• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI IMPLEMENTASI PENERBITAN IZIN ME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EVALUASI IMPLEMENTASI PENERBITAN IZIN ME"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI IMPLEMENTASI PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH DINAS TATA RUANG TATA BANGUNAN DAN

PERUMAHAN KOTA PADANG

Cherry Amelia, Abyandi, Hafiza Khairina

Universitas Andalas

Cherryamelia19@gmail.com , Abyandi04@gmail.com , ABSTRAK

Izin mendirikan bangunan adalah salah satu bentuk kontrol terhadap bangunan yang ada di kota Padang. Namun sejauh ini masih banyak ditemukan penyimpangan bangunan. Banyak ditemukan bangunan yang tidak memiliki izin, panjangnya alur pengurusan izin serta proses penerbitan izin mendirikan bangunan yang cukup lama menyebabkan masyarakat tidak mengurus izin bangunan yang mereka miliki. Adanya kebijakan untuk memiliki izin mendirikan bangunan oleh setiap pemilik bangunan dimulai sejak tahun 1990. Izin mendirikan bangunan diterbitkan oleh dinas perizinan dan pengawasan pembangunan perkotaan hingga tahun 2008. Dari tahun 2008 hingga sekarang kewenangan mengurus izin mendirikan bangunan tersebut menjadi tanggungjawab Dinas Tata Ruang, Tata Bangunan dan Perumahan Kota Padang. Teori yang digunakan adalah teori implementasi yang dikemukakan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier yang terdiri dari tiga variabel: 1) Karakteristik masalah, 2) karakteristik kebijakan dan variabel lingkungan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab ketidakteraturan tata bangunan di Kota Padang disebabkan bangunan-bangunan yang telah lama berdiri namun tidak memiliki IMB. Sedangkan Dinas Tata Ruang Tata Bangunan dan Perumahan tidak memiliki tugas untuk menindaklanjuti bangunan yang telah lama berdiri dan tidak memiliki IMB. Selain itu, pola pikir yang sempit dan tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi kemauan masyarakat dalam mengurus IMB. Hal ini membuat Implementasi IMB dalam menata Kota Padang terkendala, karena bangunan yang telah lama berdiri namun tidak memiliki IMB tidak terdeteksi. untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukannya perbaikan peraturan untuk menyempurnakan kekurangan pada implementasi sebelumnya.

Kata Kunci : Evaluasi Implementasi, Izin Mendirikan Bangunan Latar Belakang

(2)

yang tertib, teratur, dan seimbang serta tata letak bangunan yang rapi, indah, nyaman dan asri di Kota Padang.

Dalam kebijakan penerbitan IMB, terdapat beberapa kebijakan yang mengatur prosedur dalam menerbitkan IMB, kebijakan itu diantaranya adalah Perwako Padang Nomor 13 tahun 2011 tentang Retribusi perizinan Tertentu, didalam Perwako tersebut terdapat retribusi izin mendirikan bangunan yang dipungut atas pemberian izin mendirikan bangunan, didalamnya dijelaskan bagaimana penetapan tarif retribusi untuk setiap bangunan yang akan diterbitkan izinnya, dan yang terakhir adalah lembaran derah nomor 6 tahun 1990 tentang tata bangunan, didalam lembaran daerah tersebut dijelaskan secara jelas bagaimana mekanisme penerbitan IMB mulai dari permohonan hingga penerbitan IMB, selain itu juga diatur pemberian sanksi terhadap bangunan yang tidak sesuai atau tidak memiliki IMB. Dalam hal ini, lembaran daerah merupakan bentuk perda yang dikeluarkan oleh kepala daerah. Peraturan tersebut masih bernama lembaran daerah karena diperuntukkan untuk Kotamadya Daerah Tingkat II Padang.

IMB muncul pada tanggal 25 Agustus 1949, kemudian pada tahun 1960 IMB menjadi kewenangan Dinas Pekerjaan Umum, pada tahun 2000 Dinas tata kota dan dinas perijinan bergabung dan IMB menjadi kewenangan Dinas Ini, sehingga yang mengeluarkan IMB adalah Dinas Perizinan dan Pengawasan Pembangunan Kota (DP3K). Namun setelah adanya pembentukan organisasi dan tata kerja dinas daerah didalam perda Kota Padang Nomor 16 tahun 2008 yang di revisi menjadi perda Nomor 14 tahun 2012, maka IMB menjadi tanggungjawab Dinas Tata Ruang, Tata Bangunan dan Perumahan Kota Padang.

Tata ruang Kota Padang dinilai menyimpang dari rencana tata ruang jangka panjang yang telah diletakkan pendahulunya. Banyak hal terkait penataan kota yang tidak menjadi perhatian lagi. Banyak rumah–rumah yang tidak teratur dan tidak teratur seiring dengan pertumbuhan penduduk di Kota Padang.1 Pemicu ketidakteraturan Tata Kota Padang tersebut

salah satunya disebabkan karena penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Kondisi ketidakteraturan Kota Padang yang dikelola oleh Dinas Tata Ruang Tata Bangunan dan Perumahan Kota Padang seharusnya dapat diatasi melalui penerbitan IMB, karena IMB yang dikeluarkan oleh DTRTBP seharusnya merujuk kepada semua kebijakan yang terkait dengan IMB. Jika penerbitan IMB dilakukan sesuai dengan ketentuan, dan masyarakatpun mampu

(3)

mematuhi kebijakan pemerintah terkait IMB, maka akan tercipta tata ruang Kota Padang yang baik.

Pentingnya penelitian ini dilakukan mengingat kajian peneliti mengenai kebijakan publik khususnya perlu memperhatikan setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, apakah kebijakan itu layak ataupun membutuhkan revisi demi mencapai tujuan yang ingin dicapai dan sebagainya. Pentingnya Evaluasi implementasi penerbitan IMB dilakukan agar tujuan pembangunan Kota Padang dapat terwujud menjadikan tata kota yang nyaman, teratur dan seimbang.

Dengan demikian, dari berbagai gejala atau fenomena yang telah dipaparkan diatas, peneliti pun tertarik untuk membahas tentang Evaluasi Implementasi Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Yang Dilakukan Oleh DinaS Tata Ruang Tata Bangunan dan Perumahan Kota Padang. Peneliti ingin melihat bagaimana proses penerbitan IMB serta kendala yang dihadapi hingga dampak yang ditimbulkan.

