• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pragmatik Terhadap Novel “100 Kai Naku Koto” Karya Nakamura Kou

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pragmatik Terhadap Novel “100 Kai Naku Koto” Karya Nakamura Kou"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “100 KAI NAKU KOTO”, STUDI

PRAGMATIK DAN SEMIOTIK

2.1 Definisi Novel

Menurut Wicaksono (2014: 71) novel adalah suatu jenis karya sastra yang

berbentuk prosa fiksi dalam ukuran yang panjang dan luas yang di dalamnya

menceritakan konflik-konflik kehidupan manusia yang dapat mengubah nasib

tokohnya. Novel mengungkapkan konflik kehidupan para tokohnya secara lebih

mendalam dan halus. Selain tokoh-tokoh, serangkaian peristiwa dan latar

ditampilkan secara tersusun hingga bentuknya lebih panjang dibandingkan dengan

prosa rekaan yang lain.

Menurut Badudu dan Zain dalam Furqonul Aziez dan Abdul Hasim (2010:

2) novel adalah karangan dalam bentuk prosa tentang peristiwa yang menyangkut

kehidupan manusia seperti yang dialami orang dalam kehidupan sehari-hari,

tentang suka-duka, kasih dan benci, tentang watak dan jiwanya, dan sebagainya.

Sedangkan menurut Putu Wijaya (2001: 39) novel adalah uraian

mendalam tentang satu tema yang diungkapkan lewat cerita.Bukan semata-mata

kisah, tetapi juga perenungan. Sasarannya ialah memberi pengalaman baru kepada

pembaca , baik karena caranya bercerita, daya ungkap dan kemampuannya

membedah, maupun karena sudut pandang yang dipilihnya. Novel mengajak

(2)

batas imajinasi dan pengalaman konkret yang membaurkan antara emosi dan

pikiran.

Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa novel

adalah suatu karangan prosa fiksi yang panjang, menyangkut tentang

permasalahan kehidupan manusia yang diharapkan pengarang dapat memberikan

manfaat bagi pembaca.

Pada dasarnya, novel banyak memberikan kemanfaatan bagi pembacanya,

baik sebagai sarana hiburan maupun sebagai sarana mendidik, mendidik manusia

agar dapat lebih bermoral dan menghargai manusia, meneladani ajaran-ajaran

agama yang ada di dalamnya serta dapat menyadarkan manusia untuk meneruskan

tradisi luhur bangsa.

2.2 Resensi Novel “100 Kai Naku Koto”

Novel memiliki unsur-unsur pembentuk yang terkandung di dalamnya,

salah satunya adalah unsur intrinsik.Di dalam unsur intrinsik terdapat beberapa

unsur pembentuk seperti tema, alur, latar, penokohan dan sudut pandang.

2.2.1 Tema

Tema dapat disinonimkan dengan ide utama (central idea) dan tujuan

utama (central purpose). Tema merupakan hal penting dalam sebuah cerita.

Suatucerita yang tidak mempunyai tema dikatakan tidak ada gunanya. Meskipun

(3)

disimpulkan dan dirasakan oleh pembaca pada saat membaca cerita (Wicaksono,

2014: 95-96).

Berdasarkan penjelasan tentang definisi tema di atas, tema cerita dalam

novel 100 Kai Naku Koto adalah tentang perjuangan tokoh utama yaitu Fujii

menghadapi peristiwa menyedihkan yang terjadi berulang-ulang pada hidupnya.

Selain perjuangan, dalam novel ini juga diceritakan tentang sosok Fujii yang

memberi inspirasi melalui pengorbanan, sikap tanggung jawab, ketegaran, serta

kasih sayang yang tidak hanya kepada sesama manusia tetapi juga kepada

makhluk hidup lainnya. Walau peristiwa-peristiwa menyedihkan yang dialami

Fujii sempat membuatnya terpuruk namun akhirnya ia berusaha mengikhlaskan

semua dan bangkit kembali menjalani hidupnya.

