• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor faktor yang Menyebabkan Melemahny

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Faktor faktor yang Menyebabkan Melemahny"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor-faktor yang Menyebabkan Melemahnya Nilai Tukar

Rupiah

Rendy Sentosa

Jurusan Manajemen Fakultas Bisnis dan Ekonomika

Universitas Surabaya

ABSTRAK

Tujuan penulisan makalah ini adalah mengetahui penyebab pelemahan nilai tukar Rupiah pada 2013. Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui penyebab melemahnya nilai tukar Rupiah adalah dengan mencari faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran Rupiah. Faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap pelemahan Rupiah pada 2013 adalah inflasi, kebijakan pemerintah dan pendapatan negara. Meningkatkan suku bunga menjadi salah satu cara pemerintah untuk mengurangi tekanan pada Rupiah.

Kata kunci : permintaan dan penawaran, inflasi, suku bunga, pendapatan negara, kebijakan pemerintah

Bab 1

Pendahuluan

Perekonomian Indonesia pada 2013 mencatatkan kinerja yang kurang

baik. Nilai tukar Rupiah terhadap USD mengalami depresiasi sepanjang 20131.

Titik terendah yang sempat dicapai adalah di atas Rp 12.000,00 per USD1.

(2)

Indonesia turun dari 6,2% pada 2012 menjadi 5,8% pada 20132. Inflasi

mengalamai lonjakan sejak Juni 2013 mencapai lebih dari 8%3.

Terdapat dua faktor utama yang menyebabkan nilai tukar melemah yaitu

rencana pengurangan stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat dan defisit

neraca perdagangan (Husein: 2013, halaman)4. Rencana pengurangan stimulus

oleh bank sentral Amerika Serikat, The Fed, menyebabkan investor asing menarik

keluar dana yang mereka investasikan di Indonesia4. Defisit neraca perdagangan

Indonesia mencapai 5,65 miliyar USD sejak Januari hingga Juni 20134. Kedua

faktor tersebut membuat permintaan akan USD meningkat dan penawaran

terhadap Rupiah meningkat.

Nilai tukar mata uang sangat penting untuk diperhatikan oleh para pelaku

ekonomi. Para pelaku ekonomi harus mengetahui variabel-variabel yang

menyebabkan fluktuasi nilai tukar mata uang. Dengan demikian mereka dapat

memperkirakan arah pergerakan nilai tukar dan mengurangi resiko terjadinya

kerugian akibat fluktiasi nilai tukar. Perusahaan-perusahaan dapat melakukan

skenario hedging pada nilai kurs jika mereka memperkirakan Rupiah akan

melemah. Banyak manfaat yang didapatkan dengan melakukan hedging, salah

satunya adalah perusahaan tidak perlu khawatir hutang mereka dalam mata uang

USD akan membengkak jika Rupiah terdepresiasi.

Menurut Madura (2012: 107) faktor utama yang menentukan

keseimbangan nilai tukar mata uang adalah permintaan dan penawaran mata uang

(3)

mengalami apresiasi, sebaliknya jika penawaran mata uang meningkat maka mata

uang tersebut akan mengalami depresiasi. Madura (2012:107) mengungkapkan

bahwa terdapat 5 faktor utama yang mempengaruhi permintaan dan penawaran

mata uang, yaitu: tingkat inflasi, tingkat suku bunga, tingkat pendapatan suatu

negara, kontrol pemerintah dan ekspektasi dari pelaku ekonomi terhadap nilai

tukar di masa depan5. Semakin tinggi tingkat inflasi dan tingkat pendapatan suatu

negara maka semakin besar resiko mata uang negara tersebut mengalami

depresiasi karena menyebabkan penawaran suatu mata uang semakin tinggi,

sebaliknya semakin tinggi tingkat suku bunga maka semakin besar peluang

apresiasi mata uang negara tersebut karena permintaan mata uang tersebut akan

meningkat (Madura, 2012: 108-110)5. Ekspektasi pelaku ekonomi dan kontrol

pemerintah hanya mempengaruhi penawaran dan permintaan mata uang secara

(4)

Bab 2

Pembahasan

Megginson, Smart dan Graham(2010: 655) menyatakan bahwa nilai tukar

adalah harga suatu mata uang dalam mata uang lainnya6. Tajul menyatakan bahwa

pada dasarnya perbedaan nilai tukar mata uang ditentukan oleh jumlah supply dan

demand mata uang tersebut (Oktavia, Sentosa, Aimon: 2013)7. Pada ilustrasinya

pada buku yang berjudul Financial Management, Megginson, Smart dan Graham

(2012: 656) menjelaskan bahwa apresiasi adalah saat mata uang uatu negara dapat

membeli mata uang negara lain lebih banyak6. Sebaliknya depresiasi adalah saat

mata uang suatu negara dapat membeli mata uang negara lain lebih sedikit

(Megginson, 2012: 565)6. Berdasarkan ilustrasi Madura (2012: 106), dapat

disimpulkan bahwa ekuilibrium nilai tukar adalah harga mata uang yang tercipta

dari interaksi permintaan dan penwaran mata uang tersebut5.

Pada kasus ini, pelemahan Rupiah tahun 2013 , faktor yang berpengaruh

signifikan adalah kontrol pemerintah, pendapatan negara, inflasi dan suku bunga.

Pada kasus ini, kontrol pemerintah lebih mengarah pada pemerintah Amerika

Serikat terhadap jumlah uang beredar dengan melakukan tappering off.

Pendapatan negara menyebabkan konsumsi meningkat dan meningkatkan import.