BODY

Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Solichin Abdul Wahab, yaitu mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan. Yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan baik yang menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasi maupun usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat. Hal ini tidak saja mempengaruhi perilaku lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas sasaran (target grup) tetapi juga memperhatikan berbagai kekuatan politik, ekonomi, sosial yang berpengaruh pada impelementasi kebijakan Negara.

Mazmanian menjelaskan bahwa terdapat 3 variabel faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi pada pendekatan Mazmanian dan Sabatier, diantaranya adalah : (1) Karakteristik Dari masalah ( Tractability of the problems), (2) Karakteristik kebijakan (Ability of statute to structure implementation), (3) Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).

(4)

dipilih adalah informan yang berkaitan langsung dengan implementasi program tersebut, dalam hal ini adalah Dinas Tata Ruang Tata Bangunan dan Perumahan Kota Padang. Data yang ditemukan di lapangan peneliti analisis dengan menggunakan model implementasi Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier.

Dengan menggunakan Teori implementasi yang dikemukakan Mazmanian dan Sabatier, maka dapat dilihat bagaimana Evaluasi Implementasi Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan oleh Dinas Tata Ruang, Tata Bangunan Dan Perumahan Kota Padang. Selain itu juga akan ditemukan faktor dan kendala yang selama ini mengakibatkan Kota Padang dianggap belum teratur dan seimbang. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing indikator dan kaitannya dengan Evaluasi Implementasi penerbitan Izin mendirikan bangunan (IMB) oleh Dinas Tata Ruang, Bangunan dan Perumahan Kota Padang.

1 Mudah atau Tidaknya Masalah Dikendalikan (Tractability of the Problem (s) Addressed by a Statute)

Kesulitan dalam implementasi kebijakan adalah munculnya beberapa permasalahan. Hal ini berkaitan dengan karakteristik dari masalah yang ditangani yang membuat mudah atau tidaknya masalah dikendalikan, sehingga menurut Mazmanian dan Sabatier harus terdapat pemahaman kejelasan dari aspek masalah teknikal, perilaku yang akan diatur tidak terlalu bervariasi, hanya melibatkan sekelompok kecil masyarakat, dan lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki dari kelompok sasaran relatif kecil. Aspek-aspek berikut akan mempengaruhi badan pelaksana dalam implementasi penerbitan IMB oleh Dinas Tata Ruang Tatat Bangunan dan Perumahan Kota Padang untuk pencapaian tujuan yang secara konseptual dijelaskan pada variabel mudah atau tidaknya masalah dikendalikan.

1.1 Kesulitan Teknis

(5)

melibatkan setiap aspek yang ada dalam lingkungan sebuah kota, termasuk pemerintah sebagai pembuat kebijakan, serta dinas sebagai implementor yakninya DTRTBP Kota Padang.

Dalam penelitian yang peneliti lakukan, ditemukan bahwa ternyata cakupan dari kebijakan IMB ini hampir seluruh masyarakat Kota Padang, masyarakat yang dimaksud tentunya masyarakat yang memiliki bangunan.

DTRTBP mengetahui sebuah bangunan yang tidak memiliki IMB melalui pemantauan secara langsung, terhadap bangunan-bangunan baru dan bangunan dalam proses pembangunan, mereka melihat Plang IMB yang dipasang atau dengan menanyakan langsung kepada pemilik bangunan terkait IMB bangunan tersebut. Bangunan yang tidak memiliki IMB akan sangan merugikan si Pemilik bangunan, jika bangunan mereka terkena proyek pemerintah dan mereka tidak memiliki IMB, itu berarti mereka harus merelakan bangunannya untuk dirobohkan, hal ini hanya terjadi jika bangunan tersebut tidak memiliki IMB, sedangkan jika bangunan tersebut memiliki IMB tentunya mereka akan mendapatkan ganti rugi atas bangunan tersebut, karena mereka telah memiliki IMB bangunan tersebut

DTRTBP sendiri cukup kesulitan dalam menertibkan pembangunan di Kota Padang, apalagi dengan budaya masyarakat kita yang tidak mau mematuhi aturan yang sifatnya retribusi dan pungutan lainnya. Hal ini hendaknya mampu menjadi sebuah kajian bagi pembuat kebijakan, pertimbangan ini mampu hendaknya membuat pemerintah lebih meningkatkan lagi tingkat kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan yang dimilikinya dengan melakukan pendekatan kemasyarakat.

Menurut peneliti, tingkat kesulitan teknis masalah dapat diketahui melalui kriteria berikut:

1. Luasnya cakupan kebijakan, jika kebijakan tersebut untuk banyak orang, biasanya permasalahan teknisnya cukup sulit. Hal ini dapat diketahui dari jumlah masyarakat Kota Padang yang menjadi sasaran dari kebijakan IMB

2. Perbedaan tingakat sosial masyarakat, hal ini dapat dilihat melalui pendidikan masyarakat, karena yang membedakan mereka adalah pola pikir masyarakat itu sendir 3. Perbedaan ekonomi, hal ini menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

(6)

Jadi dapat disimpulkan bahwa kesulitan teknis masalah dalam Implementasi kebijakan IMB adalah merubah pola pikir masyarakat dalam mematuhi aturan atau kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah, hal ini terjadi karena kecendrungan masyarakat yang tidak mau dirugikan dengan adanya retribusi IMB, padahal tanpa mereka sadari kedepannya kerugian yang akan mereka alami jauh lebih tinggi jika mereka tetap bersikeras tidak mengurus IMB.

Menurut mazmanian dan sabatier kesulitan teknis merupakan kesulitan mengukur perubahan keseriusan masalah yaitu berhubungan dengan sifat masalah yang ditangani.Dalam hal ini kita melihat pada kasus IMB, bagaimana permasalahan yang terjadi, apakah termasuk permasalahan sosial yang secara teknis mudah diselesaikan atau masuk kategori masalah sosial yang secara teknis sulit untuk dipecahkan. Dan yang peneliti temukan adalah, IMB merupakan permasalahan sosial yang secara teknis sulit diselesaikan, hal ini dikarenakan IMB melibatkan seluruh sektor masyarakat yang ada di Kota Padang yang memiliki setiap bangunan, artinya hampir seluruh dari populasi masyarakat menjadi sasaran kebijakan.

1.2 Keragaman Perilaku Kelompok Sasaran

Keragaman kelompok sasaran implementasi Kebijakan IMB di Kota Padangmenyangkut kondisi sosial maupun ekonomi masyarakat yang ada memiliki pemahaman yang relatif berbeda terhadap kebijakan. Keragaman dilihat dari variasi perilaku individu yang mengurus IMB.

