12 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.5. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian Laba
Farland (1985:63) mengatakan bahwa laba merupakan “selisih antara
pendapatan yang diperoleh dari kesemua sumber-sumber baik sumber operating
maupun non operating suatu perusahaan terhadap kesuluruhan biaya-biaya dan
kerugian-kerugian yang terjadi pada suatu periode atau tahun buku”. Jadi dapat
disimpulkan bahwa selain kelebihan atas pendapatan dan biaya jika dilihat dari
sumber operating, laba bisa juga diartikan sebagai kenaikan aset/ekuitas yang
berasal dari transaksi ekuitas sampingan atau transaksi yang jarang terjadi dari
suatu badan usaha dan dari semua transaksi atau kejadian lain yang timbul dari
pendapatan atau investasi oleh pemilik jika dilihat dari sisi non operating. Sebagai
contoh yaitu laba yang diperoleh atas penjualan aset tetap. Selisih antara harga
pasar wajar (fair value) dan nilai buku (book value) merupakan laba apabila harga
pasar yang didapatkan lebih tinggi daripada nilai buku yang tersisa dari aset tetap
tersebut.
Di dalam akuntansi, akun laba terletak di sisi kredit. Di dalam laporan
keuangan, akun laba terletak di dalam laporan laba rugi dimana di dalam laporan
laba rugi terdiri atas pendapatan dan biaya. Setiap kenaikan laba akan
mempengaruhi ekuitas pemilik. Seperti yang dijelaskan Warren, et al, (2005:67)
13 pemilik. Sebagaimana peningkatan pemilik dicatat pada sisi kredit, peningkatan
pendapatan dicatat dengan cara yang sama”. Walaupun kutipan tersebut
menjelaskan bahwa peningkatan pendapatan yang dapat menaikkan ekuitas
pemilik, tetapi peningkatan pendapatan secara tidak langsung mempengaruhi
peningkatan laba, maka peningkatan laba juga dapat menaikkan ekuitas pemilik.
Berdasarkan uraian di atas maka laba merupakan selisih antara pendapatan
dan biaya, dimana untuk mengukur tingkat profitabilitasnya peneliti memilih
untuk menggunakan rasio Marjin Laba Bersih (Net Profit Margin) atau dapat
disingkat dengan NPM. David (2011:212) mengatakan bahwa “marjin laba bersih
dapat diukur dengan membandingkan laba setelah pajak dengan penjualan”.
Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:
NPM =
Rasio marjin laba bersih merupakan salah satu jenis dari rasio
profitabilitas. David (2011:209) mengatakan bahwa “rasio profitabilitas
(profitability ratio) digunakan untuk mengukur keefektifan manajemen secara
keseluruhan sebagaimana ditunjukkan oleh pengembalian (return) yang diperoleh
dari penjualan dan investrasi”. Jadi dapat disimpulkan bahwa pihak manajemen
berperan penting dalam mencetak laba dan mengecilkan biaya-biayanya. Semakin
besar tingakat rasionya, maka perusahaan semakin dipercaya oleh para investor
dalam pengembalian investasi yang mereka tenamkan di dalam perusahaan
14 Besar atau tidaknya suatu rasio profit margin ditentukan oleh beberapa
faktor seperti yang diungkapkan Riyanto (1993:37) bahwa
besar kecilnya rasio profit margin pada setiap transaksi sales ditentukan oleh dua faktor, yaitu net sales dan laba usaha atau net operating income tergantung kepada pendapatan dari sales dan besarnya biaya usaha (operating expense). Dengan jumlah operating expense tertentu rasio profit margin dapat diperbesar dengan memperbesar sales, atau dengan jumlah sales tertentu rasio profit margin dapat diperbesar dengan menekan atau memperkecil operating expensesnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk memperbesar atau memperkecil rasio
profit margin dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu dengan jumlah sales atau
dengan operating expense. Apabila ingin memperbesar rasio profit margin, maka
jumlah penjualan harus ditingkatkan atau dengan mengecilkan biaya operasional
atau dengan menggunakan kedua duanya dengan meningkatkan jumlah penjualan
dan mengecilkan biaya operasional secara bersama-sama.
