• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV Retribusi bab iv retribusi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB IV Retribusi bab iv retribusi"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

173

BAB IV

SKENARIO OPTIMALISASI

POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH

4.1. Dinas Kelautan dan Perikanan

4.1.1. Potensi Penerimaan PAD Sektor Kelautan dan Perikanan

A. Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pengembangan Teknologi Kelautan dan

Perikanan (UPTD BPTKP)

Perhitungan potensi penerimaan PAD yang berasal dari UPTD BPTKP didasarkan pada beberapa asumsi menurut unit kerja. Untuk perhitungan penerimaan PAD di BAT Cangkringan, BAT Wonocatur, BAT Bejiharjo, BAT Sendangsari, BAP Samas, dan BAL Sundak digunakan dasar perhitungan potensi reproduksi per induk untuk masing-masing komoditas yang dikelola oleh masing-masing unit kerja. Jumlah potensi produksi benih didasarkan pada beberapa Standar Nasional Indonesi (SNI) terkait produksi benih seperti: (1) SNI No. 01- 6485.3 - 2000 terkait Produksi benih ikan gurame (Osphronemus goramy) kelas benih, (2) SNI : 01- 6484.2 - 2000 terkait Benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), dan (3) Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya KKP No. 1106/DPB.0/HK.150/XII/2006 tentang Standar Sarana, Fasilitas Fisik dan Operasional Balai Benih Ikan (BBI) dan Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Direktorat Jenderal Perikaan Budidaya KKP. Jumlah stok induk betina yang dimiliki oleh masing-masing unit kerja adalah sebagai berikut:

 UK BAT Cangkringan

Jumlah induk betina yang dimiliki UK BAT Cangkringan pada tahun 2013 adalah sebanyak 1.959 ekor terdiri atas induk lele sebanyak 315 ekor, gurami sebanyak 32 ekor, tawes (70 ekor), nila merah (1.218 ekor), nila hitam (272 ekor), mas (52 ekor), patin (10 ekor), grass carp (22 ekor).

(2)

174 Jumlah induk betina yang dimiliki UK BAT Wonocatur pada tahun 2013 adalah sebanyak 932 ekor yang terdiri atas induk lele (220 ekor), tawes (7 ekor), nila merah (380 ekor), nila hitam (283 ekor), dan ikan mas (42 ekor)

 UK BAT Bejiharjo

Jumlah induk betina yang dimiliki UK BAT Bejiharjo pada tahun 2013 adalah sebanyak 676 ekor yang terdiri atas induk lele (114 ekor), tawes (7o ekor), nila merah (333 ekor), nila hitam (87 ekor), dan ikan mas (72 ekor)

 UK BAT Sendangsari

Jumlah induk betina yang dimiliki UK BAT Sendangsari pada tahun 2013 adalah sebanyak 852 ekor yang terdiri atas induk lele (114 ekor), gurami (200 ekor), tawes (19 ekor), nila merah (275 ekor), nila hitam (215 ekor), dan ikan mas (28 ekor)

 UK BAP Samas

Jumlah induk udang galah betina yang dimiliki UK BAP Samas pada tahun 2013 adalah sebanyak 3.417ekor

 UK BAL Sundak

Jumlah induk bandeng betina yang dimiliki UK BAL Sundak pada tahun 2013 adalah sebanyak 42 ekor

Untuk BAP Congot, estimasi potensi didasarkan pada analisis usaha pembesaran udang vanamei di lokasi BAP. Perhitungan secara detail usaha budidaya udang dilakukan terhadap satu unit tambak, dari dikonversi untuk 5 tambak yang dikelola. Estimasi potensi penerimaan sewa pasar ikan dan jasa laboratorium di BAT Cangkringan diasumsikan sama dengan realisasi pada tahun 2013, sedangkan hasil samping uji coba didasarkan pada penerimaan rata-rata selama periode 2008-2013.

(3)

175 dengan tingkat pemanfaatan (realisasi) sebesar 57,7% dari potensi yang ada. Potensi penerimaan terbesar berasal dari UK BAP Congot yaitu sebesar Rp720.000.000, diikuti UK BAT Cangkringan sebesar Rp513.209.086, UK BAT Sendangsari sebesar Rp295.951.181, dan UK BAT Wonocatur sebesar Rp139.860.104. Diantara unit penghasil tersebut, UK BAP Samas telah dikelola secara optimal dengan tingkat realisasi yang hampir sama dengan potensinya, yaitu dengan realisasi sebesar Rp136.806.667 (90,8% potensi PAD). Untuk hasil produksi berupa benih, potensi penerimaan dalam estmasi hanya memperhitungkan nilai produksi dengan tarif sesuai PERDA yang belaku saat ini. Nilai potensi akan berubah dan lebih tinggi jika harga per satuan produksi meningkat (perubahan Perda terkait retribusi mengalami revisi/perubahan). Bahasan berikut akan secara detail membahas masing-masing unit penghasil (UPTD dan Dinas). Contoh terhitungan terlampir pada laporan ini.

Tabel 4.1.

Potensi Penerimaan PAD UPTD BPTKP

(4)

176

1. Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK BAT) Cangkringan

Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Cangkringan diperkirakan sebesar Rp513.509.086. Jika dalam beberapa tahun ke depan, UK BAT Cangkringan mampu mengelola 60% dari potensi tersebut, diperkirakan potensi penerimaan sebesar Rp308.105.452. Jika nilai potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp250.774.000, maka terdapat selisih sebesar Rp47.031.452 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan (pemanfaatan sebesar 84.7 dari potensi). Potensi penerimaan di UK BAT Cangkringan berasal dari komoditas lele dengan nilai sebesar Rp216.417.953 dimana nilai tersebut berasal dari potensi produksi benih sebanyak 15.120.000 ekor dan calon induk sebanyak 196 kg. Potensi penerimaan untuk komoditas nila merah adalah sebesar Rp87.596.806 (produksi benih: 2.932.200 ekor dan produksi calon induk: 244 kg), sedangkan potensi untuk komoditas gurami adalah sebesar Rp72.261.218 (produksi benih: 307.200 ekor dan produksi calon induk: 50 kg). Selain itu, penerimaan UK BAT Cangkringan termasuk biaya sewa pasar ikan sebesar Rp2.500.000 dan biaya pengujian di laboratorium BPTKP sebesar Rp7.800.000. Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Cangkringan ditampilkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2.

Potensi Penerimaan PAD UK BAT Cangkringan

Jenis Ikan Induk Betina

(ekor)

Telur (butir)

Benih (ekor)

Calon induk (Kg)

Konsumsi

(kg) Nilai (Rp)

Lele 315 - 15.120.000 196 - 216.417.953

Gurami 32 - 307.200 50 - 63.817.915

Tawes 70 - 419.000 40 32 72.261.218

Nila Merah 1.218 - 2.923.200 244 739 87.596.806

Nila Hitam 272 - 652.400 534 663 28.790.515

Mas 52 - 2.512.000 253 32 34.324.678

Patin 10 - 496.000 18 - -

Grasscarp 22 - 211.200 18 - -

Jumlah* 1.959 - 21.933.800 1.316 1.466 503.209.086

60% Potensi 301.925.451

Sumber: Analisis Data, 2014

(5)

177

2. Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK BAT) Wonocatur

Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Wonocatur adalah sebesar Rp83.916.062. Nilai tersebut berasal dari 60% potensi penerimaan secara keseluruhan yang berasal dari UK BAT Wonocatur yang berjumlah sebesar Rp139.860.104. Jika nilai 60% potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp31.485.500, maka terdapat selisih sebesar Rp52.430.562 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Potensi penerimaan terbesar di UK BAT Wonocatur berasal dari komoditas lele dengan nilai sebesar Rp75.032.800 dimana nilai tersebut berasal dari potensi produksi benih sebanyak 10.568.000 ekor. Potensi penerimaan terbesar kedua berasal dari komoditas ikan mas yaitu sebesar Rp26.030.108 (produksi benih: 2.000.000 ekor dan produksi calon induk: 100 kg), diikuti potensi untuk komoditas nila hitam sebesar Rp22.993.211 (produksi benih: 680.000 ekor dan produksi calon induk: 595 kg). Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Wonocatur ditampilkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3.

Potensi Penerimaan PAD UK BAT Wonocatur

Jenis Ikan Induk Betina

(ekor)

Telur (butir)

Benih (ekor)

Calon induk (Kg)

Konsumsi

(kg) Nilai (Rp)

Lele 220 - 10.568.000 - - 75.032.800

Tawes 7 - 344.000 33 - 3.951.747

Nila Merah 380 - 912.000 39 - 11.852.239

Nila Hitam 283 - 680.000 595 - 22.993.211

Mas 42 - 2.000.000 10 - 26.030.108

Jumlah 932 - 14.504.000 676 - 139.860.104

60% Potensi 83.916.062

Sumber: Analisis Data, 2014

3. Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK BAT) Bejiharjo

(6)

178 potensi dengan realisasi penerimaan. Sehingga, terdapat peluang peningkatan target penerimaan di tahun-tahun mendatang di UK BAT Bejiharjo.

