METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret - Mei 2017. Setiap satu bulan sekali dilakukan satu kali pengukuran panjang bobot ikan. Sampel ikan diperoleh dari hasil penangkapan Ikan Selar Kuning di perairan Selat Malaka. Peta lokasi pengambilan sampel Ikan Selar Kuning dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis) di Perairan Selat Malaka, Kecamatan Medan Belawan, Provinsi Sumatera Utara.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gill net dengan mesh size 2 inchi yang berfungsi untuk menangkap Ikan Selar Kuning, alat pengukur ikan dengan ketelitian 1 mm untuk mengukur panjang ikan, timbangan digital untuk menimbang bobot ikan, GPS untuk menentukan titik koordinat pada stasiun
mengukur suhu air, Cool box untuk wadah sampel, DO meter untuk mengkukur kadar oksigen terlarut (DO) dan kapal berukuran 5 GT.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis) sebagai sampel penelitian sebanyak 360 ekor ikan, es untuk penanganan ikan agar ikan tetap segar setelah ditangkap dan tisu.
Deskripsi Stasiun Pengambilan Sampel Stasiun I :
Stasiun 1 berada pada titik koordinat 98º 47’ 27,5” BT - 3º 50’ 9,5”LU lokasi ini berjarak ±13 km dari tempat pelayaran kapal. Kedalaman perairan adalah 12 meter. Terdapat kegiatan penangkapan ikan di lokasi tersebut. Lokasi stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Stasiun 1 Stasiun II :
Gambar 9. Stasiun II Stasiun III
Secara geografis stasiun ini berada titik koordinat 98º 47’ 46,7” BT - 3º
56’ 20,5” LU. Stasiun ini merupakan lokasi yang paling jauh dari daratan berjarak ±3 km dari stasiun 2. Pada stasiun ini tidak banyak aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Stasiun III dapat dilihat pada Gambar 10.
Tabel 1. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan
Parameter Satuan Alat/Metode Keterangan
Fisika
Suhu 0C Termometer Insitu
Salinitas Ppt Refraktometer Insitu
Kecerahan M Secchi Disk Insitu Sampel ikan yang diambil adalah semua ukuran. Menurut Effendie (1979), teknik pengambilan contoh yang lazim digunakan dalam penelitian Biologi Perikanan adalah pengambilan contoh secara acak (random sampling) dengan metode ini diharapkan dapat mewakili populasi yang sedang diteliti. Ikan Selar Kuning yang diambil secara acak dari hasil tangkapan nelayan yang kapal 5 GT (Gross Tonage) setiap satu bulan sekali selama tiga bulan.
Kegiatan operasi penangkapan ikan Selar kuning dimulai pada pukul 06.30 WIB sampai dengan 18.00 di perairan Selat Malaka. Daerah Penangkapan Ikan (DPI), unit penangkapan dan kegiatan pengamatan diamati secara langsung. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap Ikan Selar Kuning adalah gill net.
Dalam penangkapan ini digunakan tiga gill net. Pada stasiun I, stasiun II dan stasiun III dipasang gill net kemudian ditunggu selama dua jam. Pengukuran panjang dan bobot ikan dilakukan setelah ikan didaratkan.
sampai pangkal sirip ekor ikan. Pengukuran panjang baku bertujuan untuk mengantisipasi apabila terdapat ekor ikan yang rusak. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan alat pengukur ikan dengan ketelitian 1 mm. Berat Ikan Selar Kuning yang ditimbang adalah berat basah total. Berat basah total adalah berat total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya. Dalam hal ini digunakan timbangan digital yang mempunyai skala 0.1 gram. Panjang total dan panjang baku serta alat pengukur Ikan Selar Kuning dapat dilihat pada Gambar 11, 12 dan 13.
Gambar 11. Panjang Total Ikan Selar Kuning.
Gambar 12. Panjang Baku Ikan Selar Kuning.