Inflasi memicu kenaikan harga barang secara keseluruhan dan melemahkan

Rupiah. Suku bunga dalam hal ini di gunakan oleh bank sentral Indonesia untuk

(5)

Quantitave easing merupakan stimulus yang diberikan oleh bank sentral

Amerika Serikat, The Fed, untuk memacu pertumbuhan ekonomi9. Stimulus ini

diberikan oleh The Fed untuk mengatasi ekonomi Amerika yang mengalami

kelesuan akibat krisis 20084. Stimulus ini diberikan dengan cara bank sentral

membeli obligasi jangka panjang berupa obligasi pemerintah Amerika Serikat

maupun kredit perumahan sebesar 85 miliyar USD setiap bulan9. Dana timulus ini

sebagian masuk ke Indonesa pada tahun 2011 sehingga juga turut menggerakan

perekonomian Indonesia. Stimulus ini tentunya hanya bersifat sementara, setelah

perekonomian membaik stimulus ini akan dicabut9.

Tappering off merupakan langkah pengurangan stimulus yang diberikan

oleh The Fed9. Tappering off dilakukan karena kondisi perekonomian Amerika

Serikat telah pulih4, hal ini ditunjukan dengan GDP Amerika Serikat yang mulai

tumbuh positif pada tahun 2011 dan 201210. Rencana pengurangan stimlus ini

dikemukakan pada pertengahan tahun 2013 dan direspon oleh penarikan modal

secara besar-besaran oleh investor yang sebelumnya menginvestasikan uangnya di

negara-negara berkembang saat ekonomi negara-negara maju terpuruk4. Hal inilah

yang menyebabkan permintaan USD meningkat dan penawaran Rupiah

meningkat. Meskipun pada akhirnya stimulus The Fed hanya berkurang sebesar

10 miliyar USD per bulan9, tetapi keadaan ekonomi negara-negara berkembang

masih tidak kembali seperti sebelum adanya rencana pengurangan stimulus.

Menurut Tajul (2005:5) inflasi adalah kondisi saat harga-harga meningkat

secara drastis yang terjadi secara berkelanjutan dalam jangka panjang dan disertai

(6)

2013 adalah tindakan pemerintah memotong subsidi BBM dengan cara menaikan

harga BBM bersubsidi dari Rp 4.500,00 menjadi Rp 6.500,00 pada pertengahan

2013. Dampak kenaikan BBM adalah memicu terjadinya kenaikan biaya secara

keseluruhan dalam perekonomian Indonesia karena BBM berpengaruh pada setiap

aspek perekonomian di Indonesia. Kenaikan biaya ini kemudian direspon oleh

para pelaku ekonomi dengan menaikan harga-harga agar keuntungan dari usaha

mereka tidak berkurang yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya inflasi.

Teori purchasing power parity (PPP) dapat menjelaskan hubungan antara

inflasi dengan pelemahan nilai tukar Rupiah. Madura (2012, 247) menyatakan

bahwa harga barang yang sama di dua negara yang berbeda harus sama jika

diukur dengan semua mata uang5. Madura (2012, 248) menyimpulkan bahwa

penyesuaian nilai tukar diperlukan agar daya beli konsumen di negaranya maupun

di negara lain tetap sama5. Dengan demikian saat di Indonesia terjadi inflasi yang

lebih tinggi dari negara-negara lain maka nilai tukar Rupiah mengalami

depresiasi. Hal ini terjadi supaya permintaan negara lain terhadap produk-produk

Indonesia tidak berkurang.

Semakin tinggi pendapatan suatu negara, semakin tinggi juga konsumsi

negara tersebut. Konsumsi yang tinggi akan membuat import semakin besar jika

produksi dalam negeri tidak dapat memenuhi permintaan dalam negeri dan

menyebabkan terjadi defisit neraca perdagangan. Defisit neraca perdagangan

menandakan bahwa eksport Indonesia lebih kecil dari import, berarti permintaan

akan USD semakin meningkat dan penawaran Rupiah juga meningkat. Defisit

(7)

harus mengatasi defisit neraca perdagangan ini supaya permintaan terhadap USD

bisa turun dan Rupiah tidak terdepresiasi terus menerus.

Nopirin (1996) mengemukakan bahwa arti suku bunga adalah biaya yang

ditanggung oleh peminjam atas uang yang diterimana dan merupakan imbalan

bagi peminjam atas investasinya8. Suku bunga merupakan salah satu alat yang

digunakan pemerintah untuk menjaga nilai tukar Rupiah. Dengan menaikan

tingkat suku bunga, diharapkan dapat mengurangi tekanan pada Rupiah dan nilai

tukar Rupiah bisa stabil. Peningkatan suku bunga membuat masyarakat lebih suka

menabung daripada membelanjakan uangnya sehingga jumlah uang beredar akan

menurun8. Meski demikian peningkatan suku bunga menyebabkan pertumbuhan

ekonomi mengalami perlambatan karena orang lebih memilih untuk menabung

(8)

Bab 3

Penutup

Dari kasus ini, dapat dilihat bahwa ketergantungan Indonesia terhadap

negara asing masih cukup tinggi. Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya

ketergantungan ini adalah konsumsi dalam negeri. Konsumsi dalam negeri yang

tinggi menjadi penopang perekonomian Indonesia saat perekonomian

negara-negara maju mengalami keterpurukan akibat krisis 2008. Konsumsi dalam negeri

yang tinggi ini tidak diiringi dengan produksi dalam negeri yang memadai

sehingga Indonesia harus mengandalkan Import dari negara lain untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri. Saat perekonomian Indonesia tumbuh pesat, konsumsi

juga ikut meningkat dan import juga ikut membengkak.

Perbaikan perekonomian Amerika Serikat dapat menjadi ancaman bagi

stabilitas perekonomian Indonesia. Perbaikan ekonomi Amerika Serikat

berpotensi menyebabkan arus modal keluar karena investor asing akan menarik

dananya dari Indonesia untuk diinvestasikan di sana. Perbaikan perekonomian

Amerika diikuti dengan pengurangan stimulus oleh The Fed sehingga penawaran

USD menurun. Pengurangan stimulus sebesar 10 miliar USD saja sudah

mengakibatkan depresiasi pada Rupiah seperti pada 2013, tentunya Rupiah akan

(9)

berhati-hati karena tentunya stimulus The Fed akan berkurang lagi seiring dengan

membaiknya perekonomian Amerika Serikat.

