47
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. TEMPAT DAN WAKTU
Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan dan jejaring dari tanggal 01 Februari
s/d 30 Mei 2016 atau sampai jumlah subjek penelitian tercukupi.
III.2. SUBJEK PENELITIAN III.2.1. Populasi sasaran
Semua penderita migren atau CTTH yang datang ke poliklinik
neurologi RSUP Haji Adam Malik Medan dan jejaring.
III.2.2. Populasi terjangkau
Semua penderita migren atau CTTH yang datang ke poliklinik
Departemen Ilmu Penyakit Saraf RSUP Haji Adam Malik Medan dan jejaring
yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan menurut metode sampling non random secara konsekutif dari tanggal 01 Februari s/d 30 Mei 2016 atau sampai jumlah subjek penelitian tercukupi.
Dimana :
Z = deviat baku alpha. utk = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96
) 1 (
Z = deviat baku alpha. utk= 0,10 maka nilai baku normalnya1,282
1
P= proporsi penderita migren= 0,12 (12,0 %) (Sjahrir, 2004)
2
P = perkiraan penderita migren pada penelitian, ditetapkan sebesar =
0,47(47 %)
2 1 P
P = beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar= 0,35
Maka sampel minimal untukmasing-masing kelompok perlakuan sebanyak 30
orang.
III.2.4. Kriteria inklusi
1. Pasien sadar dan kooperatif
2. Bisa berbahasa Indonesia
3. Bersedia ikut dalam penelitian.
III.2.5. Kriteria eksklusi
1. Pasien dengan gangguan psikiatri
2. Usia < 18 tahun
III.3. BATASAN OPERASIONAL
1. Migren adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam. Karakteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut,
rutin dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia. (Sjahrir
dkk, 2013)
2. Chronic Tension type headache (CTTH) ialah nyeri kepala yang berasal dari ETTH dengan serangan tiap hari atau serangan episodik nyeri kepala
yang lebih sering yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa
hari. Nyeri kepala bersifat bilateral, menekan atau mengikat dalam
kualitas dan intensitas ringan atau sedang, dan nyeri tidak bertambah
memberat dengan aktivitas fisik yang rutin. Kemungkinan terdapat mual,
fotofobia atau fonofobia ringan. Dengan kriteria diagnostik :
1. Nyeri kepala timbul ≥ 15 hari/bulan, berlangsung >3 bulan (≥180
hari/tahun).
2. Nyeri kepala berlangsung beberapa jam atau terus menerus.
3. Nyeri kepala memiliki paling tidak 2 karakteristik berikut:
- lokasi bilateral
- menekan/mengikat (tidak berdenyut)
- ringan atau sedang
- tidak memberat dengan aktivitas fisik yang rutin
4. tidak didapatkan :
- lebih dari satu : fotofobia , fonofobia atau mual yang ringan
- mual atau sedang atau berat, maupun muntah
3. Outcome adalah keadaan penderita pada akhir pengobatan atau akhir dari proses penyakit, termasuk derajat perbaikan maupun kebutuhan akan
terapi berkelanjutan, pengobatan, dukungan dan edukasi (Mosby, 2009).
Komponen outcome pada penelitian ini diukur dengan menggunakan kuesioner MIDAS dan HIT-6 serta nilai VAS yang dinilai pada hari
pertama dan hari ke 30.
4. Etnis adalah kelompok yang terdapat dalam masyarakat yang memiliki
kebudayaan yang khas yang membedakan dari etnis lainnya.Kekhasan ini
disebabkan oleh kesamaan atau kemiripan nenek moyang mereka dan
asal usulnya dan ditandai dengan tampilan fisik yang khas dan
pengalaman atau pengetahuan bersama terhadap masa lalu yang sama
(Sibarani, 2013).
5. Gender adalah perbedaan status dan peran antara laki-laki dan
perempuan yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya
yang berlaku dalam periode waktu tertentu (WHO, 2016).
6, Migraine Disability Assesment (MIDAS) adalah pertanyaan 5 pokok dengan pola menaksir disabilitas yang hubungan dengan sakit kepala.
Skor dibagi dalam 5 kelas :
1. Kelompok 1 (skor 0-5) (minimal atau disabilitas tak sering) :
menunjukkan disabilitas sedikit selama 3 bulan lalu dan memerlukan
grade 1, seperti serangan migren tak sering , akan tetapi hebat, mendapat manfaat dari pengobatan garis pertama dengan terapi
migren spesifik (seperti triptan).
2. Kelompok 2 (skor 6-10) (disabilitas ringan atau disabilitas tak sering :
menunjukkan disabilitas ringan dan memerlukan pengobatan
sedang.Penderita dapat memerlukan pemberian pengobatan akut.
