• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompleksitas Dunia Dangdut Menghadapi Bu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kompleksitas Dunia Dangdut Menghadapi Bu"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Kompleksitas Dunia Dangdut Menghadapi Ekses Pertempuran Budaya Arab dan Barat di Indonesia

Mira Tri Rahayu

10/304973/SA/15656

I. PENGANTAR

Musik dangdut merupakan salah satu produk budaya masyarakat Indonesia yang memiliki suara tinggi di antara produk budaya yang ada di Indonesia. Posisinya sebagai genre musik di Indonesia menduduki peringkat yang tak kalah saing dibanding musik pop dan rock. Bahkan, musik dangdut jauh lebih membumi di kalangan masyarakat dibanding musik pop dan jazz yang seringkali mengadakan pertunjukan maha dahsyat di kota-kota metropolitan.

Eksistensi musik dangdut di blantika musik Indonesia tak lepas dari kompleksitas perjalanannya di tengah masyarakat. Dunia dangdut, baik perkara musik hingga penyanyi, mengalami perjalanan yang menegangkan di tiap masanya. Gaya musik dangdut sangat populer di masyarakat sekitar tahun 1975-1981. Kalangan remaja begitu menyukai warna musik dangdut, yaitu cengkokan-cengkokannya yang mendayu-dayu panjang ditambah dengan ketukan gendang. Perpaduan musik orkes Melayu dengan alat musik India, Arab, dan Barat ini mampu menarik perhatian masyarakat Indonesia secara massive.

(2)

keunggulan dan ciri khas sebagai musik Indonesia. Contoh paling signifikan dari jenis musik baru Indonesia yang mencerminkan ciri-ciri budaya musik sinkretis adalah musik dangdut.

Keberhasilan musik dangdut tidak lepas dari persepsi dan penerimaan masyarakat saat menilai eksistensinya. Penilaian terhadap musik dangdut ini tidak hanya stagnan di titik tertentu tetapi juga bergerak dinamis hingga saat ini. Dinamika penilaian ini melibatkan penafsiran tiap individu yang bersifat historis. Wilhelm Dilthey, pemikir filsafat besar akhir abad 19, melihat hermeneutika sebagai inti disiplin yang dapat melayani sebagai fondasi bagi geisteswissenschaften (yaitu, semua disiplin yang memfokuskan pada pemahaman seni, aksi, dan tulisan manusia). Dilthey menyatakan, suatu tindakan yang secara fundamental berbeda dari pendekatan kuantitatif, penangkapan ilmu dari dunia alam; karena dalam tindakan pemahaman historis ini, apa yang harus berperan adalah pengetahuan pribadi mengenai apa yang dimaksudkan manusia (Palmer, 2005:45). Pengalaman historis, ilmu pengetahuan, dan kepentingan manusia mau tidak mau akan memengaruhi sistem penilaian terhadap suatu hal. Hal yang sama pun berlaku juga dalam dunia penilaian tiap-tiap kelompok masyarakat terhadap dunia dangdut di Indonesia saat ini.

II. Pemaknaan Musik Dangdut sebagai Artefak Sinkretisasi Budaya

Remy Silado pernah memberikan penilaiannya tentang musik dangdut. Baginya, musik dangdut merupakan musik hiburan, atau musik pop yang khas Indonesiawi. Artinya, dangdut sebagai musik pop, boleh dikatakan perluasan eksistensi, pengembang-biakan, persemaian dari kiri kanan (Cina, India, Arab, dan Barat) plus kepribadian Melayu yang bercampur-aduk menjadi Indonesia (Kesumah, Purna, dan Sukiyah, 1995:26).

(3)

membutuhkan pengetahuan musik yang tinggi untuk dapat menikmatinya ataupun musik rock yang seolah-olah mewajibkan penggemarnya berlaku sebagai seorang rocker, misalnya.