Potensi penerimaan terbesar di UK BAT Bejiharjo berasal dari komoditas lele dengan nilai sebesar Rp50.700.477 dimana nilai tersebut berasal dari potensi produksi benih sebanyak 5.480.000 ekor, calon induk sebanyak 49 kg, dan ikan konsumsi sebanyak 1 kg. Potensi penerimaan terbesar kedua berasal dari komoditas ikan mas yaitu sebesar Rp30.240.805 (produksi benih: 3.440.000 ekor, produksi calon induk: 28 kg, dan ikan konsumsi: 1 kg), diikuti potensi untuk komoditas tawes sebesar Rp20.810.801 (produksi benih: 3.360.000 ekor, produksi calon induk: 8 kg, dan ikan konsumsi: 2 kg). Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Bejiharjo ditampilkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4.

Potensi Penerimaan PAD UK BAT Bejiharjo

Jenis Ikan Induk Betina

(ekor)

Telur (butir)

Benih (ekor)

Calon induk (Kg)

Konsumsi

(kg) Nilai (Rp)

Lele 114 - 5.480.000 49 1 50.700.477

Tawes 70 - 3.360.000 8 2 20.810.801

Nila Merah 333 - 800.000 29 11 14.586.179

Nila Hitam 87 - 208.000 40 - 4.570.116

Mas 72 - 3,.440.000 28 1 30.240.805

Jumlah 676 - 13.288.000 153 15 120.908.377

60% Potensi 72.545.026

Sumber: Analisis Data, 2014

4. Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK BAT) Sendangsari

Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Sendangsari adalah sebesar Rp177.570.708, jika BAT mampu mengelola 60% dari potensi penerimaan yang berjumlah sebesar Rp295.570.708. Jika nilai 60% potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp44.084.000, maka terdapat selisih sebesar Rp133.486.708 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan.

(7)

179 penerimaan terbesar kedua berasal dari komoditas gurami yaitu sebesar Rp105.536.026 (produksi benih: 708.932 ekor, produksi calon induk: 180 kg, dan ikan konsumsi: 25 kg), diikuti potensi untuk komoditas ikan mas sebesar Rp15.637.632 (produksi benih: 1.352.000 ekor, produksi calon induk: 139 kg, dan ikan konsumsi: 25 kg). Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Sendangsari ditampilkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5.

Potensi Penerimaan PAD UK BAT Sendangsari

Jenis Ikan Induk Betina

(ekor)

Telur (butir)

Benih (ekor)

Calon induk (Kg)

Konsumsi

(kg) Nilai (Rp)

Lele 114 - 5.480.000 100 27 151.241.605

Gurami 200 1.211.068 708.932 180 25 105.536.026

Tawes 19 - 928.000 1 - 5.204.354

Nila Merah 275 - 660.000 200 - 12.379.700

Nila Hitam 215 - 516.000 25 11 5.951.864

Mas 28 - 1.352.000 139 25 15.637.632

Jumlah 852 1.211.068 9.644.932 645 88 295.951.181

60% Potensi 177.570.708

Sumber: Analisis Data, 2014

5. Unit Kerja Budidaya Air Payau (UK BAP) Samas

(8)

180

Tabel 4.6.

Potensi Penerimaan PAD UK BAP Samas

Udang Galah Jumlah Nilai (Rp)

Benih (ekor) 4.100.000 114.800.000

Induk afkir (kg) 68 2.733.333

Induk Glondongan (kg) 303 18.160.000

Glondongan Konsumsi (kg) 28 1.113.333

Jumlah 136.806.667

Sumber: Analisis Data, 2014

6. Unit Kerja Budidaya Air Payau (UK BAP) Congot

Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAP Congot adalah sebesar Rp720.000.ooo. Jika nilai potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp111.080.300, maka terdapat selisih sebesar Rp 608.919.700 antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Komoditas yang dihasilkan dari UK BAP Congot dalam perhitungan ini hanya komoditas udang vanamei. Potensi penerimaan PAD tersebut diperoleh dari total nilai penjualan per siklus per petak sebesar Rp48.000.000. Dengan asumsi jumlah petak tambak yang operasional untuk udang sebanyak 5 unit, maka jumlah penerimaan per siklus sebanyak Rp240.000.000. Dalam satu tahun secara rata-rata tambak berproduksi 3 siklus produksi, dengan demikian jumlah penerimaan per tahun dipekirakan sebesar Rp720.000.ooo. Hasil perhitungan ini dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan perhitungan jika menggunakan harga yang ditentukan oleh PERDA terkait retribusi jasa usaha. Sehingga dengan basis tarif PERDA, pada tahun ini sekurang-kurangnya tambak udang congot mampu memberikan kontribusi sebesar Rp360.000.000.

(9)

181

Tabel 4.7.

Potensi Penerimaan PAD UK BAP Congot Berdasarkan kondisi Existing

No Rincian Satuan Nilai

1. Luas tambak per petak m2/petak 2.374

2. Rata-rata padat Tebar ekor/m2 84

3. Jumlah Tebar ekor 199.416

4. Panen Kg 800

5. Harga jual PERDA (Rp/kg) Rp 30.000

6. Harga jual pasar (Rp/kg) Rp 60.000

7. Total nilai penjualan Rp/siklus

a. Sesuai harga jual PERDA (5) Rp/siklus 24.000.000

b. Sesuai harga pasar (6) Rp/siklus 48.000.000

8. Jumlah siklus produksi per tahun Siklus/tahun 3

9. Potensi penerimaan per siklus per petak per tahun a. Sesuai harga jual PERDA (a = 4*5*8) Rp/siklus/petak 72.000.000 b. Sesuai harga pasar (b=4*6*8) Rp/siklus/petak 144.000.000

10. Jumlah petak tambak yang dikelola petak 5

9. Potensi penerimaan per tahun

a. Sesuai harga jual PERDA (a = 4*5*10) Rp/tahun 360.000.000

b. Sesuai harga pasar (b=4*6*10) Rp/tahun 720.000.000

Sumber: Analisis Data, 2014

7. Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) Sundak

(10)

182

Tabel 4.8.

Potensi Penerimaan PAD UK BAL Sundak

Bandeng Jumlah Nilai (Rp)

Benih (ekor) 2.400.000 56.637.937

Induk afkir (kg) 17 266.667

Induk Glondongan (kg) - -

Glondongan Konsumsi (kg) - -

Jumlah 56.904.604

Sumber: Analisis Data, 2014

B. Unit Pelaksana Teknis Daerah Pelabuhan Perikanan Pantai (UPTD PPP) Sadeng

dan LPPMHP Yogyakarta

Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UPTD PPP didasarkan pada beberapa asumsi menurut jenis penerimaan. Penerimaan untuk izin usaha perikanan (SIPI) dihitung berdasarkan jumlah kapal yang menjadikan PPP Sadeng sebagai pangkalan utamanya. Jumlah kapal yang berukuran antara 11-30 GT sebanyak 28 unit yang terdiri atas 13 kapal gillnet berukuran 11-20 GT, 2 kapal gillnet berukuran 21-30 GT, dan 13 kapal purse seine berukuran 21-30 GT. Asumsi penerimaan SIUP didasarkan pada realisasi penerimaan pada tahun 2013. Potensi penerimaan sewa tempat terbuka, tempat tertutup, air bersih, surat keterangan asal ikan, dan pengujian di LPPMHP diasumsikan sama dengan realisasi tahun 2013. Asumsi yang digunakan untuk menghitung potensi penerimaan PAD dari retribusi jasa tambat dan labuh adalah sebagai berikut  Kapal motor berukuran < 10 GT diasumsikan hanya melakukan trip harian sebanyak 20

kali trip per bulan (10 hari di pelabuhan).

 Kapal motor berukuran >10 GT diasumsikan hanya melakukan trip mingguan sebanyak 4 kali dengan labuh ke dermaga sebanyak 8 hari per bulan.

 Kapal motor pendatang yang masuk ke PPP Sadeng diasumsikan sebanyak 20 kapal per tahun dengan lama tambat 4 hari per bulan.

(11)

183

Tabel 4.9.

Potensi Penerimaan PAD UPTD PPP dan LPPMHP Yogyakarta

No. Jenis Penerimaan Realisasi PAD (Rp)*

Potensi PAD (Rp)

1. SIUP dan SIPI Kapal 1.900.000 4.000.000

2. Tambat Labuh 3.329.000 13.390.500

3. Sewa tempat terbuka/tertutup 3.500.000 3.500.000 4. Sewa kamar nelayan andun 2.500.000 2.500.000

5. Air bersih 2.500.000 2.500.000

6. PAS Masuk 1.500.000 1.500.000

7. SKA Ikan 2.500.000 2.500.000

8. Pengujian di LPPMHP 5.973.000 5.973.000

Jumlah 23.702.000 35.863.500

Keterangan: * Realisasi penerimaan PAD tahun 2013 Sumber: Analisis Data, 2014

C. Potensi Penerimaan PAD Dinas Kelautan dan Perikanan

(12)

184

Tabel 4.10.