Pemerintah harus melakukan perbaikan pada perekonomian Indonesia.

Pemerintah harus meningkat investasi agar Indonesia tidak perlu lagi melakukan

import untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Pemerintah

sebaiknya mengutamakan investasi dalam negeri didanai oleh investor lokal agar

dan mengurangi ketergantungan terhadap penanaman modal asing. Pembatasan

import juga perlu dilakukan pemerintah agar produk-produk dalam negeri dapat

bersaing dengan produk asing. Diharapkan langkah-langkah pemerintah ini dapat

mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap negara lain dan permintaan mata

uang negara asing bisa menurun sehingga stabilitas nilai tukar dan perekonomian

(10)

Daftar Pustaka

1. http://finance.yahoo.com/echarts?s=IDR

%3DX+Interactive#symbol=IDR=X;range=1d (diakses pada 22 Juni 2014)

2. https://www.google.co.id/search?

q=tabel+pertumbuhan+pdb+indonesia+2013&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei

=_aCxU8TIAs2RuASLuYKICw&ved=0CAYQ_AUoAQ&biw=1360&bih=643#q

=pertumbuhan+ekonomi+indonesia+2013&tbm=isch&facrc=_&imgdii=_&imgrc

=y-EyVeRI2z_HwM%253A%3BY1fS__9n0LifdM%3Bhttp%253A%252F

%252Fwww.setneg.go.id%252Fimages%252Fstories%252Fimage-news

%252Fkontributor%252Fdujak%252F012114grafik1.jpg%3Bhttp%253A%252F

%252Fwww.setneg.go.id%252Findex.php%253Foption%253Dcom_content

%2526task%253Dview%2526id%253D7660%3B883%3B463 (diakses pada 22

Juni 2014)

3. http://www.bi.go.id/en/moneter/inflasi/data/Default.aspx (diakses pada 29 Juni 2014)

4. Hussein, M., 2013., Krisis Mata Uang Rupiah 2013: Penyebab dan Dampaknya.

http://indoprogress.com/2013/09/krisis-mata-uang-rupiah-2013-penyebab-dan-dampaknya/ (diakses pada 29 Juni 2013)

5. Madura, Jeff. 2012. International Corporate Finance 11rd Edition. Kanada:

Nelson Education Ltd

6. Megginso, W.L., Smart, L.B., & Graham, J (2010). Financial Management 3th

(11)

7. Oktavia, Sentosa & Aimon. Jurnal Kajian Ekonomi Vol. 1 No. 02. Januari 2013.

Analisis Kurs dan Money Supply di Indonesia

8. Muhammadinah. Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi (JENIUS) Vol. 1

No. 02. Mei 2011. Pengaruh Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia dan Tingkat

Inflasi Terhadap Nilai Tukar Rupiah atas Dolar Amerika

9. Amri, A.B., Forddanta D.H., Prayogo, O.R. & Kharismawati, M.E., 2013., Apai

itu Quantitative Easing? Apa itu Tappering?

http://fokus.kontan.co.id/news/apa-itu-quantitative-easing-apa-itu-tapering (diakses pada 29 Juni 2013)

10. https://www.google.co.id/search?

q=pertumbuhan+ekonomi+amerika+2013&tbm=isch&source=lnms&sa=X&ei=c

MCxU7OZAYG9uATu7oDgBQ&ved=0CAcQ_AUoAg&biw=1360&bih=643#q=

gdp+us+2013&tbm=isch&facrc=_&imgdii=_&imgrc=Up3qYYowdtxFEM

%253A%3BM1LjfkVam64P2M%3Bhttp%253A%252F

%252Fwww.floatingpath.com%252Fwp-content%252Fuploads

%252F2013%252F05%252FUS-GDP-Growth-Second-Estimate-Q1-2013.png

%3Bhttp%253A%252F%252Fwww.floatingpath.com

%252F2013%252F05%252F30%252Fus-gdp-growth-at-2-4-in-second-estimate-for-q1-2013%252F%3B961%3B601

(12)

Lampiran

Lampiran 1

Gambar 1: Nilai tukar Rupiah terhadap USD tahun 2013

(13)

Gambar 2: Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita di Indonesia (1990-2013)

(14)

Gambar 3: Data inflasi Indonesia 2013

(15)

Krisis Mata Uang Rupiah

2013: Penyebab dan

Dampaknya

23 September 2013

Mohamad Zaki Hussein Harian Indoprogress

SEJAK Juni 2013, nilai tukar Rupiah cenderung melemah. Hal yang sama juga dialami oleh mata uang beberapa negaraemerging markets (negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat) lainnya. Selama Juni-Agustus 2013, nilai tukar Lira Turki jatuh sebesar 10 persen; nilai tukar Rupee India jatuh sebesar 20 persen; dan nilai tukar Rupiah serta Real Brazil jatuh sekitar 15 persen.[1]Trend melemahnya nilai tukar mata uang beberapa negara emerging markets selama Juni-Agustus 2013 bisa dilihat dalam grafik di bawah ini:

Grafik 1

(16)

2013

Indeks, 15 Mei 2013 = 100

Sumber: Wells Fargo Securities Economics Group, LLC, Weekly Economic & Financial  Commentary, 30 Agustus 2013, hlm. 

4,https://www.wellsfargo.com/downloads/pdf/com/insights/economics/weekly­ commentary/WeeklyEconomicFinancialCommentary_08302013.pdf.