3. Kelompok 3 (skor 11-20) (disabilitas sedang) dan 4 (skor ≥ 21)
(disabilitas hebat) sangat memerlukan pengobatan. (Sjahrir 2004)
7. Headache Impact Test-6 (HIT-6) meliputi 6 aspek, yaitu nyeri, fungsi sosial, fungsi peran, vitalitas, fungsi sosial, dan gangguan
psikologis.HIT-6 memiliki reliabilitas dan internal consistency yang tinggi, aksesibilitas yang sempurna serta mudah digunakan. Skor dibagi menjadi 4 kelompok :
1. Kelompok 1 ( skor < 49) : sedikit atau tidak ada dampak
2. Kelompok 2 ( skor 50-55) : sedikit dampak
3. Kelompok 3 ( skor 56-59) : dampak yang mulai berpengaruh
4. Kelompok 4 ( skor 60-78) : berdampak berat (Yang dkk, 2010).
8. Visual Analog Scale (VAS) : Skala berupa suatu garis lurus yang biasanya memiliki panjang 10 cm (100 mm), dengan penggambaran
verbal pada masing-masing ujungnya seperti angka 0 (tanpa nyeri) sanpai
angka 10 (nyeri terberat). Dimana nilai VAS 0 - <4 nyeri ringan. 4 - <7
9. Gangguan psikiatri adalah suatu penyakit dengan manifestasi psikologis
atau perilaku yang berhubungan dengan distress yang bermakna dan
perubahan funsional yang disebabkan oleh adanya gangguan biologis,
sosial, psikologis, genetik, fisika ataupun kimia (Sadock dan Sadock,
2010).
III.4. INSTRUMEN PENELITIAN
Kuesioner Migraine Disability Assessment (MIDAS) Kuesioner Headache Impact Test-6 (HIT-6)
Visual Analog Scale (VAS)
III.5. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan metode pengumpulan
data secara potong lintang dengan sumber data primer diperoleh dari RSUP
Haji Adam Malik Medan dan jejaring.
III.6. PELAKSANAAN PENELITIAN III.6.1. Pengambilan sampel
Semua penderita migren atau CTTH yang datang ke poliklinik RSUP
Haji Adam Malik Medan dan jejaring diambil secara konsekutif. Pasien
didiagnostik berdasarkan Konsensus Nasional IV Persatuan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (PERDOSSI) 2013 untuk mendiagnosis migren dan CTTH.
Setelah dianamnesa subjek yang memenuhi kriteria inklusi diperiksa
dengan menggunakan kuesioner MIDAS,HIT-6 dan VAS pada saat datang
berobat ke RSUP.H.Adam Malik dan jejaring dan dilakukan wawancara.
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada kunjungan
pertama dan kunjungan kedua pada hari ke 30 setelah kunjungan pertama.
III.7. VARIABEL YANG DIAMATI
Variabel Bebas : Gender, Etnis
Variabel Terikat : Outcome Migren, Outcome CTTH
III.8. ANALISA STATISTIK
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS (Statistical Product and Science Service). Analisis dan penyajian data dilakukan sebagai berikut : 1. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat gambaran karakteristik
demografi kelompok penderita migren.
2. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat gambaran karakteristik
demografi kelompok penderita CTTH.
3. Untuk mengetahui hubungan gender dengan outcome pada penderita migren digunakan uji Chi Square.
4. Untuk mengetahui hubungan gender dengan outcome pada penderita CTTH digunakan uji Chi Square.
5. Untuk mengetahui hubungan etnis dengan outcome pada penderita migren digunakan uji Chi Square.
III.9. JADWAL PENELITIAN
1. Penelitian dilakukan mulai tanggal 01 Februari – 30 Mei 2016
2. Jadwal Kegiatan Penelitian
Persiapan : 01 Februari 2016 s/d 23 Februari 2016
Pengumpulan data : 23 Februari 2016 s/d 15 Mei 2016
Analisa data : 15 Mei 2016 s/d 20 Mei 2016
Penyusunan laporan : 20 Mei 2016 s/d 30 Mei 2016
Penyajian laporan : Juni 2016
III.10. BIAYA PENELITIAN
1. Biaya pencetakan lembaran pengumpulan data : Rp. 300.000,-
2. Biaya penulisan laporan penelitian :Rp. 1.000.000,
3. Jumlah : Rp.1.300.000,-
III.11. PERSONALIA PENELITIAN
Peneliti Utama : Ramoti Irawati
Pembimbing I : Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir Sp.S (K)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL PENELITIAN
IV.1.1 Karakteristik Demografi Subyek Penelitian
Penelitian ini diikuti oleh sebanyak 34 pasien CTTH dan 30 pasien
dengan migren. Tabel 1. menyajikan karakteristik demografi masing-masing
kelompok subyek penelitian. Mayoritas kedua kelompok memiliki jenis
kelamin perempuan dengan jumlah masing-masing 24 orang (70,6%) pasien
CTTH dan 21 orang (70%) pasien migren. Rerata umur subyek dengan
CTTH adalah 47,97 tahun dan pada kelompok subyek dengan migren
dengan rerata umur 51,27 tahun.
