• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Proyek Konstruksi Yang Green

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengelolaan Proyek Konstruksi Yang Green"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

“GREEN”

Wulfram I. Ervianto1

1

Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Kampus UAJY Jl.Babarsari No. 44 Yogyakarta 55281, Telp 0274-487711, email: ervianto@mail.uajy.ac.id

Pembangunan terus dilakukan untuk menambah luasan bangunan guna memenuhi kebutuhan manusia dalam menjalankan aktifitasnya. Perubahan status tapak yang semula berupa lahan terbuka menjadi berbagai jenis bangunan terus dilakukan melalui mekanisme yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Perkembangan ilmu dan teknologi dalam mengelola pembangunan terus berjalan seiring dengan tuntutan klien diantaranya adalah aspek waktu, mutu dan biaya. Berbagai metoda pengelolaan pembangunan yang ada mengandung banyak aspek negatif dan positif bergantung pada tujuan dipilihnya metoda tersebut. Saat ini kiranya kurang tepat jika pengelolaan pembangunan mengabaikan aspek lingkungan yang kecenderungannya semakin tidak seimbang. Dalam tulisan ini akan dipaparkan pemahaman tentang pengelolaan pembangunan didasarkan pertimbangan lingkungan. Sebagai sumber inspirasi dan penggalian informasi didasarkan pada referensi, hasil penelitian, majalah ilmiah populer dan sumber lainnya yang berorientasi pada membangun yang ramah lingkungan, menggunakan jaringan internet. Dari hasil penelaahan berbagai sumber dapat di simpulkan bahwa model pengelolaan yang bersifat konvensional kurang sesuai dengan konsep membangun yang ramah lingkungan sehingga perlu ditambahkan faktor lain yang dapat mendekatkan dengan konsep membangun yang “green”. Sedangkan model pengelolaan proyek konstruksi yang lebih berpotensi dapat diaplikasikan adalah rancang bangun (design-build delivery system) dengan modifikasi sesuai dengan karakter bangunan “green”. Dengan konsep membangun yang “green” tentunya akan diperoleh kualitas bangunan yang superior, tidak hanya ramah lingkungan, namun juga kualitas disain dan konstruksinya.

Kata kunci: pengelolaan proyek, konvensional vs “green”

1.

PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu dan teknologi dalam pembangunan mengalami kemajuan yang pesat, hal ini ditandai dengan semakin singkat waktu yang dibutuhkan dalam membangun berbagai fasilitas bangunan. Tanpa mengesampingkan aspek mutu bangunan, capaian batasan biaya pelaksanaan pembangunanpun jarang dilampaui. Kondisi ini tak lepas dari ketersediaan sumberdaya yang kompeten, baik tenaga ahli maupun peralatan yang dibutuhkan selama proses pembangunan.

Pola-pola pengelolaan proyekpun mengalami perubahan yang cukup signifikan jika dibandingkan dua dekade yang lalu, dimana pengelola proyek sebagian besar masih menggunakan pola-pola pengelolaan konvensional. Saat ini, telah berkembang berbagai cara pengelolaan yang variatif dan diyakini lebih baik dalam berbagai aspek jika dibandingkan dengan pola konvensional.

(2)

Perkembangan konsep dalam perencanaan bangunan dalam beberapa tahun terakhir ini sedikit demi sedikit mengalami perubahan dalam hal cara pandangnya. Perubahan ini disikapi dikarenakan maraknya bencana disepanjang tahun, pada musim kemarau bencana kekeringan muncul dan pada musim hujan bencana banjir datang. Beberapa aspek yang dicurigai sebagai penyebabnya adalah terjadinya ketidakseimbangan alam yang kemungkinan disebabkan oleh aktifitas manusia dalam menyediakan berbagai fasilitas dalam bentuk bangunan fisik. Cara pandang seperti tersebut diatas dimana perancang mengesampingkan aspek lingkungan dikenal dengan cara konvensional. Sedangkan cara pandang yang mengedepankan menjaga lingkungan agar tetap lestari disebut dengan perencanaan “green”.

“Mengapa dalam membangun sebaiknya fokus pada “green” ?. Sebuah pertanyaan yang harus direspon oleh pengelola pembangunan. Akhir-akhir ini, akibat aktifitas manusia telah dirasakan oleh seluruh makhluk hidup dimuka bumi ini ditandai dengan suhu global yang meningkat, krisis energi, timbulnya bencana yang diyakini disebabkan oleh ketidakstabilan lingkungan sebagai akibat dari kegiatan pembangunan.