Kenapa Nilai Tukar Rupiah Melemah?

Nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran-permintaan (supply-demand) atas mata uang tersebut. Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawarannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan naik. Kalau penawaran sebuah mata uang

(17)

Namun, apa yang menyebabkan penawaran atas Rupiah tinggi, sementara permintaan atasnya rendah? Setidaknya ada dua faktor. Pertama, keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia. Keluarnya investasi portofolio asing ini menurunkan nilai tukar Rupiah, karena dalam proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata uang negara lain untuk diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi peningkatan penawaran atas Rupiah. Adapun indikasi dari keluarnya investasi portofolio asing ini bisa dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung menurun seiring dengan kecenderungan menurun dari Rupiah. Dalam grafik di bawah, kita bisa lihat bahwa IHSG mengalami kecenderungan menurun sejak Juni 2013:

Grafik 2

IHSG April-Agustus 2013

Sumber: Bloomberg, http://www.bloomberg.com/quote/JCI:IND/chart.

Kenapa investasi portofolio asing ini keluar dari Indonesia? Alasan yang sering disebut adalah karena rencana the Fed (bank sentral AS) untuk

(18)

Grafik 1). Yang dimaksud dengan QE di sini adalah program the Fed untuk mencetak uang dan membeli obligasi atau aset-aset finansial lainnya dari bank-bank di AS. Program ini dilakukan untuk menyuntik uang ke bank-bank di AS demi pemulihan diri pasca-krisis finansial 2008.

Rencana pengurangan QE memberikan pesan bahwa ekonomi AS menyehat. Karenanya, nilai tukar obligasi dan aset-aset finansial lain di AS akan naik. Inilah ekspektasi para investor portofolio yang mengeluarkan modalnya dari negara-negara emerging markets. Mereka melihat bahwa di depan, investasi portofolio di AS akan lebih menguntungkan daripada di

negara-negara emerging markets. Dalam tiga bulan terakhir, yield obligasi jangka panjang pemerintah AS sendiri telah naik. Sebagai contoh, yield obligasi 10-tahun pemerintah AS yang menjadi benchmark, naik sekitar 125 bps dalam tiga bulan terakhir.[2]

Faktor kedua yang menyebabkan penawaran tinggi dan permintaan rendah atas Rupiah adalah neraca nilai perdagangan Indonesia yang defisit. Artinya, ekspor lebih kecil daripada impor. Dalam Tabel 1 di bawah, kita bisa lihat, defisit neraca nilai perdagangan Indonesia selama Januari-Juli 2013 adalah -5,65 miliar Dollar AS. Sektor nonmigas sebenarnya mengalami surplus 1,99 miliar Dollar AS. Namun, surplus di sektor nonmigas tidak bisa mengimbangi defisit yang sangat besar di sektor migas, yakni sebesar -7,64 miliar Dollar AS.

Tabel 1

Neraca Nilai Perdagangan Indonesia, Januari-Juli 2013 (Miliar US$)

Januari 2,66 12,72 15,38 3,97 11,48 15,45 -1,31 1,24 -0,07

(19)

-i 0,29

Maret 2,93 12,09 15,02 3,90 10,99 14,89 -0,97 1,10 -0,13

April 2,45 12,31 14,76 3,63 12,83 16,46 -1,18 -0,52 -1,70

Mei 2,92 13,21 16,13 3,44 13,22 16,66 -0,52 -0,01 -0,53

Juni 2,80 11,96 14,76 3,53 12,11 15,64 -0,73 -0,15 -0,88

Juli 2,28 12,83 15,11 4,14 13,28 17,42 -1,86 -0,45 -2,31

Dinamika ekspor-impor memang bisa berdampak pada nilai tukar mata uang. Ekspor meningkatkan permintaan atas mata uang negara eksportir, karena dalam ekspor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara tujuan dengan mata uang negara eksportir. Pertukaran ini terjadi karena si eksportir

membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang negerinya agar bisa ia pakai dalam usahanya. Sebaliknya, impor meningkatkan penawaran atas mata uang negara importir, karena dalam impor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara importir dengan mata uang negara asal. Karena selama Januari-Juli 2013, impor Indonesia lebih kecil daripada ekspornya, maka situasi ini telah melemahkan nilai tukar Rupiah.

Apa Dampak Melemahnya Rupiah?

(20)

komoditi impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi (bahan baku dan barang modal). Karena harga komoditi impor dipatok dengan mata uang negara asal, maka jika nilai mata uang negara tujuan jatuh, harga komoditi impor akan naik. Misalnya, jika di Indonesia, nilai tukar Rupiah jatuh sebesar 10% dari 1 Dollar AS = 9.000 Rupiah menjadi 1 Dollar AS = 9.900 Rupiah, maka harga komoditi impor pun akan naik sebesar 10%. Komoditi yang harganya Rp1,5 juta akan naik Rp150 ribu menjadi Rp1,65 juta.

Dari data BPS, kita bisa lihat inflasi di bulan Juni adalah 1,03 persen, lalu meningkat menjadi 3,29 persen pada Juli. Sementara, pada bulan Agustus, inflasi menurun menjadi 1,12 persen. Inflasi tahun kalender (Januari-Agustus) 2013 adalah 7,94 persen dan ini merupakan inflasi tahunan tertinggi sejak 2009.[3] Untuk barang konsumsi, yang harganya akan naik bukan hanya barang-barang konsumsi impor, namun juga barang-barang konsumsi yang diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar) alat-alat produksinya, terutama bahan bakunya, impor. Harga tahu tempe, misalnya, naik 20-25 persen, karena bahan bakunya berupa kedelai diimpor.[4]

Saya belum mendapat data tentang proporsi alat-alat produksi impor dari total alat produksi di Indonesia. Namun, kita bisa mendapat gambaran kasar tentang hal ini dari perbandingan antara impor barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal di Indonesia. Kalau kita lihat Tabel 2, proporsi impor terbesar pada Januari-Juli 2013 adalah impor bahan baku/penolong, yakni 76,16% dari total impor. Kemudian urutan kedua ditempati oleh impor barang modal (mesin-mesin, dan sebagainya), sebesar 16,87% dari total impor. Di urutan terakhir baru kita dapati impor barang konsumsi dengan besaran 6,97% dari total impor. Dari data ini, kita bisa menduga bahwa penggunaan alat-alat produksi impor dalam industri Indonesia cukup tinggi.

