, kata-kata dan benda-benda yang digelar di suatu tempat dan di rancang untuk mempengaruhi entitas atau kekuatan alam demi kepentingan dan tujuan pelakunya. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa karakteristik kunci semua ritual adalah perilaku yang berulang yang tidak memiliki dampak langsung seperti teknologi. Simbol ritual berkaitan dengan nilai-nilai, norma-norma, kepercayaan-kepercayaan, sentimen-sentimen, peran-peran dan hubungan-hubungan sosial dalam sistem budaya dari komunitas penyelenggara ritual, yang dijabarkan sesuai dengan konteksnya.
Konsep Modal Sosial
Menurut Field (2008, dalam Handoyo 2012), Sebelum konsep modal sosial tumbuh dan berkembang, yang lebih dahulu muncul dalam literatur ekonomi adalah konsep modal atau Kapital. Modal atau kapital pada awalnya dipahami sebagai jumlah uang atau faktor-faktor produksi yang dapat diakumulasi dan diinvestasikan, yang pada suatu ketika diharapkan bisa memberikan manfaat atau layanan produktif.
Ahli ekonomi, sosiologi dan politik mendefinisikan modal sosial secara berbeda-beda. Secara umum konsep modal sosial dikembangkan oleh aliran sosiologi-antropologi, politik dan ekonomi kelembagaan (Vipriyanthi, 2007 dalam Martiningsih, 2011). Menurut Coleman (2011), modal sosial melekat dalam struktur sosial dan memiliki karakteristik public good dan memiliki kedudukan setara dengan financial capital, physical capital dan human capital. Selain itu modal sosial juga dapat diartikan sebagai nilai atau norma yang dimiliki bersama oleh suatu kelompok yang memungkinkan kerjasama diantara mereka dan unsur penting dalam modal sosial adalah trust atau kepercayaan, yang merupakan perekat bagi langgengnya kerjasama dalam kelompok masyarakat (Fukuyama, 2005).
Untuk melihat peran modal sosial dalam konteks penelitian ini maka dapat dilihat dari tindakan atau praktik masyarakat dalam melakukan ritus Manuba Ba Adat, di mana masyarakat berinteraksi dengan lingkungannya dipengaruhi oleh modal sosial yang mereka miliki sehingga modal sosial (kepercayaan, norma dan kerjasama) tersebut membentuk modal manusia sebagai identitas masyarakat. Modal sosial juga digunakan untuk membantu penulis dalam menemukan isu strategis yang berhubungan dengan eksistensi masyarakat Dayak Tomun Lamandau yang berada di Desa Batu Tunggal dalam mempertahankan kegiatan ritus Manuba Ba Adat.
Konsep Keberlanjutan Ekologi
Konsep keberlanjutan ekologi merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan, di mana di dalam konteks pembangunan berkelanjutan terhadap tiga pilar utama yang harus diperhatikan yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial. Menurut Djajadiningrat (2005), pembangunan yang berkelanjutan harus memperhatikan aspek keberlanjutanya, yaitu: keberlanjutan ekologi, keberlanjutan dibidang ekonomi, keberlanjutan sosial dan budaya, keberlanjutan politik dan keberlanjutan pertahanan keamanan.
Menurut Jaya (2004), keberlanjutan ekologi adalah prasyarat untuk pembangunan dan keberlanjutan kehidupan. Keberlanjutan ekologi akan menjamin keberlanjutan ekosistem bumi. Untuk menjamin keberlanjutan ekologis harus diupayakan hal-hal seperti:
a.
Memelihara integritas tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan di bumi tetap terjamin dan sistem produktivitas, adaptabilitas, dan pemulihan tanah, air, udara dan seluruh kehidupan berkelanjutan.c.
Memelihara keanekaragaman hayati pada keanekaragamankehidupan yang menentukan keberlanjutan proses ekologis. Proses yang menjadikan rangkaian jasa pada manusia masa kini dan masa mendatang. Terdapat tiga aspek keanekaragaman hayati yaitu keanekaragaman genetika, spesies, dan tatanan lingkungan. Untuk mengkonversikan keanekaragaman hayati tersebut perlu hal-hal berikut yaitu “menjaga ekosistem alam dan area yang representatif tentang kekhasan sumberdaya hayati agar tidak dimodifikasikan, memelihara seluas mungkin area ekosistem yang dimodifikasikan untuk keanekaragaman dan keberlanjutan keanekaragaman spesies, konservatif terhadap konversi lahan pertanian”.