• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Upaya pembinaan kepribadian dan kemandirian anak asuh dalam pelayanan kesejahteraan sosial pada Psaa Al-Khairiyah Cilandak Barat SYAMSUL BAHRI FDK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Upaya pembinaan kepribadian dan kemandirian anak asuh dalam pelayanan kesejahteraan sosial pada Psaa Al-Khairiyah Cilandak Barat SYAMSUL BAHRI FDK"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

AL-KHAIRIYAH CILANDAK BARAT

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

SYAMSUL BAHRI

NIM: 1110054100053

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini, telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari saya terbukti bahwa dalam penulisan skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(5)

i Asuhan Anak Al-Khairiyah Cilandak Barat

Melihat fenomena yang ada sekarang, banyak kita dapati tingkah laku remaja yang bertentangan dengan norma-norma ajaran agama, seperti mabuk-mabukan, perkelahian, perkosaan, bahkan sudah ada yang menjurus kearah pembunuhan.Untuk mewujudkan remaja berkepribadian tinggi dan berbudi pekerti yang luhur, diperlukan adanya pembinaan khusus yang dapat memberikan sentuhan yang membangkitkan semangat remaja dalam segala bidang.

Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui apa saja upaya yang dilakukan oleh PSAA Al Khairiyah dalam memberikan pembinaan kepribadian dan kemandirian bagi anak asuh, metode apa yang digunakan dalam melakukan pembinaan kepribadian dan kemandirian bagi anak asuh, serta apa saja faktor pendukung dan penghambat PSAA Al Khairiyah dalam melakukan pembinaan bagi anak asuh.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Dalam teknik pengumpulan data peneliti menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Peneliti melakukan wawancara dengan Ketua PSAA Al Khairiyah dan beberapa pengurus serta tiga anak asuh, dimana anak asuh tersebut memiliki kriteria yaitu sudah memasuki usia remaja. Observasi dilakukan untuk menggambarkan sarana dan prasarana yang ada di PSAA Al Khairiyah dan dokumentasi digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan kegiatan pembinaan yang ada di PSAA Al Khairiyah.

(6)

ii

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Upaya Pembinaan Kepribadian Dan Kemandirian Anak Asuh di Panti Sosial Asuhan Anak Al Khairiyah Cilandak Barat”. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya, dan semoga kita termasuk dalam golongan yang istiqomah menjalankan sunnahnya hingga hari kiamat.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat guna meraih gelar Sarjana Sosial Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga selesainya penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Ibu Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Bapak Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan. 2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Program Studi

Kesejahteraan Sosial, Ibu Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial. Terima kasih atas nasehat dan bimbingannya.

(7)

iii

Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis.

5. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai Ibu Hj. Farida S.Pd dan Bapak Madinah Haka yang tidak pernah berhenti mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. Dan untuk kakak yang sangat penulis sayangi Oktavina S.Pd, yang turut memberikan motivasi kepada penulis dan dukungan demi kelancaran skripsi ini.

6. Rekan-rekan Praktikum 1 dan Praktikum 2 dan seluruh teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2010 yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu-persatu.

7. Serta sahabat-sahabat Majelis Nurul Hidayah dan Al Habib Abdurrahman bin Muhammad Al Haddad yang turut mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis untuk penyelesaian skripsi ini.

Jakarta, Februari 2017

(8)

iv

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...6

C. Tujuan Penelitian ...7

D. Manfaat Penelitian ...7

E. Metodelogi Penelitian ...8

BAB II KAJIAN TEORI ...18

A. Anak Yatim ...18

1. Pengertian Anak Yatim ...19

2. Pola Pengasuhan Anak Yatim ...19

B. Konsep Pembinaan ...24

1. Pengertian Pembinaan ...24

(9)

v

4. Upaya-Upaya Dalam Pembinaan ………..31

C. Kepribadian ...34

1. Pengertian Kepribadian ...34

2. Aspek-Aspek Kepribadian ...35

3. Faktor Penghambat Perkembangan Kepribadian ...36

D. Kemandirian ………...38

1. Pengertian Kemandirian ……...38

2. Aspek-Aspek Kemandirian …...40

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian ...41

E. Kesejahteraan Sosial ………...44

1. Pengertian Kesejahteraan Sosial ………..44

2. Nilai dan Prinsip Kesejahteraan Sosial ………46

3. Metode Intervensi Sosial ……….50

4. Bidang Kesejahteraan Sosial ………...51

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA ...65

A. Latar Belakang Berdiri dan Perkembangannya ...65

B. Tujuan Yayasan Al Khairiyah ...67

C. Visi dan Misi ...68

D. Struktur Organisasi ...69

(10)

vi

G.Jemis Pembinaan di PSAA Al Khairiyah ………...76

H. Pendanaan ………...…....…77

BAB IV TEMUAN LAPANGAN & ANALISIS ...78

A. Upaya yang Dilakukan PSSA Al Khairiyah Dalam Pembinaan Kepribadian dan Kemandirian Anak Asuh ...78

1. Upaya Pembinaan Kepribadian………...78

a. Memberikan Pembinaan Pendidikan Agama...78

b. Memberikan Bantuan Dana Pendidikan Formal…..………81

2. Upaya Pembinaan Kemandirian………..83 a. Memberikan Keterampilan Budidaya Ikan Lele………...……….83

b. Memberikan Pembinaan Kewiraushaan Penjualan Telur Puyuh………..………85

c. Memberikan Keterampilan Menjahit……….………86

B. Faktor Pendukung dan Penghambat PSAA Al Khairiyah dalam Melakukan Pembinaan Kepribadian dan Kemandirian bagi Anak Asuh...93

1. Faktor Pendukung…….. ………...93

a. Kepedulian Masyarakat ………..93

b. Perhatian Pemerintah ………...…..94

c. Lokasi Strategis ………..96

(11)

vii

Memadai……….97

b. Minimalnya Sumber Daya Manusia ………..98

c. Pemanfaatan Media Elektronik Yang Kurang Maksimal……….100

d. Donatur Yang Tidak Tetap………...101

BAB V PENUTUP...106

A. Kesimpulan ...106

B. Saran ...108

DAFTAR PUSTAKA...109

(12)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Karakteristik Informan………... 10

Tabel 2.1 Klasifikasi HSO... 44

Tabel 3.1 Data Pegawai di PSAA Al-Khairiyah Cilandak Barat ... 67

Tabel 3.2 Data Anak Asuh Berdasarkan Status Keluarga ... 67

Tabel 3.3 Data Anak Asuh Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 68

(13)
(14)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya mempunyai harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, sehingga ia memiliki hak asasi manusia yang melekat dan tak terpisahkan dari semua anggota manusia. Setiap anak akan mengalami perkembangan pada setiap fase kehidupannya. Pada masa ini anak mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perkembangan psikososial pada anak sangat berperan penting untuk kehidupan sang anak kedepannya. Karena pada tahapan ini anak belajar menjadi makhluk sosial yang menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama. Jika anak tidak bisa melewati masa-masa perkembangan psikososial sudah pasti akan mengalami kesulitan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.1

Pada masa perkembangan psikososial ini, anak akan menjalani proses mengenal norma dan peraturan dalam sebuah komunitas (masyarakat). Anak akan selalu hidup dalam kelompok, sehingga perkembangan psikososial adalah mutlak bagi setiap orang untuk dipelajari, beradaptasi dan menyesuakan diri.