Pada kenyataannya, membangun sebuah bangunan tidak dapat mengabaikan faktor lingkungan, pembangunan yang berorientasi pada bangunan “green” dipercaya dapat mengurangi pengaruh negatif terhadap lingkungan. Berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan proyek sudah sepantasnya mempertimbangkan faktor lingkungan dalam pengambilan keputusan.

Dengan mengimplementasikan konsep ini, pemilik bangunan dapat merasakan langsung manfaat dari kepemilikan bangunan “green” dibandingkan dengan konvensional, yaitu: (1) rendahnya biaya operasional, sebagai akibat efisiensi dalam pemanfaatan energi dan air.; (2) lebih nyaman, dikarenakan suhu dan kelembaban ruang terjaga; (3) pembangun wajib memberikan perhatian dalam hal pemilihan material yang relatif sedikit mengandung bahan kimia; (4) sistem sirkulasi udara yang mampu menciptakan lingkungan dalam ruang yang sehat; (5) mudah dan murah dalam penggantian berbagai komponen bangunan; (6) biaya perawatan dan perbaikan yang relatif rendah. Agar tercapainya berbagai manfaat dari bangunan “green” pembangun harus dapat memenuhi hasil kerjanya sesuai dengan rancangan bangunan “green”. Faktor penting lainnya adalah pemilik bangunan dituntut mampu mengoperasikan seluruh fasilitasnya sesuai dengan standard operational procedure.

2.

KAJIAN PUSTAKA

Siklus Hidup Proyek Konstruksi

(3)

Tahap dalam siklus hidup sebuah proyek konstruksi pada umumnya mengikuti pola sebagai berikut: studi kelayakan, perencanaan, pengadaan, pelaksanaan dan operasional. Pada setiap tahap mempunyai tujuan yang berbeda-beda dengan tingkat akurasi yang tidak sama, misal pada kegiatan estimasi biaya sebuah proyek pada tahap studi kelayakan akan berbeda dengan tahap perencanaan, tahap pengadaan, tahap pelaksanaan dan tahap operasional.

Gambar 1 : Siklus hidup dipandang sebagai sistem

Sistem Pengelolaan Konvensional

Pada umumnya pengelolaan proyek diawali dengan proses perencanaan yang dilakukan oleh perencana. Arsitek mengawali proses perencanaan dengan produk yang dihasilkan berupa gambar rencana, dilengkapi dengan spesifikasi bahan yang akan digunakan. Proses berikutnya adalah menetapkan dimensi struktur bangunan yang dilakukan oleh konstruktor. Pada saat yang bersamaan disiplin ilmu lain juga melakukan perencanaan sesuai dengan keahlian masing-masing, misal : mekanikal elektrikal, plumbing dan lainnya. Setelah seluruh proses perencanaan diselesaikan maka akan dilanjutkan dengan proses berikutnya yaitu pengadaan kontraktor, diikuti dengan pengadaan subkontraktor dan pemasok berbagai jenis kebutuhan material. Dengan adanya berbagai pihak yang berperan dalam proyek sekaligus berjalannya proses konstruksi, pada akhirnya bangunan tersebut dimanfaatkan oleh penggunanya.

Sistem Pengelolaan “Green”

(4)

undang-undang tentang lingkungan serta regulasi yang ditetapkan dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak ketiga/pihak asuransi; (5) meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan akan menyebabkan pemerintah menetapkan regulasi yang semakin ketat terhadap seluruh industri termasuk jasa konstruksi yang tidak proaktif terhadap lingkungan.

Definisi bangunan “Green”

Bangunan “Green” dapat didefinisikan (Glavinich T.E., 2008) :

Green construction is a planning and managing a construction project in accordance with the contract document in order to minimize the impact of the construction process on the environment.

Dalam definisi tersebut menempatkan kontraktor untuk berperan proaktif peduli terhadap lingkungan, serta selalu meningkatkan efisiensi dalam proses konstruksi, konservasi energi, efisiensi pemanfaatan air, dan sumberdaya lainnya selama masa konstruksi serta meminimalisasi material sisa konstruksi.

Tujuan dari sustainable construction adalah (Conceil International du Batiment,1994): “ creating and operating a healty build environment based on resource efficiency and

ecological design”

“Green Construction” Tanpa “Green Design”

Jika pemilik proyek menghendaki bangunan ramah lingkungan, maka sejak tahap awal tim perencana bangunan sudah harus mengimplementasikan konsep bangunan “green” dalam perencanaannya. Terlepas apakah kontraktor terlibat dalam proses perencanaan atau tidak tetapi tujuan utamanya adalah merealisasikan bangunan sesuai dengan keinginan pemilik proyek dalam batasan waktu dan biaya. Keahlian kontraktor adalah: (1) merencanakan pelaksanaan dan pengaturan selama proses konstruksi termasuk proses pengadaan material, tenaga kerja dan peralatan dalam usaha menyelesaikan seluruh pekerjaan, terlepas dikerjakan sendiri atau oleh pihak ketiga (pekerjaan khusus). Kontraktor tetap harus bertanggung jawab selama proses konstruksi berlangsung dan bertindak proaktif peduli terhadap lingkungan dan tetap berorientasi pada bangunan “green” tanpa melihat perencanaan yang “green” atau tidak.