Tabel 2

(21)

Penggunaan Golongan

Siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan harga komoditi impor ini? Pertama, konsumen, terutama konsumen kelas bawah, sejauh

pendapatan mereka tidak bisa mengimbangi kenaikan harga barang. Kedua, pihak-pihak dalam rantai distribusi komoditi impor mulai dari importir sampai pengecer, karena mereka menghadapi pasar dalam negeri yang menyusut. Misalnya, belakangan ini, para importir bahan kebutuhan pokok di Batam sudah menghentikan aktivitas usahanya.[5]Ketiga, para usahawan yang berorientasi pasar dalam negeri, namun alat-alat produksinya, terutama bahan bakunya, impor, seperti pengusaha tekstil, alas kaki, kemasan, dan sebagainya.[6]Keempat, rakyat pekerja yang sudah terpukul dari sisi

konsumsi akibat kenaikan harga barang, juga akan dijepit dari sisi upah oleh pengusaha yang terjepit oleh kenaikan harga alat-alat produksi impor,

kenaikan nilai utang luar negeri (dibahas di bawah), dan penyusutan pasar dalam negeri.

(22)

dalam Dollar AS akan naik sebesar 30%. Sampai dengan Maret 2013, total utang luar negeri Indonesia adalah 254,295 miliar Dollar AS, dengan utang pemerintah dan bank sentral sebesar 124,151 miliar Dollar AS serta utang swasta sebesar 130,144 miliar Dollar AS.[8]

Apa dan siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri Indonesia ini? Pertama, untuk utang swasta jelas (1) pengusaha yang berutang, dan (2) para pekerjanya yang akan ditekan oleh pengusaha yang berutang tersebut. Kedua, untuk utang pemerintah, yang akan terpukul adalah (1) anggaran negara atau APBN, dimana ketika

anggaran terjepit, rezim neoliberal biasanya akan mengurangi atau mencabut subsidi untuk rakyat, sehingga (2) rakyat secara umum juga akan terkena dampaknya. Ketiga, pembayaran utang luar negeri cenderung akan meningkatkan penawaran atas Rupiah, karena uang Rupiah yang dimiliki pengutang harus ditukar dengan mata uang pembayaran utang. Akibatnya, nilai tukar Rupiah bisa semakin lemah.

Lalu, siapa yang diuntungkan oleh krisis Rupiah? Jika mata uang suatu negara melemah, maka yang diuntungkan adalah sektor ekspor yang bahan bakunya (sebagian besar) berasal dari dalam negeri. Misalnya, PT Energizer Indonesia yang memproduksi baterai Eveready yang sebagian besarnya diekspor,[9] eksportir udang,[10] dan eksportir kakao di Sulawesi Selatan.

[11] Namun, ini tidak berarti seluruh sektor ekspor Indonesia untung, karena banyak komoditi ekspor kita yang ditopang oleh bahan baku impor, sehingga keuntungan yang didapat dari kenaikan harga barang ekspor itu “dibatalkan” oleh harga bahan baku impornya yang mahal.[12]

Catatan Penutup

Berdasarkan paparan di atas, kita dapati bahwa jatuhnya nilai tukar Rupiah disebabkan oleh setidaknya dua faktor, yakni (1) keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia akibat rencana pengurangan QE oleh the Fed; (2) neraca nilai perdagangan Indonesia yang defisit. Adapun

(23)

obyek konsumsi maupun alat produksi. Adapun kenaikan harga alat-alat produksi impor bisa berdampak pada kenaikan harga komoditi yang diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar) alat-alat produksinya impor; (2) kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri. Kedua dampak ini, pada gilirannya, akan memukul berbagai lapisan masyarakat.

Namun, perlu disebutkan di sini bahwa “penyebab” yang dipaparkan di atas barulah “penyebab langsungnya” (immediate causes), bukan “akar

masalahnya.” Pembahasan tentang akar masalah berada di luar lingkup tulisan ini. Tetapi, kita bisa mengajukan beberapa pertanyaan sebagai titik berangkat untuk menelusuri akar masalahnya.Pertama, terkait dengan

keluarnya investasi portofolio asing dari Indonesia, ini sebenarnya merupakan masalah klasik mengenai mobilitas kapital antar-negara. Tingkat mobilitas kapital yang tinggi menyebabkan volatilitas mata uang. Pertanyaannya, apa yang memungkinkan adanya tingkat mobilitas kapital seperti itu? Dan mengingat efek destruktifnya, bagaimana cara melawan mobilitas kapital yang seperti itu? Kedua, terkait dengan tingginya impor Indonesia,

pertanyaannya adalah kenapa impor kita bisa seperti itu? Dan bagaimana cara melepaskan ketergantungan ekonomi kita terhadap impor? ***

Mohamad Zaki Hussein, anggota Partai Rakyat Pekerja (PRP). Penulis beredar di Twitterland dengan akun @mzakih

(24)

Lampiran 9

Apa itu Quantitative Easing? Apa itu

Tapering?