2.1.2. Analisis Rantai Nilai
Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis) menurut Blocher dkk
(2011:63) merupakan “alat analisis strategi yang digunakan untuk lebih
memahami keunggulan kompetitif perusahaan, mengidentifikasi di mana nilai
bagi pelanggan dapat ditingkatkan atau biaya dapat diturunkan, dan lebih
memahami hubungan perusahaan dengan pemasok, pelanggan, dan perusahaan
lainnya dalam industri yang sama”. Jadi dapat disimpulkan bahwa analisis rantai
nilai digunakan untuk lebih memahami keunggulan kompetitif perusahaan seperti
kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan dalam menghadapi persaingan dan pasar
15 strategi yang digunakan dalam mengungguli para pesaingnya, juga dapat
digunakan untuk menunjukkan bagaimana sebuah produk bergerak dari tahap
bahan baku hingga ke pelanggan akhir, lebih memahami hubungan antara
perusahaan dengan pemasok, pelanggan, bahkan para pesaing dari perusahaan lain
dalam industri yang sama maupun yang tidak.
Menurut Wisdaningrum (2013:7) analisis rantai nilai adalah
analisis aktifitas-aktifitas yang menghasilkan nilai, baik yang berada dari dalam dan luar perusahaan. Konsep value chain memberikan perspektif letak perusahaan dalam rantai nilai industri. Analisis value chain membantu perusahaan untuk memahami rantai nilai yang membentuk produk tersebut. Nilai yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan produk setelah dijual kepada konsumen.
Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis rantai nilai
digunakan sebagai alat dalam membantu memahami rantai perusahaan yang dapat
memberikan nilai. Arti nilai di dalam rantai nilai merupakan apa saja yang dapat
membentuk suatu produk hingga produk tersebut sampai kepada konsumen akhir.
Maka dapat disimpulkan bahwa analisis rantai nilai hanya mengidentifikasi
aktifitas perusahaan yang dapat memberikan nilai. Apabila aktifitas tersebut tidak
memberikan nilai, maka aktifitas tersebut tidak memiliki nilai dan harus dihapus.
Analisis rantai nilai dilakukan dengan cara mengidentifikasi hubungan
eksternal dan internal di sepanjang rantai nilai perusahaan seperti yang dijelaskan
oleh Hansen (2000:373) bahwa “analisis rantai nilai mengidentifikasi hubungan
internal dan eksternal yang dihasilkan dalam pencapaian perusahaan baik
kepemimpinan biaya atau strategi differensiasi (manapun yang ditentukan akan
16 perusahaan mengidentifikasi hubungan eksternal dan internalnya untuk
melakukan analisis rantai nilainya, maka perusahaan harus memilih terlebih
dahulu keunggulan bersaingnya, baik itu strategi kepemimpinan biaya maupun
strategi differensiasi. Terlepas dari kompleksitas analisis rantai nilai, David
(2011:227) menyatakan bahwa
langkah awal untuk menerapkan prosedur analisis rantai nilai ini adalah dengan membagi operasi suatu perusahaan ke dalam berbagai aktivitas atau proses bisnis yang spesifik. Kemudian analis berusaha untuk mengenakan biaya pada setiap aktivitas, dan biaya tersebut bisa dalam bentuk waktu dan uang. Terakhir analis mengubah data biaya itu menjadi informasi dengan mencari kekuatan dan kelemahan biaya kompetitif yang mungkin akan menghasilkan keunggulan ataupun kelemahan kompetitif.
Langkah awal dalam menerapkan proses rantai nilai adalah perusahaan
harus membagi aktivitas perusahaan ke dalam beberapa bagian, kemudian
perusahaan memilih proses bisnis yang spesifik. Selanjutnya analis membuat
informasi berupa data-data biaya pada proses bisnis yang spesifik tersebut.
Kemudian proses bisnis tersebut dianalisis sehingga diperoleh kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki oleh proses bisnis. Berikut ini merupakan contoh rantai
nilai perusahaan.