Peneliti melihat faktor sosial dan ekonomi menyebabkan masyarakat memiliki perilaku yang berbeda dalam menyikapi kebijakan IMB, hal ini dikarenakan biaya retribusi untuk menerbitkan IMB cukup menjadi pertimbangan bagi masyarakat menengah kebawah, karena mereka memiliki penghasilan yang hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari.

(7)

Sesuai dengan teori yang diungkapkan Mazmanian dan Sabatier, semakin banyak keragaman perilaku yang diatur semakin sulit membuat aturan yang jelas, dengan demikian lebih sulit membuat aturan yang jelas dan menjadi semakin kecil kemungkinan tujuan kebijakan akan tercapai. Hal itu berarti bahwa keberagaman perilaku kelompok akan memiliki pengaruh yang besar dalam pelaksanaan sebuah kebijakan. Kelompok sasaran dari kebijakan ini hampir seluruh masyarakat Kota Padang, itu artinya keberagaman perilaku kelompok sangat bervariasi, dimulai dari perbedaan pola pikir masyarakat, perbedaan satus sosial ekonomi, hingga perbedaan tingkah laku masyarakat, dan hal ini menyebabkan tujuan kebijakan sulit untuk dicapai. Buktinya sampai saat ini permasalahan tata kota tidak pernah berhenti bermunculan, mulai dari bangunan yang tidak memiliki IMB yang dapat diketahui dari jumlah panggilan yang dikeluarkan DTRTBP, bangunan yang digusur yang berada di tepian jalan yang mengganggu pelebaran jalan seperti rumah disepanjang jalur 2 bypass, hingga masyarakat yang mendemo pemerintah dikarenakan bangunannya digusur namun tidak mendapatkan ganti rugi. Hal tersebut dapat dilihat melalui data berikut:

1.3 Proporsi Kelompok Sasaran Terhadap Total Populasi

Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi Dalam artian bahwa suatu program atau kebijakan akan lebih mudah diimplementasikan ketika sasarannya hanyalah sekelompok orang tertentu atau hanya sebagian kecil dari semua populasi yang ada ketimbang kelompok sasarannya menyangkut seluruh populasi itu sendiri. kelompok sasaran merupakan Masyarakat yang mengurus IMB di Kota Padang. Persentase dinilai dengan membandingkan jumlah kelompok sasaran dengan jumlah populasi.

Temuan dilapangan adalah DTRTBP tidak menentukan target grup dari IMB, masyarakat yang mengurus IMB tidak mereka targetkan, hanya saja mereka memiliki target retribusi IMB yang harus dicapai setiap tahunnya. Yang peneliti lihat dengan adanya target anggaran yang harus mereka capai dalam menerbitkan IMB menyebabkan staf yang bekerja akan lebih terfokus kepada pencapaian target anggaran yang diperoleh dari IMB dan mengabaikan tujian dari kebijakan IMB itu sendiri, meskipun uang yang mereka peroleh dari penerbitan IMB bukan uang milik mereka dan menjadi pendapatan asli daerah.

(8)

ditemukan bangunan yang tidak memiliki IMB dilapangan. Seharusnya, salah satu langkah dalam menciptakan keteraturan kota adalah dengan menemukan kekurangan yang terjadi pada implementasi kebijakan IMB yang sebelumnya sebagai perbaikan dimasa mendatang. Setelah dinas tidak mampu mendata masyarakat yang memiliki bangunan yang telah berdiri sebelumnya, baik itu bangunan yang baru maupun bangunan lama, hendaknya ada perbaikan atau evaluasi pada tahapan tersebut, sehingga bangunan yang tidak memiliki IMB tidak lagi menjadi permasalahan yang perlu di jadikan faktor penyebab ketidak teraturan kota.

1.4 Cakupan Perubahan Perilaku Yang Diharapkan

Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan menyangkut bagaimana perubahan perilaku dari kelompok sasaran yang diharapkan dengan program yang ada. Sebuah kebijakan atau program akan lebih mudah diimplementasikan ketika program tersebut lebih bersifat kognitif dan memberikan pengetahuan. Sementara itu, program yang bersifat merubah sikap atau perilaku masyarakat cenderung cukup sulit untuk diimplementasikan seperti halnya mengurus Izin Mendirikan Bangunan ini. Peneliti melihat indikator ini melalui beberapa hasil dari wawancara dengan staf DTRTBP.

(9)

2 Kemampuan Kebijakan Menstrukturkan Proses Implementasi (Ability of Statute to Structure Implementation)

Pada prinsipnya, kerangka kebijakan dirancang untuk menstruktur proses implementasi dalam menangani masalah dan pencapaian tujuan. Mazmanian dan Sabatier mengatakan bahwa dalam menstruktur proses implementasi maka dijabarkan tujuan kebijakan, badan-badan implementasi yang memenuhi persyaratan kebijakan, kewenangan, sumber daya finansial dan memberikan partisipasi bagi pihak diluar badan pelaksana untuk berpartisipasi. Berikut kemampuan kebijakan yaitu Penerbitan IMB oleh Dinas Tatat Ruang Tata Bangunan dan Perumahan Kota Padang dalam menstrukturkan proses implementasi kebijakan:

2.1 Kejelasan Isi Kebijakan

Dalam penelitian ini, kejelasan dan konsistensi isi kebijakan dilihat dari tujuan kebijakan Penerbitan IMB dalam menciptakan tata ruang kota yang baik. Tujuan yang diharapkan dalam kebijakan tersebut jelas sehingga implementor paham dalam pengimplementasikan kebijakan tersebut dan tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan.

Kebijakan yang mengatur Penerbitan IMB tidak hanya satu, dalam menerbitkan IMB harus mempertimbangkan Perwako Padang Nomor 13 tahun 2011 tentang Retribusi perizinan Tertentu, didalam Perwako tersebut terdapat retribusi izin mendirikan bangunan yang dipungut atas pemberian izin mendirikan bangunan, didalamnya dijelaskan bagaimana penetapan tarif retribusi untuk setiap bangunan yang akan diterbitkan izinnya. Dan yang terakhir adalah lembaran derah nomor 6 tahun 1990 tentang tata bangunan, didalam lembaran daerah tersebut dijelakan secara jelas bagaimana mekanisme penerbitan IMB mulai dari permohonan hingga penerbitan IMB, selain itu juga diatur pemberian sanksi terhadap bangunan yang tidak sesuai atau tidak memiliki IMB.

(10)

perubahan SKPD dan dibentuknya DTRTBP melalui perda 16 tahun 2008 tentang pembentukan organisasi Dinas daerah Kota Padang.