Anak yang masih berkembang, berubah dan masih memiliki sifat ketergantungan kepada orang lain. Serta keadaannya secara mutlak masih membutuhkan bantuan, bimbingan dari orang tua, keluarga atau pengganti dari

1

(15)

orang tua dan keluarganyalah untuk menyelenggarakan hidup dan kehidupannya.Disinilah tugas orang tua dan keluarga menjadi tanggung jawab untuk membimbing, mendidik dan mengarahkan kedewasaan jasmani dan rohaninya sehingga anak menjadi manusia yang mampu hidup mandiri didalam menjalani kehidupannya.2

Proses perkembangan yang dialami anak akan menimbulkan permasalahan bagi mereka sendiri dan bagi mereka yang berada didekat dengan lingkungan hidupnya.3 Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang pesat pada era global saat ini terasa sekali pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat, khususnya dalam bidang pendidikan, sosial dan budaya.4Dan melihat fenomena yang ada sekarang, banyak kita dapati tingkah laku remaja yang bertentangan dengan norma-norma ajaran agama, seperti mabuk-mabukan, perkelahian, perkosaan, bahkan sudah ada yang menjurus kearah pembunuhan.Untuk mewujudkan remaja berkepribadian tinggi dan berbudi pekerti yang luhur, diperlukan adanya pembinaan khusus yang dapat memberikan sentuhan yang membangkitkan semangat remaja dalam segala bidang.

Indikator yang sangat nyata adalah semakin banyaknya para pelajar yang terlibat dalam tindak pidana.Berdasarkan data yang dihimpun Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) pada bulan januari tahun 2015.Jumlah anak yang bermasalah dengan hukum di Jakarta masih sangat tinggi. Dalam setahun terakhir, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat 1.851

2

Dra. Desmita, M.Si, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010),Cet,1.h,76

3

Y.Singgih D.Gunarsa.Psikologi Remaja,(Jakarta: Gunung Mulia, 2004),hal. 3

4

(16)

anak berusia di bawah 18 tahun tersangkut kasus kriminal. Artinya, jumlahnya meningkat dua kali lipat daripada tahun sebelumnya, yakni 730 kasus. Berdasar data Komnas Anak, 52 persen atau sekitar 166 kasus merupakan tindak pidana pencurian. Sisanya, merupakan kasus kekerasan, pemerkosaan, penyalahgunaan narkotika, perjudian, dan penganiayaan. Di antara sejumlah kasus yang ditangani penyidik, sekitar 89 persen berakhir di pengadilan. Jika dilihat dari usia, anak-anak yang berurusan dengan hukum sangat memprihatinkan. Yang termuda berusia 9-12 tahun.Jumlahnya mencapai 9 persen.Artinya, mereka belum memahami tindakannya dapat berakibat hukuman badan. Sisanya, dilakukan anak usia 13-18 tahun.5

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sikdisnas) No.20/2003 dikatakan bahwa, pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.6 Meski begitu, pada umumnya pendidikan biasa diidentikan dengan sekolah sebagai institusi formal yang dilegalisir oleh Negara. Sehingga yang terkonstruk di masyarakat adalah, jika ingin mendapatkan pendidikan, seseorang harus bersekolah.

Permasalahannya adalah tidak semua orang bisa dengan mudah bersekolah. Banyak hal yang seringkali menjadi hambatan sekaligus permasalahan dalam pendidikan kita sampai saat ini. Menurut penulis, beberapa permasalahan

5

http://www.jawapos.com/baca/artikel/11053/kurang-perhatian-1851-anak-dki-bermasalah-hukum#http

6

(17)

itu antara lain yaitu kurangnya akses dan juga persoalan budaya (patriarki). Permasalah-permasalahan ini membuat masyarakat miskin dan marjinal7 (misalnya perempuan) sulit untuk mengenyam pendidikan formal.

Panti Asuhan Al-Khairiyah beserta perangkatnya yang ada adalah sebagai lembaga sosial yang memberikan pendidikan di daerah Cilandak Barat. Adanya panti asuhan Al-Khairiyah dengan segala aspek kehidupan dan perjuangannya memiliki nilai yang strategis dalam membina insan yang berkualitas dalam ilmu, iman, dan amal. Hal ini dapat dibuktikan dalam sejarah bahwa Panti Sosial Asuhan Anak Al-Khairiyah banyak melahirkan remaja-remaja yang mandiri.

Menurut data Lembaga Rohis ada 15 panti yang tidak pada naungan pemerintah yang berada di Jakarta Selatan, seperti salah satunya yaitu Yayasan Al-Mubarokah. Yayasan Al-Mubarokah yang berada di Lebak Bulus, yayasan tersebut memiliki kesamaan dengan panti Al-Khairiyah keduanya mempunyai program pendidikan dan pembinaan pada anak asuhnya. Akan tetapi yayasan Al-Mubarokah tidak memberikan pelayanan berupa keterampilan dikarenakan kurangnya sumber tenaga yang ada di yayasan tersebut, yayasan Al-Mubarokah hanya terfokus dengan pendidikan pembinaan saja, namun sebaliknya yayasan Al-Khairiyah memberikan pembinaan, bimbingan serta keterampilan untuk para anak asuhnya.8

Yayasan Al Khairiyah mempunyai program yang cukup baik dalam hal pembinaan dan bimbingan. Namun itu hanya terbatas pada pembekalan saja

7

Masyarakat Marjinal adalah mereka yang terpinggirkan atau lemah dalam segi akses, ekonomi, sosial, hukum, budaya dan sebagainya, sehingga membuat mereka tidak dapat menikmati kehidupan yang adil dan setara seperti orang-orang pada umumya.

8

(18)

tetapi untuk selanjutnya, berhasil atau tidaknya pengurus tidak bertanggung jawab tergantung pada usaha anak asuh ketika sudah berada di masyarakat.

Panti Asuhan Al-Khairiyah yang terletak di Cilandak Barat Jakarta Selatan adalah salah dari sekian panti asuhanyang ada di Jakarta, bertanggung jawab untuk membina akhlak anak asuh, agar supaya mereka menjadi manusia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia. Di Panti Asuhan Al-Khairiyahini lebih aktif dalam kegiatan keagamaan dan keterampilan. Dari sinilah maka penulis tertarik untuk mengetahui lahirnya Panti Sosial Asuhan Anak Al-Khairiyah dan peranannya dalam pembinaan pada anak asuh.

Yayasan ini didirikan pada tahun 1987 olehUmi Hj. Marwanih. Beliau adalah pendiri Panti Asuhan Al-Khairiyah ini yang dilatarbelakangi oleh keprihatinan Umi Hj. Marwanih terhadap perilaku masyarakat dan anak remaja yang putus sekolah sehingga tidak sedikit yang melanggar aturan-aturan norma masyarakat dan aturan-aturan agama. Meskipun panti asuhan ini masih terbatas pada kalangan anak-anak serta remaja putra dan putri saja, akantetapi orientasi utama juga diberikan terhadap masyarakat sekitarnya, yakni masyarakat Cilandak Barat. Pada mulanya pembinaan ini hanya melalui pengajian rutin ibu-ibu yang diadakan setiap minggunya, yang mana para jamaahnya yaitu dari kalangan masyarakat menengah kebawah, lalu adanya dorongan dari masyarakat sekitar yang akhirnya didirikannya Panti Sosial Asuhan Anak Al-Khairiyah.

(19)

kemandirian dan kreatifitas anak. Karena pendidikan akhlak merupakan jiwa dari pendidikan Islam itu sendiri seperti nama pada panti tersebut dengan tujuan anak menjadi manusia yang mampu hidup mandiri didalam menjalani kehidupannya.

Atas dasar itulah yang mendorong peneliti untuk mengkaji lebih jelas, dalam sebuah skripsi yang berjudul

Upaya Pembinaan Kepribadian

Dan Kemandirian Anak Asuh Dalam Pelayanan Kesejahteraan

Sosial Pada PSAA Al-Khairiyah Cilandak Barat

.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang terlau luas, maka peneliti memfokuskan hanya pada Upaya Pembinaan Kepribadian dan Kemandirian Anak Asuh di Panti Sosial Asuhan Anak Al-Khairiyah Cilandak Barat.

2. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan pembatasan masalah di atas, penulis membuat rumusan masalah yaitu:

a. Bagaimana pelayanan kesejahteraan sosial yang diberikan Panti Sosial Asuhan Anak Al-Khairiyah kepada anak asuh?