Potensi Penerimaan PAD Dinas Kelautan dan Perikanan

No. UPT / Satker PAD (Rp) Sumbangan

(%)

Potensi/tahun (Rp)

Persen dari Potensi

(%)

Realisasi Potensi

(%)

(a) (b) (c) (d) (e = %d) (f=b/d)%)

A. Perikanan Budidaya 709.896.300 96,8 2.050.955.819 98,3 34,6

1. UK BAT Cangkringan 261.074.000 35,6 513.509.086 24,6 50,8 2. UK BAT Wonocatur 31.485.500 4,3 139.860.104 6,7 22,5 3. UK BAT Bejiharjo 41.609.500 5,7 120.908.377 5,8 34,4 4. UK BAT Sendangsari 44.084.000 6,0 295.951.181 14,2 14,9 5. UK BAP Samas 124.210.000 16,9 136.806.667 6,6 90,8 6. UK BAP Congot 111.080.300 15,1 720.000.000 34,5 15,4 7. UK BAL Sundak 30.075.000 4,1 56.904.604 2,7 52,9 8. Hasil Samping Uji Coba 66.278.000 9,0 67.015.800 3,2 98,9

B. Laboratorium 5.973.000 0,8 5.973.000 0,3 100,0

1. Pengujian di LPPMHP 5.973.000 0,8 5.973.000 0,3 100,0

C. Perikanan Tangkap 15.829.000 2,2 25.890.500 1,2 61,1

1. Tambat Labuh 3.329.000 0,5 13.390.500 0,6 24,9 2. Sewa tempat

terbuka/tertutup

3.500.000 0,5 3.500.000 0,2 100,0 3. Sewa kamar nelayan

andun

2.500.000 0,3 2.500.000 0,1 100,0

4. Air bersih 2.500.000 0,3 2.500.000 0,1 100,0

5. PAS Masuk 1.500.000 0,2 1.500.000 0,1 100,0

6. SKA Ikan 2.500.000 0,3 2.500.000 0,1 100,0

D. Diskanlut 1.900.000 0,3 4.000.000 0,2 47,5

1. SIUP dan SIPI Kapal 1.900.000 0,3 4.000.000 0,2 47,5

TOTAL (A+B+C) 733.598.300 100,0 2.086.819.319 100,0 35,2

Sumber: Analisis Data, 2014

4.1.2. Kendala dan Strategi Optimalisasi PAD Sektor Kelautan dan Perikanan

(13)

185 Gambar 4.1. Proporsi Penerimaan PAD masing-masing Kegiatan di Dinas Kelautan dan

Perikanan DIY (dalam %)

Sumber: Analisis Data, 2014

Masing-masing kegiatan perikanan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai penghasil penerimaan PAD. Tabel 4.11 menyajikan data distribusi potensi dan unit-unit penghasil PAD yang potensial dikembangkan dan tantangan dalam pengelolaannya.

697,778,300 97% 15,829,000

2%

5,973,000 1%

1,900,000 0%

(14)

186

Tabel 4.11.

Sumber-Sumber Potensial Penerimaan PAD Perikanan, Permasalahan dan Prasyarat Peningkatan PAD

UPT / Satker PAD (Rp) Sumbangan

(%) Potensi (Rp)

Persen dari Potensi

(%)

Realisasi Potensi

(%)

Potensi dan kendala pengembangan

(a) (b) © (d) (e = %d) (f=b/d)%)

A. Perikanan

Budidaya (UPTD BPTKP)

(15)

187

Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) dengan Luas lahan 7,5 Ha, dimanfaatkan untuk kolam 4,5 Ha, sehingga lahan masih dapat dioptimalkan untuk produksi benih dan calon induk. BBIS memiliki jumlah karyawan yang terbatas yaitu 12 orang yang terdiri atas 10 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 2 orang tenaga honorer (PTT) pada tahun 2013. Jumlah tersebut dengan kualifikasi yang beragam sehingga sering menjadi kendala pengembangan. Kendala keterbatasan anggaran untuk pengelolaan kegiatan produksi juga sering muncul.

UK BAT

BBI memiliki lahan seluas 1,155 hektar, yang terdiri atas lahan untuk perkolaman 0,575 ha, lahan hatchery, gudang pupuk dan kapur serta bangunan kantor 0,192 ha dan untuk lain-lain 0,388 ha. Optimalisasi pemanfaatan lahan masih dapat dilakukan untuk meningkatkan peluang pemanfaatan potensi yang baru dimanfaatkan kurang dari 25%. Komoditas yang diusahakan juga terlalu beraram. UK BAT

(16)

188

UPT / Satker PAD (Rp) Sumbangan

(%) Potensi (Rp)

Persen dari Potensi

(%)

Realisasi Potensi

(%)

Potensi dan kendala pengembangan

beragam dan tidak terfokus. Keterbatasan SDM pengelola memerlukan strategi

penyediaan SDM untuk mendukung produksi.

UK BAT Sendangsari

44.084.000 6,0 295.951.181 14,2

14,9

UK BAT Sendangsari memiliki areal seluas 2,5 Ha yang meliputi bangunan kolam seluas 1,7 Ha dan sisanya seluas 0,8 Ha digunakan untuk bangunan kantor, gudang, dan

pekarangan. Masih terdapat lahan yang belum dimanfaatkan. Sebagian besar kolam berupa kolam tanah dan bocor. Sarana pengelolaan air (bak pengendapan) tidak berfungsi karena rusat. Supply air terbatas mengikuti pola tanam pada pertanian. Tenaga kerja pengelola berjumlah 6 orang.

UK BAP Samas 124.210,000 16,9 136.806.667 6,6

90,8

(17)

189

UPT / Satker PAD (Rp) Sumbangan

(%) Potensi (Rp)

Persen dari Potensi

(%)

Realisasi Potensi

(%)

Potensi dan kendala pengembangan

UK BAP Congot 111.080.300 15,1 720.000.000 34,5

15,4

UK BAP Congot mempunyai lahan seluas 5,5 Ha dengan kolam seluas 1 Ha, yang dikelola 4 orang karyawan. Unit ini dapat menjadi sumber penghasilan utama PAD sektor perikanan. Produktivitas usaha saat ini masih rendah, dibandingkan potensinya. Untuk udang produktivitas hanya 3 ton/ha, sedangkan petambak di sekitar lokasi telah mencapai lebih dari 8 ton/ha (bahkan

beberapa petambak dapat mencapai lebih dari 15 ton/ha). Permasalahan teknis yang

dihadapi adalah sumber air payau yang terbatas. Tarif yang berlaku juga sangat rendah, sehingga tidak sesuai dengan harga jual komoditas yang dihasilkan (Tarif PERDA = Rp30.000/kg udang vanamei, padahal harga pasar secara rata-rata dapat melampaui Rp60.000/kg). Biaya produksi per kg udang juga masih tergolong tinggi,

(18)

190

UPT / Satker PAD (Rp) Sumbangan

(%) Potensi (Rp)

Persen dari Potensi

(%)

Realisasi Potensi

(%)

Potensi dan kendala pengembangan

dimasyarakat hanya kurang dari Rp30.000/kg). Berdasarkan data

produksi/panen yang dilaporkan, jika dihitung sintasan (survival rate) udang sampai panen hanya kurang dari 30%, dan tergolong sangat rendah. Kendala SDM (jumlah dan kualitas) serta kendala teknis pengelolaan (salinitas dan oksigen terlarut rendah) masih dihadapi.

UK BAL Sundak

30.075.000 4,1 56.904.604 2,7

52,9

UK BAL Sundak berada di pantai Sundak, Kabupaten Gunungkidul, dengan lahan seluas 23.009 m2. Unit ini secara operasional

dikelola oleh 5 orang terdiri dari satu orang pimpinan dan 4 orang petugas. UK BAL Sundak merupakan satu-satunya unit balai budidaya laut di DIY, tetapi kurang

berkembang karena kegiatan budidaya laut dan payau belum cukup berkembang di DIY. Tahun-tahun terakhir budidaya payau

berkembang pesat di pesisir DIY, terutama budidaya udang sehingga membuka peluang bagi UK ini untuk berkembang pesat

(19)

191

UPT / Satker PAD (Rp) Sumbangan

(%) Potensi (Rp)

Persen dari Potensi

(%)

Realisasi Potensi

(%)

Potensi dan kendala pengembangan

Hasil Samping Uji Coba

66.278.000 9,0 67.015.800 3,2

98,9

B. Perikanan

Tangkap (UPTD PPP Sadeng)

15.829.000 2,2 25.890.500

1,2

61,1

Dengan fasilitas sarana dan prasarana yang cukup memadai (TPI berlistrik dengan

sumber PLN, air bersih tersedia cukup, sarana pokok dan sarana penunjang pelabuhan tersedia), PPP berpotensi menghasilkan PAD. PAD berasal dari pemanfaatan aset, jasa-jasa pelabuhan, dan kegiatan produksi seperti produksi es. UPTD PPP belum mampu memberikan kontribusi besar karena usaha perikanan tangkap baru pada tahap awal untuk perikanan lepas pantai. Kesadaran masyarakat pengguna PPP untuk membayar retribusi menjadi kendala optimalisasi penerimaan PAD. Investasi pada perikanan yang masih terbatas juga menjadi kendala. Tambat Labuh 3.329.000 0,5 13.390.500

0,6

24,9

Sewa tempat

terbuka/tertutup

3.500.000 0,5 3.500.000 0,2

100,0

(20)

192

Mitra bisnis terbatas dan kesadaran

masyarakat masih kurang untuk melakukan analisis pangan ikani. Investasi pada industry pengolahan ikan masih terbatas.