Gambar 2.1 Rantai Nilai Perusahaan
Input Proses
Bisnis
Produk atau Jasa
17 Gambar 2.1 menjelaskan bahwa rantai nilai perusahaan dimulai dari input
dimana input dari sebuah produk adalah bahan baku, kemudian rantai berikutnya
adalah proses bisnis dan produk yang berkaitan dengan bagaimana cara
mendesain produk agar dapat mengecilkan biaya, dan yang terakhir yaitu rantai
nilai pelanggan dimana rantai nilai tersebut berkaitan dengan penjualan produk.
Rantai nilai diklasifikasikan menjadi dua yaitu rantai nilai eksternal dan rantai
nilai internal, sehingga analisis rantai nilai tidak terlepas dari
hubungan/keterkaitan eksternal maupun internal. Dimana keterkaitan tersebut
akan diidentifikasi terlebih dahulu kemudian dimanfaatkan. Pada keterkaitan
internal, Hansen (2000:373) menjelaskan bahwa
manajemen biaya stratejik yang baik mengharuskan pertimbangan bagian hubungan internal dari rantai nilai dimana perusahaan berpartisipasi (disebut rantai nilai internal). Kegiatan sebelum dan sesudah produksi harus diidentifikasi dan hubungannya harus dikenali dan dimanfaatkan. Memanfaatkan hubungan internal berarti bahwa hubungan antara kegiatan dinilai dan digunakan untuk mengurangi biaya dan meningkatkan nilai
Jadi dapat disimpulkan bahwa rantai nilai internal berkaitan dengan proses
produksi baik sebelum produksi maupun setelah produksi diidentifikasi kemudian
dimanfaatkan. Adapun pemanfaatan sebelum proses produksi yaitu dengan cara
mendesain suatu produk yang kemudian bagaimana cara mendesain produk
tersebut akan mempengaruhi biaya produksi. Jika dimisalkan seorang pembuat
desain mengetahui bahwa ada komponen yang tidak perlu dipakai setelah ia
mendesain ulang produk tersebut, semakin sedikit jumlah komponen maka biaya
produksi akan semakin berkurang. Pengurangan komponen akan mempengaruhi
biaya dalam proses produksi seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
18 setelah proses produksi pun pun akan terjadi seperti dengan lebih sedikit
komponen yang digunakan, maka semakin sedikit tingkat kesalahan pada produk
sehingga biaya yang berkaitan dengan garansi akan semakin sedikit.
Pada keterkaitan eksternal Hansen (2000:376) menjelaskan bahwa
sistem rantai nilai juga mencakup kegiatan rantai-nilai yang dilakukan oleh pemasok dan pembeli. Perusahaan tidak dapat mengabaikan interaksi antara kegiatan rantai-nilainya dengan rantai nilai dari pemasok dan pembelinya. Hubungan dengan kegiatan eksternal pada perusahaan dapat pula dimanfaatkan. Memanfaatkan hubungan eksternal berarti mengelola hubungan ini sehingga baik perusahaan maupun pihak eksternal menerima peningkatan manfaat.