(20)

c. Apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam memberikan pembinaan kepribadian dan kemandirian anak asuh di Panti Sosial Asuhan Anak Al-Khairiyah ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan pelayanan kesejahteraan sosial yang diberikan Panti Sosial Asuhan Anak Al-Khairiyah kepada anak asuh.

2. Mendeskripsikan upaya yang dilakukan Panti Asuhan Al-Khairiyah dalam pembinaan kepribadian dan kemandirian kepada anak asuh. 3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pembinaan

kepribadian dan kemandirian kepada anak asuh.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat akademis

Memberikan sumbangan pengembangan pengetahuan bagi kompetensi pekerjaan sosial yang berkaitan dengan upaya pembinaan kepribadian dan kemandirian anak asuh.

2. Manfaat Praktis

Memberikan masukan dan saran kepada lembaga Pemerintah maupun non Pemerintah dalam melakukan pembinaan kepribadian dan kemandirian bagi anak asuh.

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

(21)

sistem kelompok sosial. Peneliti menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku, kebiasaan, dan cara hidup.

Etnografi merupakan proses dan hasil dari sebuah penelitian. Sebagai proses, etnografi melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu kelompok, dimana dalam pengamatan tersebut peneliti terlibat dalam keseharian hidup responden atau melalui wawancara satu per satu dengan anggota kelompok tersebut. Peneliti mempelajari arti atau makna dari setiap perilaku, bahasa, dan interaksi dalam kelompok.9

2. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independent) tanpa membuat perbandingan, atau penghubungan dengan variabel yang lain. Jenis penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati guna mendapat data-data yang diperlukan. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata karena adanya penerapan metode kualitatif. Laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang menjadi tempat penelitian adalah Panti Sosial Asuhan Anak Al-Khairiyah, Jl.H.Batong II RT07/006 No 56 (12430) Kel. Cilandak Barat (021) 7510913.

9

(22)

Waktu penelitian ini dilakukan sejak bulan September 2015 sampai dengan Juli 2016.

4. Teknik Pemilihan Informan

Teknik yang digunakan untuk pemilihan informan dalam penelitian ini adalah ialah purposive sampling. Pemilihan purposive sampling

berdasarkan karena ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan.10

Strategi sampling yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah strategi typical sampling atau sampling yang bersifat khas atau unik.

Typical sampling adalah suatu strategi yang digunakan untuk kasus-kasus yang bersifat khas atau unik atau individu-individu yang memiliki karakteristik unik. Unik dapat berarti tidak biasa, tetapi bukan merupakan suatu hal yang ekstrim. Identifikasi yang dapat dilakukan oleh peneliti adalah dengan bertanya langsung kepada individu yang bersangkutan atau dengan menggunakan data demografis atau data survei, tergantung dari kasus yang akan diteliti.11 Untuk itu peneliti memilih beberapa pengurus dari PSAA Al-Khairiyah dan beberapa anak asuh PSAA Al-Al-Khairiyah.

Keterangan informasi yang akan diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut:

10

Herdiansyah, Metodelogi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, h. 106.

11

(23)

Tabel 1.1

Karakteristik Informan

5. Sumber Data

Data Primer diperoleh dari proses penelitian langsung dari partisipan atau sasaran penelitian, yaitu sumber yang berasal dari Ketua PSAA Al-Khairiyah, Penanggung jawab program kepribadian dan kemandirian serta beberapa siswa sebagai penerima manfaat dari program pembinaan kepribadian dan kemandirian.

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai literatur, buku-buku, Perpustakaan, atau internet yang terkait dengan penelitian.

6. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu wawancara dan studi dokumen.

a. Wawancara

Wawancara merupakan percakapan antara dua orang yang salah satunya bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi

(24)

untuk suatu tujuan tertentu.12 Bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur karena peneliti akan melakukan wawancara secara mendalam dan percakapan ini mirip dengan percakapan informal.

b. Teknik Observasi

Metode observasi (pengamatan) merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan.13 Inti dari observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur.14

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. Studi dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek yang

12

Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, h.118.

13

M.Djunaidi Ghono dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif

(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 165.

14

(25)

bersangkutan.15 Teknik dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah foto-foto, brosur, buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, teori maupun literatur lainnya.

7. Teknik Analisa Data

Analisa data dilakukan apabila data empiris yang diperoleh adalah data kualitatif berupa kumpulan berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka serta tidak dapat disusun dalam kategori-ketegori/struktur klarifikasi.16 Ada beberapa cara dalam menganalisis data, secara garis besar peneliti ini dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Reduksi Data (Data Reduction)

Data yang merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak.

b. Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya yaitu menyajikan data.Penelitian kualitatif tersebut disusun dan disajikan dalam bentuk narasi, visual gambar, bagan, tabel, dan lain sebagainya. c. Penyimpulan Data (Conclusion Drawing/verification)

Pengambilan kesimpulan data dengan menghubungkan tema penelitian, sehingga mempermudah untuk menarik kesimpulan.

15

Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, h.143.

16

(26)

8. Teknik Keabsahan Data

Burhan Bungin dalam bukunya penelitian kualitatif mengatakan bahwa dalam melakukan penelitian kualitatif seringkali menghadapi persoalan dalam menguji keabsahan hasil penelitian, hal ini dikarenakan banyak hal, yaitu karena, (1) alat penelitian yang diandalkan adalah wawancara dan observasi mendukung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi tanpa kontrol dalam observasi partisipatif, (2) sumber data kualitatif yang kurang akan mempengaruhi hasil akurasi penelitian.17 Oleh sebabitu, hendaknya seperti yang telah dijelaskan oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya Metodologi Kualitatif dalam menentukan keabsahan data adalah dengan melakukan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.18

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, sehingga data yang diperoleh sangat berpeluang untuk keluar dari obyektifitas, untuk itu cukup penting untuk penulis melakukan pemeriksaan kembali data yang diperoleh, dengan tujuan untuk mendapatkan kevalidan data.

Teknik keabsahan data yang digunakan oleh peneliti adalah triangulasi sumber dan metode. Menurut Burhan Bungin, triangulasi yaitu membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, sedangkan triangulasi sumber membandingkan apa yang dikatakan

17

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Ekonomi, Kebijakan publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 156.

18

(27)

didepan umum dengan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

9. Tinjauan Pustaka

Ada berbagai macam hasil penelitian yang mempunyai hubungan dengan judul penulis, dan tidak terdapat judul yang sama dengan penulis gunakan, yaitu Metode Bimbingan Agama Untuk Pembinaan Penyandang Masalah Sosial di Jakarta Barat. Adapun hasil penelitian yang mempunyai hubungan dengan judul penulis itu adalah.

1. Asrul Muharam Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam 2007, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi “Pola Komunikasi Dalam Pembinaan Keagamaan Di Panti Sosial Bina Laras 04 Cipayung Jakarta Timur”.

Penulis skripsi diatas menjelaskan pola komunikasi dalam pembinaan keagamaan di panti rehabilitasi sosial bina laras 04 adalah pola komunikasi kelompok (group communication) yang bersifat sentralistik, Dimana seorang Pembina menjadi pusat sentral dalam berkomunikasi terutama dalam memberikan materi-materi pembinaan keagamaan terhadap pekerja seks komersial (PSK) yang menjadi murid binaannya.

(28)

berbagai masalah-masalah serta serta sebagai usaha untuk menghindari kembalinya para warga binaan pada kebiasaan sebelumnya.

2. Nurul Hikmah Fakultas Ilmu Dakwah Dan Komunikasi jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Dalam skripsi yang berjudul: Peran Yayasan Al-Fikr Dalam Pelayanan Sosial Terhadap Yatim Piatu Di Desa Gembong Rt 02/04 Balaraja Tangerang.

Penjelasan skripsi diatas yaitu Subjek dan Objeknya : subjek skripsi ini adalah peran yayasan Al-Fikr dalam pelayanan sosial terhadap siswa yatim piatu dan objeknya adalah Desa Gembing Rt 02/04 Balaraja Barat Tangerang.