(21)

193 Perikanan budidaya masih akan menjadi sumber penerimaan utama PAD sektor kelautan dan perikanan DIY. Secara umum, UPTD BPTKP masih dapat meningkatkan pemanfaatan potensi aset untuk kegiatan produksi perikanan (yang secara potensial juga dapat menjadi sumber PAD). Potensi penerimana sektor ini cukup besar untuk terus dikembangkan baik melalui kegiatan produksi benih, calon induk, maupun ikan konsumsi. Kapasitas produksi benih dan induk saat ini masih belum secara optimal dilakukan dan secara rata-rata baru memanfaatakan setengah dari potensi yang ada. Produktivitas per induk dan produktivitas lahan juga masih dapat ditingkatkan karena pemanfaatannya masih belum optimal. Kualitas hasil produksi (benih dan induk) juga saat ini masih belum optimal. Beberapa kendala yang dihadapi secara umum antara lain: keterbatasan jumlah dan kualitas SDM, sarana produksi yang terbatas, dan adanya kebijakan makro yang secara potensial menghambat produksi ikan secara baik seperti sistem pelelangan untuk saprokan tertentu (induk dan pakan) yang menyebabkan perolehan induk/calon induk atau pakan yang kurang sesuai standar yang dibutuhkan. Tantangan lain adalah seluruh UK BAT saat ini mengelola komoditas yang beragam dan hampir sama jenisnya, sehingga kurang fokus (terspesialisasi). Disisi lain, sumberdaya manusia untuk mengelola ikan yang cukup beragam tersebut terbatas. Selain itu, sistem insentif yang minim dan kurang apreasi yang lebih baik atas capaian lebih dapat menurunkan etos kerja unit penghasil. Tarif yang diberlakukan pada PERDA saat ini juga jauh lebih rendah dari harga pasar, sehingga mengurangi potensi penerimaan PAD bidang perikanan dan kelautan.

(22)

194 Potensi penghasil PAD yang secara signifikan dapat menjadi penyumbang terbesar kegiatan perikanan di DIY dapat diperoleh dari pengelolaan kegiatan produksi di UK BAP Congot. UK BAP Congot memiliki lahan seluas 5,5 Ha dan baru dimanfaatkan 1 Ha. Produktivitas usaha (tambak udang vanamei) saat ini masih rendah, yaitu hanya 3 ton/ha per tahun, sedangkan petambak di sekitar lokasi telah mencapai lebih dari 8 ton/ha (bahkan beberapa petambak dapat mencapai lebih dari 10 ton/ha). Permasalahan teknis yang dihadapi adalah sumber air payau yang terbatas, sehingga salinitas yang dibutuhkan udang kurang sesuai. Tarif yang berlaku untuk UK BAP ini juga sangat rendah, sehingga tidak sesuai dengan harga jual komoditas udang yang dihasilkan (Tarif PERDA = Rp30.000/kg udang vanamei, padahal harga pasar secara rata-rata dapat melampaui Rp60.000/kg). Biaya produksi per kg udang juga masih tergolong tinggi, dibandingkan rata-rata di tingkat masyarakat (lebih dari Rp50.000/kg di UK BAP dan dimasyarakat hanya kurang dari Rp30.000/kg). Untuk mengelola UK BAP ini juga hanya terdapat 4 orang karyawan.

Berbeda dengan beberapa UK lainnya, UK BAP Samas telah dikelola pada tingkat sesuai potensinya. UK BAP ini merupakan satu-satunya balai benih penghasil udang galah di DIY, bahkan secara nasional menjadi salah satu sentra (rujukan) terkait dengan produksi benur udang galah. Serangan virus yang terjadi dalam tahun-tahun terakhir (terutama tahun 2012) telah mulai dapat dikelola, sehingga ke depan dapat memberikan sumbangan PAD yang sesuai target (atau potensi optimumnya).

Untuk kegiatan perikanan tangkap, potensi penerimaan masih terbuka terutama terkait pengurusan perizinan, pemanfaatan fasilitas dan jasa dalam pelabuhan serta kegiatan produksi seperti pabrik es. Dengan fasilitas sarana dan prasarana yang cukup memadai (TPI berlistrik dengan sumber PLN, air bersih tersedia cukup, sarana pokok dan sarana penunjang pelabuhan tersedia), PPP berpotensi menghasilkan PAD. PPP Sadeng belum mampu memberikan kontribusi besar karena usaha perikanan tangkap baru pada tahap awal untuk perikanan lepas pantai, yang merupakan kegiatan yang dapat ditarik retribusi ooleh provinsi (terutama kapal di atas 10GT). Kesadaran masyarakat pengguna PPP untuk membayar retribusi juga menjadi kendala optimalisasi penerimaan PAD.

(23)

195 pengolahan ikan yang melakukan uji laboratorium atas produknya, baik untuk kepentingan ekspor maupun perdagangan yang membutuhkan sertifikat berkembang. Jika UPI tidak berkembang, maka PAD LPPMHP akan tetap kecil.

Secara ringkas sumber permasalahan dalam merealisasi potensi PAD melingkupi aspek teknis, sarana prasarana, SDM, dan kebijakan. Tabel 4.2 menyajikan informasi terkait prasyarat (kondisi) untuk optimalisasi penerimaan PAD sektor peirkanan dan kelautan. Beberapa aspek pada uraiaan tersebut secara ringkas meliputi aspek berikut:

• Perbaikan kebijakan tarif retribusi

• Optimalisasi penggunaan lahan dan sarana prasarana seperti lahan yang belum digunakan untuk produksi

• Perbaikan dan peningkatan sarana prasarana perikanan (kolam ikan, pelabuhan, laboratorium)

• Registrasi kapal ikan

• Pengembangan produksi es

• Penyediaan broodstok • Peningkatan kualitas induk

• Fasilitasi pemasaran produk

• Peningkatan ketersedian dan kualitas SDM (pemulia ikan dibutuhkan)

• Peningkatan iklim dan daya tarik investasi

• Peninjauan kebali kebijakan (ex. pelelangan saprokan, seperti pakan ikan dan calon induk ikan)

(24)

196

Tabel 4.12.

Matrik Potensi Penerimaan dan Prasyarat Optimalisasi Potensi Penerimaan PAD Sektor Kelautan dan Perikanan

No. UPT / Satker Sumber-sumber Penerimaan potensial Prasyarat untuk Realisasi Potensi

A. Perikanan

Budidaya (BPTKP)

Perbaikan dan peyediaan sarana prasarana produksi ikan yang berkualkitas;

Pengembangan hatchery; penambahan/peningkatan kualitas SDM; Peningkatan produktivitas induk dan lahan. Sistem pengadaan sarana

produksi ikan yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan perbenihan yang berkualitas. Perbaikan tarif dengan merevisi tarif yang berlaku saat ini. Kebijakan BBI dengan fokus pada komoditas tertentu perlu dikembangkan untuk memperkuat spesialisasi dan mengoptimalkan SDM yang terbatas. Penggunaan tenaga harian lepas membantu BBI mengelola permasalahan ketersediaan SDM. Sistem insentif untuk unit penghasil perlu diperbaiki untuk meningkatkan semangat dan apreasiasi atas capaian kerja. Peningkatan anggaran UPTD untuk mengoptimalkan peran sebagai penghasil benih, calon induk dan induk yang berkualitas.

1. UK BAT

Cangkringan

Sumber penerimaan meliputi: penjualan telur ikan; Penjualan Benih; Penjualan Calon Induk; dan Penjualan Ikan Konsumsi

Jenis ikan penghasil: Ikan mas, Nila hitam, Nila merah, Tawes, Gurami, Lele, Grasscarp, Udang galah, dan Lobster

Peningkatan kualitas dan jumlah SDM, terutama pemulia ikan. Perbaikan tarif, termasuk biaya sewa pasar ikan cangkringan (sekarang hanya Rp2.500.000). Jasa laboratorium untuk pengujian kualitas air dan penyakit juga dapat diotimalkan (nilai saat ini hanya Rp7.800.000). BBIS sesuai fungsinya menghasilkan calon induk unggul perlu memperkuat dan

memperjelas kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian/perguruan tinggi. Pembiayaan untuk sarana prasarana ikan perlu ditingkatkan untuk

mengoptimalkan pemanfaatan potensi.

2. UK BAT

Wonocatur

Sumber penerimaan meliputi: Penjualan Benih, Penjualan Calon Induk, Penjualan Ikan Konsumsi.