Berdasarkan tingkat pendidikan terlihat pada kelompok CTTH
mayoritas berpendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA
(Sekolah Menengah Atas) dengan jumlah 12 orang (35,3%) sedangkan pada
kelompok subyek dengan migren mayoritas berpendidikan SMA sebanyak 17
orang (56,7%). Sebagian besar pekerjaan di dua kelompok adalah ibu rumah
tangga dengan jumlah masing-masing 20 orang (58,8%) pada kelompok
CTTH dan 16 orang (53,3%) pada kelompok migren.
Karakteristik menurut suku tampak suku terbanyak pada kelompok
pasien dengan migren suku terbanyak adalah batak berjumlah 15 orang
(50%). Etnis melayu merupakan etnis mayoritas di dua kelompok, berjumlah
30 orang (88,2%) pada kelompok CTTH dan 26 orang (86,7%) pada
kelompok migren. Umumnya subyek di dua kelompok telah menikah.
Sebagian besar (52,9%) subyek dengan CTTH pernah mengkonsumsi
obat profilaksis nyeri kepala, sementara itu pada kelompok subyek dengan
migren mayoritas tidak pernah mengkonsumsi obat (80%). Berdasarkan lama
mengalami nyeri kepala, pada kelompok subyek dengan CTTH telah
mengalami nyeri kepala dengan rerata selama 1,88 tahun sedangkan pada
kelompok subyek dengan migren dengan rerata 1,33 tahun
Tabel 1. Karakteristik demografi subyek penelitian
Karakteristik Demografi CTTH (n=34) Migren (n=30)
Jenis Kelamin, n (%)
Laki-laki 10 (29,4) 9 (30)
Perempuan 24 (70,6) 21 (70)
Umur, rerata (SD), tahun 47,97 (13,61) 51,27 (12,67)
Pendidikan, n (%)
SD 5 (14,7) 0
SMP 12 (35,3) 6 (20)
SMA 12 (35,3) 17 (56,7)
Sarjana 5 (14,7) 7 (23,3)
Pekerjaan, n (%)
IRT 20 (58,8) 16 (53,3)
Wiraswasta 10 (29,4) 7 (23,3)
PNS 2 (5,9) 4 (13,3)
Pensiunan 0 3 (10)
Tidak Bekerja 1 (2,9) 0
Suku, n (%)
Batak 11 (32,4) 15 (50)
Padang 4 (11,8) 3 (10)
Jawa 15 (44,1) 8 (26,7)
Betawi 1 (2,9) 0
Selain suku di Indonesia 3 (8,8) 4 (13,3)
Etnis, n (%)
Melayu 30 (88,2) 26 (86,7)
China 2 (5,9) 2 (6,7)
India 2 (5,9) 2 (6,7)
Status Pernikahan, n (%)
Menikah 26 (76,5) 24 (80)
Tidak Menikah 3 (8,8) 1 (3,3)
Janda/Duda 5 (14,7) 5 (16,7)
Riwayat konsumsi obat
profilaksis, n (%)
Ya 18 (52,9) 6 (20)
Tidak 16 (47,1) 24 (80)
Lama nyeri kepala, rerata
(SD), tahun
IV.1.2.Gambaran Rerata Skala VAS, MIDAS dan HIT 6 Hari I dan Hari Ke 30 Pada Pasien CTTH dan Migren Berdasarkan Etnis dan Gender
Hasil pengukuran outcome (rerata dan simpangan deviasi) berdasarkan skala VAS, MIDAS dan HIT 6 ditampilkan selengkapnya dalam
tabel 2. untuk pasien CTTH dan tabel 3. untuk pasien migren
Tabel 2. Statistik deskriptif rerata skala VAS, MIDAS dan HIT 6 hari I dan hari Ke 30 pada pasien CTTH berdasarkan gender dan etnis
Tabel 3. Statistik deskriptif rerata skala VAS, MIDAS dan HIT 6 hari I dan hari Ke 30 pada pasien migren berdasarkan gender dan etnis
India 6 (2,83) 5 (1,41) 14 (2,83) 12,5 (4,95) 55 (4,24) 55 (9,9)
Jenis Kelamin
Laki-laki 5,56 (0,73) 3,89 (1,83) 15 (4,47) 11,56 (4,53) 49,78 (5,33) 45,11 (5,21)
Perempuan 5,86 (1,28) 5,81 (1,17) 13,86 (3,95) 14,1 (4,1) 55,33 (5,27) 55,57 (5,8)
IV.1.3. Hubungan Gender dan Etnis dengan Outcome
Hasil analisis gender dan etnis dengan outcome setelah 30 hari pengobatan ditampilkan dalam tabel 4. untuk kelompok subyek dengan
CTTH dan tabel 5. untuk kelompok subyek dengan migren.