Adapun masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah:

pertama, kegiatan pelayanan sosial apa saja yang diberikan kepada anak-anak yatim piatu di Yayasan Al-Fikr Gembong Balaraja ? 3. Penelitian yang dilakukan oleh Mukhlis (mahasiswa Jurusan

(29)

4. Iin Nurhayati (mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam angkatan 2006) dengan judul “Stretegi Panti Asuhan

Baiturrahman dalam Pemberdayaan Anak Asuh di Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya”. Iin melakukan penelitian tentang

pemberdayaan anak asuh melalui pelayanan yang pada strategi pengembangan bidang pendidikan dan bidang bantuan sosial.

Dari penelitian-penelitian ini adalah, para peneliti hanya memberikan gambaran tentang keseluruhan proses pelayanan sosial yang dilakukan oleh lembaga, baik itu lewat pemberdayaan maupun strategi-strategi yang dilakukan tanpa melihat apakah anak-anak asuh yang berada didalam lembaga benar-benar terpenuhi kebutuhan dasarnya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisa kebutuhan dasar anak asuh. Adapun penelitian ini berisikan tentang pembinaan pengembangan kemandirian dan kreatifitas yang diberikan oleh panti asuhan Al-Khairiyah kepada anak asuh serta faktor yang mendukung.

10.Sistematika Penulisan

(30)

BAB II Landasan Teori, Bab ini mengemukakan tentang Konsep Pembinaan, Kepribadian, Kemandirian, serta Kesejahteraan Sosial.

BAB III Gambaran Umum, Bab ini meliputi Sejarah Singkat Lembaga, Profil Lembaga, Visi dan Misi Lembaga, Tujuan, Landasan Konseptual, Struktur Organisasi, Sarana dan Prasarana, Sumber Dana.

BAB IV Hasil Penelitian dan Analisis Data, Pada bab ini memuat tentang temuan-temuan dan analisis yang mendukung secara garis besar mengenai pelayanan yang diberikan kepada anak asuh dalam melakukan pembinaan kepribadian dan kemandirian, upaya yang dilakukan PSAA Al-Khairiyah dalam melakukan pembinaan kepribadian dan kemandirian, serta faktor pendukung dan penghambat dalam melakukan pembinaan kepribadian dan kemandirian.

(31)

18

LANDASAN TEORI

A. Anak Yatim

1. Pengertian Anak Yatim

Secara kebahasaan istilah yatim memiliki dua pengertian. Pertama, istilah yatim bersal dari perkataan al-yummu yang berarti terputusnya hubungan anak dengan orang tua sebelum anak-anak itu mencapai usia akil-balig. Kedua, perkataan yatim mengacu pada sesuatu atau seseorang yang sendiri, menyendiri, tunggal, atau sebatang kara sebagaimana tersurat pada ungkapan ad-durrat al-yatimah yang berarti mutiara tunggal atau pada ungkapan al-bayt al-yatim yang berarti rumah yang menyendiri, yakni rumah yang jauh dari tetangga.1

Dari uraian kebahasaan tersebut, dapat ditarik suatu pengertian bahwa yatim adalah anak-anak yang kehilangan bapak dan ibu atau kehilangan bapak saja karena meninggal dunia, ketika usia mereka belum dewasa. Akibat dari kehilangan bapak dan atau ibu tersebut, maka anak-anak yatim bukan saja kehidupannya menjadi sebatang kara, tetapi juga mereka kehilangan pencari nafkah, pendidikan dalam lingkungan keluarga, tokoh yang memberikan rasa aman, dan figur teladan yang menjadi sumber inspirasi dalam kehidupan anak.

Ada dua persoalan penting yang dihadapi anak-anak yatim dalam pengertian kehilangan orang tua, yakni dimensi psikologis dan dimensi

1

Asep Usman Ismail, MA. Al-Qur’an dan Kesejahteraan Sosial: Sebuah Rintisan

(32)

ekonomis.Secara psikologis, anak-anak yatim adalah anak-anak yang kehilangan orang tua, bapak dan ibu, yang memberikan perlindungan, rasa aman, cinta, dan kasih sayang.Sementara ekonomis, anak-anak yatim adalah anak-anak yang kehilangan orang tua yang memberikan nafkah untuk kelangsungan hidup, kesehatan dan pendidikan.Anak-anak yatim dari kalangan kaum dhuafa kehilangan dua-duanya sekaligus, kehilangan dimensi psikologis maupun ekonomis. Sementara anak-anak yatim hanya kehilangan dimensi psikologis saja, sedangkan dari segi ekonomis tidak kehilangan sesuatu apapun.2

2. Pola Pengasuhan Anak Yatim

Menurut catatan Muhammad Fu‟ad „Abd al-Baqi, perkataan al-yatim dan al-yatiman dalam bentuk tunggal dan perkataan al-yatama dalam bentuk jamak disebut di dalam Al-Qur‟an sebanyak 22 kali.Pertama,

kelompok ayat-ayat Al-Qur‟an yang berkenaan dengan anak-anak yatim yang memiliki harta.terhadap mereka, Al-Qur‟an menekankan agar para wali anak-anak yatim melindungi diri dan harta mereka sebagaimana dipaparkan pada ayat berikut3:

2

Asep Usman Ismail, MA Al-Qur’an dan Kesejahteraan Sosial: Sebuah Rintisan

Membangun Paradigma Sosial Islam Yang Berkeadilan dan Berkesejahteraan, (Tangerang: Penerbit Lentera Hati 2012), cet1, hal. 167

3

Asep Usman Ismail, MA Al-Qur’an dan Kesejahteraan Sosial: Sebuah Rintisan

(33)

ܑۡشر ۡمݓۡݏِّ متۡسݎاء ۡ݌إف حاِ݃ݏ݆ اݕغ݇ب اܒإ ىَتح ى݋تي݆ۡ اݕ݇تۡب ݔ

kawin.Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)”

(QS.an-Nisa [4]:6)

“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan

cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta

pertanggungan jawabnya”(QS. Al-Isra’[17]:34).

Ayat ini hemat penulis, menegaskan prinsip pengasuhan anak yatim dan pengelolaan harta mereka sebagai berikut4:

a. Bahwa wali anak-anak yatim, baik orang maupun lembaga, yang menangani dan bertanggungjawab mengurusi anak-anak yatim, tidak dibolehkan menggunakan harta tersebut untuk

4

Asep Usman Ismail, Al-Qur’an dan Kesejahteraan Sosial: Sebuah Rintisan Membangun

(34)

kepentingan pribadinya mengalokasikan dan mengelola harta mereka kecuali dengan cara dan sistem yang mendatangkan manfaat dan mengembangkan harta itu sendiri bagi kepentingan anak-anak yatim hingga mereka dewasa, yang memiliki harta warisan dari orang tua mereka.

b. Bahwa cara dan sistem yang mendatangkan manfaat dan mengembangkan harta anak yatim itu adalah sistem yang sekurang-kurangnya menjamin keutuhan harta itu sedemikian rupa dengan dokumen dan surat-surat yang absah dan memiliki kekuatan hukum yang kuat, serta menjadikan harta itu mendatangkan keuntungan dan bertambah.

c. Bahwa lembaga sosial yang mengurusi anak yatim, seperti Panti Asuhan dan Yayasan Amal Sosial hendaklah mengembangkan kapasitas pelayanan sosialnya secara professional dengan manajemen yang rasional, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan di hadapan akuntan publik. d. Sekiranya lembaga-lembaga sosial, yang mengurusi anak-anak

(35)

“sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawaban.”