Jenis ikan penghasil meliputi: Ikan mas, Nila hitam, Nila merah, Tawes, Lele

SDM pengelola berjumlah 5 orang masih dapat dioptimalkan dengan memadukan memanfaatkan tenaga harian lepas. Prioritas jenis ikan yang dikelola perlu ditentukan, sehingga BBI memiliki spesialisasi pada jenis/komoditas tertentu. Pembiayaan untuk sarana prasarana ikan perlu ditingkatkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi.

3. UK BAT Bejiharjo Sumber penerimaan utama berasal dari penjualan Benih, Penjualan Calon Induk, dan Penjualan Ikan Konsumsi

(25)

197

No. UPT / Satker Sumber-sumber Penerimaan potensial Prasyarat untuk Realisasi Potensi

Jenis ikan penghasil: Ikan mas, Nila hitam Nila merah, Tawes, dan Lele

pada komoditas lele. Pembiayaan untuk sarana prasarana ikan perlu ditingkatkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi.

4. UK BAT

Sendangsari

Sumber penerimaan utama berasal dari: Penjualan Telur Ikan, Penjualan Benih, Penjualan Calon Induk dan Penjualan Ikan Konsumsi

Jenis ikan penghasil PAD antara lain: Ikan mas, Nila hitam, Nila merah, Tawes, dan Lele

Dengan keterbatasan air dan faktor-faktor lainnya, prioritas komoditas ikan yang dikembangkan adalah gurami. Perbaikan sarana prasarana produksi dibutuhkan. Kolam-kolam yang bocor/rusak perlu diperbaiki. Pengembangan kolam permanen akan memudahkan pengelolaan komoditas dan

mengefisienkan penggunaan tenaga kerja. Untuk itu diperlukan dukungan pembiayaan yang memadai dan SDM yang cukup secara jumlah.

5. UK BAP Samas Sumber penerimaan utama BAP Samas antara lain Penjualan larva, Penjualan benur, Penjualan tokolan, Penjualan udang

konsumsi.

Jenis ikan penghasil utama yaitu Udang galah

UK BAP Samas selama ini telah secara optimal dikelola dan hanya

dibutuhkan mempertahankan kualitas produksi. Sistem insentif bagi pengelola perlu ditingkatkan untuk meningkatkan etos kerja dan produktivitas.

6. UK BAP Congot Sumber penerimaan meliputi: Penjualan Undang windu, Penjualan udang vanamei, Penjualan bandeng dan Penjualan udang galah

Peningkatan produktivitas tambak perlu dilakukan dengan pengelolaan tambak yang lebih baik, sehingga produksi tambak lebih baik (minimal dua kali) kondisi saat ini. Kerjasama dengan pengelola profesional perlu

dikembangkan. Tarif retribusi perlu segera diperbaiki, agar tidak kehilangan potensi penerimaan yang cukup besar. SDM pengelola yang memadai secara jumlah dibutuhkan, salah satunya dengan pengadaan tenaga lepas harian. Sistem insentif yang lebih baik perlu dikembangkan, sehingga jika unit pengelola mampu mencapai target yang lebih tinggi dari yang ditargetkan, mendapatkan insentif/penghargaan yang lebih baik (penghargaan berbasis capaian).

7. UK BAL Sundak Sumber penerimaan meliputi: Penjualan bibit, Penjualan benur, Penjualan tokolan,

Penjualan ikan konsumsi,

Jenis ikan penghasil, yaitu bandeng dan udang

(26)

198

No. UPT / Satker Sumber-sumber Penerimaan potensial Prasyarat untuk Realisasi Potensi

8. Hasil samping UK Hasil sampling meliupti: Hasil Samping Penjualan Riset UK BAT Wonocatur, Hasil Samping Penjualan Riset UK BAT Bejiharjo, Hasil Samping Penjualan Riset UK BAL Sundak, Hasil Samping Penjualan Riset UK BAT Sendangsari Hasil Samping Penjualan Riset UK BAT Cangkringan.

B. Laboratorium

(LPPMHP)

Pengujian di LPPMHP Peningkatan kualitas layanan dan mendorong investasi baru pada industri pengolahan perikanan. Peningkatan kesadaran pemeriksaan kualitas bahan produk pangan ikani yang dihasilkan usaha-usaha pengolahan ikan.

C. Perikanan

Tangkap (PPP Sadeng)

Tambat Labuh

Sewa tempat terbuka/tertutup Sewa kamar nelayan andun Air bersih

PAS Masuk SKA Ikan Pabrik es

Selain optimalisasi sumber-sumber penerimaan yang sekarang telah menghasilkan melalui peningkatan kesadaran masyarakat, PPP juga dapat mengembangkan kegiatan produktif seperti pembangunan pabrik es.

Kebutuhan es saat ini tidak disuplai oleh PPP atau daerah di DIY, tetapi justru dari Jawa Tenggah. PPP juga perlu menginventarisasi armada penangkapan ikan yang berijin dan tidak. Sumber potensial PAD untuk perikanan laut ke depan adalah PPP Tanjung Adikarto, jika sudah beroperasi.

D Dislautkan DIY

(Dinas)

(27)

-199-

4.1.3. Catatan dan Rekomendasi Pengembangan Potensi Sektor Kelautan dan

Perikanan

Sektor kelautan dan perikanan menjadi kegiatan ekonomi yang berkembang pesat dan diminati oleh masyarakat sebagai sumber penghidupan penting di DIY. Perkembangan pesat kegiatan produksi perikanan telah menarik perkembangan kegiatan perikanan terkait lainnya seperti pasar ikan, rumah makan khas ikan, pemancingan, dan kegiatan hobi terkait perikanan. Perikanan juga telah menyumbang pembiayaan pembangunan DIY berdasarkan hasil pendapatan dari pemanfaatan aset, jasa, dan produksi usaha daerah bidang perikanan. Sehingga, pengembangan usaha perikanan tidak saja penting untuk peningkatan ketahanan pangan ikani, gizi dan kesehatan masyarakat, serta hobi, tetapi juga sebagai sumbere pembiayaan pembangunan ekonomi daerah secara umum.

Satuan kerja yang ada di Dinas Kelautan dan Perikanan terdiri atas kesekretariatan, bidang kelautan dan pesisir, bidang perikanan, dan bidang bina usaha, serta 2 Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yaitu UPTD Balai Pengembangan Teknologi Kelautan dan Perikanan (BPTKP) dan UPTD Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng. Unit kerja penghasil PAD berasal dari UPTD BPTKP dan UPTD PPP dan LPPHMP.

Sumber penerimaan PAD sektor kelautan dan perikanan DIY berasal dari tiga sumber kegiatan pokok, yaitu: perikanan budidaya, perikanan tangkap dan pasca panen hasil perikanan. Sumber penerimaan dari kegitan pokok tersebut berasal dari Retribusi jasa usaha, yang terdiri atas: (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (sewa penggunaan lahan dan bangunan, jasa sertifikasi pengawasan mutu hasil perikanan di LPPMHP (bidang bina usaha), dan jasa pengujian laboratorium di BPTKP), (b) retribusi jasa usaha (pengelolaan pelabuhan perikanan pantai di PPP Sadeng), (c) retribusi penjualan produksi usaha daerah di unit kerja budidaya air tawar, payau, dan laut (BPTKP), dan (d) retribusi perizinan tertentu meliputi izin usaha perikanan (SIUP, SIPI, dan SIKPI) (dikelola kantor dinas). Retribusi penjualan produksi usaha daerah (yang seluruhnya berasal dari kegiatan pokok perikanan budidaya atau BPTKP) menyumbang 97% PAD perikanan, disusul perikanan tangkap atau hasil retribusi jasa usaha di PPP Sadeng sebesar 2% PAD Perikanan, dan penggunaan Laboratorium (retribusi pemakaian kekayaan daerah di LPPMHP) sebesar 1% PAD Perikanan sebesar Rp733.598.300 pada tahun 2013.

(28)

-200-

penerimaan yang dapat diperoleh diperkirakan sebesar Rp1.252.091.591. Kenaikan target sampai pada tingkat 10-20% per tahun masih dapat tercapai, jika usaha dikelola dengan baik.

Perikanan budidaya masih akan menjadi sumber penerimaan utama PAD sektor kelautan dan perikanan DIY. Secara umum, UPTD BPTKP masih dapat meningkatkan pemanfaatan potensi aset untuk kegiatan produksi perikanan untuk PAD. Potensi penerimana sektor ini cukup besar untuk terus dikembangkan baik melalui kegiatan produksi benih, calon induk, maupun ikan konsumsi. Kapasitas produksi benih dan induk saat ini masih belum secara optimal dilakukan dan secara rata-rata baru memanfaatakan setengah dari potensi yang ada. Pengelolaan secara professional UK BAP Congot akan memberikan potensi penerimaan yang besar, yaitu dengan meningkatkan produktivitas tambak, dari hanya 3,37 ton/ha/tahun menjadi setara dengan masyarakat sekitar 8,62 ton/ha/tahun atau bahkan pada tingkat optimum produktivitas budidaya udang vanamei yang secara rata-rata mencapai 20 ton/ha/tahun.