Tabel 4. Hubungan gender dan etnis dengan outcome pada pasien CTTH
Outcome
p RR 95%IK r Membaik Memburuk
Etnis
Melayu 11 (36,7) 19 (63,3) 0,876a - - -
Cina 1 (50) 1 (50)
India 1 (50) 1 (50)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 8 (80) 2 (20) 0,002b 3,84 1,659-8,888 0,555
Perempuan 5 (20,8) 19 (79,2)
a
Chi Square, b Fisher’s Exact
Dengan menggunakan uji chi square, menunjukkan bahwa tidak
signifikan antara jenis kelamin dengan outcome (p=0,002) dengan
menggunakan uji fisher’s exact dengan nilai RR = 3,84, yang artinya bahwa
subyek dengan jenis kelamin laki-laki akan berisiko mengalami perbaikan
outcome sebesar 3,84 kali dibandingkan subyek dengan jenis kelamin
perempuan pada kelompok subyek dengan CTTH. Nilai korelasi yang
diperoleh adalah 0,555 artinya terdapat korelasi yang sedang dan bernilai
positif antara jenis kelamin dan outcome.
Gambar 2. Persentase outcome berdasarkan etnis pada
Gambar 3. Persentase outcome berdasarkan gender pada kelompok subyek
Chi Square, b Fisher’s Exact
Dengan menggunakan uji chi square, menunjukkan bahwa tidak
ditemukan hubungan yang signifikan antara etnis dengan outcome pada kelompok subyek dengan migren. Sebaliknya, ditemukan hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan outcome (p=0,03) dengan menggunakan uji fisher’s exact dengan nilai RR = 3,5, yang artinya bahwa
subyek dengan jenis kelamin laki-laki akan berisiko mengalami perbaikan
outcome sebesar 3,5 kali dibandingkan subyek dengan jenis kelamin perempuan pada kelompok subyek dengan migren. Nilai korelasi yang
diperoleh adalah 0,463 artinya terdapat korelasi yang sedang dan bernilai
positif antara jenis kelamin dan outcome.
Gambar 4. Persentase outcome berdasarkan etnis pada
kelompok subyek dengan migren
Gambar 5. Persentase outcome berdasarkan gender pada kelompok subyek
dengan migren
IV.2. PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan metode
pengumpulan data secara potong lintang yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara gender dan etnis dengan outcome pada pasien migren dan
pada pasien CTTH.
Pada penelitian ini, semua pasien migren dan CTTH yang ditegakkan
RS jejaring yang diambil secara konsekutif yang memenuhi kriteria inklusi
dan tidak ada kriteria eksklusi dilakukan pemeriksaan VAS, HIT6 dan MIDAS
pada hari pertama dan pada hari ke 30.
IV.2.1. Karakteristik Subyek Penelitian
Subyek penelitian terdiri dari 64 orang yang terdiri dari 34 pasien
CTTH dan 30 pasien dengan migren. Dengan mayoritas kedua kelompok
memiliki jenis kelamin perempuan dengan jumlah masing-masing 24 orang
(70,6%) pasien CTTH dan 21 orang (70%) pasien migren. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Shengyuan Yu dkk terhadap penderita CTTH
ditemukan bahwa prevalensi penderita CTTH pada wanita lebih besar (1.3%)
dibandingkan dengan pria (0.5%). Begitu juga dengan penelitian Byung Kun
Kim dkk, ratio penderita migren antara perempuan dengan laki-laki sebesar
3.2 : 1 (perempuan 9.2% dan laki-laki 2.9%). Victor dkk, 2010 pada
penelitiannya mendapatkan 17.5% adalah wanita dan 8.6% laki-laki. Pada
penelitian yang dilakukan di Jakarta pada kelompok usia 16- 30 tahun,
ditemukan prevalensi migren sebesar 45,3% yang terdiri dari 53,5% wanita
dan 35,8% pria (Sjahrir,2008).
Pada penelitian ini didapatkan rerata umur subyek dengan CTTH
adalah 47,97 tahun dan pada kelompok subyek dengan migren dengan
didapatkan usia rerata pada pasien CTTH ialah 55,93 tahun. Wang dkk, 2012
mendapatkan rerata usia penderita migren adalah 40,3 tahun.
Dari data epidemiologi diketahui bahwa nyeri kepala lebih banyak
ditemukan pada wanita dibandingkan pria. Perbedaan ini jelas terlihat pada
migren, dimana prevalensi migren meningkat hingga 2 kali lipat pada wanita.
Prevalensi migren ditemukan tidak berbeda berdasarkan jenis kelamin
sebelum remaja, tetapi peningkatan prevalensi yang signifikan pada wanita
dibandingkan pria terlihat setelah menarche, sehingga terdapat hipotesa bahwa hormon seksual wanita memiliki peranan pada patofisiologi migren
(Karli dkk,2012). Hormon sex yang paling memegang peranan penting dalam
migren ialah estrogen dan progesteron dimana kedua hormon sex tersebut
mempengaruhi transmisi nyeri baik sentral maupun perifer melalui
serotonergik, noradrenergik, glutamaergik, GABA-ergik, dan sistem
neurotransmiter opioid (Karli dkk,2012).