Analisis Data
Sebaran Frekuensi Panjang
Dalam metode sebaran frekuensi panjang data yang digunakan adalah data panjang total dan panjang baku dari Ikan Selar Kuning. Dilakukan pengukuran Ikan Selar Kuning dengan menggunakan milimeter blok yang memiliki ketelitian 1 mm. Tahap untuk menganalisis data frekuensi panjang ikan yaitu menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan, menentukan lebar selang kelas dan menentukan kelas frekuensi dan memasukkan frekuensi masing-masing kelas dengan memasukkan panjang masing-masing ikan contoh pada selang kelas yang telah ditentukan. Langkah-langkah untuk membuat banyaknya selang kelas diperlukan rumus (Walpole, 1992) :
n= 1+3,32 Log N Keterangan :
n = Jumlah kelompok ukuran N = Jumlah ikan pengamatan
Distribusi frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas yang sama kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Dari grafik tersebut dapat terlihat pergeseran distribusi kelas panjang setiap bulannya. Pergeseran distribusi frekuensi panjang menggambarkan jumlah kelompok umur (kohort) yang ada. Bila terjadi pergeseran modus distribusi frekuensi panjang berarti terdapat lebih dari satu kohort.
Ukuran Ikan Pertama Kali Ditangkap (Lc)
firstcapture yaitu panjang pada 50% pertama kali tertangkap dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Jones, 1976 dalam Sparre dan Venema, 1999):
[ ] 1– S2*L
Hubungan Panjang dan Bobot
Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dan bobot dapat mengikuti hukum kubik dimana bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Namun hubungannya sebenarnya pada ikan tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Oleh karena itu,
a = Perpotongan kurva hubungan panjang-berat dengan sumbu y b = Pendugaan pola pertumbuhan panjang-berat
Untuk mendapatkan persamaan linear atau persamaan garis lurus yaitu dengan cara mentransformasikan persamaan di atas ke dalam bentuk logaritma seperti di bawah ini :
Log W= Log a + b Log L
Untuk mendapatkan nilai konstanta a dan b maka dilakukan analisis regresi dengan menggunakan nilai Ln W sebagai y dan Ln L sebagai x maka akan didapatkan persamaan sebagai berikut :
Uji-t dilakukan untuk menguji b = 3 atau b ≠ 3 dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : b = 3, isometrik (pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan bobot)
H1 : b ≠ 3, allometrik (pertambahan panjang tidak sama dengan pertambahan
bobot)
Apabila b>3 dikatakan allometrik positif (pertambahan bobot lebih dominan daripada pertambahan panjang) dan dikatakan allometrik negatif jika b<3 (Pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan bobot) (Effendie, 2002).
Keterangan :
b1 : Nilai b (dari analisis regresi hubungan panjang bobot) b0 : 3
Sb1 : Simpangan koefisien b
Setelah didapatkan nilai thit dari perhitungan diatas lalu bandingkan dengan nilai ttab pada selang kepercayaan 95% kemudian untuk mengetahui pola
pertumbuhan ikan, kaidah keputusan yang diambil adalah : Thit> Ttab : tolak H0
Thit< Ttab : gagal tolak H0
Apabila pola pertumbuhan allometrik, maka dilanjutkan dengan hipotesis sebagai berikut :
Allometrik positif H0= b ≤ 3 (isometrik)
Allometrik negatif
H0 = b ≥ 3 (isometrik)
H1 = b < 3 (allometrik)
Keeratan hubungan panjang berat ikan ditunjukkan oleh koefisien korelasi (R) yang diperoleh dari rumus √ : dimana R adalah koefisien determinasi. Nilai mendekati 1 (R > 0,7) menggambarkan hubungan yang erat antara keduanya dan nilai menjauhi 1 (R < 0,7) menggambarkan hubungan yang tidak erat antara keduanya (Walpole, 1992).