Untuk kegiatan perikanan tangkap, potensi penerimaan masih terbuka terutama terkait pengurusan perijinan, pemanfaatan fasilitas dan jasa dalam pelabuhan serta pengembangan kegiatan produksi seperti investasi pabrik es. Dengan fasilitas sarana dan prasarana yang cukup memadai (TPI berlistrik dengan sumber PLN, air bersih tersedia cukup, sarana pokok dan sarana penunjang pelabuhan tersedia), PPP berpotensi menghasilkan PAD.

Untuk laboratorium, penerimaan retribusi PAD di LPPMHP masih sangat terbatas karena mitra UPI yang sangat terbatas jumlahnya dan kesadaran untuk menguji produk perikanan yang masih rendah. LPPMHP hanya akan memiliki PAD yang besar jika unit pengolahan ikan yang melakukan uji laboratorium atas produknya, baik untuk kepentingan ekspor maupun perdagangan yang membutuhkan sertifikat berkembang. Jika UPI tidak berkembang, maka PAD LPPMHP akan tetap kecil.

Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengelolan PAD pada unit penghasil UPTD BPTKP antara lain: tarif yang lebih rendah dari harga pasar, keterbatasan jumlah dan kualitas SDM, sarana produksi yang terbatas, dan adanya kebijakan makro yang secara potensial menghabat produksi ikan secara baik seperti sistem pelelangan untuk saprokan tertentu (induk dan pakan). Tantangan lain adalah seluruh UK BAT saat ini mengelola komoditas yang beragam dan hampir sama jenisnya, sehingga kurang fokus (terspesialisasi). Di sisi lain, sumberdaya manusia untuk mengelola ikan di unit penghasil, terutama pada unit budidaya yang cukup beragam dan terbatas jumlahnya. Selain itu, sistem insentif yang minim berpotensi menurunkan etos kerja unit penghasil.

(29)

-201-

a. Pada UPTD BPTKP beberapa perbaikan diperlukan antara lain: perbaikan dan peyediaan sarana prasarana produksi ikan yang berkualitas; pengembangan hatchery dan broodstock center; penambahan/peningkatan kualitas SDM; Peningkatan produktivitas induk dan lahan; perbaikan sistem pengadaan sarana produksi ikan yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan perbenihan yang berkualitas; perbaikan tarif dengan merevisi tarif yang berlaku saat ini; Pengembangan BBI dengan fokus pada komoditas tertentu, yaitu BBI dengan spesialisasi pada komoditas tertenti untuk mengoptimalkan SDM yang terbatas; Penggunaan tenaga harian lepas untuk membantu proses produksi di BBI; peningkatan insentif untuk unit penghasil untuk meningkatkan semangat dan apreasiasi atas capaian kerja.

b. Pada UPTD PPP Sadeng, optimalisasi sumber-sumber penerimaan yang sekarang telah menghasilkan perlu dilakukan melalui peningkatan kesadaran masyarakat. PPP juga dapat mengembangkan kegiatan produktif seperti pembangunan pabrik es. PPP juga perlu menginventarisasi armada penangkapan ikan yang berizin dan tidak.

c. Peningkatan kualitas layanan dan mendorong investasi baru pada industri pengolahan perikanan dapat menjadi sumber penerimaan untuk LPPMHP. Peningkatan kesadaran pemeriksaan kualitas bahan produk pangan ikani yang dihasilkan usaha-usaha pengolahan ikan juga perlu diprogramkan.

d. Pada tingkat dinas, perbaikan sistem perizinan perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya perlu dilakukan. Registrasi kapal ikan dan alat tangkap yang digunakan dilakukan untuk mengetahui jumlah pemanfaat sumberdaya ikan. Penataan izin usaha budidaya udang sesuai kewenangan provinsi juga perlu dilakukan.

4.2. Dinas Kehutanan dan Perkebunan

4.2.1. Potensi Penerimaan PAD Sektor Kehutanan dan Perkebunan

(30)

-202-

Dinas Perkebunan dan Kehutanan DIY dari ketiga balai tersebut. Anggaran dan realisasi dari tahun 2011 sampai 2013 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.13.

Anggaran dan Realisasi Dinas Perkebunan dan Kehutanan DIY

No Tahun Uraian Anggaran Realisasi Persen (%)

1 2010 Pendapatan 5,081,341,000 5,092,247,190 100,21 Belanja 28,069,683,600 26,373,684,488 93,96 Belanja tidak langsung 14,947,586,000 14,661,433,514 98,09 Belanja langsung 13,122,097,600 11,712,250,974 89,26 Surplus/defisit -22,988,342,600 -21,281,437,298 92,57 2 2011 Pendapatan 5,226,002,000 6,517,196,180 124,71 Belanja 28,469,365,135 26,212,956,641 92,07 Belanja tidak langsung 16,250,790,907 15,725,579,636 96,77 Belanja langsung 12,218,574,228 10,487,377,005 85,83 Surplus/defisit -23,243,363,135 -19,695,760,461 84,74 3 2012 Pendapatan 7,665,745,000 7,879,345,254 102,79 Belanja 29,436,261,366 28,077,836,649 95,39 Belanja tidak langsung 16,396,712,156 16,224,918,043 98,95 Belanja langsung 13,039,549,210 11,852,918,606 90,90 Surplus/defisit -21,770,516,366 -20,198,491,395 92,78 4 2013 Pendapatan 7,866,030,000 7,853,271,520 99,84 Belanja 40,786,086,548 37,657,786,939 92,33 Belanja tidak langsung 16,740,914,785 16,347,992,813 97,65 Belanja langsung 24,045,171,763 21,309,794,126 88,62 Surplus/defisit -32,920,056,548 -29,804,515,419 90,54 Sumber: Dishutbun DIY 2010-2013 (diolah)

Tabel 4.13. menunjukkan bahwa target tiap tahun selalu meningkat dan realisasi tiap tahun hampir semua terpenuhi. Jika dibandingkan dengan nilai yang diharapkan (nilai target), pencapaian realisasi penerimaan Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY tahun 2011 cenderung lebih lebih dibandingkan dengan tahun 2012 dan 2013. Pencapaian target dikarenakan adanya pengoptimalan aset pada masing-masing balai yaitu BP3KP, BKPH, dan BSPMBPTKP.

(31)

-203-

(transparansi), selain itu pengelolaan belanja harus diadministrasikan dandipertanggungjawabkan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku (akuntabilitas).

Belanja tidak langsung dari tahun 2011-2013 pencapaian realisasi rata-rata 97% yang artinya mendekati 100%. Belanja yang signifikan pada kelompok belanja tidak langsung adalah belanja bantuan sosial. Alokasi bantuan sosial diarahkan kepada masyarakat dan berbagai organisasi baik profesi maupun kemasyarakatan. Belanja langsung dari tahun 2011-2013 pencapain realisasi rata-rata 88% lebih kecil dibandingkan dengan belanja tidak langsung. Belanja langsung terdiri atas belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Belanja pegawai dalam belanja langsung ini berbeda dengan belanja pegawai pada belanja tidak langsung. Belanja pegawai pada belanja langsung antara lain untuk honorarium, uang lembur, belanja beasiswa pendidikan, dan belanja kursus. Belanja langsung yang ada di Dinas Kehutanan dan Perkebunan digunakan untuk peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan, kesehatan, eksplorasi potensi wisatayang rencananya akan dibuat wisata hutan pinus di Mangunan, Bantul serta perbaikan sarana dan prasarana.

Dengan diberlakukannya anggaran kinerja, maka dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dimungkinkan adanya defisit maupun surplus. Pembiayaan defisit anggaran antara lain bersumber dari pinjaman daerah, sisa lebih perhitungan anggaran, dana cadangan dan penjualan aset. Pada tahun 2011-2013 mencapai realisasi rata-rata 90%.