Sebagai bagian dari artefak kebudayaan yang bersifat seni, dangdut menjadi populis di kalangan masyarakat Indonesia. Awalnya, dangdut hanya dikenal sebagai musik orang pesisir Pantai Utara Jawa (Pantura) hingga akhirnya dangdut dapat menembus blantika musik nasional bahkan internasional. Fenomena ini dimulai semenjak masa Rhoma Irama ketika membentuk Grup Soneta tahun 1972 dan berhasil memopulerkan lagu “Begadang” di tanah air. Sosiolog ternama, Dr. William H. Hendrick dari Amerika dan Prof. Nakamura dari Jepang menyatakan kekagumannya kepada Rhoma Irama. Revolusi dangdut yang dicetuskan Rhoma Irama terus berlanjut hingga kini, meluas kepada irama yang lebih progresif antara lain apa yang disebut dangdut remix dengan pelopornya Jeffry Bule (Kesumah, Purna, dan Sukiyah, 1995:31).

Hanya saja eksistensi musik dangdut mengalami penyurutan setelah masa Orde Baru meredup. Musik-musik pop ala band yang dibawakan oleh Ahmad Dhani, Melly Goeslow, dan yang lainnya mulai merambah dan menguasai pasaran. Perlahan tapi pasti, eksistensi musik dangdut tersisihkan di antara pemuda Indonesia, terutama pemuda daerah perkotaan. Musik dangdut pun kembali menjadi musik pinggiran. Hanya masyarakat pesisir yang mau beramai-ramai mendendangkannya.

(4)

Mau tidak mau, penyanyi dangdut yang rata-rata perempuan bersolek secantik mungkin untuk menarik perhatian penikmat. Tidak hanya bersolek, mereka juga bergoyang seksi saat bernyanyi. Hasilnya, muncullah penyanyi dangdut seperti Inul Daratista, Dewi Persik, Julia Perez hingga grup seperti Trio Macan. Mereka dapat memperjuangkan eksistensi musik dangdut di tengah gempuran budaya Barat di Indonesia.

Sebagai sebuah fenomena, dinamika musik dangdut ini menimbulkan kontroversi tersendiri di Indonesia. Faktanya, fenomena dangdut yang tersaji di hadapan masyarakat dapat dikatakan sebagai sebuah teks. Teks ini tentunya boleh dibaca oleh siapapun. Namun, keterbacaan teks oleh masyarakat sebagai pembaca tentunya berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan oleh historis pengetahuan, pengalaman, dan kepentingan tiap-tiap kelompok pembaca. Penyanyi dangdut sebagai pengarang pun tak bisa berbuat banyak atas interpretasi masyarakat sebagai pembaca teks fenomena dangdut yang telah mereka sajikan.

III. Relevansi Dangdut dan Citra Diri Masyarakat Penikmat

Kelompok-kelompok pembaca fenomena dangdut ini memiliki latar belakang ilmu pengetahuan, historis, dan kepentingan yang berbeda-beda. Misalnya, pada kasus pertikaian Rhoma Irama dan Inul Daratista yang sempat membuat Indonesia geger. Berbagai interpretasi dilakukan oleh pengamat budaya atas terjadinya fenomena debat ‘goyang ngebor’-nya Inul Daratista ini.

(5)

Inul mendapat banyak caci maki dari Rhoma. Aurat adalah bagian-bagian tubuh yang terlarang, yang menurut Rhoma harus ditutup sesuai dengan ajaran agama yang diyakini (Faruk dan Salam, 2003:159). Inul dengan busana ketatnya dan liukan pinggul saat bergoyang ngebor sangat jauh dari perilaku bermoral dalam asumsi Rhoma. Begitu juga dengan asumsi organisasi keagamaan yang berada di bawah panji bendera Islam. Mereka berlomba mengucapkan dalil agar Inul menghentikan semua perilaku amoralnya saat sedang di panggung.

Peristiwa pemboikotan goyang Inul ini tentunya memunculkan banyak perspektif. Hampir-hampir tulisan kolom esai surat kabar nasional memperbincangkan fenomena goyang ngebor Inul. Berbagai perspektif digunakan untuk mengkaji goyang ngebor Inul. Di antaranya adalah perspektif sosiologi seni, perspektif kajian budaya, perspektif moral, perspektif gender, perspektif politik ekonomi, perspektif estetika hingga perspektif psikologis. Perspektif-perspektif tersebut muncul berdasarkan bidang keilmuan dan kepentingan penulis masing-masing.