Analisis keterkaitan eksternal harus menggunakan pemanfaatan hubungan
dengan pemasok dan pembeli. Pemasok dan pembeli keduanya memiliki peranan
yang penting. Pemanfaatan hubungan kepada pemasok dapat dilakukan dengan
cara menetapkan komitmen dengan kontrak jangka panjang dengan syarat bahan
baku yang dikirim tidak boleh mengalami kerusakan. Begitu juga dengan
pelanggan. Pemanfaatan hubungan dengan pelanggan dapat dilakukan dengan
cara mendiferensiasi pelayanan. Sebagai contoh sebuah perusahaan menawarkan
jasa antar tidak berbayar kepada pelanggan yang membeli dalam jumlah yang
besar. Di satu sisi pelanggan akan merasa puas dengan pelayanan penjual
sehingga pelanggan akan mempertimbangkan untuk membeli ke perusahaan yang
sama di masa yang akan datang. Di sisi lain meskipun perusahaan perlu
mengeluarkan biaya ekstra untuk mengantar barang, tetapi dengan kepuasan
pelanggan terhadap pelayanan diharapkan dapat meningkatkan penjualan di masa
19 2.1.3. Keterkaitan Eksternal (Supplier)
Perusahaan pada umumnya membutuhkan bahan baku untuk melakukan
proses produksinya. Untuk memasok bahan baku tersebut perusahaan
membutuhkan pihak lain untuk memenuhinya. Pihak yang berperan dalam
pemenuhan kebutuhan akan bahan baku tersebut dinamakan supplier (pemasok
bahan baku). Proses produksi tidak akan berjalan apabila pemenuhan kebutuhan
akan bahan baku tidak terpenuhi. Oleh karena itu, kinerja perusahaan sebagian
bergantung pada kemampuan pemasok untuk mengantarkan bahan baku sesuai
jadwal.
Di dalam analisis rantai nilai, supplier merupakan salah satu keterkaitan
eksternal dari rantai nilai yang dapat dimanfaatkan seperti yang dijelaskan oleh
Hansen (2000:376) bahwa “sistem rantai nilai juga mencakup kegiatan rantai nilai
yang dilakukan oleh pemasok dan pembeli. Hubungan dengan kegiatan eksternal
pada perusahaan dapat pula dimanfaatkan”. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa pemanfaatan hubungan eksternal (supplier) dapat dilakukan
dengan cara menetapkan komitmen dengan kontrak jangka panjang dengan syarat
bahan baku yang dikirim tidak boleh mengalami kerusakan guna memperbaiki
mutu produk. Konsekuensinya adalah supplier akan memberikan dampak yang
besar bagi perusahaan. Apabila sewaktu waktu supplier tidak melakukan
pemasokan bahan baku sesuai kontrak, maka aktivitas produksi akan terganggu.
20 2.1.4. Keterkaitan Eksternal (Pelanggan)
Selain supplier, pelanggan juga merupakan pihak eksternal yang sangat
berperan penting dalam proses bisnis. Di dalam analisis rantai nilai, pelanggan
merupakan salah satu keterkaitan eksternal yang dapat dimanfaatkan oleh
perusahaan selain pemasok. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
pemanfaatan hubungan dengan pelanggan dapat dilakukan dengan cara
mendiferensiasi pelayanan. Dalam penelitian ini, peneliti memberi contoh bahwa
perusahaan dimisalkan menawarkan jasa antar tidak berbayar kepada pelanggan
yang membeli dalam jumlah yang besar. Di satu sisi pelanggan akan merasa puas
dengan pelayanan penjual sehingga pelanggan akan mempertimbangkan untuk
membeli ke perusahaan yang sama di masa yang akan datang. Di sisi lain
meskipun perusahaan perlu mengeluarkan biaya ekstra untuk mengantar barang,
tetapi dengan kepuasan pelanggan terhadap pelayanan diharapkan dapat
meningkatkan penjualan di masa yang akan datang.
Madura (2007:24) mengatakan bahwa “untuk menarik pelanggan, suatu
perusahaan harus menyediakan produk atau jasa yang diinginkan dengan harga
yang wajar. Perusahaan juga harus memastikan bahwa produk atau jasa yang
dihasilkan memiliki kualitas yang memadai sehingga pelanggan puas”.
Mendiferensiasi pelayanan saja tidaklah cukup, maka untuk dapat menarik
pelanggan, harga yang wajar juga memiliki peran penting. Jika perusahaan ingin
melakukan pemanfaatan keterkaitan eksternal pada pelanggan, maka kedua poin
21 Dalam penelitian ini pelanggan yang dimaksud bukanlah merupakan
konsumen akhir, melainkan adalah agen yang nantinya akan menjual produk ke
konsumen akhir. Meskipun konsumen akhir dengan agen sama-sama merupakan
pelanggan bagi perusahaan, tetapi keduanya juga memiliki perbedaan. Adapaun
perbedaaan dari keduanya adalah apabila konsumen akhir membeli produk dalam
jumlah yang sedikit dan dengan harga yang relatif lebih mahal, maka sebaliknya
agen akan membeli produk dalam jumlah yang besar dan dengan harga yang
relatif lebih murah dibandingkan dengan konsumen akhir.