Struktur PAD pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY didominasi oleh “Retribusi Penjualan Usaha Daerah” dengan sumbangan yang sangat signifikan (dominan) dari “penjualan minyak kayu purih” dengan kontribusi lebih dari 90% dari total PAD. Oleh

(32)

-204-

Skenario Penerimaan PAD Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY dengan Kombinasi Peningkatan Produktivitas dan Tarif

Tahun 2014 Prediksi 2015-2017, dst

1 Retribusi pemakaian kekayaan daerah 11,777,755 12,366,643

2 Penjualan hasil kehutanan 417,036,765 437,888,603

3 Sewa tanah dan bangunan 66,000,000 69,300,000

4 Retribusi penjulan usaha daerah

4a Getah pinus 397,964,600 417,862,830

4b Penjualan kayu 200,000,000 210,000,000

4c Penjualan kayu putih (kombinasi skenario optimalisasi) 7,443,416,000

Penjualan kayu putih (perubahan harga dan produktivitas)

4c.1 Harga naik 5.000/lt (produktivitas tetap) 7,662,200,000

4c.2 Harga naik 10.000/lt (produktivitas tetap) 7,881,120,000

4c.3 Harga naik 15.000/lt (produktivitas tetap) 8,100,040,000

4c.4 Harga naik 20.000/lt (produktivitas tetap) 8,318,960,000

4c.5 Produktivitas 12,50 lt/ha (harga tetap) 7,652,125,000

4c.6 Produktivitas 13,00 lt/ha (harga tetap) 7,958,210,000

4c.7 Produktivitas 13,50 lt/ha (harga tetap) 8,264,295,000

4c.8 Produktivitas 14,00 lt/ha (harga tetap) 8,570,380,000

4c.9 Produktivitas 14,50 lt/ha (harga tetap) 8,876,465,000

4c.10 Harga naik 5.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha 7,877,187,500

4c.10 Harga naik 10.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha 8,102,250,000

4c.12 Harga naik 15.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha 8,327,312,500

4c.13 Harga naik 5.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 8,192,275,000

4c.14 Harga naik 10.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 8,426,340,000

4c.15 Harga naik 15.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 8,660,405,000

4c.16 Harga naik 20.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 8,894,470,000

TOTAL PENERIMAAN PAD (Rp/Tahun) 8,536,195,120 TOTAL PENERIMAAN DENGAN FOKUS SKENARIO PADA OPTIMALSIASI GETAH PINUS

4c.1 Harga naik 5.000/lt (produktivitas tetap) 8,809,618,076

4c.2 Harga naik 10.000/lt (produktivitas tetap) 9,028,538,076

4c.3 Harga naik 15.000/lt (produktivitas tetap) 9,247,458,076

4c.4 Harga naik 20.000/lt (produktivitas tetap) 9,466,378,076

4c.5 Produktivitas 12,50 lt/ha (harga tetap) 8,799,543,076

4c.6 Produktivitas 13,00 lt/ha (harga tetap) 9,105,628,076

4c.7 Produktivitas 13,50 lt/ha (harga tetap) 9,411,713,076

4c.8 Produktivitas 14,00 lt/ha (harga tetap) 9,717,798,076

4c.9 Produktivitas 14,50 lt/ha (harga tetap) 10,023,883,076

4c.10 Harga naik 5.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha 9,024,605,576

4c.10 Harga naik 10.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha 9,249,668,076

4c.12 Harga naik 15.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha 9,474,730,576

4c.13 Harga naik 5.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 9,339,693,076

4c.14 Harga naik 10.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 9,573,758,076 4c.15 Harga naik 15.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 9,807,823,076 4c.16 Harga naik 20.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 10,041,888,076 Catatan: asumsi moderat dengan kenaikan pendapatan 5% untuk item penerimaan 1, 2, 3, 4a dan 4b;

sedangkan untuk penjualan minyak kayu purih asumsi harga dasar minyak kayu putih Rp 170.000/lt; berdasar data perkembangan harga beberapa tahun dan kondisi harga tahun terkahir rerata harga minyak kayu putih melalui mekanisme penjulan lelang Rp 211.000/lt dan dengan mekanisme penjulan melalui koperasi harga minyak

kayu putih mencapai Rp 195.000/lt

Penerimaan PAD (Rp)

(33)

-205-

No. Jenis Luas (Ha) Harga Dasar

(Rp/satuan)

- Jati 100 Pohon atas kenaikan harga lelang

8,444,274,284

8,846,382,584 9,248,490,883 PROFIL OBYEK DAN POTENSI PENDAPATAN RETRIBUSI DAERAH DAN LAIN-LAIN PAD YANG SAH

TAHUN 2015 sd 2017 (Asumsi kenaikan harga =5%, 10% dan 15%)

Produktivitas (Ton/Kg/Liter)

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Kayu Putih (2004-2015) dan Skenario Optimalisasi Potensi Penerimaan

2004 4,109 40,951 3,514,278,950 85,817 9.97 855,264 Tahun Luas (ha) Produksi (lt) Pendapatan

(Rp/Tahun) Harga (Rp/lt)

(34)

-206-

Mendarakan dinamika pengusahaan kayu putih beberapa tahun terakhir, diketahui bahwa produktivitas kayu putih fluktuatif antara 7,86 lt/ha sd 15,19 lt/ha. Pencapaian produktivitas tertinggi pada pada tahun 2007. Dengan kondisi tahun terkahir produktivitas yang menunjukkan angka 12,16 lt/ha berarti masih ada ruang untuk peningkatan produktivitas dengan berbagai prasyarat perbaikan sumberdaya pendukungnya. Peningkatan produktivitas akan berimplikasi langsung pada peningkatan PAD.

Trend pendapatan minyak kayu putih dari tahun ke tahun menjunkkan adanya peningkatan, namun demikian sejak tahun 2012 ada potensi pengurangan produksi kayu putih karena adanya perubahan fungsi lahan hutan kayu putih seluar sekitar 400 ha untuk 2 (dua)

9.97

2004 2005 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Rerata

Produktivitas Minyak Kayu Putih (Lt/ha)

Produktivitas (Lt/ha)

163,659 165,000 165,000 170,000

120,552

2004 2005 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Rerata

(35)

-207-

tujuan yaitu: (1) menjadi cagar alam/hutan lindung di kawasan Waduk Sermo Kulon Progo dan (2) menjadi tahura di kawasan Gunung Kidul.

Pada beberapa tahun terakhir telah ditemukan benih unggul kayu putih oleh Balai Besar Bioteknologi dan Pemualiaan Tanaman Hutan yang merupakan terobosan untuk peningkatan produktivitas kayu putih Kartikawati et.al (2014). Dalam konteks pengembangan hutan kayu purih di Yogyakarta, meskipun ada penguranagan lahan, namun jika pengelolaan lahan hutan kayu putih dilakukan dengan lebih intensif dan menggunakan inovasi teknologi unggul nampaknya isu pengurangan lahan masih dapat dikompensasi dengan upaya peningkatan produktivitas.

Sebagaimana dilaporkan Kartikawati et.al (2014), beberapa blok di Gunung Kidul mulai dikembangkan tanaman kayu purih dengan varietas baru mislanya kebun benih di daerah Paliyan memiliki rendeman mencapai 2% dengan kadar cineole 65%. Di tempat yang lain yaitu di daerah Ponorogo Jawa Timur telah dikembangkan varietas kayu purih yang

mampu menghasilkan rendemen lebih tinggi yaitu 4,4%. Perbaikan jarak tanam, intensifikasi, penggunaan benih berkualitas dan perbaikan pengelolaan nampaknya akan menjadi strategi baru untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan produktivitas kayu putih di masa mendatang.

Secara lebih rinci, rencana penerimaan dan realisasi penerimaan Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:

0 1E+09 2E+09 3E+09 4E+09 5E+09 6E+09 7E+09 8E+09 9E+09

2004 2005 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Rerata Pendapatan Minyak kayu Putih (Rp)

(36)
(37)
(38)

-210-

Potensi unggulan yang dikembangkan Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY adalah pengembangan minyak kayu putih. Hasil produksi minyak kayu putih dari Balai KPH Yogyakarta secara nyata telah memberikan kontribusi pendapatan bagi Pemerintah Provinsi DIY melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Luas hutan kayu putih mencapai 4508,75 ha. Produksi daun minyak kayu putih pertahun kurang lebih 5000 ton. Daun minyak kayu putih diolah oleh 4 pabrik yaitu pabrik gelaran, sendangmole, kediwung dan dlingo. Pada tahun 2011 kawasan hutan kayu putih di BDH Kulon Progo seluas 68 ha telah dialihkan menjadi Kawasan Konservasi dengan fungsi Suaka Margasatwa seluas 63 ha sehingga kayu putih pada Suaka Margasatwa ini tidak dapat dipungut. Hal ini juga berarti Pabrik Minyak Kayu Putih Sermo tidak memproduksi minyak kayu putih lagi sejak tahun 2011.

Pemanfaatan kayu putih ini telah lama dikelola secara kemitraan dengan masyarakat sekitar kawasan hutan. Pemungutan daun kayu putih dilaksanakan oleh pesanggem penggarap tanah yang kemudian diberikan kompensasi berupa upah pungutan. Selain itu, masyarakat sekitar hutan juga diberi kesempatan untuk melakukan tumpangsari di hutan kayu putih. Pemungutan daun kayu putih ini juga dilaksanakan dengan memperhatikan kaidah konservasi. Secara garis besar dalam kurun waktu 2011-2012 produksi minyak kayu putih cenderung meningkat, kondisi tersebut selengkapnya disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.14.