Faktor Kondisi
Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka. Perhitungan faktor kondisi didasarkan pada panjang dan bobot. Perhitungan faktor kondisi ini untuk melihat pada panjang dan bobot beberapa ikan mencapai kondisi maksimum atau minimum. Faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus (Effendie, 1997) :
Jika nilai b ≠ 3 (allometrik) maka kondisi ditentukan dengan rumus :
FK = W Lb
Jika nilai b = 3 (isometrik) maka faktor kondisi ditentukan dengan rumus : FK = W 105
Parameter Pertumbuhan (L∞, K) dan Umur Teoritis
dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (King, 1995). Berikut ini adalah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy :
Lt = L∞ (1-e(-k(t-t0))) Keterangan :
Lt : Panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu)
L∞ : Panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik) K : Koefisien pertumbuhan (per satuan waktu)
t0 : Umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol
Penurunan plot Ford Walford didasarkan pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy dengan t0 sama dengan nol, maka persamaannya menjadi sebagai
berikut:
Lt = L∞[1-e(-k(t-t0))] (1)
Lt = L∞ - L∞ e(-kt)
L∞ - Lt = L∞ e(-kt) (2)
Setelah Lt+1 disubtitusikan pada persamaan (1) maka didapatkan
persamaan baru seperti berikut :
Lt+1– Lt = L∞ [1 – e(-k(t+1))] - L∞ [1 – e(-kt)]
= - L∞ e (-k(t+1)) + L∞ e(-kt)
= L∞ e(-kt) (1-e(-k)) (3)
Persamaan (2) disubtitusikan ke dalam persamaan (3), sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
Lt+1– Lt = (L∞ - Lt) (1 – e(-k))
= L∞ (1 – e(-k)) – Lt + Lt + Lt e(-k)
= L∞ (1 – e(-k)) + Lt e(-k) (4)
Lt dan Lt+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan panjang ikan yang
merupakan persamaan linear dimana jika Lt merupakan sumbu x dan Lt+1
merupakan sumbu y diplotkan satu sama lain, maka garis lurus yang terbentuk akan memiliki garis kemiringan (slope) (b) = e(-k) dan titik potong dengan absis sama dengan L∞[1- e-Kt].
Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1984) sebagai berikut :
Log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 (Log L∞) – 1,038 (Log K)
Keterangan :
L∞ = Panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik) K = Koefisien laju pertumbuhan (tahun)
t0 = Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol (tahun)
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Laju mortalitas total (Z) diduga dengan persamaan kurva hasil tangkapan kumulatif berdasarkan data komposisi panjang. Dimana Z adalah laju mortalitas alami; K adalah koefisien pertumbuhan. Nilai Z di dapatkan dari hasil perhitungan dengan metode Jones anda van Zalinge yang diperoleh melalui bantuan program
Mortality estimation yang terintegrasi dalam program software FISAT II (FAO-ICLARM Stok AssesmentTool). Untuk menduga mortalitas alami (M) digunakan rumus hubungan linear empiris Pauly (1980) dalam Sparre & Venema (1999)
Laju mortalitas penangkapan (F) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
F =Z-M
Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z) (Pauly dalam Sparre dan Venema, 1999) :
Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland dalam (Sparre dan Venema, 1999) adalah:
Foptimum = M dan Eoptimum = 0.5
Keterangan :
E = Laju eksploitasi
F = Koefisien kematian penangkapan M = Koefisien kematian alami
Ketentuan :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Klasifikasi Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis)
Ikan Selar Kuning merupakan ikan pelagis kecil perenang cepat dan kuat. Klasifikasi Ikan Selar Kuning menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia
Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Percomorphi Famili : Carangidae Genus : Selaroides
Spesies : Selaroides leptolepis
Gambar 14. Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis)
banyak jarijari lunak. Sirip ekor bercagak dua dengan lekukan yang dalam. Sirip perut terletak di bawah sirip dada. Ikan selar termasuk ikan laut perenang cepat dan kuat (Djuhanda 1981 dalam Wijayanti 2009).
Distribusi Sebaran Frekuensi Ikan Selar Kuning (S. leptolepis)
Gambar 15. Frekuensi Panjang Ikan Selar Kuning (a) Betina maupun (b) Jantan selang kelas 134-139 mm. Pada bulan Maret jumlah ikan yang tertangkap adalah 98 ekor yang terdiri dari 44 ekor betina dan 54 ekor jantan.
Selanjutnya dilihat pada Gambar 16 distribusi sebaran frekuensi keseluruhan terletak pada kisaran 110 – 175 mm.