Singkatnya, bahwa lembaga sosial yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak-anak yatim yang mempunyai harta warisan itu harus dapat mempertanggugjawabkan aset kekayaan anak-anak yatim tersebut kepada masyarakat luas. Menurut hemat penulis, menegaskan prinsip-prinsip etika rasional dan modern dalam menangani anak yatim, terutama anak yatim perempuan yang memiliki aset kekayaan. Pertama, hindarilah hubungan yang terlalu dekat dengan mereka dengan menerapkan sistem pergaulan yang islami.

Kedua, teguhkan pendirian untuk mengurusi harta anak yatim secara profesional, amanah dan ikhlas dengan dukungan sistem administrasi yang rapihdan modern agar para pengurus Yayasan Amal Sosial, Panti Asuhan Anak Yatim, atau Pesantren Yatim Piatutidak sampai tergoda untuk memakan, menggunakan, dan menyelewengkan harta anak yatim, karena tindakan itu merupakan tindakan kezaliman yang nyata. Ketiga, buanglah jauh-jauh pikiran, rencana, dan niat untuk menikahi anak yatim perempuan yang memiliki aset kekayaan, jika tidak bisa melindungi diri mereka dan aset kekayaannya dengan adil.5

Adapun terhadap anak yatim yang tergolong dhuafa, al-Qur’an dan as-Sunnah menegaskan beberapa sikap dan perlakuan yang harus diperlihatkan kepada mereka. Pertama, hendaklah orang-orang beriman memuliakan mereka dengan memberikan perlindungan kepada anak-anak yatim dari rasa takut, cemas, dan sedih karena kehilangan orang tua.

5

Asep Usman Ismail, MA Al-Qur’an dan Kesejahteraan Sosial: Sebuah Rintisan

(36)

Kedua, menanggung biaya hidup mereka dengan sebaik-baiknya secara wajar, layak, dan sederhana sesuai dengan pola hidup yang berlaku pada masyarakatnya. Ketiga, menjamin kelangsungan pendidikan anak-anak yatim dengan sebaik-baiknya sehingga mereka mendapat bekal pendidikan yang cukup untuk bisa hidup (life skill education) secara mandiri dan bermatabat. Keempat, memosisikan anak-anak yatim sebagaimana anak sendiri dengan mengintegrasikan mereka dalam kehidupan keluarga sehingga mereka tidak kehilangan kehangatan, keintiman, perlindungan, cinta dan kasih sayang dalam satu keluarga yang utuh. Anak-anak yatim sebaiknya dipelihara dengan pola asuh sistem keluarga, bukan dengan sistem panti asuhan. Mereka sebaiknya dijadikan anak angkat oleh setiap keluarga muslim yang mampu lahir batin; namun jika sistem ini belum memungkinkan, bisa saja anak-anak yatim itu diasuh dalam sebuah panti dengan pola pengasuhan sebagaimana layaknya di dalam keluarga.

(37)

B. Konsep Pembinaan

1. Pengertian Pembinaan

Pembinaan telah dibakukan ke dalam bahasa Indonesia menjadi

“bina” kata “pembinaan” yang mendapatkan akhiran “an” berasal dari

“bina” yang berarti bangun, memperbaiki atau memperbaharui.6

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pembinaan mengandung arti penyempurna, pembaharuan usaha, tindakan dan persiapan yang akan dilakukan secara berdaya guna dan berhasil berguna untuk memperoleh hasil yang baik.7

Menurut Miftah Thoha Pembinaan adalah suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyatan yang lebih baik.Dalam hal ini menunjukkan adanya kemanjuan, peningkatan pertumbuhan, evolusi atas berbagai kemungkinan, berkembang atau peningkatan atas sesuatu. Ada dua unsur dari definisi pembinaan yaitu pertama pembinaan itu bisa berupa suatu tindakan, proses, atau pernyataan tujuan. Dan yang kedua, yaitu pembinaan bisa menunjukkan pada perbaikan atas sesuatu.

Secara umum pembinaan disebut sebagai sebuah perbaikan terhadap pola kehidupan yang direncanakan. Setiap manusia memiliki tujuan hidup tertentu dan ia memiliki keinginan untuk mewujudkan tujuan tersebut. Apabila tujuan tersebut tidak tercapai maka manusia akan berusaha untuk menata ulang pola kehidupannya.8

6

Departemen Sosial R.I Pengantar Ilmu Kesejahteraan Sosial,(Yogyakarta: Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial 2010), hal.117

7

Poerdaminta W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet ke-3 h.23

8

(38)

Secara konseptual, pembinaan atau pemberkuasaan

(empowerment), berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pembinaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dan dihubungkan dengan kemampuan individu untuk membuat individu melakukan apa yang diinginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka.

Dalam pelaksaan konsep pembinaan hendaknya didasarkan pada hal bersifat efektif dan pragmatis dalam arti dapat memberikan pemecahan persoalan yang dihadapi dengan sebak-baiknya, dan pragmatis dalam arti mendasarkan fakta-fakta yang ada sesuai dengan kenyataan sehingga bermanfaat karena dapat diterapkan dalam praktik.

Arti kata “pembinaan” di tinjau dari segi terminologi yaitu:

Pembinaan adalah suatu upaya, usaha kegiatan agar terus menerus untuk memperbaiki, mengangkat, mengarahkan dan mengembangkan kemampuan untuk mencapai tujuan agar sasaran pembinaan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, maupun kehidupan sosial masyarakat.9

Menurut Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP-4) memberi pengertian tentang pembinaan adalah segala upaya pengelolaan berupa merintis, meletakan dasar, melatih membiasakan, memelihara dan mencegah, mengawasi, menyantuni, mengarahkan serta mengembangkan kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan,

9

(39)

mewujudkan manusia sejahtera, dengan mengadakan dan menggunakan segala dana dan daya yang dimiliki.10

Menurut Mangunhardjana, pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan yang baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif.11

2. Pembinaan Yatim Piatu Menurut Islam

Adapun beberapa hal yang pokok dalam pembinaan anak yatim yaitu diantaranya:

a. Memelihara Hartanya

Adakalanya anak yatim yang ditinggal wafat oleh bapaknya, dan ia (bapaknya) meninggalkan warisan untuk anak tersebut, baik banyak maupun sedikit, haruslah dijaga dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini apabila keadaan anak yatim tersebut masih kecil atau sudah dewasa tetapi belum dapat mengurus sendiri hartanya. Sedangkan orang yang ikut mengurusnya boleh mempergunakan dengan maksud yang baik dan wajar. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:

10

Badan Penasehat Perkawinan Perselisihan dan Penceraian BP-4, Membina Keluarga Bahagia dan Sejahtera, (Jakarta: BP-4, 1994), h.3

11

(40)

ۚۥݐَܑشأ غ݇ۡبي ىَتح ݍسۡحأ يݒ يتَ݆ ب اَ݆إ ميتي݆ۡ ݄اّ اݕبرۡقت ا݆ݔ

Artinya:

“ Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara

yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.” (Q.S Al An’am,

6:152).

b. Menjamin makan dan minumnya

Menjamin makan dan minumnya adalah kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Tanpa makan dan minum manusia akan lemah baik secara fisik maupun daya pikirnya. Orang yang suka berbuat baik kepada anak yatim, dikasihinya, diusap kepalanya dengan maksud disantuni diberi makan, pakaian, nanti hati mereka akan menjadi lunak, mau menerima nasehat dan sebagainya. Dan apa-apa yang dicita-citakan insya Allah akan tercapai. Demikian janji Allah terhadap orang mengasuhi anak yatim.

c. Memberikan Kasih Sayang

(41)

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

ۡرݓۡقت ا݇ف ميتي݆ۡ اَّأف

٩

Artinya :

“Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang”(Q.S. Ad-Dhuha, 93:9)

d. Memberikan Pendidikan

Selain memberikan kasih sayang dan memberikan nafkah kepada anak yatim, kita wajib memberikan pendidikan kepada mereka yang berorientasi kepada akhlak, diantaranya adalah mengajarkan tata cara melaksanakan shalat kepada anak-anak.