Kontraktor “Green”

Menjadi kontraktor “green” dalam menjalankan profesinya harus ditumbuhkan dan ditanamkan menjadi bagian dalam budaya perusahaan. Fokus dari kontraktor “green” tidak hanya terkonsentrasi pada kegiatan di lapangan dalam merealisasikan fisik bangunan saja, namun juga ditumbuhkan dalam lingkungan kantor, misalnya melakukan recycled kertas bekas fotocopy, penggunaan lampu hemat energi, penggunaan sensor, penggunaan alat perkantoran hemat energi. Termasuk dalam pemilihan kendaraanpun tetap berorientasi pada konsumsi energi jika hendak menjadi kontraktor “green”.

Delivery System Dalam Proyek Konstruksi

(5)

berbeda-beda. Metoda kontrak umum dan terpisah adalah dua metoda yang pada prisnsipnya adalah sama, yaitu pemilik proyek mengadakan kontrak dengan pihak kontraktor umum atau dengan beberapa kontraktor spesialis. Metoda rancang-bangun, pemilik mengadakan kontrak dengan perusahaan yang mempunyai kemampuan merencanakan dan membangun. Metoda swakelola, seluruh proses dalam perencanaan dan pelaksanaan dikerjakan sendiri oleh pemilik proyek dan tidak terjadi kontrak. Metoda manajemen konstruksi, pemilik proyek mengadakan kontrak dengan konsultan manajemen konstruksi dan selanjutnya konsultan ini yang menggantikan posisi pemilik proyek.

Tahapan proyek “green”

Sistem pengelolaan proyek yang berorientasi “green” akan berbeda dengan proyek pada umumnya, perbedaan terjadi pada proses perencanaan dan konstruksi dan tim proyek harus menyadari perbedaan ini. Setelah aspek pembiayaan proyek disetujui oleh pemilik proyek maka proses selanjutnya seperti gambar 2 berikut (Kibert C.J., 2008) :

Sumber : Charle J. Kibert, 2008

Gambar 2 : Tahap eksekusi proyek “green” building

Setting priorities, ketika keputusan telah ditetapkan untuk membangun bangunan

“green ”, maka pemilik proyek harus menetapkan prioritas utama yang hendak dicapai, misalnya lebih diutamakan dalam konservasi energi dibandingkan pemanfaatan air. Salah satu pertimbangan dalam penetapan prioritas ini ditentukan oleh daerah/lokasi tempat dimana bangunan akan dibangun.

Selection of the team project, melakukan seleksi tim proyek yang didasarkan pada

kualifikasi yang ditetapkan oleh pemilik proyek, diantaranya adalah kualifikasi dari arsitek, disain interior, arsitek landscape, konstruktor, mekanikal dan elektrikal dimana semua pihak bekerja bersama dalam proses perencanaan. Selain itu, juga dipaparkan tentang bangunan “green” yang diinginkan oleh pemilik proyek.

Integrated design process (IDP), agar terbentuk kerjasama yang baik dalam tim

proyek maka dibutuhkan interaksi dan komunikasi dari berbagai pihak yang terlibat didalamnya. Mengingat konsep “green” ini relatif baru dalam industri jasa kontruksi maka diharapkan semua pihak dalam tim proyek untuk dapat memahami tujuan utamanya yaitu: efisiensi, keberlanjutan, sertifikasi, bangunan sehat. Pemahaman tersebut mencakup tiga hal utama yaitu: pertama, dapat memenuhi tujuan utamanya untuk memberikan informasi tentang proyek yang sesungguhnya diinginkan; kedua,

Setting priorities for the green building project

Selection of the team project

Implementing and Integrated Design Process (IDP)

Conduct charrette to obtain input for the project from the wide variety of parties

Execution of the design process Construction of the

building Final commisioning and

(6)

membiasakan dengan apa yang menjadi prioritas utama dari pemilik proyek untuk mencapai bangunan “green”; ketiga, memberi kesempatan kepada tim proyek dalam menyelesaikan program yang akan dijalankan untuk mencapai bangunan “green”. Dalam rancangan konvensional, setiap pihak akan memulai pekerjaannya sesuai dengan kerangka waktu masing-masing, berbeda dengan rancangan “green” semua pihak berkewajiban memberi masukan sepanjang proses perencanaan. Perbedaan yang signifikan antara kedua konsep tersebut terletak pada tahap IDP.