Gambar 16. Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Selar Kuning (a) Betina maupun (b) Jantan di perairan Belawaan, Selat Malaka, Sumatera Utara pada bulan Maret – Mei.
Ukuran Ikan Pertama Kali Ditangkap (Lc)
Ukuran pertama kali ikan tertangkap (Lc) ialah panjang ikan yang ke 50% dari ikan tertangkap dihitung menggunakan data frekuensi dan selang kelas panjang ikan. Analisis panjang ikan pertama kali tertangkap (Lc) disajikan pada Gambar 17.
Gambar 17. Ukuran Ikan Pertama Kali Tertangkap
Gambar 17 menunjukkan 50% Ikan Selar Kuning tertangkap pada ukuran 148 mm. Beberapa faktor yang membuat perbedaan panjang ikan pertama kali tertangkap adalah suhu, jenis kelamin, dan kondisi perairan. Banyaknya ukuran ikan yang tidak layak ditangkap menggambarkan bahwa nelayan belum mengetahui bulan-bulan penangkapan yang berpengaruh terhadap keberlanjutan sumberdaya perikanan .
Hubungan Panjang Bobot Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis)
Jumlah Ikan Selar Kuning yang diamati dari bulan Maret 2017 sampai bulan Mei 2017 sebanyak 360 ekor yang terdiri dari 155 Ikan Selar Kuning betina dan 205 Ikan Selar Kuning jantan. Panjang total dari contoh ikan yang tertangkap antara 110-175 mm. Jumlah ikan yang diamati setiap bulan bervariasi tergantung hasil tangkapan (Tabel. 2).
Tabel 2. Panjang Bobot Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis).
Bulan
Betina Jantan
N Panjang Berat N Panjang Berat (ekor) (mm) (g) (ekor) (mm) (g) Maret 44 123-125 22-44 54 115-160 17-47
April 58 125-175 23-63 69 110-153 15-46 Mei 53 118-158 20-38 82 119-159 23-40 Jumlah 155 123-175 20-63 205 110-160 15-47
(a) (b) pertumbuhannya adalah alometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan bobot.
Tabel 3. Perbandingan Pola Pertumbuhan Ikan Selar Kuning
Peneliti Lokasi Spesies b Pola
Selaroides Leptolepis 2,858 Allometrik Negatif Febrianti (2013) Laut Natuna Selaroides Leptolepis 2,19 Allometrik
Negatif Sharfina (2014) Selat Sunda Selaroides Leptolepis 2,534 Allomerik
Faktor Kondisi Ikan Selar Kuning (S. leptolepis)
Hasil dari nilai faktor kondisi Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis) didapatkan untuk Ikan Selar Kuning betina dan Ikan Selar Kuning jantan. Untuk Ikan Selar Kuning betina nilai faktor kondisi terendah dan tertinggi yaitu sebesar 0,865 dan 1,368 sedangkan untuk nilai faktor kondisi Ikan Selar Kuning jantan yaitu sebesar 0,836 dan 1,818. Gambar 15 menunjukkan faktor kondisi (FK) Ikan Selar Kuning setiap waktu pengamatan.
Gambar 15. Nilai Faktor Kondisi Ikan Selar Kuning Berdasarkan Waktu Pengamatan
Nilai faktor kondisi Ikan Selar Kuning betina pada bulan Maret adalah sebesar 0,865 – 1,276 sedangkan pada Ikan Selar Kuning jantan sebesar 1,120 – 1,818. Nilai faktor kondisi Ikan Selar Kuning betina pada bulan April adalah 0,865 – 1,153 sedangkan pada Ikan Selar Kuning jantan adalah 0,861 – 1,277. Pada bulan Mei sebesar 0,877 – 1,368 sedangkan pada Ikan Selar Kuning jantan sebesar 0,836 – 1,201. Nilai faktor kondisi Ikan Selar Kuning di perairan Belawan, Selat Malaka memiliki kisaran 0,836 – 1,818 (pipih) dengan pola pertumbuhan allometrik negatif. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Effendie
(1997) bahwa nilai faktor kondisi pada ikan yang badannya agak pipih berkisar antara 2 – 4, sedangkan pada ikan yang kurang pipih antara 1 – 2.