3. Jenis-Jenis Pembinaan dalam Islam

Allah SWT dengan hikmah-Nya menciptakan manusia dalam berbagai macam keadaan, bermacam tingkat kehidupan, sehingga perlu adanya pemahaman pada diri agar ia tidak mudah terbawa oleh suatu keadaan. Oleh karena itu untuk menjaga kondisi yang baik harus dijaga, dibina, dan dikembangkan dari mulai lahir hingga mati. Ada beberapa jenis pembinaan diantaranya adalah :

a. Pembinaan Aqidah

(42)

maka perlu adanya penanaman aqidah yang sebenar-benarnya dalam kalbu dan jiwa kita dengan menempuh jalan yang sudah digariskan Rasulullah SAW. Caranya yaitu dengan pendidikan, pengajaran dan pembinaan yang sistematik serta kemudian merawatnya sampai hidup subur sehingga akhirnya aqidah itu dapat mencapai puncak tertinggi yakni tertanam kokoh dan tak mungkin terobohkan lagi.

Pada saat ini kita sedang disibukkan dengan pembangunan di segala bidang, termasuk juga pembangunan di bidang aqidah. Sudah tiba saatnya bagi kita umat Islam untuk memurnikan kembali aqidah, mengembalikan aqidah menurut apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Untuk meluruskan kembali aqidah banyak caranya, banyak jalan yang harus ditempuh. Diantaranya yang terpenting yaitu memperdalam kembali dan memperteguh keimanan, mengamalkan

Al-Qur’an dan Hadits, menegakkan keadilan dan beraqidah seperti aqidah

Rasulullah.

b. Pembinaan Akhlak

Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang mudah dilakukan,tanpa melakukan maksud untuk memikirkan lebih lama. Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik, manakala ia melahirkan tindakan yang jahat maka dinamakan akhlak yang buruk.12

12

(43)

Akhlak mempunyai posisi yang sangat penting dalam ajaran agama Islam, baik sebagai individu maupun anggoa masyarakat dan bangsa. Sehingga setiap aspek dari agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak dalam kehidupan manusia, maka risalah Rasulullah SAW yang paling utama adalah memperbaiki akhlak. Pembinaan akhlak pada saat ini di mana banyak berbagai kesulitan sebagai dampak dari kemajuan di bidang IPTEK, sangat diperlukan untuk melahirkan anak-anak yang berakhlak mulia. Oleh karena itu pembinaan akhlak harus dirancang dengan strategi yang baik, sistematik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh untuk menghasilkan manusia yang baik akhlaknya.

c. Pembinaan Ibadah

Bahwa hubungan manusia dengan Allah disebut pengabdian atau biasa yang kita sebut dengan ibadah. Hubungan manusia dengan Allah diwujudkan dalam perbuatan ibadah dan ibadah tidak boleh terputus walau sesaat. Ibadah yang langsung kepada Allah disebut ibadah mahdhab, adapun ibadah yang berupa hubungan sesama makhluk disebut ghairumahdhab.

“kata ibadah berasal dari bahasa Arab, yaitu abada yang berarti berserah diri, patuh dan tunduk. Dalam ilmu fiqih ibadah diartikan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.13

13

(44)

Secara harfiah ibadah berarti bakti manusia kepada Allah, karena didorong dan dibangkitkan oleh aqidah tauhid.Majlis Tarjih Muhammadiyah mendefinisikan ibadah sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah melaksanakan segala perintah-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya. Ibadah ada yang umum dan ada juga yang khusus. Yang umum adalah segala amalan yang diizinkankan Allah, sedangkan yang khusus adalah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perincianya, tingkat dan cara-caranya yang tertentu.14

C. Kepribadian

1. Pengertian Kepribadian

Kepribadian adalah metode berpikir manusia terhadap realita.Kepribadian juga merupakan kecendrungan-kecendrungan manusia terhadap realita.15 Dengan kata lan kepribadian adalah apa yang ada dalam pikiran dan hati kita.

Personality as the reasonably stable patterns of emotions,

motivers, and behavior that distinguish one person form another.

Kepribadian bukanlah sesuatu yang dapat dikenakan ataupun ditinggalkan sebagimana orang yang mengenakan pakaian ataupun mengikuti gaya mode tertentu. Kepribadian adalah tentang diri pribadi secara keseluruhan. Ketika seseorang melihat ataupun mendengar mengenai sesuatu hal, maka ia akan mengumpulkan informasi tersebut dan mengolahnya sesuai dengan kaidah berpikir yang telah diambilnya sebagai standar dalam berpikirnya.

14

Abudin Nata, “Metodologi Studi Islam”, h.82

15

(45)

Kepribadian adalah pola sifat dan karakteristik tertentu yang relatif permanen dan memberikan, baik konsistensi maupun individualis pada perilaku seseorang.16

Menurut W. Stern seorang psikolog (1871-1938) asal Jerman mengemukakan bahwa kepribadian adalah aktualisasi dan realisasi dari hal-hal yang sejak semula telah terkandung dalam jiwa seseorang.17 Adapun menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengatakan kepribadian adalah hasil kerja bareng dan dinamika integratif dari struktur kepribadian, yang terdiri dari potensi nahsiyah (jasad dan naluri) dan potensi akal dalam penggunaannya.18

2. Aspek-Aspek Kepribadian

Para ahli psikologi menekankan bahwa yang dipelajari oleh psikologi bukanlah jika tetapi tingkah laku manusia, baik perilaku yang kelihatan atau tersembunyi. Tingkah laku manusia dianalisis dalam tiga aspek, yatiu:

a. Aspek kognitif (pengenalan), yaitu pemikiran, ingatan, khayalan, daya bayang, inisiatif, kreativitas, pengamatan dan penginderaan. Fungsi dari aspek kognitif adalah menunjukkan jalan, mengarahkan dan mengendalikan tingkah laku.

b. Aspek afektif, yatu bagian kejiwaan yang berhubungan dengan kehidupan alam perasaan dan emosi. Fungsinya sebagai energi atau tenaga mental yang menyebabkan tingkah laku.

16

Spencer A. Rathus, Psychology Consepts and Connection, Eight Edition, (USA: Thomson HigherEducation, 2007) hal 399

17

Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama, (Bandung: Sinar Baru, 1987), hal 63

18

(46)

c. Aspek motorik yang berfungsi sebagai pelaksana tingkah laku manusia seperti perbuatan dan gerakan jasmani lainnya.19

3. Faktor Penghambat Perkembangan Kepribadian

Perkembangan kepribadian seseorang akan terhambat dikarenakan oleh dua faktor, yaitu:

A. Faktor Internal Diri

Perkembangan kepribadian akan mengalami hambatan yang berasal dari dalam diri individu sendiri disebabkan oleh:

1) Individu yang tidak mempunyai tujuan hidup yang jelas

Individu yang tidak mempunyai tujuan hidup yang jelas kemudian hanya mengikuti arus ataupun gaya hidup orang lain. Dengan mengikuti jalan hidup orang lain maka ia tidak akan dapat mengembangkan potensi yang ia miliki sehingga kepribadiannya tidak akan berkembang dan hanya akan menjadi individu yang selalu bergantung kepada orang lain.

2) Individu yang kurang termotivasi dalam hidupnya

Individu yang tidak mempunyai motivasi dalam hidupnya akan membuat dirinya menjadi pribadi yang malas dan enggan untuk mengembangkan dirinya sehingga dia hanya mau menjalani hidup dengan apa yang ia punya tanpa ada usaha untuk mengembangkan potensi dirinya.

19

(47)

3) Individu yang enggan menelaah

Individu yang enggan menelaah berarti individu yang tidak mau mengintropeksi dirinya. Individu yang terlalu percaya diri ataupun yang terlalu tidak percaya diri bisa menghambat kepribadiannya. Karena hal ini dapat menjadikan seseorang yang sombong atau justru individu yang minder.