2.2.2 Alur (Plot)

Sudjiman (1988: 29) menyatakan bahwa alur adalahrangkaian berbagai

peristiwa yang disajikan dalam urutantertentu sehingga membangun tulang

punggung cerita. Peristiwa-peristiwa yang dipilih akan

mempengaruhiperkembangan alur. Walau cerita merupakan deretan peristiwa

yang terjadi sesuai dengan urutan waktu secara kronologisdalam sebuah karya

fiksi, urutan peristiwa itu sering disiasatidan dimanipulasikan sehingga menjadi

kompleks.Peristiwayang dikisahkan tak harus urut dari awal sampai akhir,

melainkan dapat dimulai dari titik peristiwa mana saja sesuai dengan keinginan

(4)

Menurut Wicaksono (2014: 162-166) alur atau plot berdasarkan kriteria

urutan waktu dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Alur progresif

Alur progresif atau alur maju dikatakan progresif jika

peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama

diikuti oleh peristiwa-peristiwa yang kemudian. Pengungkapan cerita

lebih dari sudut peristiwa-peristiwa yang terjadi dari masa kini atau

masa lalu menuju ke masa yangakan datang. Plot progresif biasanya

menunjukkankesederhanaan cara penceritaan, tidak berbelit-belit,

danmudah diikuti.

b. Alur Regresif

Alur tak kronologis disebut sebagai alur sorot balik [flash-back]

atau regresif. Urutan kejadian yang dikisahkan dalamkarya fiksi yang

berplot regresif tidak bersifat kronologis, ceritatidak dimulai dari tahap

awal, melainkan dari tahap tengah ataubahkan tahap akhir, baru

kemudian tahap awal ceritadikisahkan .

c. Alur Campuran

Selain alur sorot balik, ada juga alur campuran.Alurcampuran

adalah alur yang diawali klimaks, kemudian melihat lagi masa lampau

dan dilanjutkan sampai pada penyelesaian.Alur yang diceritakan dari

masa lalu ke masa sekarang kembali lagi ke masa lalu, kemudian ke

(5)

yangmenggunakan alurini ada bagian yang menceritakan masa lalu

dan masa mendatang.

Berdasarkan uraian di atas, maka alur yang terdapat dalam novel 100 Kai

Naku Koto adalah alur campuran. Karena pada awal cerita dalam novel ini

menceritakan masa kini tokoh Fujii yang sedang menjalani kehidupannya sebagai

pekerja yang mendapat kabar dari ibunya bahwa anjingnya sekarat lalu kemudian

flashback atau mundur ke masa lalu saat ia bersama anjingnya pada masa setelah

lulus sekolah dan kembali lagi ke masa kini menjalani kehidupannya bersama

kekasihnya hingga berlanjut ke peristiwa berikutnya di masa mendatang.

2.2.3 Latar (Setting)

Abrams dalam Wicaksono (2014: 212) menyatakan bahwa latar atau

settingyang disebut juga sebagai landas tumpu menyaran padapengertian tempat,

hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa

yang diceritakan.Setting secara keseluruhan dan individu merupakanelemen

penting dalam menciptakan suasana karyanya.Istilah ini terkadang digunakan

untuk menunjukkan lingkungan atausuasana tertentu yang terlihat dan dapat

diamati dalam karyasastra.

Latar tempat mengacu pada “lokasi” terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam novel. Latar waktu mengarah pada masalah “kapan” terjadinya peristiwa

-peristiwa yang diceritakan dalam novel, sedangkan latar social mencakup tentang

(6)

dan bersikap juga termasuk status sosial tokoh yang bersangkutan(Nurgiyantoro

dalam Wicaksono, 2014: 216).