Input from the wide variety of parties, tahap ini merupakan tahap konsolidasi dari

berbagai pihak, diantaranya dari tim proyek, pemilik, pengguna dan pihak lain yang ikut berkontribusi dari proyek ini.

Execution of the design process, sesuai dengan pentahapan disain, pengembangan

disain, dokumen proyek, dokumen bangunan “green” guna mendapatkan sertifikasi, yang dibuat dalam IDP.

Construction of the building, pada tahap ini kontraktor berkewajiban

mengimplementasikan bangunan “green”, meminimalisasi gangguan di lokasi pekerjaan, melindungi hewan dan tumbuhan, meminimalisasi sisa pembangunan dan sebisanya mendaur ulang, menjamin bangunan yang dihasilkan cukup sehat, melakukan dokumentasi pada tahap konstruksi untuk bangunan “green”.

Final commissioning and handover to the owner, tahap ini proyek dipindah tangankan

kepada pemilik proyek untuk selanjutnya dimanfaatkan.

Berbeda dengan Kibert, C.J., US Green Building Council, 1996 mengemukakan tahapan dalam eksekusi bangunan “green” adalah sebagai berikut:

Gambar 3 : Tahap eksekusi proyek “green” building

Tahap pre-design mencakup kegiatan: (a) develop green vision, (b) establish project

goals and green design criteria, (c) set priorities, (d) develop building program, (e) establish budget, (f) assemble green team, (g) develop partnering strategies, (h) develop project schedule, (i) review laws and standard, (j) conduct research.

Tahap design mencakup kegiatan: (a) schematic design teridiri dari (1) confirm green

design criteria, (2) develop green solution, (3) test green solution, (4) select green solution, (5) check cost; (b) design development terdiri dari (1) refine green solution,

(2) develop, test, select green solution, (3) check cost; (c) construction document terdiri dari (1) document green materials and system, (2) check cost.

Tahap bid mencakup kegiatan: (a) clarify green solution, (b) establish cost, (c) sign

contract.

Tahap construction mencakup kegiatan: (a) review substitution and submitalls for

(7)

Tahap occupancy mencakup kegiatan: (a) re-commision the system, (b) perform

maintenance, (c) conduct post occupancy evaluation.

Berdasarkan pentahapan tersebut diatas nampak jelas bahwa proses pengelolaan proyek “green” sangat berbeda dengan pengelolaan proyek konvensional, demikian juga tim proyek yang dibentuk seperti gambar 4.

Gambar 4 : Tim proyek bangunan “green”

3. METODOLOGI

Untuk mendapatkan sistem pengelolaan yang berpotensi diterapkan dalam pengelolaan bangunan “green” dilakukan pengkajian secara mendalam terhadap semua delivery system seperti pada tabel 1.

Tabel 1 : Komparasi berbagai delivery system vs karakter bangunan “green”.

Aspek Penting

Memungkinkan Memungkinkan Memungkinkan

Selection of the team project

PROJECT OWNER

Public Agency Private Entity

PRI VATE AUTHORI TI ES

Utility Companies

GOVERMENTAL AGENCI ES

Code Enforcement

PROJECT USER

Tenant

BUI LDI NG MANAGER

(8)

Aspek Penting

Bangun Metoda Swa

k

Terjadinya kontrak Kontrak antara pemilik proyek dengan penyedia jasa terjadi setelah dokumen proyek lengkap.

Kontrak antara

Integrated design process

Interaksi antar jasa dalam satu organisasi

Memungkinkan

Input from the wide variety of parties

Interaksi semua pihak sejak ide hingga konstruksi

Execution of the design process

Pengembangan

Kontribusi Kontribusi Tidak berkontribusi

Construction of the building

Kontribusi pada

Final commissioning and handover to the owner Pembuatan

dokumen operasi dan pemeliharaan

Memungkinkan Memungkinkan Memungkinkan Memungkinkan Memungkinkan

4. HASIL DAN DISKUSI

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa beberapa delivery sistem yang berpotensi diaplikasikan dalam bangunan “green” adalah: (1) metoda rancang bangun; (2) metoda swakelola; (3) metoda manajemen konstruksi.