2.1.5. Keterkaitan Internal (Proses Produksi)
Proses produksi merupakan proses yang mengubah bahan baku menjadi
barang jadi yang siap dijual. Garrison dkk (2013:26) mengatakan bahwa
“sebagian besar perusahaan manufaktur membagi biaya produksi ke dalam tiga
kategori besar: bahan langsung (direct material), tenaga kerja langsung (direct
labour), dan biaya overhead pabrik (manufacturing overhead)”.
Di dalam analisis rantai nilai, pemanfaatan hubungan internal sangat
diperlukan seperti yang dijelaskan oleh Hansen (2000:373) bahwa “kegiatan
sebelum dan sesudah produksi harus diidentifikasi dan hubungannya harus
dikenali dan dimanfaatkan. Memanfaatkan hubungan internal berarti bahwa
hubungan antara kegiatan dinilai dan digunakan untuk mengurangi biaya dan
meningkatkan nilai”. Dimana pemanfaatan internal yang dilakukan adalah dengan
mengiidentifikasi proses produksi. Mengidentifikasi proses produksi berarti
22 langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, serta meningkatkan
nilai produk. Berikut merupakan gambar kegiatan rantai nilai proses produksi.
Gambar 2.2 Rantai Nilai Proses Produksi
Seperti pada penjelasan sebelumnya, contoh pemanfaatan keterkaitan
internal di dalam proses produksi dapat dimisalkan yaitu dengan cara mendesain
suatu produk. Di dalam suatu produk, biaya yang berkaitan dengan produk adalah
biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.
Bagaimana suatu produk didesain tentu akan mempengaruhi ketiga komponen
tersebut. Jika dimisalkan seorang pembuat desain mengetahui bahwa ada
komponen yang tidak perlu dipakai setelah ia mendesain ulang produk tersebut,
semakin sedikit jumlah komponen maka biaya produksi akan semakin berkurang.
23 biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, hingga biaya yang digunakan
untuk perakitan.
2.6. Penelitian Terdahulu
Di penelitian terdahulu akan diuraikan mengenai hasil-hasil penelitian
yang didapat oleh peneliti terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang
dilakukan saat ini. Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
terdahulu telah dilakukan untuk menguji pengaruh variabel-variabel yang
mempengaruhi laba usaha.
Pada penelitian Mesriani Haloho (2006) yaitu Analisis Pengaruh Biaya
Produksi dan Biaya Kualitas terhadap Laba pada PT Indonesia Asahan
Aluminium (INALUM) Kuala Tanjung Asahan menerangkan bahwa variabel
biaya produksi dan biaya kualitas secara bersama-sama mempunyai pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap laba PT Indonesia Asahan Aluminium
(INALUM). Tetapi secara parsial biaya produksi memiliki pengaruh yang negatif
terhadap laba perusahaan. Artinya setiap kenaikan biaya produksi akan
mengakibatkan turunnya laba perusahaan. Biaya kualitas mempunyai pengaruh
yang positif terhadap laba yaitu apabila setiap peningkatan biaya kualitas maka
laba perusahaan akan meningkat juga. Secara keseluruhan Mesriani Haloho
(2006) menyimpulkan bahwa biaya-biaya akan berpengaruh positif pada jangka
waktu yang lama, dan akan menunjukkan pengaruh yang negatif pada periode
berjalan. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data secara skunder
24 perusahaan. Data primer diperoleh dari melalui hasil penyebaran kuisioner dan
melakukan wawancara.