Pada novel 100 Kai Naku Koto, latar tempat yang terdapat dalam cerita

bervariasi sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi yaitu di parkiran

perpustakaan saat tokoh Fujii bertemu dengan anjingnya Book untuk pertama kali,

di rumah Fujii di kampung halamannya yang berada di Akasaka saat dia

mengurus dan menjenguk Book, di jalan kota dan di pinggiran sungai Ibi saat

Fujii dan Book jalan-jalan, di kamar apartemen Fujii yang ada di Tokyo saat ia

bersama kekasihnya yang bernama Yoshimi berbicara lewat telepon, di tempat

parkir saat ia memperbaiki sepeda motornya untuk dipakai menjenguk Book yang

sakit, di pom bensin saat kegiatan memperbaiki sepeda motor Fujii masih

berlanjut, di pabrik dan kantor tempat Fujii bekerja, di beranda apartemen saat

Fujii membersihkan karburator sepeda motornya bersama Yoshimi kemudian

mengajaknya menikah, di apartemen Fujii saat ia dan Yoshimi latihan menikah, di

restoran pada lantai lima sebuah gedung tua saat mengadakan pertemuan

introspeksi antara Fujii dan Yoshimi, di rumah sakit di Chiba saat Yoshimi

berjuang melawan penyakitnya dan Fujii yang berusaha untuk selalu ada di

sampingnya, di restoran dekat halte bus saat Fujii dan ayah Yoshimi berbicara

mengenai Yoshimi dan penyakit yang dideritanya, di rumah Yoshimi yang

berlantai dua saat Fujii menjenguk Yoshimi, di rumah duka dan tempat Yoshimi

dikremasi, dan yang terakhir di jalanan tanah pinggiran sungai saat Fujii

(7)

Latar waktu yang terdapat dalam novel 100 Kai Naku Koto yaitu pada

masa Jepang yang sudah modern. Hal ini bisa dilihat dari percakapan tentang kuda

Thoroughbred, penggunaan CAD, bangunan modern seperti apartemen dan rumah

berlantai dua, transportasi seperti sepeda motor 2 tak yang sudah usang, kereta,

dan mobil Porsche. Peristiwa-peristiwa dalam novel terjadi pada musim semi,

musim dingin, musim panas dan musim gugur di Jepang.

Latar sosial yang digambarkan dalam novel 100 Kai Naku Koto yaitu

kehidupan percintaan sepasang kekasih yang berakhir menyedihkan dalam era

modern masyarakat Jepang yang diisi dengan kasih sayang, perjuangan,

ketegaran, kepedulian, tanggung jawab serta kerja keras. Kemajuan dan

modernisasi Jepang tergambar dalam novel ini dengan adanya transportasi seperti

kereta dan mobil Porsche, teknologi yang digunakan Fujii saat bekerja, bangunan

seperti apartemen dan restoran, serta aktivitas masyarakat Jepang yang sibuk,

bekerja keras dan bertanggung jawab yang tercermin pada tokoh Fujii saat ia tetap

bekerja walau harus merawat Yoshimi yaitu kekasihnya yang sedang sakit.

Dalam novel ini pengarang juga menggambarkan kasih sayang yang tidak

hanya ke sesama manusia tetapi juga kepada hewan yaitu antara Fujii dan Book.

2.2.4 Tokoh dan Penokohan (Perwatakan)

Sudjiman (1988: 16) menyatakanbahwa tokoh adalahindividu rekaan yang

(8)

umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda

yang diinsankan.

Waluyo dalam Wicaksono (2014: 174) berpendapat bahwa penokohan

berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilihtokoh-tokohnya

serta memberi nama tokoh itu. Perwatakan berhubungan dengan karakterisasi atau

bagaimana watak tokoh-tokoh itu, keduanya menyangkut diri tokoh-tokoh

dalamcerita rekaan.

Kesimpulannya adalah tokoh merupakan pelaku cerita, sedangkan

penokohan adalah sifat yang ada di diri para tokoh atau penggambaran tentang

tokoh oleh pengarang yang ditampilkan dalam sebuah karya fiksi.