4) Faktor usia

Seseorang yang telah berumur merasa bahwa mereka telah lebih banyak mengetahui arti kehidupan, ada perasaan jenuh untuk berubah lagi setelah berbagai perubahan yang dilakukan sepanjang usia.

B. Faktor Eksternal Diri

Hambatan perkembangan kepribadian individu secara eksternal terjadi diantaranya disebabkan oleh:

1) Faktor tradisi budaya

(48)

pada akhirnya perilaku tersebut menetapkan kecenderungan pola perilaku indvidu.

2) Penerimaan Sosial/Masyarakat

Penerimaan sosial masyarakat juga mempengaruhi keinginan individu untuk mengembangkan kepribadiannya, penerimaan sosial yang tinggi menimbulkan rasa percaya diri yang berpengaruh pada peningkatan konsep diri positif. Sedangkan penerimaan sosial yang rendah akan menjadikan seseorang rendah diri, menarik diri dari kontak sosial dan terjadi kecenderungan menutup diri yang akan berpengaruh pada pengembangan konsep diri.

D. Kemandirian

1. Pengertian Kemandirian

Kemandirian mempunyai pengertian dari berbagai istilah seperti otonomi (otonomy), Independen (independent), self reliance.Pada dasarnya kemandirian dapat dimanifestasikan dalam bentuk sikap maupun perbuatan, sebab sebenrnya sikap merupakan dasar dari terbentuknya suatu perbuatan. Kemandirian sendiri dalam islam dapat dilihat dari orang yang sudah memasuki fase baligh, yaitu dimana anak telah sampai dewasa karena usia ini anak cenderung akan kesadaran penuh terhadap dirinya sendiri sehingga diberikan tanggung jawab berupa agama, kehidupan sosial dan pemilihan kesejahteraan bagi dirinya.20

20

(49)

Kemandirian merupakan suatu kemampuan psikologis yang seharusnya sudah dimiliki secara sempurna oleh individu-individu masa akhir remaja. Istilah kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti diri sendiri, berdiri sendiri, berarti bertanggung jawab atas perilaku sendiri. Kemandirian adalah merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting sebab selain dapat mempengaruhi kinerja (performance) individu. Kemandirian juga dapat membantu seseorang untuk mencapai tujuan hidupnya tanpa didukung dengan sifat kemandirian dalam diri seseorang, maka sulit baginya untuk dapat mencapai hasil yang maksimal dalam penyelesaian tugas-tugas kerjanya, atau dengan kata lain kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain.21

Kemandirian seseorang ditentukan dari sikapnya, karena kemandirian berkaitan erat dengan sikap seseorang yang dilakukan karena sikap tampaknya mempengaruhi tingkah laku melalui dua mekanisme yang berbeda. Kita dapat memberikan pemikiran yang hati-hati pada sikap dan kita mampu memprediksi tingkah laku dalam situasi dimana kita tidak dapat melakukan pemikiran tersebut. Sikap mempengaruhi tingkah laku dengan membentuk persepsi kita terhadap situasi.22

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan suatu keadaan pada seorang individu yang telah mengenali identitas dirinya, mampu melakukan suatu hal untuk dirinya sendiri, memiliki hasrat bersaing untuk maju demi

21

Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Kartika,1997), h.89

22

(50)

kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, dan mampu bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya.

2. Aspek-Aspek Kemandirian

Ada beberapa aspek kemandirian yang perlu dipahami yaitu:

a. Pengambilan keputusan : memiliki kemampuan untuk memilih atau menentukan suatu hal sesuai dengan apa yang diyakini.

b. Kebebasan : mampu berperilaku percaya diri untuk mentukan jalan hidup tanpa adanya bantuan dari orang lain

c. Kontrol diri : mampu menahan ekspresi, emosi, dan untuk mengatur perilaku dalam situasi sosial.

d. Sikap asertif : memiliki kecenderungan maupun menggunakan hak dalam berhadapan dengan orang lain tanpa menyinggung perasaan. e. Tanggung jawab terhadap diri dan orang lain : memiliki kesadaran

bahwa diri pribadi merupakan bagian dari manusia yang harus bertindak sesuai dengan moral sosial, serta mengetahui hak dan kewajiban dalam masyarakat.23

Menurut Yusuf dalam bukunya tentang psikolosi anak dan remaja dikutip dari Douvan bahwa kemandirian terdiri dari tiga aspek perkembangan, yaitu:

a. Kemandirian aspek emosi, yaitu ditandai oleh kemampuan remaja memecahkan ketergantungan (sifat kekanak-kanakannya) dari orang

23

Anggara Kusumaatmaja, “Hubugan Kemandirian dengan Prestasi Akademik Remaja

(51)

tua dan mereka dapat memuaskan kebutuhan kasih sayang dan keakraban di luar rumahnya.

b. Kemandirian aspek perilaku, kemandirian berperilaku merupakan kemampuan remaja untuk mengambil keputusan tentang tingkah laku pibadnya, seperti dalam memilih pakaian, sekolah/pendidikan, dan pekerjaan.

Kemandirian aspek nilai, kemandirian nilai ditunjukkan remaja dengan dimilikinya seperangkat nilai-nilai yang dikonstruksikan sendiri oleh remaja, menyangkut baik-buruk, benar-salah, atau komitmennya terhadap nilai-nilai agama.24

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian

Dalam kehidupan masyarakat kita, metode “mempengaruhi” adalah metode yang penting digunakan baik melalui radio, televisi, majalah oleh karena itu sejumlah penyebab yang perlu diperhatikan yaitu:

a. Individu sering mencari sumber informasi yang mendukung pendapatnya yang sudah ada.

b. Banyak informasi melalui media cetak (massa) tidak datang secara langsung kepada kita, tetapi disampaikan oleh pemimpin opini dalam kelompok tempat kita bergabung.

c. Informasi yang menyimpang kerap kali diubah bentuknya sedemikian rupa.25

24

S.N.L. Yusuf, Psikologi Anak dan Remaja (Bandung: PT. Rosdakarya, 2000), h.81

25Samsunu Wijyanti Mar’at dan Lieke Ind

(52)

Ada bebeapa faktor yang dapat menyebabkan kemandirian seseorang terbentuk antara lain:

a. Faktor Internal

Faktor-faktor interal didalam diri sendiri, yaitu selektifitas, daya pilihan, atau minat perhatiannya untuk menerima dan mengelola pengaruh-pengaruh yang datang dari luar dirinya adalah :

1) Faktor pengembangan dan Kemandirian dan Kematangan.

Seiring dengan pertumbuhan usia dan keterkaitan kematangannya, manusia memasuki tahap perkembangan dan tugas perkembangan yang berbeda Secara psikologis, sehubungan dengan tugas perkembangan tersebut manusia yang dewasa dan matang harus menjadi pribadi yang mandiri.

2) Faktor jenis kelamin

Laki-laki dituntut untuk mandiri dari pada perempuan, karena sebagian masyarakat menganggap bahwa anak laki-laki memiliki tanggung jawab yang besar terhadap masa depan kehidupan keluarganya.26

b. Faktor Eksternal

Dalam faktor eksternal ini faktor yang berasal dari yang mempengaruhi kemandirian seseorang, salah satu sumber penting yang jelas-jelas membentuk sikap kita dari orang lain melalui proses pembelajaran-pembelajaran ini terjadi melalui beberapa proses yaitu:

26

(53)

1) Pembelajaran berdasarkan asosiasi prinsip dasar psikologi bahwa ketika stimulus muncul berulang-ulang diikuti stimulus yang lain, maka stimulus pertma akan segera dianggap sebagai tanda-tanda berbagai mnculnya stimulus yang mengikutinya. Classical conditioning yangt terjadi melalui penampilan stimulus dibawah ambang kesadaran seseorang

2) Belajar untuk mempertahankan pandangan yang benar, bentuk dasar dari pembelajaran dimana respon yang menimbulkan hasil positif atau mengurangi hasil negatif diperkuat.