Pada penelitian Surya Wulan Dani (2006) yaitu tentang Analisis Pengaruh
Biaya Produksi dan Penjualan Air Bersih Terhadap Laba Kotor pada PDAM
Tirtanadi menjelaskan bahwa variabel biaya sumber air bersih dan biaya
pengolahan air bersih berpengaruh negatif dan signifikan terhadap laba kotor
PDAM Tirtanadi. Artinya setiap kenaikan biaya sumber air bersih dan biaya
pengolahan air bersih akan mengakibatkan turunnya laba kotor perusahaan.
Sedangkan penjualan air bersih berpengaruh positif dan signifikan terhadap laba
kotor. Artinya setiap peningkatan Penjualan air bersih maka laba kotor perusahaan
akan meningkat juga. Secara kesuluruhan pengujian hipotesis pada penelitian
menolak H0 yang berarti menerima Ha dimana variabel biaya sumber air bersih,
variabel biaya pengolahan air bersih dan variabel penjualan air bersih secara
bersama-sama berpegaruh signifikan terhadap laba kotor. Pada penelitian ini,
peneliti menggunakan data skunder yaitu berupa laporan keuangan dari
perusahaan tersebut.
Pada penelitian Kumala Vera Dewi (2010) yaitu tentang Pengaruh
Efisiensi Biaya Produksi Terhadap Laba Bersih pada PT. Perkebunan Nusantara
III (Persero) Medan menjelaskan bahwa secara simultan variabel biaya produksi
yang terdiri dari biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik secara
bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap laba. Secara parsial
biaya produksi yang terdiri dari efisiensi tenaga kerja langsung dan biaya
25 pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder.
Dimana Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah kebun yang menghasilkan
komoditas kelapa sawit dan yang memiliki laporan biaya produksi yang lengkap
pada PTPN III (Persero) Medan. Sampel pada penelitian ini menggunakan metode
sensus dimana seluruh anggota populasi digunakan sebagai sampel.
Pada penelitian Pinasih (2005), yaitu tentang Pengaruh Efisiensi Biaya
Bahan Baku dan Tenaga Kerja Langsung terhadap Rasio Profit Margin (Studi
Kasus PT. Jaya Indah Furniture) secara simultan efisiensi biaya bahan baku dan
efisiensi tenaga kerja langsung secara bersama-sama berpengaruh secara
signifikan terhadap rasio profit margin. Secara parsial, variabel efisiensi biaya
bahan baku berpengaruh secara signifikan terhadap rasio profit margin dan
variabel efisiensi biaya tenaga kerja langsung juga berpengaruh secara signifikan
terhadap rasio profit margin. Jenis data yang dipakai dalam penelitian Pinasih
(2005) ini menggunakan data sekunder. Adapun jumlah populasi yang digunakan
oleh penelitian Pinasih (2005) ini adalah jumlah pesanan yaitu sejumlah 100
pesanan pada PT. Jaya Indah Furniture Kabupaten Jepara yaitu pada rentang tahun
2002-2004. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian Pinasih
(2005) ini adalah dengan menggunakan rumus slovin yaitu dengan membagi
26 Tabel 2.1 Review Penelitian terdahulu
Peneliti
Terdahulu Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Mesriani Haloho (2006) Analisis Pengaruh Biaya Produksi dan Biaya Kualitas terhadap Laba pada PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) Kuala Tanjung Asahan Variabel Independen: Biaya Produksi, Biaya Kualitas Variabel Dependen: Laba Biaya Produksi memiliki pengaruh yang negatif terhadap laba perusahaan atau dengan kata lain mengakibatkan turunnya laba perusahaan. Biaya kualitas mempunyai pengaruh yang positif atau dengan kata lain mengakibatkan meningkatnya laba perusahaan. Surya Wulan Dani(2006) Analisis Pengaruh Biaya Produksi dan Penjualan Air Bersih Terhadap Laba Kotor pada PDAM Tirtanadi
Variabel Independen: Biaya Sumber Air Bersih, Biaya Pengolahan Air Bersih, Penjualan Air Bersih Variabel Dependen: Laba Kotor
27 Peneliti
Terdahulu Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Kumala Vera Dewi (2010) Pengaruh Efisiensi Biaya Produksi Terhadap Laba Bersih pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan
Variabel Independen: Biaya Tenaga Kerja
Langsung, biaya overhead
Variabel Dependen: Laba Bersih
Secara simultan
variabel biaya produksi yang terdiri dari biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik berpengaruh positif dan signifikan terhadap laba. Secara parsial biaya produksi yang terdiri dari efisiensi tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik
berpengaruh positif dan signifikan terhadap laba. Pinasih (2005) Pengaruh Efisiensi Biaya Bahan Baku dan Efisiensi Biaya Tenaga Kerja Langsung terhadap Rasio Profit Margin. (Studi Kasus PT. Jaya Indah Furniture)
Variabel Independen: Efisiensi Biaya Bahan
Baku, Efisiensi Biaya Tenaga Kerja Langsung.