Dalam sebuah fiksi, tokoh cerita dapat dibedakan dalam beberapa jenis

berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan seperti tokoh utama dan tokoh

tambahan.Menurut Wicaksono (2014: 185) tokoh utama adalah tokoh yang

diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan.Ia merupakan tokoh

yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang

dikenai kejadian. Penentuan tokoh utama dalam sebuah cerita dapat dilakukan

dengan cara melihat tokoh yang paling terlibat dengan makna atau tema, yang

paling banyak berhubungan dengan tokoh lain dan yang paling hanyak

memerlukan waktu penceritaan.Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya

dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itupun dalam porsi

(9)

Penokohan pada novel 100 Kai Naku Koto adalah sebagai berikut:

1. Fujii yaitu tokoh utama dalam novel 100 Kai Naku Koto yang merupakan

seorang pemuda yang penuh kasih sayang dan kepedulian, pekerja keras,

bertanggung jawab, tegar dan gigih. Kepeduliannya terlihat tidak hanya

pada kekasihnya namun juga kepada hewan peliharaannya. Fujii adalah

sosok yang rela berkorban dan figur yang dapat dijadikan panutan karena

di saat terberatnya walau ia sempat terpuruk dan sedih, ia berusaha sekeras

mungkin untuk bangkit kembali sendirian dan berhasil.

2. Yoshimi merupakan tokoh tambahan yaitu kekasih Fujii. Yoshimi

merupakan sosok wanita yang kuat, mandiri dan pintar. Ia adalah wanita

yang pantas untuk dijadikan panutan. Ia mampu untuk tetap tenang saat ia

mengetahui tentang penyakit yang dideritanya serta menjelaskan tentang

penyakitnya. Saat menjelaskan tentang penyakitnya pada orang lain pun ia

tetap tenang dan tegar, serta saat menjalani pengobatan-pengobatan

menyakitkan ia tidak pernah mengeluh, ia tidak ingin merepotkan

orang-orang yang disayanginya. Yoshimi adalah wanita yang penuh perencanaan

dalam hidupnya, ia menjalani hidupnya secara teratur. Kepintarannya

terlihat dari caranya mengkalkulasikan suatu hal dengan rumus-rumus

yang rumit.

3. Book merupakan tokoh tambahan yang tidak berwujud manusia melainkan

hewan. Book adalah anjing peliharaan Fujii yang patuh dan mampu

(10)

Selain tokoh di atas, dalam novel 100 Kai Naku Koto, terdapat juga tokoh

tambahan lain seperti anak-anak SD yang menemukan Book bersama dengan

Fujii, Kato-san yaitu petugas pom bensin, Orangtua Fujii, Ishiyama-san yaitu

pemilik ruang percobaan, Orangtua Yoshimi dan teman-teman lama Fujii.

2.2.5 Sudut Pandang (Point of View)

Sudut pandang merujuk pada cara atau pandangan yang digunakan

pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan pelbagai

peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca

(Abrams dalam Wicaksono, 2014: 241).

Sudut pandang menurut Nurgiyantoro (2009: 256) dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu sudut pandang persona ketiga: dia dan sudut pandang persona

pertama: aku. Berikut ini adalah penjelasan tentang sudut pandang tersebut:

1. Sudut Pandang Persona Ketiga: Dia

Penceritaan dengan menggunakan sudut pandang persona ketiga adalah

penceritaan yang meletakkan posisi pengarang sebagai narator dengan

menyebutkan nama-nama tokoh atau menggunakan kata ganti ia, dia, dan mereka.

Sudut pandang persona ketiga dapat dibedakan lagi menjadi dua, yaitu “dia”

(11)

2. Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”

Sudut pandang persona pertama “aku” merupakan sudut pandang yang

menempatkan pengarang sebagai “aku” yang ikut dalam cerita. Kata ganti “dia”

pada sudut pandang ini adalah “aku” sang pengarang. Pada sudut pandang ini

kemahatahuan pengarang terbatas. Pengarang sebagai “aku” hanya dapat

mengetahui sebatas apa yang bisa dia lihat, dengar, dan rasakan berdasarkan

rangsangan peristiwa maupun tokoh lain.

Pada novel 100 Kai Naku Koto, Nakamura Kou sebagai pengarang

menggunakan sudut pandang persona pertama karena tokoh utama diceritakan

dengan “aku”.