Kebijakan terkait IMB digunakan sekitar 25 tahun tanpa revisi, padahal selama 25 tahun telah banyak merubah tata ruang Kota Padang, salah satunya adalah gempa yang melanda Kota Padang tahun 2009 yang mengancam keberadaan penduduk pesisir pantai dengan adanya prediksi Tsunami yang akan terjadi dalam waktu yang tidak dapat diperkirakan, dengan demikian, pola ruang kota akan berubah untuk menghindari kemungkinan kerusakan besar yang disebabkan oleh bencana tersebut. Kejelasan kebijakan diperlukan karena menurut Mazmanian dan Sabatier berguna untuk memberikan bantuan dalam evaluasi kebijakan, arahan bagi pejabat pelaksana dari keambiguan, dan sumber daya untuk mendukung tujuan kebijakan. Disimpulkan bahwa Kebijakan IMBkurang mampu mampu memberikan urutan instruksi yang tepat dan jelas kepada pejabat pelaksana dengan kebijakan yang mengatur tentang tata Bangunan diikerenakan proses yang panjang dan rumit dengan waktu yang singkat.

2.2 Digunakan Teori Kausal yang Memadai

Dalam kebijakan IMB, urgensinya adalah mencapai tata kota yang teratur dan seimbang, terkait dengan indikator ini peneliti ingin melihat bagaimana kebijakan IMB memiliki suatu kausalitas dalam menata kota agar mencapai keteraturan dan keseimbanganserta tersedianya penjelasan empiris ataupun paling tidak dukungan teoritis bahwa kebijakan IMB dapat menstruktur tercapainya tujuan yang diinginkan.

DTRTBP tidak memiliki pedoman khusus yang mampu menstrukturkan kebijakan IMB dalam mencapai tujuan dari kebijakan tersebut. Para Implementor yang berperan dalam memproses hingga terbitnya sebuah IMB memang berharap adanya pedoman khusus, setidaknya juklak dan juknis dalam menerbitkan IMB agar ketercapaian tujuan kebikajan sendiri dapat terstrukur dan lebih jelas.

(11)

menstrukturkan kebijakan IMB dalam mencapai tujuan dari kebijakan tersebut. Para Implementor yang berperan dalam memproses hingga terbitnya sebuah IMB juga merasa kewalahan dengan proses penerbitan IMB tanpa adanya petunujuk atau pedoman khusus yang menstrukturkan kebijakan IMB dalam mencapai tujuan kebijakan tersebut.

2.3 Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut

Apakah dana yang tersedia dalam implementasi kebijakan Penerbitan IMB telah disertai dengan pengalokasian sumber daya yang cukup atau tidak. Selain itu indikator ini dapat dilihat dari sumber dana yang dialokasikan. Dengan demikian ketersediaan alokasi sumberdaya finansial diharapkan dapat mendukung dalam pencapaian dari implementasi kebijakan penerbitan IMB.

Sejauh ini kendala dalam hal sumberdaya finansial dalam menerbitkan IMB tidak ada, hal tersebut telah dipaparkan sendiri oleh beberapa staf di DTRTBP. Untuk lingkungan implementor, mereka tidak memiliki kekurangan dana dalam mengimplementasikan kebijakan IMB, namun untuk lingkungan masyarakat, faktor ekonomi sangat berpengaruh terhadap proses terbitnya IMB, hal ini dikarenakan IMB dipungut biaya retribusi atas bangunan yang mereka bangun.

Sedangkan Mazmanian dan Sabatier menjelaskan, tersedianya dana pada ambang batas diperlukan agar terbuka peluang untuk keberlangsungan pencapaian tujuan dan tersedianya dana di atas ambang batas akan sebanding dengan peluang pencapaian tujuan. Tidak memadainya dana pada tingkat ambang batas akan menyebabkan kesulitan dalam implementasi program. Dan hasil temuan dilapangan menunjukkan bahwa ketersediaan dana di DTRTBP dalam mengeluarkan IMB tidak memiliki kendala, sedangkan permasalahan yang menimbulkan kesulitan dalam implementasi kebijakan IMB ada pada masyarakat yang dikenai retribusi atas bangunannya.

2.4 Keterpaduan Hierarki Di Dalam Dan Diantara Badan Pelaksana

(12)

melalui perintah pengadilan yang memutuskan perkara terkait penyegelan atau perobohan atas bangunan yang tidak memiliki IMB dan tidak diurus IMBnya meskipun telah dilakukan beberapa panggialan. Sedangkan kebijakan yang baik menurut Mazmanian dan Sabatier adalah memiliki kemampuan untuk memadukan hirarki badan-badan pelaksana karena kendala utama dalam implementasi kebijakan adalah kesulitan mendapatkan tindakan yang terkoordinir. Dan temuan dilapangan menunjukkan bahwa tidak adanya koordinasi langsung antara pihak dinas dengan satpol PP dalam melakukan penataan kota, hanya saja jika terdapat kasus yang tisak mampu dikendalikan oleh pihak DTRTBP mereka hanya mengumpulkan berkas pelanggaran dan menyerahkannya kepada pihak pengadilan untuk ditindaklanjuti. 2.5 Kejelasan Dan Konsistensi Aturan Yang Ada Pada Badan Pelaksana

Badan pelaksana atau implementor sebuah kebijakan harus diberikan kejelasan aturan serta konsistensi agar tidak terjadi kerancuan yang menyebabkan kegagalan pengimplementasian. Dalam hal ini dapat kita ketahui apakah kebijakan mengatur secara jelas aturan penerbitan IMB, dalam hal ini peraturan yang dimaksud adalah Lembaran daerah No.6 Tahun 1990 tentang Tata Bangunan, serta Perwako Nomor 13 Tahun 2011 mengenai retribusi perizinan tertentu sehingga tercapai tujuan menjadikan kota yang rapi, tertib, teratur dan seimbang serta tata letak bangunan yang rapi, indah, nyaman dan asri yang hal tersebut dikelola oleh DTRTBP.