Selain disebabkan level siklus hormonal, kepekaan terhadap nyeri
juga lebih tinggi dirasakan oleh wanita, hal ini disebabkan akibat dari efek
sirkuit fungsi otak dimana pada wanita dengan migren, sirkuit emosional pada
otak lebih banyak berperan dibandingkan dengan proses sensorik (Bolay dkk,
2015).
Dari keseluruhan 34 orang penderita CTTH didapatkan laki laki
memiliki rerata nyeri 5,4 (SD 1,08) berdasarkan VAS hari 1 dan 3,9 (SD 1,37)
pada hari ke 30. Berdasarkan MIDAS hari ke 1 didapatkan rerata 16,6 (SD
6,54) dan 12,5 (SD 5,86) pada hari ke 30. Sedangkan berdasarkan HIT 6
pada hari 1 didapatkan rerata 47,2 (SD 4,13) dan 44,4 (SD 5,06) pada hari ke
30.
Pada penderita wanita didapatkan rerata nyeri 5,17 (SD 1,13)
berdasarkan VAS hari 1 dan 5,13 (SD 1,26) pada hari ke 30. Berdasarkan
MIDAS hari ke 1 didapatkan rerata 14,46 (SD 4,95) dan 14,17 (SD 4,72)
pada hari ke 30. Sedangkan berdasarkan HIT 6 pada hari 1 didapatkan rerata
52,5 (SD 9,2) dan 52,38 (SD 10,06) pada hari ke 30.
Dari total 10 orang laki-laki penderita CTTH didapatkan 8 orang (80%)
memiliki outcome yang membaik dan 2 orang (20%) memiliki outcome yang memburuk. Sedangkan dari 5 orang penderita wanita (20,8%) memiliki
outcome membaik dan 19 orang (79,2%) memiliki outcome memburuk.
Dengan menggunakan uji chi square ditemukan hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan outcome (p=0,002) dengan
menggunakan uji fisher’s exact dengan nilai RR = 3,84, yang artinya bahwa
subyek dengan jenis kelamin laki-laki akan berisiko mengalami perbaikan
outcome sebesar 3,84 kali dibandingkan subyek dengan jenis kelamin
diperoleh adalah 0,555 artinya terdapat korelasi yang sedang dan bernilai
positif antara jenis kelamin dan outcome.
Menurut Rollnik dkk, 2003 melaporkan bahwa wanita memiliki persepsi
nyeri yang lebih besar bedasarkan nilai VAS dimana wanita memiliki nilai 6,9
(1,9) dan pria 5,2 (1,9) dengan tingkat nilai kualitas hidup yang lebih rendah
(wanita 13,4 (7,4), pria 7,8 (7,3) p=0,009). Hal ini diduga disebabkan karena
persepsi nyeri pada wanita dan pria memiliki beberapa perbedaan.
Fenomena ini dapat disebabkan oleh sex hormon, perbedaan anatomi tubuh
dan penyebab psikologis.
Wanita diketahui memiliki nilai ambang batas stimulus somatik yang
lebih rendah dibandingkan pria. Hal ini disebabkan karena perbedaan gender
pada aktivitas hormon sex menimbulkan perbedaan dalam, banyak aktivasi
agen neuroaktif, sistem opiat dan non opiat, faktor pertumbuhan saraf dan
sistem simpatis (Rollnik dkk, 2003).
Beberapa studi menunjukkan bahwa NO memiliki peranan penting
dalam patofisiologi dalam terjadinya CTTH. Efek anti nosiseptif pada inhibitor
NOS menunjukkan bahwa NOS menjadi prinsip utama dalam terapi CTTH.
Hal ini disebabkan karena efek anti noseptif tersebut berperan dalam
Nitric oxide memiliki efek vasodilator dan berperan dalam regulasi fisiologi aliran darah lokal dan tekanan darah. Nitric oxide disintesa dari L-arginine dan dikatalisasi oleh nitric oxide synthase (NOS) pada endothelium vaskular, paru-paru dan neuron. Meskipun NO dapat mengakibatkan
hiperpolarisasi sel otot polos vaskular, aktivasi endothelium juga dapat
menginduksi hiperpolarisasi dan vasodilatasi (Gupta dkk,2007).
Nitric oxide mempengaruhi serabut aferen pada lamina superfisialis dari nukleus kaudalis trigeminalis tikus, dan 17 - estradiol memodulasi ekspresi dari transmitter ini dan memblok efek nitrogliserin. Juga telah
diketahui bahwa 17 - estradiol secara langsung mempengaruhi sistem vaskular dengan menstimulasi pelepasan NO, dimana ERα meningkatkan
aktivitas NOS pada sel endothelial melalui aktivasi secara langsung protein
phosphatidylinositol 3-OH kinase pada lokasi kompartemen non-nuklear dan kemungkinan juga pada membran. Pada binatang percobaan (tikus),
estrogen ditemukan menurunkan tonus miogenik melalui NO-dependent mechanism pada arteri serebral tikus, dimana ditemukan sedikit penurunan diameter vaskular sebagai respon terhadap peningkatan tekanan intramural
pada wanita dengan ovariektomi yang tidak diberikan terapi sulih hormon
(Gupta dkk,2007).