Parameter Pertumbuhan Ikan Selar Kuning
Hasil analisis plot Ford-Walfrod didapatkan nilai parameter pertumbuhan (K dan L∞) dan t0 Ikan Selar Kuning baik jantan maupun betina yang disajikan
pada tabel 4.
Tabel 4. Parameter pertumbuhan Ikan Selar Kuning hasil analisis dengan metode ELEFAN dalam program FISAT II. Nilai-nilai parameter pertumbuhan tersebut digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan persamaan Von Bertalanffy Ikan Selar Kuning betina dan jantan yaitu Lt = 182,7[1-e(-0,98(t+0,154)] dan Lt= 165,9[1-e(-1,1(t+0,0135)]. Berdasarkan
persamaan – persamaan Von Bertalanffy tersebut, grafik pertumbuhan Ikan Selar Kuning dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar 20.
Gambar 19. Grafik Pertumbuhan (Lt) Ikan Selar Kuning
Gambar 20. Grafik Pertumbuhan (Lt) Ikan Selar Kuning Jantan
Selanjutnya didapatkan kurva pertumbuhan Ikan Selar Kuning (Gambar 21 dan Gambar 22).
Gambar 21. Kurva Pertumbuhan Ikan Selar Kuning Betina
Gambar 22. Kurva Pertumbuhan Ikan Selar Kuning Jantan
0 50 100 150 200
0 5 10 15 20
P
an
jan
g
(m
m
)
Umur (tahun)
Hasil analisis Von Bertalanfy Ikan Selar Kuning betina dan jantan selama pengamattan dapat dilihat pada Gambar 21dan Gambar 22. Pendugaan umur data terpanjang menyebutkan bahwa frekuensi terbesar yang mendominasi pada Ikan Selar Kuning betina (S. leptolepis) berkisar antara 125 – 131 mm dengan frekuensi sebesar 22 ekor pada bulan April. Sedangkan pada Ikan Selar Kuning jantan berkisar antara 128 -133 mm dengan frekuensi 27 ekor pada bulan Mei.
Laju Eksploitasi Ikan Selar Kuning
Pendugaan laju mortalitas total (Z) dianalisis dengan menggunakan metode Beverton dan Holt (Sparre dan Venema, 1998). Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) Ikan Selar Kuning dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang.
Hasil analisis laju mortalitas total (Z) pada Ikan Selar Kuning diperoleh 4,34 pertahun terdiri atas mortalitas alami (M) Ikan Selar Kuning diperoleh 1,204 pertahun, dan moortalitas akibat penangkapan (F) adalah 3,136 per tahun sehingga diperoleh laju eksploitasi (E) sebesar 0,722 per tahun.
Kualitas Air
Tabel 4. Hasil Pengukuran Kualitas Air di perairan Belawan, Selat Malaka
Parameter fisika dan kimia perairan sangat mempengaruhi kehidupan organisme di dalamnya. Berdasarkan tabel di atas parameter fisika dan kimia di perairan Selat Malaka sesuai dengan baku mutu KEPMEN LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut.
Pembahasan
Distribusi Frekuensi Panjang Ikan Selar Kuning
pengambilan sampel dan perbedaan kondisi lingkungan perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1997) spesies ikan yang sama tapi hidup di lokasi perairan yang berbeda akan mengalami pertumbuhan yang berbeda pula.
Berdasarkan hasil perhitungan frekuensi panjang kelas diperoleh data panjang untuk betina dan jantan terdiri atas 9 kelas panjang dengan interval kelas 7.. Sebaran ukuran panjang Ikan Selar Kuning betina berkisar antara 118 – 175 mm yang terdiri dari 155 ekor ikan, sedangkan Ikan Selar Kuning jantan berkisar antara 110 – 160 mm sebanyak 205 ekor. Hal ini menunjukkan jumlah frekuensi Ikan Selar Kuning didominasi oleh Ikan Selar Kuning jantan. Menurut Lagler, dkk. (1977) perbedaan ukuran antar jenis kelamin kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh Putri (2013) yang menyatakan bahwa sebaran ukuran panjang Ikan Selar Kuning jantan berkisar antara 113 – 166 mm, sedangkan Ikan Selar Kuning betina berkisar antara 86 – 175 mm.