Oleh Asnil Bambani Amri, Dityasa H Forddanta, Oginawa R Prayogo, Margareta Engge Kharismawati - Senin, 23 Desember 2013 | 08:23 WIB

JAKARTA. Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (Fed) akhirnya membuat keputusan terkait pengurangan stimulus pada Rabu (18/12) lalu. The Fed memutuskan mengurangi stimulus (tapering off) dari semula US$ 85 miliar per bulan menjadi US$ 75 miliar per bulan berlaku Januari 2014.

Keputusan itu diambil setelah the Fed menyimpulkan adanya perbaikan ekonomi AS usai mengalami resesi terburuk sejak 1930. "Seiring kemajuan yang di pasar tenaga kerja yang positif, the Fed memutuskan mengurangi nilai pembelian aset," jelas pernyataan the Federal Open Market Committee (FOMC) di Washington, Rabu (18/12).

Quantitative easing atau pembelian aset oleh the Fed dibagi menjadi dua, yakni: US$ 40 miliar untuk membeli surat utang AS dan US$ 35 miliar untuk membeli obligasi kredit perumahan yang akan dilakukan dimulai Januari tahun 2014.

Namun, pemangkasan stimulus yang dilakukan Januari itu belum usai. Sebab, the Fed akan melakukan pengurangan stimulus lanjutan jika ekonomi AS membaik lagi. "Jika kondisi tenaga kerja dan tingkat inflasi sesuai target, komite akan kembali mengurangi stimulus secara bertahap," jelas the Fed.

Namun, sebelum membicarakan lebih lanjut dampak kebijakan tersebut terhadap Indonesia, sebaiknya kita bahas dulu apa itu quantitative easing(QE) dan apa itu tapering off? Dan siapa itu Federal Reserve?

Siapa Federal Reserve?

(25)

Selain itu, The Fed juga mengatur ribuan bank swasta di seluruh AS dan juga memberikan pinjaman darurat kepada mereka, jika bank swasta itu mengalami kekurangan uang tunai.

Apa itu tapering off?

Sebelum memahami tapering off, sebaiknya kita memahami dulu sikap The Fed ketika membuat keputusan membeli obligasi di pasar keuangan. Keputusan membeli obligasi inilah kemudian disebut pasar sebagai pelonggaran kuantitatif atau quantitative easing (QE).

Lantas, apa pula quantitative easing (QE)?

Seperti bank sentral lainnya, the Fed mengelola perekonomian AS dengan cara menaikkan atau menurunkan suku bunga acuan. Namun, Fed tak tidak bisa menurunkan suku di bawah nol, di mana telah dipertahankan selama hampir lima tahun.

Jadi, the Fed mencoba cara lain guna merangsang ekonomi AS, dengan cara memompa uang langsung ke dalam sistem keuangan. Caranya adalah, the Fed mengeluarkan uang untuk membeli obligasi jangka panjang , baik itu obligasi berupa surat utang AS dan obligasi kredit perumahan. Harapannya adalah, uang itu kemudian bisa digunakan oleh perusahaan untuk keperluan lainnya.

Yang jelas, kebijakan QE dari The Fed itu telah membantu AS yang dilanda resesi sejak 2009. Namun, belum diketahui seberapa membantu kebijakan QE tersebut itu bagi pertumbuhan ekonomi AS sejak 2009 sampai tahun ini.

Sampai akhir tahun 2013, The Fed telah membeli obligasi US$ 85 miliar per bulan. Alhasil, sampai 11 Desember lalu, The Fed mengantongi hampir US$ 4 triliun dalam bentuk obligasi. Bandingkan aset yang dimiliki The Fed sebelum krisis keuangan yang hanya US$ 800 miliar.

Jadi apa tapering itu?

Yang jelas, the Fed tak ingin terus-terusan melakukan pembelian obligasi. Maka itulah, bank sentral AS ingin mengurangi stimulus berupa pembelian obligasi itu secara bertahap. Proses pengurangannya pembelian obligasi secara bertahap itulah yang kemudian dikenal dengantapering off.

Sebab, sedikit saja perubahan yang dilakukan The Fed, bisa mengundang

respons pasar, tak hanya di AS tetapi juga bagi pasar di seluruh dunia. Yang jelas The Fed ingin kembali dalam kondisi normal, alias tak ada lagi program pembelian obligasi atau menyuntik dollar ke sistem keuangan ekonomi AS.

Kapan The Fed melakukan tapering?

Nah, pada bulan Juni 2013 lalu, Ketua the Fed Ben S. Bernanke sudah

mengusulkan agar the Fed segera memulai pengurangan pembelian obligasi pada tahun 2013. Saat itu, Bernanke berharap pada musim panas tahun 2014 program QE sama sekali sudah berakhir.

(26)

tiba-tiba rapat FOMC (Federal Open Market Committee) memutuskan menunda pengurangan stimulus dengan alasan ekonomi AS masih dalam kesulitan. Hingga pada 7-18 Desember lalu, barulah rapat FOMC memutuskan untuk mengurangi pembelian stimulus berupa pembelian obligasi dari US$ 85 miliar menjadi US$ 75 miliar per bulan. Artinya, The Fed mengurangi pembelian US$ 10 miliar untuk obligasi.

Apa dampak tapering off AS bagi Indonesia?

Kita mungkin masih ingat bulan Juli 2013 lalu, ketika itu indeks harga saham gabungan (IHSG) tumbang sangat dalam. Bahkan IHSG saat itu, IHSG jatuh lebih dari 20%, atau sudah memasuki fase bearish. Nah, salah satu penyebab dari tumbangnya IHSG kala itu berasal dari rencana the Fed mengurangi stimulus. Maklum, keinginan the Fed mengurangi stimulus atau tapering off telah membuat dana asing yang parkir di Indonesia ramai-ramai keluar dari Indonesia.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), sepanjang tahun ini saja, investor asing yang mencatatkan net sell asing di pasar saham sebesar Rp 15,29 triliun. Nilai dana asing yang keluar itu hampir sama dengan nilai dana asing yang masuk tahun 2012, sebesar Rp 15,2 triliun.