Dapat disimpulkan bahwa konsistensi aturan pada badan pelaksana sudah ada, namun untuk kejelasan aturan pada badan pelaksana belum mampu memberikan insentif yang memadai dalam meningkatkan kepatuhan kelompok sasaran. Hal ini dikarenakan implementor atau pejabat pelaksana yang berhubungan langsung dengan IMB masih mengalami kesulitan dalam memproses IMB dengan aturan yang cukup sulit untuk dipahami dalam bentuk perda, dan tidak adanya bentuk keputusan tersendiri oleh badan pelaksana dalam memberikan kemudahan dalam memproses IMB oleh pejabat pelaksananya dengan waktu yang relatif singkat. Hal ini kurang sesuai dengan pernyataan Mazmanian dan Sabatier menyatakan bahwa kejelasan dan konsistensi aturan dari badan pelaksana dapat memberikan insentif yang memadai bagi kepatuhan kelompok sasaran, sehingga dengan demikian kejelasan dan konsistensi aturan yang dimiliki oleh badan pelaksana cukup berpengaruh pada kepatuhan kelompok sasaran dari kebijakan IMB ini.

2.6 Tingkat Komitmen Aparat Terhadap Tujuan Kebijakan

(13)

keseriusan dan kesungguhan agar penerapan suatu peraturan ataupun kebijakan bisa berjalan dengan baik dan diterima serta dipatuhi oleh sasaran dari kebijaan tersebut. Kita dapat mengetahui indikator ini dengan tingkat kepatuhan implementor terhadap penerbitan IMB di Kota Padang serta komitmennya yang mencakup keseriusan dan kesungguhan implementor dalam menerapkan kebijakan yang ada dalam menerbitkan IMB.

Beberapa IMB yang diterbitkan oleh DTRTBP menghabiskan waktu lebih dari 30 hari kerja, sedangkan pada lembaran daerah Nomor 6 tahun 1990 pasal 12 tentang pemberian keputusan IMB dituliskan secara jelas pada pasal 3 bahwa penerbitan IMB selambat-lambatnya 30 hari setelah permohonan IMB dimasukkan sehingga dapat disimpulkan bahwa implementor tidak mematuhi aturan yang telah diatur dalam perda terkait tata bangunan.

Keterlambatan penerbitan IMB tidak hanya dikarenakan oleh lambatnya proses verifikasi data yang ada dalam proses IMB oleh DTRTBP, namun juga dipengaruhi oleh kemampuan dan kemauan masyarakat dalam membayar retribusi. Tidak jarang juga ditemukan bahwa lamanya proses IMB dikarenakan kurangnya tingkat komitmen dari pejabat pelaksana dengan waktu yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Mazmanian dan Sabatier Salah satu faktor utama kesuksesan implementasi sebuah kebijakan adalah adanya komitmen yang kuat dari aparatur dalam melaksanakan tugasnya. Komitmen mencakup keseriusan dan kesungguhan agar penerapan suatu peraturan ataupun kebijakan bisa berjalan dengan baik dan diterima serta dipatuhi oleh sasaran dari kebijaan tersebut. Dengan demikian tingkat komitmen dari pejabat pelaksana kebijakan menjadi faktor yang menyebabkan implementasi kebijakan IMB belum begitu baik hasilnya dalam menata Kota Padang.

2.7 Akses Formal Pihak Luar (Formal Access By Outsiders)

(14)

menjadikan mereka sebagai penonton tentang adanya suatu kebijakan ataupun program di wilayah mereka.

Pihak ke3 yang bekerja sama dengan DTRTBP adalah konsultan perencana yang membantu dalam menstrukturkan tata kota, dengan demikian pihak DTRTB cukup terbantu karena pekerjaan mereka cukup berkurang dan proses menuju penerbitan IMB telah diambil alih dalam satu tahap. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan mazmanian dan sabatier bahwa Peluang-peluang dari pihak di luar badan-badan pelaksana dalam mempengaruhi pencapaian tujuan kebijakan penerbitan IMB dapat dapat mempengaruhi pencapaian tujuan program secara formal. Dan tujuan dalam menata serta menstrukturkan ruang kota cukup terbantu dengan adanya pihak ke3 ini.

3 Lingkungan Kebijakan Lingkungan kebijakan terdiri atas:

3.1 Kondisi Sosial Ekonomi Dan Tingkat Kemajuan Teknologi

Perbedaan kondisi sosial, ekonomi dan teknologi dapat mempengaruhi implementasi kebijakan. Berdasarkan variasi yang dijelaskan Mazmanian dan Sabatier bahwa paling tidak terdapat empat kemungkinan bahwa variasi kondisi sosial ekonomi dan teknologi dapat mempengaruhi kebijakan. Pertama, variasi kondisi sosial ekonomi dapat mempengaruhi persepsi dari seberapa relatif pentingnya masalah yang ditangani kebijakan, terkait dengan tingkat keseriusan masalah yang dihadapi. Kedua, keberhasilan implementasi yang diberikan menjadi lebih sulit karena variasi lokal kondisi sosial ekonomi. Variasi tersebut menghasilkan desakan untuk menghasilkan aturan yang fleksibel dan keleluasaan administrasi yang cukup besar pada unit lokal. Ketiga, dukungan terhadap kebijakan yang ditujukan untuk perlindungan lingkungan atau konsumen atau keselamatan kerja tampaknya berkorelasi dengan ekonomi dari kelompok sasaran. Terakhir, dalam kebijakan yang terkait langsung dengan teknologi, perubahan dalam teknologi jelas penting memberikan pengaruh terhadap implementasi kebijakan.

(15)

daripada masyarakat yang masih tertutup dan tradisional. Sementara itu, teknologi sendiri sebagai pembantu untuk mempermudah pengimplementasian sebuah program. Teknologi yang semakin modern tentu akan semakin mempermudah. Apakah kondisi sosial ekonomi dan teknologi yang berkembang di Kota Padang mendukung implementasi kebijakan.

Ketersedian teknologi yang ada di DTRTBP belum cukup memadai, dengan demikian akhirnya demi mengikuti perkembangan teknologi serta mempermudah pekerjaan dari pejabat pelaksana yang menerbitkan IMB akhirnya mereka memfasilitasi sendiri kebutuhan tersebut dengan barang milik pribadinya. Karena salah satu indikator yang menyebabkan implementasi sebuah program dapat berjalan dengan baik adalah ketersedian teknologi yang memadai.

3.2 Dukungan Publik Terhadap Sebuah Kebijakan

Dukungan publik akan cenderung besar ketika kebijakan yang dikeluarkan memberikan insentif ataupun kemudahan. Sebaliknya, dukungan akan semakin sedikit ketika kebijakan tersebut malah bersifat dis-insentif atau yang membuat masyarakat merugi. Apakah masyarakat Kota Padang mendukung dilaksanakannnya Penerbitan IMB serta pemungutan retribusinya. Hal ini dapat dinilai dari respon mereka terhadap kebijakan bersangkutan.