Panjang ikan pertama kali tertangkap (Lc) merupakan hal yang penting
untuk dipelajari. Jika dihubungkan dengan panjang panjang pertama kali matang gonad maka dapat diketahui status populasinya. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan panjang pertama kali Ikan Selar Kuning tertangkap (Lc) dengan Gill
net sebesar 148 mm. Panjang pertama kali Ikan Selar Kuning matang gonad (Lm)
sebesar 151 mm. Panjang pertama kali Ikan Selar Kuning tertangkap lebih kecil daripada panjang pertama kali matang gonad (Lc<Lm). Pinheiro dan Lins Oliveira
yang lebih rendah dibandingkan ukuran pertama kali matang gonad akan mengakibatkan penurunan stok sumberdaya akibat terhambatnya proses rekrutmen.
Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Selar Kuning (S. leptolepis)
Hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 2 diketahui kisaran panjang tubuh Ikan Selar Kuning di Perairan Belawan, Selat Malaka adalah 110 – 175 mm dengan kisaran bobot tubuh 15 – 47 gram. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Putri (2013) yang menyatakan bahwa sebaran ukuran panjang Ikan Selar Kuning betina di PPN Karangantu, Banten berkisar antara 113 – 175 mm.
Dari hasil analisis hubungan panjang berat diketahui bahwa persamaan hubungan panjang berat Ikan Selar Kuning betina dari bulan Maret sampai Mei adalah W = 0,0001L2,225 dengan kisaran nilai b sebesar 1,550 – 2,636 dan Ikan Selar Kuning jantan adalah W = 0,005L1,759 dengan kisaran nilai b sebesar 1,158
– 2,660. Nilai b yang diperoleh setelah dilakukan uji t (a = 0,05) terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa Ikan Selar Kuning memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif, artinya pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan bobot (Effendie, 1997).
misalnya kondisi lingkungan, perbedaan lokasi penangkapan dan proses fisiologi ikan itu sendiri. Penjelasan ini sesuai dengan pernyataan Bagenal (1978) dalam Harmiyati (2009) faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan nilai b selain perbedaan spesies adalah faktor lingkungan, berbedanya stok ikan dalam spesies yang sama, tahap perkembangan ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, bahkan perbedaan waktu dalam hari karena perubahan isi perut. Moutopoulos dan Stergiou (2002) dalam Harmiyati (2009) menambahkan bahwa perbedaan nilai b juga dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati.
Menurut Effendie (1997), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, diantaranya adalah faktor dalam dan faktor luar yang mencakup jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah makanan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, umur, ukuran ikan serta matang gonad.
Faktor Kondisi Ikan Selar Kuning (S. leptolepis)
1,551. Faktor kondisi juga akan berbeda tergantung jenis kelamin ikan, musim atau lokasi penangkapan serta faktor kondisi juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad dan kelimpahan makanan (King 1995).
Menurut Effendi (1979) menyatakan bahwa penentuan faktor kondisi dilakukan untuk mendeteksi perubahan yang terjadi secara mendadak di suatu perairan yang mempengaruhi kondisi ikan. Apabila faktor kondisi kurang baik dapat diindikasikan bahwa populasi terlalu padat, atau sebalikya jika kondisi baik. Hal tersebut memungkinkan terjadi pengurangan populasi sehingga menyebabkan meningkatnya ketersediaan makanan. Peningkatan faktor kondisi dapat berhubungan dengan perubahan makanan ikan yang berasal dari ikan pemakan plankton menjadi ikan karnivora.