Kepala Riset Batavia Prosperindo Sekuritas, Andy Ferdinand bilang, salah satu faktor yang membuat hengkangnya dana asing itu karena adanya spekulasi the Fed yang mengurangi stimulus.

Menurut Andy, fund manager asing cenderung memburu untung ke negara berkembang. Namun, sejak muncul spekulasi adanya rencana tapering, mereka mengubah portofolio, sehingga banyak dana asing di negara berkembang ditarik kembali ke negara asalnya.

Setelah tapering off pada18 Desember lalu, apa yang terjadi?

Sehari setelah the Fed memutuskan pengurangan stimulus, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Kamis (19/12) indeks justru ditutup di zona hijau dengan penguatan 35,70 poin atau menguat 0,85% menjadi 4.231,98.

IHSG rupanya memberikan respons positif atas pengurangan stimulus dari The Fed. Edwin Sebayang, Kepala Riset MNC Securities menilai, kenaikan IHSG itu menyusul indeks Dow Jones yang juga naik tajam setelah the Fed mengumumkan penurunan stimulus.

Pasalnya, kata Edwin, meski The Fed mengurangi stimulus, namun bank sentral AS itu tetap mempertahankan suku bunga rendah. Menurut Edwin, yang menjadi perhatian investor saat ini adalah suku bunga acuan atau Fed Rate, bukan lagi pembatasan stimulus.

Jika Fed Rate naik, barulah hot money yang selama ini ada di negara berkembang termasuk di Indonesia akan hengkang dan kembali ke negaranya. "Jika itu terjadi, maka pasar seperti kolam yang sedang dikeringi," tandasnya. Untungnya, kata Edwin, the Fed tetap mempertahankan bunga rendah.

Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities juga bilang hal senada.

(27)

Sebelumnya, banyak investor wait and seedan menunggu keputusan pengurangan stimulus. “Karena keputusan sudah diumumkan, maka indeks menguat," kata Reza.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menilai, keputusan The Fed mengurangi stimulus menjadi US$ 75 miliar per bulan mulai Januari tidak mempengaruhi pasar dalam negeri. Sebab, kata Bambang, pengaruh kebijakan The Fed itu sudah terasa sejak Mei lalu.

Salah satu pengaruhnya itu adalah, keluarnya hot money di pasar dalam negeri di bulan Juli dan setelahnya. “Sehingga keputusan kemarin (The Fed) tidak

menimbulkan gejolak, karena pasar sudah meresponsnya sejak bulan Mei lalu,” terang Bambang.

Selain itu, kata Bambang, rencana pengurangan stimulus oleh AS itu sudah terdeteksi jauh-jauh hari. Sehingga, pemerintah dan Bank Sentral Indonesia sudah mempersiapkan antisipasi sejak jauh-jauh hari pula.

Namun kata Bambang, pengurangan stimulus mulai Januari 2014 oleh The Fed bukanlah akhir dari masalah tapering di AS. Bambang bilang, yang saat ini mesti diwaspadai adalah, adanya pengurangan stimulus lanjutan dengan nilai yang lebih besar.

Apa antisipasi Indonesia hadapi tapering lanjutan?

The Fed sudah mengeluarkan pernyataan, bahwa pengurangan stimulus akan terus berlanjut dengan cara bertahap mengikuti perbaikan kondisi ekonomi AS. Untuk mengantisipasi hal itu, Bambang mengaku sudah mempersiapkan jurus jitu. Salah satu antisipasi yang dipersiapkan pemerintah dalam menyambut

pengurangan stimulus yang lebih besar dari The Fed adalah;

mengeluarkan Bonds Stabilization Framework (BSF), kebijakan yang

memungkinkan pemerintah melakukan buyback atas surat utang milik negara dan BUMN.

Sementara itu, BI juga sudah mempersiapkan amunisinya jika ada tapering lanjutan dari the Fed dieksekusi. BI menurut Agus sudah membuat Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan Bank of Japan (BoJ) senilai US$ 22,78 miliar.

Selain itu, BI juga menandatangani perjanjian ASEAN Swap Arrangement senilai US$ 2 miliar, BSA dengan China senilai US$ 15 miliar, dan Korea Selatan senilai US$ 10 miliar. Di samping itu, BI juga memiliki fasilitas dana siaga dalam

bentuk deferred drawdown option (DDO) senilai US$ 5,5 miliar.

"Ini adalah bentuk kesiapan kami. Kami tidak perlu berharap untuk menggunakan itu. Itu sifatnya hanya berjaga-jaga," Kata Gubernur Bank Indonesia, Agus

Martowardojo.

Adanya BSA dengan beberapa negara tersebut dijadikan sebagai second line of defence ekonomi Indonesia.Dana tersebut akan dicairkan jika keadaan ekonomi sudah dalam tahap genting. Lantas, kapan tapering lanjutan akan dilakukan The Fed? Kita tunggu saja.

(28)

http://fokus.kontan.co.id/news/apa-itu-quantitative-easing-apa-itu-tapering

Lampiran 10

Gambar 4: Pertumbuhan GDP Amerika Serikat

(29)

Sumber: http://finance.yahoo.com/echarts?s=IDR %3DX+Interactive#symbol=IDR=X;range=1d

(diakses Minggu, 22 Juni 2014, pukul 13.00)

Tema

Pelemahan nilai tukar mata uang suatu negara memiliki akan berpengaruh terhadap stabilitas perekonomian suatu negara. Pemerintah harus menjaga agar nilai tukar mata uang tetap stabil sehingga perekonomian dapat bertumbuh dengan baik.