3) Pembelajaran berdasarkan observasi, belajar dari contoh salah satu bentuk dasar belajar dimana individu mempelajari tingkah laku atau pemikiran baru melalui observasi terhadap orang lain.

4) Perbandingan sosial dan pembentukan sikap, sebuah proses dasar untuk pembelajaran melalui observasi. Proses dimana kita membandingkan diri kita dengan orang lain untuk menentukan apakah pandangan kita terhadap kenyataan sosial benar atau salah.

E. Organisasi Pelayanan Sosial (HSO)

1. Pengertian Organisasi Pelayanan Sosial

(54)

yang lebih luas yang meliputi organisasi pemerintah (government organizations), organisasi non pemerintah (non government organizations), maupun pihak swasta (private organizations) yang memperhatikan masalah-masalah sosial dan masalah kesejahteraan sosial dalam arti sempit seperti masalah yang terkait prostitusi, anak jalanan, tuna netra, tuna rungu dan tuna grahita.27

2. Klasifikasi HSO

Organisasi pelayanan sosial dibedakan dengan birokrasi, salah

satunya karena fakta bahwa “bahan dasar” terdiri dari manusia dan

dapat dibedakan oleh transformasi yang mereka tujukan dalam diri klien. Oleh karena itu, organisasi pelayanan sosial dapat diklasifikasikan berdasarkan dua dimensi berikut:

1. Tipe yang dilayani

Hasenfeld membagi tipe klien menjadi dua, yaitu:

Normal Funcsioning (berfungsi secara normal) yaitu organisasi yang mandat utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesejahteraan orang-orang yang dipandang berfungsi secara baik.

Malfuncsioning (kurang berfungsi secara baik) organisasi yang mandate utamanya adalah mengontrol, mengurangi dan memperbaiki penyakit atau penyimpangan orang-orang yang dipandang kurang berfungsi secara baik.

27

(55)

2. teknologi transformasi (seperti prosedur-prosedur dan teknik-teknik yang mereka gunakan untuk membawa perubahan dalam diri klien)

Hasenfeld membagi tipe teknologi informasi organisasi menjadi tiga, yaitu:

People-processing technologies

Teknologi ini berusaha mentransformasikan klien bukan dengan mengubah sifat-sifat mereka, akan tetapi dengan memberikan mereka suatu label sosial dan status public yang membangkitkan reaksi-reaksi yang bermanfaat dari unit sosial yang lain. Misalnya penyandang masalah akan mendapatkan perlakuan tertentu dari organisasi bentuknya dengan membuat diagram masalah bahwa orang tersebut akan kelihatan memiliki masalah tertentu.

People-sustaining technologies

Teknologi ini berusaha mencegah, memelihara dan memperlambat memburuknya kesejahteraan personal klien tanpa merubah ciri-ciri orang tersebut. Misalnya pelayanan dukungan kepada panti asuhan, pelayanan akomodasi

People-changing technologies

(56)

kelompok, memberikan konseling, perawatan penyakit, rehabilitasi pekerjaan sosial.

People-controling technologies

Teknologi ini melakukan aktifitas dalam mengontrol, membatasi atau dalam beberapa hal menekan prilaku orang tertentu. Misalnya lembaga pemasyarakatan, pelayanan koreksional, rumah sakit.28

Kesejahteraan sosial adalah mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik, sedangkan menurut rumusan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 thun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok

kesejahteraan sosial, pasal 2 ayat 1 “Kesejahteraan sosial ialah suatu tata

kehidupan dan penghidupan sosial materil maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.29

28

Yeheskel Hasenfeld, Human Service Organizations, (USA: Prentice Hall, inc. 1974), h.78

29

(57)

People

Pelayanan kesejahteraan sosial adalah serangkaian kegiatan pelayanan yang ditunjukkan untuk membantu individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat yang membutuhkan atau mengalami permasalahan sosial, baik yang bersifat pencegahan, perlindungan, pemberdayaan, pelayanan dan rehabilitasi sosial, maupun pengembangan guna mengatasi permasalahan yang dihadapi dan atau memenuhi kebutuhan secara memadai, sehingga mereka mampu melaksanakan fungsi sosial

(58)

menanggulangi permasalahan masyarakat sehingga terwujud kesejahteraan sosial yang diharapkan.30

Dalam pengertian lebih luas, Romanyshyn menyatakan, bahwa pelayanan kesejahteraan sosial bukan hanya sebagai usaha memulihkan, memelihara, dan meningkatkan kemampuan keberfungsian sosial individu dan keluarga, melainkan juga sebagai usaha untuk menjamin berfungsinya kolektifitas seperti kelompok sosial, organisasi, serta masyarakat.31

The Social Work Dictionary, menyebutkan bahwa pelayan kesejahteraan sosial merupakan aktifitas pekerja sosial dan profesi lain dalam rangka membantu orang agar berkecukupan, mencegah ketergantungan, memperkuat relasi keluarga, memperbaiki keberfungsian sosial, individu, keluarga kelompok, dan masyarakat. Jenis pelayanan kesejahteraan sosial yang spesifik adalah membantu orang memanfaatkan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan, mengevaluasi kemampuan orang dalam memelihara anak dan ketergantungan yang lain konseling dan psikoterapi, penghubung dan rujukan, mediasi, advokasi kasus sosial, menginformasikan organisasi yang menyediakan pelayanan kesehatan dan mengkaitkan klien dengan sistem sumber.32

Menurut Alfred J. Khan, pelayanan-pelayan yang diberikan oleh

lembaga kesejahteraan sosial disebut dengan “pelayan kesejahteraan

sosial”. Di negara-negara berkembang tertentu, pelayanan kesejahteraan

30

Dwi Heru Sukoco, Modul Diklat Jabatan Fungsional Pekerja Sosial Tingkat Ahli Madya (Jakarta: Pusat Pendidikan Pelatihan dan Pegawai Departemen Sosial), h.88

31

Warto, dkk. Efektifitas Program Pelayanan Sosial di Panti dan Non Panti (Yogyakarta: B2P3KS Press, 2009), h.10

32

Dwi Heru Sukoco, Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial: Konsepsi dan Strategis

(59)

sosial dimaksudkan sebagai pelayanan yang difokuskan pada bantuan untuk perorangan atau keluarga yang mengalami masalah penyesuaian diri dan pelaksaan sosial, ketelantaran. Di negara lainnya digunakan istilah

“pelayan sosial” untuk mencakup apa yang terkandung dalam pengertian pelayanan kesejahteraan sosial diatas ditambah dengan:

1. Bantuan sosial, yaitu dengan ditekankan pada pemberian bantuan uang dan atau barang.

2. Program-program kesehatan yang tidak tercakup program yang dikembangkan oleh swasta.

3. Pendidikan 4. Perumahan rakyat

5. Program-program ketenagakerjaan 6. Fasilitas umum33

Secara idiologis, pelayanan kesejahteraan sosial didasari keyakinan bahwa tindakan sosial dan pengorganisasian sosial merupakan suatu wujud nyata dari kebijakan sosial sebagai representasi kehendak publik dalam mempromosikan kesejahteraan kewarganegara.34

Dari beberapa uraian mengenai pengertian pelayanan kesejahteraan sosial diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesejahteraan sosial adalah suatu kegiatan untuk memberikan pemenuhan kebutuhan dan pemecahan masalah yang dialami oleh individu, keluarga, dan masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah, organisasi sosial, dan lembaga swadaya

33

Nurdin Widodo, dkk, Studi Pelayanan Sosial Remaja Putus Sekolah Terlantar Melalui Panti Sosial Bina Remaja (Jakarta: P3KS Press, 2009), h.24

34

Gambar

Tabel 1.1 Karakteristik Informan…………………………………........... 10
Tabel 1.1 Karakteristik Informan
Tabel 3.2 Data Anak Asuh Berdasarkan Status Keluarga
Tabel 3.3 Data Anak Asuh Berdasarkan Tingkat Pendidikan
+7

Referensi

Dokumen terkait