Pada dasarnya, setiap kebijakan pasti memiliki pro dan kontra, hal tersebut dikarenakan faktor sosial, ekonomi, dan tingkat pendidikan masyarakat dalam memahami sebuah kebijakan yang dibuat pemerintah. Namun beberapa kendala dan keluhan masyarakat hendaknya juga menjadi perhatian bagi setiap kalangan yang terlibat dalam perumausan sebuah kebijakan nantinya, agar tidak ada pihak yang sangat dirugikan dalam hal tersebut. Karena seharusnya sesuai yang diungkapkan Mazmanian dan Sabatier bahwa dukungan publik terhadap sebuah kebijakan akan mempermudah implementor dalam mencapai tujuan kebijakan tersebut. Sehingga denganbanyaknya masyarakat yang sadar dan mengerti akan pentingnya IMB dan mendukung kebijakan ini berlangsung akan semakin mempermudah DTRTBP dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menerbitkan IMB dan menata Kota Padang sehingga tercipta kota yang aman, nyaman, teratur dan seimbang.

3.3 Sikap Dan Sumber-Sumber Yang Dimiliki Kelompok Pemilih (Attitudes And Resources Of Constituency Groups)

(16)

kebijakan IMB di Kota Padang karena penerbitan IMB bukan merupakan kebijakan dari elit untuk wilayah konstituennya.

3.4 Tingkat Komitmen Dan Keterampilan Dari Aparat Dan Implementor

Komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki keterampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut. implementor dalam kasus ini adalah DTRTBP. Komitmen dilihat dari kapatuhan mereka terhadap kebijakan, dan upaya mereka dalam mencapai tujuan kebijakan IMB ini. Keterampilan implementor dilihat dari bagaimana mereka melakukan pelayanan terhadap masyarakat yang mengurus IMB, apakah ada inovasi baru atau sebagainya dalam menarik perhatian dan kesadaran masyarakat dalam mengurus IMB.

Pada dasarnya staf DTRTBP telah melakukan pembaharuan metode dalam mensosialisasikan IMB kepada masyarakat. Namun, disangkan bahwa metode tersebut malah tidak menjadi perhatian masyarakat, karena tidak semua masyarakat yang membaca koran, bahkan menonton TV yang disebutkan. Dari beberapa masyarakat yang peneliti wawancarai, banyak yang tidak mengetahui sosialisasi yang dilakukan oleh pihak DTRTBP. Sedangkan menurut Mazmanian dan Sabatier Komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki keterampilan dalam mencapai tujuan dari sbuah kebijakan, terkait dengan indikator ini sosialisasi adalah salah satu bentuk keterampilan DTRTBP menyadarkan masyarakat pentingnya IMB, namun cara merka melakukan belum mampu di konsumsi atau tersampaikan kepada masyarakat, meskipun cara yang mereka lakukan lebih maju sesuai perkembangan teknologi.

3.5 Dukungan Dari Atasan

Mazmanian dan Sabatier menjelaskan bahwa dukungan dari atasan sangat berpengaruh dalam membantu implementor meningkatkan kinerjanya dalam mengimplementasikan kebijakan. Hal ini dapat dilihat dari seberapa besar peran atasan dalam meningkatkan kinerja implementor dalam mencapai tujuan kebijakan, dalam penelitian ini peneliti melihat bagaimana dukungan dari atasan khususnya kepala dinas dalam meningkatkan stafnya dalam melayani masyarakat, sehingga staf DTRTBP selalu berusaha meningkatkan kinerja mereka.

(17)

bahwa dukungan dari atasan sangat berpengaruh dalam membantu implementor meningkatkan kinerjanya dalam mengimplementasikan kebijakan, dengan adanya dukungan dari atasan DTRTBP terhadap stafnya yang bekerja cukup membantu dalam meningkatkan kinerja masyarakatnya.

4 Tahap-Tahap Dalam Proses Implementasi (Stages Dependent Variables In The Process)

Tahap-tahap dalam proses implementasi menurut Mazmanian da Sabatier yaitu: (1)Output (keluaran) kebijakan dari badan pelaksana, (2)kepatuhan kelompok sasaran terhadap output kebijakan, (3)dampak nyata output kebijakan, (4)dampak Output kebijakan sebagaimana dipersepsi/ dampak yang diperkirakan, dan akhirnya, (5)perbaikan dalam peraturan. Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam tahap-tahap dalam proses implementasi terdapat dua proses yang terpisah yaitu jika hanya terkait dengan sejauh mana dampak yang sebenarnya sesuai dengan tujuan kebijakan maka hanya bersangkutan pada tiga tahap pertama sedangkan dua tahap terakhir mempertimbangkan sistem politik dalam evaluasi terhadap kebijakan.

4.1 Output(Keluaran) Kebijakan Dari Badan Pelaksana

Tujuan kebijakan harus diterjemahkan atau dijabarkan agar mampu memberikan analisis teknis yang lebih konkrit dan aplikasi aktual seperti ketersediaan output kebijakan. Output kebijakan dalam implementasi penerbitan IMB sebagai arahan kebijakan sehingga implementasi penerbitan IMB konsisten dengan tujuan adanya IMB yang tertuang dalam indikator keberhasilan implementasi program yakninya:

1 Terciptanya bangunan yang serasi, rapi, indah, nyaman dan tertib 2 Bangunan terdaftar dalam tata ruang

3 Bangunan memiliki kekuatan hukum yang pasti

output kebijakan adalah IMB yang di keluarkan oleh DTRTBP, setelah jelas apa outputnya. Selanjutnya, untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan yang perlu untuk diketahui oleh implementor adalah masalah teknis yang akan dihadapi, hal ini terkait mudah atau tidaknya masalah dikendalikan, untuk melihat apakan sebuah masalah mudah atau tidak untuk dikendalikan, mazmanian memiliki beberapa indikator untuk mengukur, diantaranya adalah kesulitan teknis, keragaman perilaku kelompok, proporsi kelompok sasaran terhadap populasi serta cakupan perubahan perilaku.

(18)

keberagaman perilaku kelompok sangat bervariasi, dimulai dari perbedaan pola pikir masyarakat, perbedaan satus sosial ekonomi, hingga perbedaan tingkah laku masyarakat, dan hal ini menyebabkan tujuan kebijakan sulit untuk dicapai. Buktinya sampai saat ini permasalahan tata kota tidak pernah berhenti bermunculan, mulai dari bangunan yang tidak memiliki IMB, bangunan yang digusur, hingga masyarakat yang mendemo pemerintah dikarenakan bangunannya digusur namun tidak mendapatkan ganti rugi.