Dari keseluruhan 30 orang penderita migren didapatkan laki laki
memiliki rerata 5,56 (SD 0,73) berdasarkan VAS hari 1 dan 3,89 (SD 1,83)
pada hari ke 30. Berdasarkan MIDAS hari ke 1 didapatkan rerata 15 (SD
4,47) dan 11,56 (SD 4,53) pada hari ke 30. Sedangkan berdasarkan HIT 6
pada hari 1 didapatkan rerata 49,78 (SD 5,33) dan 45,11 (SD 5,21) pada hari
ke 30.
Pada penderita wanita didapatkan rerata 5,86 (SD 1,28) berdasarkan
VAS hari 1 dan 5,81 (SD 1,17) pada hari ke 30. Berdasarkan MIDAS hari ke
1 didapatkan rerata 13,86 (SD 3,95) dan 14,1 (SD 4,1) pada hari ke 30.
Sedangkan berdasarkan HIT 6 pada hari 1 didapatkan rerata 55,33 (SD 5,27)
dan 55,57 (SD 5,8) pada hari ke 30.
Dari total 9 orang laki-laki penderita migren didapatkan 6 orang
(66,7%) memiliki outcome yang membaik dan 3 orang (33,3%) memiliki
outcome yang memburuk. Sedangkan dari 4 orang penderita wanita (19%) memiliki outcome membaik dan 17 orang (81%) memiliki outcome
memburuk.
Dengan menggunakan uji chi square ditemukan hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan outcome (p=0,03) dengan
menggunakan uji fisher’s exact dengan nilai RR = 3,5, yang artinya bahwa
subyek dengan jenis kelamin laki-laki akan berisiko mengalami perbaikan
perempuan pada kelompok subyek dengan migren. Nilai korelasi yang
diperoleh adalah 0,463 artinya terdapat korelasi yang sedang dan bernilai
positif antara jenis kelamin dan outcome.
Berdasarkan studi global yang didapatkan melalui koresponden
dengan menggunakan internet dilaporkan bahwa wanita memiliki disabilitas
sedang atau berat yang lebih besar dibandingkan dengan pria (30% : 17%).
Hal ini juga sejalan dengan American Migraine Study dimana wanita melaporkan angka disabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria
(30,5% : 22,9%) (MacGregor dkk, 2011).
Migren diderita 3x lebih banyak pada wanita dibandingkan dengan pria
terutama pada usia reproduktif. Tingginya angka migren pada wanita
berhubungan dengan fluktuasi kadar steroid ovarium. Hormon sex wanita
seperti estrogen dan progesteron diketahui berpengaruh dalam transmisi
sentral dan perifer nyeri melalui serotonergik, noradrenergik, glutamaergik,
GABAergik dan sistem nerotransmiter opioidergik (Bolay dkk, 2012).
Perbedaan antara efek dari migren pada wanita dan pria diduga
disebabkan karena pengaruh hormon sex pada wanita. Hipotesa ini juga
telah diteliti pada grup transeksual di Belanda dimana responden
menggunakan anti androgen untuk mensupresi karakteristik sex pria dan
estrogen untuk menginduksi karakteristik sex wanita. Pada studi tersebut
prevalensi 26% dimana hal tersebut lebih tinggi dari prevalensi pria yang
mengalami migren (7,5%) dan tidak berbeda dengan responden yang secara
genetik adalah wanita (25%). Hal tersebut menunjukan peranan perubahan
hormonal yang memegang peranan dalam patofisiologi terjadinya migren
(MacGregor dkk, 2011).
IV.2.4. Hubungan Antara Etnis Dengan Outcome Pada Penderita CTTH Berdasarkan etnis didapatkan etnis Melayu memiliki rerata nilai VAS
hari 1 sebesar 5,33 (SD 1,09) dan 4,87 (SD 1,36) pada hari ke 30.
Berdasarkan MIDAS hari ke 1 didapatkan rerata 15,37 (SD 5,55) dan 13,93
(SD 5,23) pada hari ke 30. Sedangkan berdasarkan HIT 6 pada hari 1
didapatkan rerata 51,6 (SD 8,18) dan 50,63 (SD 9,33) pada hari ke 30.
Pada etnis Cina didapatkan memiliki rerata nilai VAS hari 1 sebesar 5
dan 4 pada hari ke 30. Berdasarkan MIDAS hari ke 1 didapatkan rerata 15
(SD 7,07) dan 11 (SD 1,41) pada hari ke 30. Sedangkan berdasarkan HIT 6
pada hari 1 didapatkan rerata 43 (SD 7,07) dan 41 (SD 4,24) pada hari ke 30.