(9)

dalam satu payung perusahaan mempunyai posibilitas yang tinggi untuk berinteraksi antara ranah perencanaan dan pelaksanaan. Hal ini merupakan salah satu faktor kunci dalam mengimplementasikan konsep bangunan “green”, seperti tahap IDP yang dikemukakan oleh Charle J. Kibert, 2008. Berbeda dengan US Green Building Council, 1996, dikemukakan bahwa tiap pihak dalam siklus hidup proyek dapat berdiri berdiri sendiri namun disyaratkan tetap memberikan kontribusi dalam setiap pentahapan bangunan “green”. Hal ini akan sedikit merepotkan manakala perencana telah ditetapkan namun pelaksana belum ditetapkan, sehingga kecil posibilitas terjadinya interaksi antar keduanya.

Metoda swakelola, dalam metoda ini tidak terjadi kontrak antara pengguna jasa dengan penyedia jasa. Metoda ini tepat diterapkan untuk proyek yang bersifat sederhana dan tingkat kesulitannya tidak tinggi. Karakter metoda ini adalah semua pihak berada dalam satu payung organisasi sehingga posibilitasnya cukup tinggi dalam merealisasikan bangunan “green”. Persyaratan utama yang perlu dipenuhi adalah tersedianya tenaga ahli yang kompeten dalam berbagai disiplin ilmu.

Metoda Manajemen Konstruksi, berbeda dengan dua metoda terdahulu, metoda ini lebih difokuskan adanya pihak yang mempunyai kewajiban utama mengelola seluruh proses dalam sebuah proyek. Manajemen konstruksi merupakan representasi dari pengguna jasa yang didasarkan pada hubungan kontraktual. Sukses dan tidaknya sebuah proyek sangat ditentukan oleh tingkat kepakaran konsultan manajemen konstruksi. Sedangkan proses selanjutnya dapat mengikuti satu dari berbagai delivery

system yang ada.

5.

KESIMPULAN

Berdasarkan paparan dari tiga delivery system yang berpotensi untuk diimplementasikan dalam bangunan “green”, dapat disimpulkan bahwa sistem yang dianggap baik untuk mengelola proyek bangunan “green” adalah rancang bangun namun dilakukan penyesuaian agar terjadi sinkronisasi dengan konsep bangunan “green”. Tidak menutup kemungkinan penggabungan antara sistim rancang-bangun dengan manajemen konstruksi dirasakan menghasikan kinerja yang baik.

(10)

CONSTRUCTI ON MANAGEMENT

PRI VATE AUTHORI TI ES

Utility Companies

GOVERMENTAL AGENCI ES

Code Enforcement

PROJECT USER

Tenant

BUI LDI NG MANAGER

Building Operator Building maintenance

Testing Agencies PROJECT OWNER

Public Agency Private Entity

Architects Contractor

Sub-contractor

Suppliers

Testing Laboratory Sub-consultant

D E S I G N - B U I L D

Gambar 5 : Kombinasi Manajemen Konstruksi dengan Rancang Bangun

6. DAFTAR PUSTAKA

1. Glavinich T.E. (2008) Contractors Guide to Green Building Construction : Management,

Project Delivery, Documentation, and Risk Reduction. John Wiley.

2. Kibert C.J. (2008) Sustainable Construction. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.Hoboken.

Gambar

Gambar 1 : Siklus hidup dipandang sebagai sistem
Gambar 2 : Tahap eksekusi proyek “green” building
Gambar 4 : Tim proyek bangunan “green”
Gambar 5 :

Referensi

Dokumen terkait

Ketika peserta didik menggunakan fasilitas yang ada dan memadukan informasi yang didapat dari berbagai macam bentuk informasi, maka maka tahap berpikir dari yang paling

Kasir.Showdialog() ‘ menyebabkan hanya form kasir yang tampil.

 Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(1)2009

ANALISIS HUKUM KINERJA PENYIDIK DALAM MENYELESAIKAN KASUS TINDAK PIDANA UMUM DI GORONTALO..

yang direkomendasikan Jika produk ini mengandung komponen dengan batas pemaparan, atmosfir tempat kerja pribadi atau pemantauan biologis mungkin akan diperlukan untuk

nantinya dapat digabungkan dengan pemodelan emisi gas rumah nantinya dapat digabungkan dengan pemodelan emisi gas rumah nantinya dapat digabungkan dengan pemodelan emisi gas rumah

40 Hasil Uji Regresi Antar Motivasi Kader, Swadaya Masyarakat, Pembinaan dan Partisipasi Tokoh Masyarakat dengan Paket Gizi & Kesehatan di Posyandu.. 4 I Hasil

Lahan dikatakan terkontaminasi limbah B3 apabila telah dilakukan uji karakteristik limbah B3 terhadap sampel tanah dari lahan tersebut dan telah menunjukkan bahwa