Dengan demikian, setelah mengetahui output kebijakan yang ditetapkan oleh DTRTBP dapat disimpukan Kendala yang mereka hadapi dalam mengimplementasikan penerbitan IMB tersebut yakninya:

1. Tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya IMB cukup kurang, hal ini dapat dilihat karena masih adanya panggilan-panggilan kepada masyarakat yang telah mendirikan bangunan namun tidak mengurus IMBnya. Padahal seharusnya IMB harus telah ada sebelum bangunan tersebut didirikan

2. Retribusi IMB yang harus dibayarkan terkadang menyebabkan masyarakat malas untuk mengurus IMB. Hal ini dikarenakan tingkatan ekonomi masyarakat berbeda, hal ini juga telah dijelaskan sebelumnya, dimana beberapa masyarakat mengeluhkan retribusi IMB yang harus dibayarkan tidak mampu mereka penuhi sehingga IMBnya tertahan, sedangkan kebutuhan akan tempat tinggal adalah hal yang penting.

3. Tingkat pendidikan masyarakat menyebabkan pola pikir mereka berbeda memahami pentingnya IMB. Sehingga bagi mereka IMB akan diurus setelah bangunannya bermasalah.

4. Namun ada juga kemungkinan lain yang ditemukan, yakninya masyarakat tersebut berkecukupan, berpendidikan tinggi, namun tidak peduli dengan kebijakan tersebut, sama halnya dengan mereka mengerti namun acuh tak acuh.

4.2 Kepatuhan Kelompok Sasaran terhadap Output Kebijakan

Dalam indikator kepatuhan kelompok sasaran terhadap Output kebijakan, peneliti mendeskripsikan kepatuhan kelompok sasaran terhadap indikator keberhasilan implementasi Penerbitan IMB. Berdasarkan indikator keberhasilan tersebut, peneliti memfokuskan pembahasan pada indikator pertama yaitu terciptanya bangunan yang serasi, rapi, indah, nyaman dan tertib. Hal ini didasari bahwa indikator kedua dan ketiga telah mengarah pada dampak dalam pelaksanaan kegiatan.

(19)

meningkatkan lagi tingkat kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan yang dimilikinya dengan melakukan pendekatan kemasyarakat.

4.3 Dampak Nyata Output Kebijakan

Implementasi Kebijakan IMB bertujuan untuk mengendalikan, mengawasi, mengatur dan melaksanakan pembangunan fisik kota agar rapi, nyaman, indah dan tertib sesuai rencana tata ruang kota. Keempat tujuan tersebut hal yang seharusnya dicapai oleh Dinas Tata Ruang Tata Bangunan dan Perumahan Kota Padang dalam mewujudkan tata kota yang baik.

Pembahasan dampak nyata output kebijakan, peneliti mendeskripsikan perubahan-perubahan ataupun peningkatan-peningkatan jumlah masyarakat yang melakukan mengurusan IMB. Beberapa tahun belakangan penerbitan IMB yang dilakukan oleh DTRTBP tidak selalu meningkat, ada penurunan dan kenaikan yang mereka dapatkan, tetapi pada tahun 2014 telah kembali meningkat jumlah masyarakat yang melakukan pengurusan IMB. Pada kenyataannya ditemukan bahwa IMB belum sepenuhnya menjadi kesadaran masyarakat. Namun seharusnya, kebijakan IMB mampu menstrukturkan pembangunan kota agar tertata rapi dan mampu memberikan kenyamanan terhadap masyarakatnya agar tidak terjadi permasalahan yang nantinya akan merugikan masyarakat itu sendiri.

4.3 Dampak Nyata Output Kebijakan Sebagaimana Yang Dipesepsikan/ Diperkirakan

Dampak nyata output kebijakan yang dipersepsikan adalah terciptanya kepaturhan masyarakat dalam mengurusi IMB sehingga tidak menimbulkan permasalahan yang akan merugikan masyarakat itu sendiri, hal ini dapat dilihat melalui beberapa hasil dari wawancara dengan staf DTRTBP.

(20)

lingkup perubahan perilaku sederhana. Akhirnya berdasarkan perubahan perilaku yang diinginkan, disimpulkan bahwa dampak dan ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan cukup besar maka akan sulit dalam pencapaian hasil yang diharapkan dalamKebijakan IMB.

4.4 Perubahan Peraturan

Dari temuan dilapangan dapat dikatakan bahwa sebenarnya yang menjadi kendala dari penerbitan IMB tidak hanya pada tingkat kepatuhan masyarakat, namun juga peraturan yang mengatur IMB, berdasarkan temuan dilapangan dengan peraturan yang sudah lama digunakan dari tahun 1990 tentunya perlu adanya revisi dari peraturan tersebut, mengingat kondisi perkembangan pertumbuhan penduduk yang berkembang dengan pesat dan juga pembangunan yang terus berkesinambungan menyebabkan perlu adanya perbaikan-perbaikan dari peraturan tersebut. Selain itu, dalam perda Nomor 6 tahun 1990 tentang tata bangunan, yang menjadi implementor yang menerbitkan IMB adalah DP3K (Dinas Perizinan dan Pengawasan Pembangunan Kota). Sedangkan sekarang yang menjadi implementornya adalah DTRTBP Kota Padang, tentunya banyak perubahan yang harus dilakukan berdasarkan temuan-temuan dilapangan.

Seperti implementor dari IMB yang dijelaskan pada bagian umum kebijakan adalah DP3K (Dinas Perizinan Dan Pengawasan Pembangunan Kota) yang mengurusi, namun sekarang Dinas Tata Ruang Tata Bangunan dan Perumahan Kota Padang dibentuk melalui peraturan Daerah No.16 tahun 2008 tentang pembentukan organisasi dinas daerah Kota Padang dan dikembangkan dalam peraturan Walikota Padang Nomor 34 tahun 2008 yang menjelaskan tentang uraian tugas pokok dan fungsi. Yang menggantikan DP3K, Dinas Tata Ruang Tata Bangunan dan Perumahan Kota Padang merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang penataan ruang.