Variabel Dependen: Rasio Profit Margin
28 2.7. Kerangka Konseptual
Berdasarkan tinjauan pustaka dan rumusan masalah pada penelitian ini,
peneliti mengidentifikasi tiga variabel independen yaitu keterkaitan eksternal
(supplier) (X1), keterkaitan eksternal (pelanggan) (X2), dan keterkaitan internal
(proses produksi) (X3) yang diperkirakan mempengaruhi baik simultan maupun
parsial terhadap laba usaha pada variabel dependen (Y). Kerangka konseptual
yang digunakan dalam penelitian ini, dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
Pada gambar 2.3 secara parsial variabel keterkaitan eksternal (supplier)
(X1) berpengaruh terhadap laba usaha (Y). Perusahaan melakukan analisis rantai
nilai supplier dengan melakukan pemanfaatan hubungan perusahaan dengan Keterkaitan Eksternal (Supplier)
(X1)
Keterkaitan Eksternal (Pelanggan) (X2)
Keterkaitan Internal (Proses Produksi) (X3)
29
supplier dalam perolehan biaya bahan baku sehingga diharapkan dapat
meningkatkan laba. Gambar di atas juga menggambarkan bahwa secara parsial
variabel keterkaitan eksternal (pelanggan) (X2) berpengaruh terhadap laba usaha
(Y). Adapun yang menyebabkan variabel keterkaitan eksternal (pelanggan) (X2)
berpengaruh terhadap laba usaha (Y) adalah dengan melakukan pemanfaatan
hubungan perusahaan dengan pelanggan dalam perolehan harga jual produk
sehingga diharapkan dapat meningkatkan laba. Kemudian pada gambar di atas
juga menggambarkan bahwa secara parsial variabel keterkaitan internal (proses
produksi) (X3) berpengaruh terhadap laba usaha (Y). Adapun yang menyebabkan
variabel tersebut berpengaruh terhadap laba adalah bagaimana cara produk
didesain. Semakin sedikit komponen produk yang didesain, maka biaya produksi
akan semakin rendah, sehingga peningkatan laba akan terjadi.
Secara simultan, gambar kerangka konseptual menggambarkan bahwa
variabel keterkaitan eksternal (supplier) (X1), variabel keterkaitan eksternal
(pelanggan) (X2), dan variabel keterkaitan internal (proses produksi) (X3) secara
bersama-sama mempengaruhi laba usaha (Y).
2.8. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dari hasil penelitian terdahulu, serta kerangka
konseptual tentang pengaruh Penerapan Analisis Rantai Nilai (Value Chain
Analysis) terhadap Laba Usaha Home Industry Al-Barokah maka dapat
30 1. Penerapan analisis rantai nilai (value chain analysis) pada keterkaitan
eksternal (supplier) berpengaruh terhadap laba usaha.
2. Penerapan analisis rantai nilai (value chain Analysis) pada keterkaitan
eksternal (pelanggan) berpengaruh terhadap laba usaha.
3. Penerapan analisis rantai nilai (value chain analysis) pada keterkaitan
internal (proses produksi) berpengaruh terhadap laba usaha.
4. Penerapan analisis rantai nilai (value chain analysis) pada keterkaitan
eksternal (supplier), keterkaitan eksternal (pelanggan), dan keterkaitan