Perspektif gender, tentulah penulis bisa dikatakan sebagai seorang aktivis penentang budaya patriarkhat di Indonesia ketika dia menuliskan tentang ketidakadilan yang dialami oleh Inul sebagai seorang perempuan. Di antaranya adalah tulisan Ninuk M. Pambudy yang berjudul “Inul dalam Budaya Pop” dan “Pencekalan Inul Buah dari Budaya Patriarkis” oleh Dana Iswara. Ninuk menjelaskan bahwa budaya pop selalu akrab dengan dunia perempuan sedangkan budaya adiluhung selalu akrab dengan dunia laki-laki. Dampaknya adalah budaya adiluhung selalu mengontrol pakem-pakem yang dimiliki oleh budaya pop sesuai dengan keinginannya. Kelemahan budaya pop dihadapan budaya adiluhung menunjukkan kelemahan posisi perempuan di hadapan laki-laki. Analogi ini relevan dengan kasus Rhoma Irama dengan Inul Daratista. Begitu juga dengan penjelasan kuasa budaya patriarkhat dalam tulisan Dana Iswara.

(6)

masyarakat (Faruk dan Salam, 2003:9). Pemaknaan dilakukan dengan cara bebas dan pelanggaran komunikasi dalam hal pemaknaan terjadi ketika ada dominasi sepihak dan cenderung represif. Emha dengan tulisannya justru menjelaskan sekaligus menyindir dekadensi moral masyarakat sehingga mereka lebih mengutamakan persoalan ‘pantat’ daripada banyak persoalan lain yang lebih penting, misalnya persoalan mengenai reformasi yang belum memperlihatkan hasilnya.

Satu kata kunci yang jelas nyata dalam fenomena tersebut adalah ‘moral’ dan ‘dangdut’. Ada relevansi kental antara dunia dangdut dan moral penikmat. Fenomena dangdut sebagai sebuah teks tidak hanya sebagai hiburan tetapi juga memiliki pesan-pesan yang bermoral. Pesan tersebut tidak hanya terdapat dalam lirik lagu tetapi juga performance penyanyi saat mendendang lagu tersebut di panggung. Terlebih lagi, Indonesia sebagai negara mayoritas muslim seolah-olah mematenkan ukuran moral dan amoral berdasarkan telaah tafsir pemuka agama. Bagi kaum religius, tentunya perkara tersebut adalah baik dan harus diperjuangkan. Akan tetapi, bagi kaum penyanyi dangdut sebagai pekerja, tentunya hal tersebut membatasi ruang aktualisasi mereka untuk berprestasi sesuai dengan kemampuan.

Homolog yang terbangun dalam dunia pikiran kaum religius muslim begitu kental dengan budaya Arab. Tanpa disadari, mereka pun tidak mampu membedakan antara aturan yang benar-benar religius muslim atau aturan yang sekadar bawaan dari kultur orang Arab di Saudi Arabia sana. Sebagai eksesnya, hal-hal yang dianggap tabu oleh mayoritas masyarakat Indonesia adalah hal-hal yang bertentangan dengan kultur Arab yang sudah membudaya di Indonesia.

Peran kultur Arab dalam membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia pun ikut memengaruhi logika berpikir masyarakat Indonesia dalam memandang kultur Barat. Secara sadar ataupun tidak sadar, masyarakat Indonesia memosisikan diri sebagai orang Timur, berkultur Timur, dan bersaudara akrab dengan kultur Arab. Sebaliknya, orang Amerika dan Eropa sebagai orang Barat, berkultur Barat, dan musuh besar masyarakat Indonesia, termasuk perkara moralitas.

(7)

dengan kata ‘modernisasi’ dan ‘globalisasi’. Definisi hukum, politik, ekonomi, bahkan budaya yang ada di Indonesia berdasarkan pada definisi Barat. Begitu juga tentang definisi keren, cantik, seksi, dan laku di industri pasar, semuanya didasarkan pada definisi Barat.

Musik dangdut beserta artisnya mengalami posisi dilematis saat menghadapi pertempuran kultur Arab dan Barat yang terjadi di Indonesia. Di sisi A, musik dangdut dituntut agar tetap bertahan di blantika musik Indonesia. Mau tidak mau, mereka berusaha untuk totalitas saat bekerja. Penyanyi dangdut yang mayoritas perempuan pun melakukan goyang-goyang seksi dengan tetap mempertahankan kualitas suara mereka agar mampu bersaing dengan penyanyi pop Barat seperti Rihanna, Beyonce, ataupun Katty Perry misalnya. Jika mereka tidak mampu bersaing, mereka tidak mungkin bisa mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Di sisi B, musik dangdut dituntut agar tidak menyalahi kultur ketimuran yang lebih didominasi kultur Arab karena mayoritas orang Indonesia adalah warga muslim. Profesionalitas, eksistensi, moralitas, dan kompromitas saling tumpang tindih dalam dunia dangdut Indonesia.