Beberapa bagian dari perda terkait IMB peneliti rasa sudah tidak lagi digunakan dalam menerbuitkan IMB, karena setelah IMB terbit, DTRTBP seharusnya berkewajiban menentukan siapa yang seharusnya melakukan pembangunan terhadap bangunan tersebut, seperti pekerja atau perancang dari bangunan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada pasal 22 ayat 1 dan 2 yakninya:

a. Pelaksana bangunan adalah perseorangan atau badan hukum

(21)

Dan pada kenyataannya saat ini DTRTBP hanya mengeluarkan IMB saja, untuk teknis pelaksanaan dilapangan dilakukan oleh si pemohon tanpa diawasi lagi. Pada perda no 13 tahun 2011 terkait retribusi perijinan tertentu dijelaskan bahan bangunan apa yang digunakan untuk sebuah bangunan, namun hal tersebut juga tidak diberlakukan oleh DTRTBP,

DTRTBP tidak sepenuhnya melaksanakan isi perda dalam menerbitkan IMB, dengan dalih akan lebih mempersulit pekerjaan tersebut. Pada dasarnya, kebijakan yang dikeluarkan tentunya mempertimbangkan berbagai aspek. Seperti penentuan bahan bangunan yang seharusnya digunakan, pertimbangannya adalah demi keamanan bangunan yang berdiri. Hal ini dikarenakan wilayah kota padang yang rentan dengan terjadinya gempa. Serta pertimbangan aspek lainnya yang tentunya tidak akan merugikan masyarakat.

Kebijakan penerbitan IMB dengan perda No 6 tahun 1990 sudah sangat cukup lama digunakan, banyak hal-hal yang sebelumnya tidak sesuai dengan kondisi lingkungan dan perkembangan zaman saat ini yang terus mengalami banyak perubahan. Dengan demikian hendaknya dilakukan revisi terhadap peraturan yang tidak layak lagi digunakan karena perubahan zaman dan kebutuhan serta kemampuan masyarakat. Setiap kebijakan tentunya mengalami beberapa proses yang mempertimbangkan berbagai aspek serta kondisi masyarakat pada masanya. Idealnya sebuah kebijakan dapat di evaluasi berdasarkan implementasi dari kebijakan tersebut agar terciptanya perbaikan dan penyempurnaan atas setiap kekurangannya

Kesimpulan

(22)

menata kota serta mewujudkan Kota Padang yang nyaman, teratur dan seimbang terkendala, karena bangunan yang telah berdiri lama dan tidak memiliki IMB tidak terdeteksi.

Berdasarkan temuan dalam pembahasan, kendala yang dihadapi dalam implementasi penerbitan IMB berkaitan dengan tingkat kesulitan masalah yang ditangani relatif sulit yaitu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengurus IMB. Hal ini didasari kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang tidak merata serta tingkat pendidikan masyarakat yang membuat pola pikir masyarakat berbeda terhadap kebijakan IMB.

Selain itu, dengan hanya berpedoman kepada perda yang ada dalam menerbitkan IMB cukup menyulitkan staf DTRTBP, hal ini dikarenakan terlalu banyaknya alur pertimbangan yang ada didalam perda dan membuat alur terbitnya IMB cukup panjang, stafpun mengeluhkan hal ini, tidak ada yang bisa dipangkas dari proses penerbitan IMB yang ada. Panjangnya proses penerbitan IMB menjadi salah satu faktor lamanya IMB dikeluarkan, selain itu juga adanya masyarakat yang menghilang setelah menerima hasil penghitungan retribusi IMB, menyebabkan berkas IMB yang bertumpuk dikarenakan belum dibayar retribusinya sehingga IMBnya tidak dapat dikeluarkan. Untuk retribusi IMB langsung masuk ke kas daerah, karena DTRTBP sendiri tidak menerima ataupun memungut uang masyarakat secara langsung, masyarakat hanya menyerahkan bukti pembayaran sebelum IMB dikeluarkan. Besarnya kelompok sasaran kebijakan menyebabkan implementor cukup kesulitan dalam mengimplementasikan kebijakan.

Sebaiknya dilakukan revisi terhadap peraturan yang menjadi acuan penerbitan IMB, khususnya peraturan daerah Nomor 6 tanun 1990, peraturan tersebut sudah sampai 25 tahun tanpa ada revisi, karena perubahan zaman dan kebutuhan serta kemampuan masyarakat telah berubah dibandingkan dengan kondisi saat itu. Setiap kebijakan tentunya mengalami beberapa proses yang mempertimbangkan berbagai aspek serta kondisi masyarakat pada masanya. Idealnya sebuah kebijakan dapat di evaluasi berdasarkan implementasi dari kebijakan tersebut agar terciptanya perbaikan dan penyempurnaan atas setiap kekurangannya.

REFERENSI

Abdul wahab, solichin. 1991. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Dari Formulasi Ke

Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi aksara

N, William Dunn. 2003. Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada

(23)

Nugroho, Dr.Riant. 2011. Public Policy. Jakarta : PT Elex Media Komputindo

Subarsono, agus. 2008. Analisis Kebijakan Publik : pustaka pelajar

Renstra Dinas Tata Ruang Tata Bangunan dan Perumahan Kota Padang

Perda Kota Padang No. 16 tahun 1990 tentang Tata Bangunan

Perwako Padang No. 13 tahun 2012 tentang Retribusi Perijinan Tertentu

Perda Kota pdang Nomor 16 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja

Dinas Daerah

Perda Nomor 34 tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Tata Ruang

Dan Tata Bangunan

Referensi

Dokumen terkait

Elashri (2013) The Effect of the Genre-Based Approach to Teaching Writing on the EF L Al-Azhr Secondary Students' Writing Skills and their attitudes towards

Kemudahan proses komunikasi dengan pihak pelayanan pelanggan Dalam hal ini perusahaan harus dapat merespon semua informasi yang ingin diketahui oleh pelanggan mulai

Proses registrasi dilakukan agar aplikasi yang sudah digunakan oleh orang yang sudah mempunyai kesepakatan dengan pembuat aplikasi tidak dapat digunakan lagi oleh orang lain dalam

Suzuki Indomobil Motor

Hasil akhir pengujian tersebut dapat disimpulkan Aplikasi Telegram Messenger sangat cocok untuk pengontrol dan monitoring Smart Home jarak jauh, berdasarkan Jarak yang

Ada beberapa ukuran yang digunakan untuk mendeteksi faktor-faktor yang mendorong manajemen melakukan praktik perataan laba, antara lain faktor ukuran perusahaan,

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar biaya yang dikeluarkan petani untuk usahatani bunga potong krisan dengan menghitung semua biaya yang dikeluarkan

Hal-hal buruk yang tidak diinginkan (seperti pasien jatuh, kesalahan menginformasikan keadaan pasien, dsb) sering terjadi ketika memindahkan pasien dari unit ini ke unit lain