Pada etnis India didapatkan memiliki rerata nilai VAS hari 1 sebesar 4
dan 4 (SD 2,83) pada hari ke 30. Berdasarkan MIDAS hari ke 1 didapatkan
rerata 11 (SD 1,41) dan 12,5 (SD 4,95) pada hari ke 30. Sedangkan
berdasarkan HIT 6 pada hari 1 didapatkan rerata 49 (SD 12,73) dan 50 (SD
Dari total 30 orang dengan etnis Melayu didapatkan 11 orang (36,7%)
memiliki outcome yang membaik dan 19 orang (63,3%) memiliki outcome
yang memburuk. Dari 2 orang dengan etnis Cina didapatkan 1 orang (50%)
memiliki outcome membaik dan 1 orang (50%) memiliki outcome memburuk. Sedangkan dari 2 orang dengan etnis India didapatkan 1 orang (50%)
memiliki outcome membaik dan 1 orang (50%) memiliki outcome memburuk. Dengan menggunakan uji chi square, menunjukkan bahwa tidak
ditemukan hubungan yang signifikan antara etnis dengan outcome pada
kelompok subyek dengan CTTH (p=0,876).
Sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Domingues dkk, 2015
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada pasien
dengan CTTH dengan etnis (putih, coklat dan hitam) dengan nilai p yang
didapatkan 0,359.
Peranan faktor genetik pada persepsi dan respon terhadap nyeri telah
menjadi subyek penelitian pada saat in. Polymorphism pada gen yang spesifik diduga berperan dalam hal ini (Anderson dkk, 2009).
Studi epidemiologi pada frekuensi CTTH dan genetik polymorphism
kemungkinan berperan dalam meringankan faktor resiko pada gen
polymorphism 5- hydroxytryptamine tranporter (5-HTT). Kehadiran dari alel S diketahui menyebabkan penurunan aktivitas dan penyerapan serotonin. Pada
lebih sering dibandingkan dengan alel L. Pada penelitian di Turki ditemukan
juga bahwa alel S didapatkan lebih sering pada pasien dengan CTTH
dibandingkan dengan kontrol (masing-masing 56% dan 55%) namun hal ini
lebih jarang dibandingkan dengan alel S yang yang didapatkan pada
penelitian dengan populasi masyarakat Korea (86%) (Aylin dkk, 2008).
IV.2.5. Hubungan Antara Etnis Dengan Outcome Pada Penderita Migren Berdasarkan etnis didapatkan etnis Melayu memiliki rerata nilai VAS
hari 1 sebesar 5,73 (SD 1,08) dan 5,04 (SD 1,54) pada hari ke 30.
Berdasarkan MIDAS hari ke 1 didapatkan rerata 14,54 (SD 4,17) dan 13,19
(SD 4,47) pada hari ke 30. Sedangkan berdasarkan HIT 6 pada hari 1
didapatkan rerata 54 (SD 5,96) dan 52,72 (SD 7,66) pada hari ke 30.
Pada etnis Cina didapatkan memiliki rerata nilai VAS hari 1 sebesar 6
dan 8 pada hari ke 30. Berdasarkan MIDAS hari ke 1 didapatkan rerata 10
dan 16 pada hari ke 30. Sedangkan berdasarkan HIT 6 pada hari 1
didapatkan rerata 48 dan 52 pada hari ke 30.
Pada etnis India didapatkan memiliki rerata nilai VAS hari 1 sebesar 6
(SD 2,83) dan 5 (SD 1,41) pada hari ke 30. Berdasarkan MIDAS hari ke 1
didapatkan rerata 14 (SD 2,83) dan 12,5 (SD 4,95) pada hari ke 30.
Sedangkan berdasarkan HIT 6 pada hari 1 didapatkan rerata 55 (SD 4,24)
Dari total 26 orang dengan etnis Melayu didapatkan 9 orang (34,6%)
memiliki outcome yang membaik dan 17 orang (65,4%) memiliki outcome
yang memburuk. Dari 2 orang dengan etnis Cina tidak ada yang memiliki
outcome membaik dan 2 orang (100%) memiliki outcome memburuk. Sedangkan dari 2 orang dengan etnis India didapatkan 1 orang (50%)
memiliki outcome membaik dan 1 orang (50%) memiliki outcome memburuk. Dengan menggunakan uji chi square, menunjukkan bahwa tidak
ditemukan hubungan yang signifikan antara etnis dengan outcome pada
kelompok subyek dengan migren (p=0,530).
Sedikit berbeda menurut Chong dkk, 2009 didapatkan bahwa etnis
Melayu memiliki keluhan nyeri kepala lebih sering dibandingkan dengan etnis
lainnya namun didapatkan tidak ada perbedaan disabilitas dibandingkan
dengan etnis lainnya. Hal ini berbeda dengan penelitan yang dilakukan oleh
Ho dkk, 2001 dimana dilaporkan etnis non-Chinnese melaporkan tingkat keparahan nyeri dengan disabilitas yang lebih berat dibandingkan dengan
etnis Cina.