IV. Peran Media dan Pemerintah dalam Kehidupan Dunia Dangdut

Media sebagai motor penggerak opini masyarakat tentunya memiliki peran penting dalam proses historis penilaian masyarakat terhadap dunia dangdut. Pada awal tahun 2000-an, era kemerosotan musik dangdut menurunkan penilaian pemuda Indonesia terhadap kualitas musik dangdut. Pemuda seringkali berasumsi musik dangdut adalah musik desa dan tidak keren jika dibandingkan dengan musik pop, rock, dan jazz. Kemudian, peristiwa Inul di tahun 2003 mulai mencairkan kembali penilaian masyarakat terhadap musik dangdut. Masyarakat kembali memikirkan urgensi keberadaan musik dangdut. Selang kemudian, muncul video dangdut dubbing Shinta-Jojo dengan lagu “Keong Racun” yang sempat menggemparkan masyarakat Indonesia.

(8)

memberikan kontradiksi tersendirian dalam penilaian masyarakat. Dunia dangdut bukan hanya dunia hiburan tetapi juga memengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia.

Pemerintah pun nampak sigap menangkap fenomena ini. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bertekad mengembangkan dan memajukan lebih jauh musik Indonesia. Di antaranya adalah musik dangdut sebagai corak khas musik Indonesia. Pemerintah berencana mendaftarkan musik dangdut ke UNESCO sebagai aset budaya khas Indonesia. Akan tetapi, perkara yang penting bukanlah perkara musik dangdut sebagai aset budaya Indonesia. Perkara terpenting adalah cara musik dangdut bertahan dan eksis sebagai sebuah teks yang diakui oleh masyarakat Indonesia saat menghadapi ekses pertempuran budaya Arab dan budaya Barat. Musik dangdut sejauh ini masih berhasil bertahan dengan caranya yang khas dan paradoks dan ketahanan musik dangdut ini tidak lepas dari penilaian masyarakat Indonesia berdasarkan pengalaman historis, ilmu pengetahuan, dan kepentingan masing-masing.

Daftar Pustaka:

Faruk dan Salam, Aprinus. 2003. Hanya Inul. Yogyakarta: Pustaka Marwa

Kesumah, dkk. 1995.Pesan-Pesan Budaya Lagu-Lagu Pop Dangdut dan Pengaruhnya terhadap Perilaku Sosial Remaja Kota. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan RI

Referensi

Dokumen terkait

Komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar untuk Garis Kemiskinan adalah perumahan (8,11 persen di perkotaan dan 7,17 persen).. Listrik memberikan sumbangan

Jika kelompok tiang dalam tanah lunak, pasir tidak padat, atau timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka kelompok tiang tersebut tidak

menunjukkan korelasi antara kandungan fenolik dengan pengujian aktivitas penangkal radikal bebas DPPH, kapasitas total antioksidan dan kemampuan mereduksi dari 10

Efikasi diri secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat Berwirausaha Pada Siswa Kelas XII Di SMK Negeri 1 Surabaya. Dian Septiana,

Dapat dikatakan bahwa peraturan perundang-undangan hak cipta yang baru ini, justru merupakan langkah mundur dalam memberikan perlindungan hukum bagi pencipta, karena undang-undang

Disamping sebagai pelarut yang baik metanol juga dapat melebur zat lilin yang ada pada lipstik dengan bantuan pemanasan sehingga filtrat dari sampel dapat diperoleh, dalam hal

Jika suatu tanah sering diolah tanah tersebut memiliki berat isi yang tinggi daripada tanah yang dibiarkan saja, dan didalam pengolahan tanah yang baik akan menghasilkan tanah

Imbalan kontingen yang ditunjukkan dalam bentuk perilaku pemimpin yang memberitahukan kepada anggota orgnisasi mengenai kegiatan yang harus dilakukan jika ingin memperoleh