Parameter Pertumbuhan Ikan Selar (S. leptolepis)
Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy yang terbentuk untuk Ikan Selar Kuning betina adalah Lt= 182,7[1-e(-0,98(t+0,154)] dan Ikan Selar Kuning jantan
adalah Lt = 165,9[1-e(-1,1(t+0,0135)]. Panjang total maksimum ikan yang tertangkap
di perairan Belawan, Selat Malaka adalah 175 mm pada Ikan Selar Kuning betina, panjang ini lebih kecil dari panjang asimtotik (infinitif) Ikan Selar Kuning. Koefisien pertumbuhan (K) Ikan Selar Kuning betina 0,98 per tahun dan Ikan Selar Kuning jantan 1,1 per tahun.
Hasil pada Tabel 4 menunjukkan persamaan pertumbuhan von Bertalanffy yang terbentuk untuk Ikan Selar Kuning betina adalahLt= 182,7[1-e(-0,98(t+0,154)]dan
untuk Ikan Selar Kuning jantan adalah Lt = 165,9[1-e(-1,1(t+0,0135)]. Hasil ini
diperoleh selama pengambilan contoh di lapangan secara umum tidak memiliki selisih yang cukup jauh dengan L∞. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh Febrianti (2013) yang menyatakan bahwa Ikan Selar Kuning yang tertangkap di Laut Natuna memiliki panjang maksimum 310 mm dan memiliki panjang asimtot (L∞) sebesar 330 mm.
Penelitian yang pernah dilakukan, Ikan Selar Kuning di perairan Selat Malaka, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai memiliki nilai K sebesar 0,25 per tahun dan L∞ = 183 (Firza, 2015). Perbedaan nilai yang diperoleh dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berpengaruh adalah keturunn (faktor genetik), parasit dan penyakit sedangkan faktor eksternal dapat berpengaruh adalah suhu dan ketersediaan makanan (Effendie, 1997).
Kurva pertumbuhan Ikan Selar Kuning dengan memasukkan data umur (tahun) dan data panjang teoritis (mm) ikan, secara teoritis panjang total ikan adalah 182,7 mm dan pertambahan laju pertumbuhan Ikan Selar Kuning mulai berhenti pada saat berumur 15,6 bulan dan Ikan Selar Kuning jantan pada saat berumur 13,8 bulan atau kurang dari 3 tahun. Azis (1989) dalam Sari, dkk (2013) menjelaskan bahwa kurva pertumbuhan panjang ikan yang cepat terjadi pada umur muda dan semakin lambat seiiring dengan bertambahnya umur sampai mencapai panjang asimptotiknya dimana ikan tidak bertambah panjang lagi.
Laju Eksploitasi Ikan Selar Kuning (S. Leptolepis)
Nilai dugaan laju eksploitasi (E) dari penelitian ini sebesar 0,722 per tahun, nilai tersebut menunjukkan perbedaan dari nilai dugaan Z yang diperoleh Firza (2015) di perairan Selat Malaka, Kecamatan Tanjung Beringin yaitu 4,99 per tahun, Sapira (2013) di Pendaratan IkanDusimas Desa Malang Rapat yaitu 0,784. Perbedaan nilai mortalitas total menunjukkan bahwa adanya perbedaan stok Ikan Selar Kuning di perairan yang disebabkan tidak hanya aktivitas penangkapan namun juga akibat kematian alami.
Laju mortalitas alami (M) dari peelitian ini sebesar 1,204 per tahun dengan suhu perairan berkisar pada 310 C menunjukkan perbedaan dari nilai dugaan M yang diperoleh Firza (2015) 0,46 per tahun dengan suhu 310. Nilai M sangat erat hubungannya dengan kondisi lingkungan dalam hal ini adalah besarnya nilai rata –rata suhu perairan. Rasyid (2010) menyatakan bahwa ikan pelagis kecil cenderung memiliki kemampuan beradaptasi pada kisaran suhu 280 C – 300 C.
Laju mortalitas penangkapan Ikan Selar Kuning sebesar 3,136 dan laju eksploitasi sebesar 0,722. Nilai eksploitasi Ikan Selar Kuning melebihi angka optimal yaitu 0,5 yang menunjukkan status eksploitasi Ikan Selar Kuning di perairan Belawan, Selat Malaka yaitu overfishing. Hal ini sesuai deengan pernyataan Ernawati dan Mohammad (2010) yang menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah maka mortalitas penangkapan semakin besar.