2.3 Biografi Pengarang

Pengarang novel 100 Kai Naku Koto adalah Nakamura Kou. Nakamura

Kou merupakan penulis novel yang lahir di Prefektur Gifu, Jepang pada tahun

1969. Nakamura memulai debutnya pada tahun 2002 dengan novel yang berjudul

Rirekisho” dan berhasil memenangkan penghargaan Bunshun.Pada penghargaan

Akutagawa yaitu penghargaan yang diberikan kepada penulis pendatang baru atau

penulis yang belum dikenal dalam dunia penulisan sastra di Jepang, Nakamura

Kou berhasil masuk sebagai nominator dengan novelnya yang berjudul

Natsuyasumi”.Selain itu novelnya yang berjudul “Guruguru Mawaru Suberidai”

juga mendapatkan penghargaan pada Noma Literary Prize sebagai New Face/

(12)

Nakamura Kou juga memiliki karya lain selain novel di atas seperti,

Zettai, Saikyou no Uta”, “Boku gaSuki na Hito ga Yoku Nemuremasu youni”

dan 100 Kai Naku Koto. Novel 100 Kai Naku Koto merupakan novel yang

ber-genre drama, romantis, dan fiksi karya Nakamura Kou yang pertama kali terbit di

Jepang pada Oktober 2005 oleh penerbit Shogakukan. Lalu pada bulan juni 2013

novel ini terbit di Indonesia dalam versi terjemahan bahasa Indonesia dengan

judul Crying 100 Times yang diterbitkan oleh penerbit Haru sebagai cetakan

pertama. Novel 100 Kai Naku Koto ini juga diangkat menjadi sebuah film dengan

judul Crying 100 Times: Every Raindrop Falls yang dirilis pada 22 Juni 2013

namun dengan cerita yang berbeda dari novelnya.

2.4 Studi Pragmatik dan Studi Semiotik

Dalam penelitian ini peneliti menggunakanpendekatan pragmatik sastra

untuk menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam cerita novel 100 Kai Naku

Koto, penulis mengambil beberapa cuplikan teks yang memiliki nilai di dalam

cerita novel tersebut.Menurut Endraswara (2003: 115) pragmatik sastra adalah

cabang penelitian yang mengarah ke aspek kegunaan sastra.Penelitian ini muncul

atas dasar ketidakpuasan terhadap penelitian struktural murni yang memandang

karya sastra sebagai teks itu saja. Kajian struktural dianggap hanya mampu

menjelaskan makna karya sastra dari aspek permukaan saja. Maksudnya, kajian

(13)

makna. Karena itu, muncul penelitian pragmatik, yakni kajian sastra yang

berorientasi pada kegunaan karya sastra bagi pembaca.

Dari teks pragmatik, teks sastra dikatakan berkualitas apabila memenuhi

keinginan pembaca. Betapapun hebatnya sebuah karya sastra, jika tidak dapat

dipahami oleh pembaca boleh dikatakan teks tersebut gagal. Teks sastra tersebut

hanya tergolong black literature (sastra hitam) yang hanya bisa dibaca oleh

pengarangnya. Aspek pragmatik terpenting manakala teks sastra itu mampu

menumbuhkan kesenangan bagi pembaca. Dalam pragmatik sastra pembaca

sangat dominan dalam pemaknaan karya sastra. Untuk mengecek penerapan

penelitian pragmatik adalah manakala titik berat kritik berorientasi pada pembaca.

Dalam hal ini, ia menunjukkan adanya konsep efek komunikasi sastra yang sering

dirumuskan dengan istilah docere (memberikan ajaran), delectare (memberikan

kenikmatan), dan movere (menggerakkan pembaca).

Menurut Yudiono (2009: 42) pendekatan pragmatik memandang makna

karya sastra ditentukan oleh publik sebagai pembaca selaku penyambut karya

sastra.Dengan demikian, karya sastra dipandang sebagai karya seni yang berhasil

atau unggul apabila bermanfaat bagi masyarakat seperti manfaat sebagai media

yang menghibur, menyenangkan, atau mendidik.

Sydney dalam Siswanto (2008: 190) menyatakan bahwa konsep pragmatik

sastra mempunyai fungsi to teach(memberikan ajaran) dan delight (memberikan

(14)

menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima,

memahami, dan menghayati karya sastra .