Produksi Minyak Kayu Putih, 2011-2012

Tahun Produksi (liter) PAD (Rp)

Gelaran Sendangmole Kediwung Dlingo Sermo Jumlah

2010 24.207 17.616 423 846 260 43.352 5.028.309.000

2011 22.490 21.261 330 876 - 44.957 6.110.306.400

2012 23.868 21.183 370 900 - 46.321 7.581.090.000

Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY (2014, diolah)

(39)

-211- No. Tanggal

Rencana Lelang Rencana Koperasi Realisasi Lelang Realisasi Koperasi Total Realisasi

(40)

-212- No. Tanggal

Rencana Lelang Rencana Koperasi Realisasi Lelang Realisasi Koperasi Total Realisasi

Ket Vol

(ltr) Rp Vol (ltr) Rp

Volume

(ltr) Rp

Volume

(ltr) Rp Volume (ltr) Rp

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

20 5 Nov 2014

2.500 527.500.000 2.500 527.500.000 Nov 21 Total

42.633

8.995.563.00 0

5.000

975.875.000

37.500 7.912.500.000

3.800 741.665.000 41.300 8.654.165.000

22

Prosentase

Realisasi

87,96 87,96

76,00 76,00

23

Prosentase Realisasi

Total

86,70

86,79

24 Sisa Target 6.333 1.317.273.000

25 Sisa Target Kop 1.200 234.210.000

Sisa Target Llg 5.133 1.083.063.000

(41)

-213- Rencana Penerimaan dan Realisasi Penerimaan Getah Pinus Tahun 2014

No. Tanggal

Rencana Lelang Rencana Pihak Ketiga Realisasi Lelang Realisasi Pihak Ketiga Total Realisasi

Ket

Vol (Kg) Rp Vol (Kg) Rp Vol (Kg) Rp Vol (Kg) Rp Vol (Kg) Rp

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1 01 Jan 2014 2.454,50

4.937.000

2.454,50 4.937.000 Jan

2 24 Mar 2014 5.966,00 5.928.500

5.966,00 5.928.500 Mar

3 24 Apr 2014 3.100,50 29.720.300

3.751,50 35.960.600 Apr

4 30 Apr 2014 651,00 6.240.300

5 30 Mei 2014 4.501,50 43.150.100

4.501,50 43.150.100 Mei

6 26 Juni 2014 6.017,50 56.908.500

6.017,50 56.908.500 Jun

7 12 Agst 2014 773.500

10.000,00 96.630.700

8 14 Agst 2014 5.000,00 47.928.600

9 22 Agst 2014 5.000,00 47.928.600

10 04 Sept 2014 4.536,00 43.135.000

9.642,00 92.079.600 Sept

11 27 Sept 2014 5.106,00 48.944.600

12 22 Okt 2014 5.000,00 47.928.600

5.000,00 47.928.600 Okt

13 05 Nov 2014 5.420,00 51.954.600

5.420,00 51.954.600 Nov

Total

70.760,50 678.290.340

4.239,50 8.760.000 50.299 430.541.200 2.455

4.937.000

52.753 435.478.200

Prosentase

Realisasi 71,08 63,47 57,90

(42)

-214- Prosentase

Realisasi Total

70,34 63,38

Sisa Target

(43)

-215- Rencana Penerimaan dan Realisasi Penerimaan Kayu Tahun 2014

No

. Tanggal

Rencana Realisasi Total Realisasi

(44)

-216- No

. Tanggal

Rencana Realisasi Total Realisasi

(45)

-217-

Profil Obyek Dan Potensi Pendapatan Retribusi Daerah Dan Lain-Lain PADd Yang Sah Tahun 2015

No. Jenis Luas (Ha) Produktivitas

(Ton/Kg/Liter)

Harga Dasar (Rp)

Perkiraan Penerimaan

(Rp) Keterangan

1. Kayu Putih 4.508,75 5.200,00 Ton - Penerimaan dapat

47.632,00 Liter 170.000 8.097.440.000 meningkat dikarenakan

perubahan/kenaikan harga

2. Getah Pinus 130 55.000 Kg 7.250,00 397.964.600 - Kenaikan harga didasarkan

atas kenaikan harga lelang

3. Kayu 6.161,00 70 m³ 200.000.000

- Jati 100 Pohon

- Barang Bukti

(46)

-218-

Profil Obyek Dan Potensi Pendapatan Retribusi Daerah Dan Lain-Lain Pad Yang Sah Tahun 2015-2017

No. Jenis Luas (Ha) Produktivitas

(Ton/Kg/Liter)

Harga Dasar (Rp)

Perkiraan

Penerimaan (Rp) Keterangan

1. Kayu Putih 4.109,65 4.780,00 Ton - Minus Tahura 339,1 Ha 43.784,80 Liter 170.000 7.443.416.000 setara 420 Ton = 3.847 liter

- Penerimaan dapat

2. Getah Pinus 130 55.000 Kg 7.250,00 397.964.600 meningkat dikarenakan

perubahan/kenaikan harga

3. Kayu 6.161,00 85 m³ 200.000.000 - Kenaikan harga didasarkan

- Jati 100 Pohon atas kenaikan harga lelang

- Barang Bukti

(47)

219 Rencana penerimaan PAD DIY pada Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.15.

Rencana Penerimaan PAD BSPMBPTKP DIY (Rp)

No Uraian Target

2013

Target

2014

Target

2015

Target

2016

Target

2017

Jumlah

(Rp)

1. Sertifikasi bibit Hutbun

6.000.000 5.950.000 4.000.000 4.500.000 5.000.000 19.450.000

2 Sertifikasi tebu

4.000.000 1.850.000 2.500.000 2.500.000 2.500.000 9.350.000

3. Uji lab 750.000 200.000 80.000 80.000 80.000 440.000

Jumlah 10.750.000 8.000.000 6.580.000 7.080.000 7.580.000 29.240.000

Pendapatan asli daerah (PAD) pada Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.16.

Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2013

No Jenis komoditas Jumlah bibit yang

diperiksa

PAD (Rp)

1 Tanaman kehutanan dan perkebunan

923.825 bibit 9.238.255

2 Tebu (KBN, KBD/MT.09/10) 47,19 ha 2.359.500

3 Uji Lab 6 galur 180.000

Jumlah 11.777.755

Tabel 4.17.

Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2013

No Uraian Target Realisasi Keterangan

Batang/ha Rp Batang/ha Rp 1 Tanaman

kehutanan dan perkebunan

500.000 5.000.000 923.825 9.238.255 Rp.10

2 Tebu (KBN, KBD/MT.09/10)

80 4.000.000 47,19 2.359.500 Rp.50.000/ha

3 Uji Lab 10 uji 750.000 3 uji 180.000 Rp.30.000/komoditas

(48)

220 Pendapatan asli daerah (PAD) pada Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.18.

Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2012

No Jenis komoditas Jumlah bibit yang diperiksa PAD (Rp) 1 Tanaman kehutanan dan

perkebunan

337.871 3.378.710

2 Tebu (KBN, KBD/MT.09/10) 68,84 ha 3.441.710

3 Uji Lab 49 kali 918.000

Jumlah 7.738.420

Tabel 4.19.

Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2012

No Uraian Target Realisasi Keterangan

Batang/ha Rp Batang/ha Rp 1 Tanaman

kehutanan dan perkebunan

500.000 5.000.000 337.871 3.378.710

2 Tebu (KBN, KBD/MT.09/10)

100 5.000.000 68,84 ha 3.441.710 3 Uji Lab 25 750.000 49 kali 918.000

(49)

221 Pendapatan asli daerah (PAD) pada Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan

Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.20.

Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2011

No Jenis komoditas Jumlah bibit yang diperiksa PAD (Rp) 1 Tanaman kehutanan dan

perkebunan

434.176 2.170.880

2 Tebu (KBN, KBD/MT.09/10) 44,39 443.900

3 Uji Lab 92 kali 2.200.000

Jumlah 4.814.780

Tabel 4.21.

Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2011

No Uraian Target Realisasi Keterangan

Batang/ha Rp Batang/ha Rp 1 Tanaman

kehutanan dan perkebunan

600 3.000.000 434.176 2.170.880 Rp. 5/batang

2 Tebu (KBN, KBD/MT.09/10)

120 ha 1.200.000 44,39 443.900 Rp.10.000/ha

3 Uji Lab 21 kali 500.000 92 kali 2.200.000 Rp.24.000/komoditas

Gambar

Tabel 4.8.
Tabel 4.9.
Gambar 4.1. Proporsi Penerimaan PAD masing-masing Kegiatan di Dinas Kelautan dan
Tabel 4.13.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian terbang dilakukan untuk menguji pengiriman paket data dan video streaming dari unit pengiriman menuju stasiun pemantauan.Dari pengujian terbang seperti pada Gambar

Terima kasih, Ultimate Duo, kerana membolehkan kami menikmati kehidupan yang lebih aktif, cergas dan sihat, terutama sekali ketika mengembara ke seluruh dunia bersama. Mempunyai

Memiliki kedua anak yang sama-sama berkebutuhan khusus membuat pasangan suami istri ini cukup sering mendatangi dokter hanya untuk sekedar berkonsultasi perihal kondisi kedua

Garis tengah, berat segar dan berat kering jamur kuping yang tumbuh pada kayu sengon juga lebih besar dibandingkan media serbuk kayu keras. Hal ini perlu diperhatikan

Mohammad Khalid done his research work entitled &#34;Urdu Shaeri Mein Tasawwuf Ki Rewayat Aur Aasi Ghazipuri&#34; under the supervision of Prof.. Abul

(4) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak Hotel untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran

Untuk memperoleh data mengenai motivasi kerja ini diperlukan adanya pengukuran. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala / ukuran ordinal yaitu skala