Peran faktor genetik pada persepsi dan respon seseorang terhadap
nyeri telah menjadi subjek pada banyak penelitian.Polymorphisms pada gen yang spesifik merupakan penyebab perbedaan perasaan nyeri yang
dirasakan seseorang. Penelitian laboratorium yang telah dilakukan
dengan perbedaan etnis. Faktor genetik telah ditemukan berperan dalam
proses penyerapan, metabolisme dan eliminasi obat (Anderson dkk, 2009).
Beberapa studi telah melakukan penelitian terhadap peranan sex
hormon terhadap patogenesis migren.Estrogen Receptor 1 Gene (ESR-1) 594G>A, ESR-1 325C>G, ESR 1 Pvu IIC>T, ESR-1 30T>C dan
Progesterone Receptor Gene (PGR) Progesterone Receptor Gene Polymorphism (PROGINS) merupakan polymorphisms yang telah diteliti. Pada penelitian meta analisis yang telah dilakukan, menemukan hubungan
antara polymorphisms ESR-1 594C>A dan 325 C>G dengan migren (Schurks dkk, 2010).
Estrogen Receptor 1 Gene (ESR-1) 594 G>A terletak pada exon 8 dan 325C>G terletak pada exon 4 merupakan polymorphisms yang hampir sama. Etnis dianggap merupakan sumber dari penyebab terjadinya heterogenisitas
pada hubungan antara polymorphisms pengkodean gen untuk protein pada jalur reseptor sex hormon. ESR-1 594 G>A terletak pada exon 8 dan 325C>G
terletak pada exon 4 merupakan polymorphisms yang hampir sama.Selain itu ESR-1 Pvu II C>T dan PGR PROGINS juga terdapat di dalam polymorphisms
tersebut. Pada penelitian yang telah dilakukan ditemukan perbedaan Alu
tersebut antara etnis Caucasia dan India dimana Alu tersebut meningkatkan
IV.3. KETERBATASAN PENELITIAN
1. Meskipun pada penelitian ini sudah disesuaikan untuk beberapa hal
yang dapat mempengaruhi outcome namun mungkin masih ada faktor lainnya yang tidak terhitung sebagai pembias.
2. Subyek penelitian kurang memiliki keberagaman jumlah etnis yang
cukup sehingga hasilnya belum representatif.
3. Sedikitnya subyek penelitian sehingga hasil penelitian kurang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa data yang diperoleh pada penelitian ini, maka
disimpulkan bahwa :
1. Dari 30 pasien dengan migren didapatkan jenis kelamin perempuan
sebanyak 21 orang (70%) dengan rerata umur 51,27 tahun. Mayoritas
berpendidikan SMA (56,7%) dengan pekerjaan terbanyak adalah ibu
rumah tangga sebanyak 16 orang (53,3%). Suku Batak merupakan
mayoritas pada penelitian ini sebanyak 15 orang (50%) dengan
dominan etnis Melayu (86,7%).
2. Dari 34 pasien dengan CTTH didapatkan jenis kelamin perempuan
sebanyak 24 orang (70,6%) dengan rerata umur 47,97 tahun.
Mayoritas berpendidikan SMP dan SMA sebanyak 12 orang (35,3%)
dengan pekerjaan terbanyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 20
sebanyak 15 orang (44,1%) dengan dominan etnis Melayu 30 orang
(88,2%).
3. Ditemukan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
outcome (p=0,03) dengan menggunakan uji fisher’s exact dengan nilai
RR = 3,5, yang artinya bahwa subyek dengan jenis kelamin laki-laki
akan berisiko mengalami perbaikan outcome sebesar 3,5 kali
dibandingkan subyek dengan jenis kelamin perempuan pada
kelompok subyek dengan migren. Nilai korelasi yang diperoleh adalah
0,463 artinya terdapat korelasi yang sedang dan bernilai positif antara
jenis kelamin dan outcome.
4. Ditemukan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
outcome (p=0,002) dengan menggunakan uji fisher’s exact dengan
nilai RR = 3,84, yang artinya bahwa subyek dengan jenis kelamin
laki-laki akan berisiko mengalami perbaikan outcome sebesar 3,84 kali
dibandingkan subyek dengan jenis kelamin perempuan pada
kelompok subyek dengan CTTH. Nilai korelasi yang diperoleh adalah
0,555 artinya terdapat korelasi yang sedang dan bernilai positif antara
jenis kelamin dan outcome.
5. Dengan menggunakan uji chi square, menunjukkan bahwa tidak
ditemukan hubungan yang signifikan antara etnis dengan outcome
6. Dengan menggunakan uji chi square, menunjukkan bahwa tidak
ditemukan hubungan yang signifikan antara etnis dengan outcome
pada kelompok subyek dengan CTTH.
V.2. SARAN
1. Penelitian ini hanya menggunakan sampel minimal sehingga masih
diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
besar sehingga hasil penelitian lebih representatif.
2. Perlu dipertimbangkan untuk menganalisa variabel berdasarkan faktor
resiko lainnya secara lebih terperinci untuk memperkecil bias
penelitian, sehingga hasil yang didapatkan menjadi lebih baik.
3. Pada penelitian yang lain sebaiknya dilakukan pemeriksaan genetik