(30)

A. Nilai Tukar

1. Pengaruh fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap kinerja eksport dan import Indonesia.

2. Pengaruh pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap inflasi Indonesia.

3. Faktor-faktor yang menyebabkan melemahnya nilai tukar Rupiah

B. Perekonomian

1. Pengaruh tingkat pengangguran terhadap perekonomian Indonesia

2. Pengaruh penduduk kelas menengah terhadap perekonomian Indonesia

3. Dampak pengurangan stimulus The Fed terhadap perekonomian Indonesia

C. Pemerintah

1. Dampak kebijakan pemerintah menaikan suku bunga bank terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia

2. Dampak pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap hutang pemerintah.

(31)

Kerangka Paragraf

Paragraf 1: Kinerja perekonomian Indonesia tahun 2013

paragraf pendukung:

- Nilai tukar Rupiah

- Titik terendah Rupiah

- Pertumbuhan PDB

- Inflasi

Paragraf 2: Faktor penyebab pelemahan nilai tukar

paragraf pendukung:

- Pengurangan stimulus

- Defisit neraca perdangan

- Pengaruh terhadap permintaan dan penawaran Rupiah

Paragraf 3: siapa yang harus memperhatikan nilai tukar

paragraf pendukung:

- Apa yang harus diperhatikan

- Manfaat mengetahui faktor penyebab fluktuasi nilai tukar

- Cara menyiasati pelemahan nilai tukar

- Manfaat hedging

Paragraf 4: Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar

paragraf pendukung:

- Hubungan permintaan dan penawaran terhadap nilai tukar

(32)

- Hubungan Inflasi, suku bunga dan pendapatan negara terhadap nilai tukar

- Hubungan kontrol pemerintah dan ekspektasi pelaku ekonomi

Paragraf 5: Arti nilai tukar

paragraf pendukung:

- Penyebab perbedaan nilai tukar

- Apresiasi

- Depresiasi

- Keseimbangan nilai tukar

Paragraf 6: Faktor yang berpengaruh signifikan pada 2013

paragraf pendukung:

- Kontrol pemerintah

- Pendapatan negara

- Inflasi

- Suku bunga

Paragraf 7: Quantitative easing

paragraf pendukung:

- Tujuan Quantitative Easing

- Cara pemberian stimulus

- Peran quantitative easing bagi Indonesia

- Jangka waktu stimulus

Paragraf 8: Tappering of

(33)

- Alasan dilakukan tappering of

- Respon investor terhadao tappering of

- Pengaruh tappering of terhadap permintaan dan penawaran Rupiah

- Realisasi rencana tappering of

Paragraf 9: Inflasi

paragraf pendukung:

- Penyebab inflasi

- Dampak kenaikan BBM

- Respon pelaku ekonomi terhadap kenaikan BBM

Paragraf 10: Purchasing Power Parity

paragraf pendukung:

- Harga barang di semua negara

- Perlunya penyesuaian nilai tukar

- Pergerakan nilai tukar saat inflasi tinggi

- Alasan pelemahan nilai tukar

Paragraf 11: Pendapatan negara

paragraf pendukung:

- Pengaruh konsumsi terhadap import

- Defisit neraca perdagangan

- Dampak defisit neraca perdagangan

- Perlunya penanganan pemerintah

(34)

paragraf pendukung:

- Peran tingkat suku bunga

- Tujuan peningkatan suku bunga

- Pengaruh kenaikan tingkat suku bunga

- konsekuensi kenaikan tingkat suku bunga

Paragraf 13: Ketergantungan Indonesia pada negara asing

paragraf pendukung:

- Penyebab ketergantungan

- Peran konsumsi terhadap perekonomian Indonesia

- Alasan Indonesia tergantung pada import

- Penyebab pembengkakan import

Paragraf 14: Perbaikan Ekonomi Amerika

paragraf pendukung:

- Pengaruh perbaikan ekonomi Amerika

- Pengaruh perbaikan ekonomi Amerika terhadap penawaran USD

- Kondisi nilai tukar Rupiah jika tappering of berlanjut

- Perlunya perhatian pemerintah

Paragraf 15: Perbaikan perekonomian Indonesia

paragraf pendukung:

- Mencukupi konsumsi dalam negeri

- Meningkatkan investasi lokal

- Pembatasan penanaman modal asing

(35)

Gambar

Gambar 1: Nilai tukar Rupiah terhadap USD tahun 2013
Gambar  2: Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita di Indonesia(1990-2013)
Gambar 3: Data inflasi Indonesia 2013
Grafik 2IHSG April-Agustus 2013
+3

Referensi

Dokumen terkait

53 4.2 Pandangan Sjahrir dan Soekarno Pada Masa Revolusi Khususnya dalam Perjanjian Linggarjati ... 84 4.4 Pandangan Sjahrir dan Soekarno Terhadap

Setelah dilakukan seleksi kandidat serta pemodelan diperoleh hasil nilai Exp (B) atau disebut juga Odds Ratio (OR) dari yang paling besar sebagai berikut : Variabel

Hanya dalam 2 minggu Rasulullah saw dan para Sahabat keluar dari Madinah menuju Hamra’ul Asad ini telah mampu membalas dan mengusir kafir Quraisy lari terbirit-birit ke Makkah, dan

NO NO.PESERTA NAMA INSTANSI/TEMPAT BERTUGAS

Ketika modul hidup, maka akan langsung inisialisasi LCD, kemudian tekan tombol start setelah itu setting timer 5, 10 dan 15 menit, terdapat tombol pilihan waktu yaitu up,

Untuk menganalisis kelayakan suatu usulan proyek dan tingkat signifikasi kenaikan harga jual rumah pada proyek Perumahan Bumi Parahyangan Kencana dari tahun 2000 sampai dengan

Badan Kepegawaian Negara. Endar

Selain itu, mereka bekerja sebagai bagian dari rehabilitasi tim membantu orang yang telah menderita cedera otak untuk meningkatkan kualitas hidup mereka Dalam pengaturan rumah