Berkenaan dengan hal itulah Horatius dan Sumardjo dalam Sikki et al

(1998: 323) menyebut sastra itu bersifat duice et utile yang berarti menyenangkan

dan bermanfaat.Dengan demikian, lewat karya sastranya pengarang mempunyai

maksud atau tujuan tertentu bagi pembaca, pendengar, atau kepada

masyarakat.Salah satu maksud atau tujuan itu adalah agar penikmat lebih beradab

dan berbudaya, luas pandangannya, halus perasaannya dan bagus

bahasanya.Tujuan yang bermanfaat bagi pembaca inilah yang dianalisis secara

pragmatik.

Seperti pendapat para ahli di atas, Teeuw dalam Wicaksono (2014: 11)

juga mengemukakan bahwa berdasarkan pendekatan pragmatik, karya sastra

dipandang sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu, seperti nilai atau

ajaran kepada pembaca.

Pendekatan pragmatik memiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya

sastra dalam masyarakat, pengembangan, dan penyebarluasannya sehingga

manfaat karya sastra dapat dirasakan.Dengan indikator pembaca dan karya sastra,

tujuan pendekatan pragmatik memberikan manfaat bagi pembaca.

Selain pendekatan pragmatik, penulis juga menggunakan teori semiotik

untuk melihat tanda (makna) nilai-nilai dalam novel 100 Kai Naku Koto dan

manfaat novel tersebut bagi para pembaca.Semiotika adalah ilmu tanda, istilah

(15)

terdapat di mana-mana, kata adalahtanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu

lintas, bendera, dan sebagainya.Struktur karya sastra, struktur film, bangunan

ataunyanyian burung juga dapat dianggap sebagai tanda (Aliana et al, 1997: 6).

Menurut Endraswara (2003: 64) semiotik adalah model penelitian sastra

dengan memperhatikan tanda-tanda.Tanda tersebut dianggap mewakili suatu

objek secara representatif. Pradopo dalam Aliana et al (1997: 8) mengemukakan

bahwa studi sastra yang bersifat semiotik adalah usaha untuk menganalisis

karyasastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensiapa yang

memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Selanjutnya,dalam tulisan lain

Pradopo juga memberikan penjelasan bahwa karya sastra merupakan struktur

tanda-tanda yang bermakna.Karya sastra itu karya seni yang bermedium

bahasa.Bahasa sebagaibahan sastra sudah merupakan sistem tanda (semiotik)

tingkat pertamadan mempunyai konvensi sendiri yang menyebabkannya

mempunyai arti.Sebagai bahan karya sastra, bahasa disesuaikan dengan

konvensisastra, bahasa menjadi sistem tanda baru, yaitu makna sastra

(significance).Pradopo lebih lanjut menjelaskan bahwa studi sastrayang bersifat

semiotik itu adalah usaha menganalisis karya sastrasebagai suatu sistem

tanda-tanda dan menentukan konvensi apa yangmemungkinkan karya sastra mempunyai

makna. Dengan melihat variasi-variasi di dalam struktur karya sastra atau

hubungan antar unsurnya, akan dihasilkan bermacam-macam makna.

Dengan demikian, penulis akan menggunakan kajian semiotik untuk

menjelaskan makna melalui tanda-tanda dalam kutipan teks novel 100 Kai Naku

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen,

Menyiapkan bahan pengoordinasian, pelaksanaan, dan pembinaan evaluasi hasil rencana pembangunan daerah serta program pembangunan lainnya.. Renstra Bappeda Tahun 2016-2021 Page II -

1) Orang mengalami ketidakpastian dalam latar interpesonal. Sebelum kita berinteraksi, kita memiliki berbagai harapan kepada lawan bicara kita. 2) Ketidakpastian adalah

Hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi akademik dalam penelitian ini diketahui bahwa korelasi kecerdasan emosional dan prestasi akademik memiliki R square (koefisien

Data primer yang penulis tetapkan pada penelitian ini adalah 5 buah foto tampilan fashion Ines Ariani yang penulis dapatkan dari blognya yaitu aii-ness.com ,

[r]

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitiannya adalah berita-berita perkosaan yang dimuat di Detik.com dan objek penelitiannya adalah, kecenderungan konten-konten