Kondisi Lingkungan Perairan
bawah batas normal untuk perairan laut namun Ikan Selar Kuning masih mampu bertahan pada keadaan tersebut. Nilai DO ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Hartami (2008) di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu yaitu sebesar 7,31 – 8,03 mg/l. Adanya perbedaan ini dikarenakan perbedaan waktu dan tempat pengukuran.
Hasil pengukuran kecerahan rata-rata di perairan Selat Malaka yaitu 151 cm atau 1,51 m. Kecerahan pada perairan Selat Malaka kurang baik untuk pertumbuhan Ikan Selar Kuning. Menurut pernyataan Riyadi, dkk.(2005) bahwa kecerahan yang baik untuk biota laut adalah lebih besar dari 500 cm. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Mansauda, dkk. (2013) menyatakan kecerahan 6 - 9,5 m berada pada kisaran yang layak bagi kehidupan dan pertumbuhan famili Carangidae.
pH perairan Selat Malaka selama pengamatan yaitu 7,5. Nilai pH tersebut mampu mendukung kehidupan Ikan Selar Kuning. Pescod (1973) menjelaskan bahwa pH yang ideal untuk kehidupan nekton berkisar antara 6,5 - 8,5. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Simanjuntak (2012) yang menyatakan bahwa nilai pH di perairan Banggai yaitu 8,0 –8,3 dengan rata-rata 8,1.
Suhu permukaan rata-rata di perairan Selat Malaka adalah 31°C. Suhu tersebut masih merupakan suhu normal untuk Ikan Selar Kuning. Ilham dan Putra (2014) menyatakansuhu yang cocok untuk pertumbuhan famili Carangidae adalah 28 – 32°C. Hal ini sesuai dengan laporan yang disampaikan Patty (2013) yang menyatakan bahwa suhu perairan Kema berkisar antara 28,2 – 32,5°C.
Pengelolaan Sumberdaya Ikan Selar (S. leptolepis)
Kegiatan penangkapan terhadap sumberdaya Ikan Selar Kuning terjadi tekanan penangkapan yang tinggi atau berada pada kondisi tangkap lebih (overfishing) dengan laju eksploitasi (E) sebesar 0,722 per tahun dan melebihi nilai laju eksploitasi optimum sebesar 0,5. Penangkapan berlebih diartikan sebagai jumlah usaha penangkapan sedemikian tinggi sehingga stok ikan tidak mempunyai kesempatan (waktu) untuk berkembang, hal ini menyebabkan total hasil tangkapan yang lebih rendah (Sparre dan Venema, 1999).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebaran ukuran yang tertangkap tidak merata pada Perairan Selat Malaka. Penyebaran ukuran yang tidak merata yang disebabkan oleh mortalitas alami dan aktivitas penangkapan.Adapun pencegahan terhadap growth overfishing yaitu meliputi pembatasan upaya penangkapan, pengalihan atau perluasan daerah penangkapan, dan penutupan musim (Widodo dan Suadi, 2006). Pembatasan upaya penangkapan yaitu dengan cara mengurangi penangkapan dan jumlah unit kapal penangkapan. Langkah ini dilakukan agar daya pulih kembali sumberdaya Ikan Selar Kuing sesuai dengan tangkapan optimum yang lestari.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kessimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
Ikan Selar Kuning (S. leptolepis) di Perairan Belawan, Selat Malaka, Kecamatan Medan Belawan, Provinsi Sumatera Utara selama penelitian memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif yang berarti pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan bobot. Persamaan Von Bertalanffy yang terbentuk yaitu Lt
= 182,7[1-e(-0,98(t+0,154)] untuk Ikan Selar Kuning betina dan Lt= 165,9[1-e (-1,1(t+0,0135)
] untuk ikan selaar kuning jantan.
Nilai laju eksploitasi Ikan Selar Kuning di Perairan Belawan, Selat Malaka, Kecamatan Medan Belawan, Provinsi Sumatera Utara memiliki status overfishing
karena nilai laju eksploitasi yang melebihi nilai optimum 0,5 yaitu 0,722. Saran