• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802013156 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802013156 Full text"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

DIAKON

JEMAAT

GKE

TAMIANG

LAYANG

OLEH

VIA KATELUNIATI 802013156

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Via Kateluniati

NIM : 802013156

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:

RELIGIUSITAS SEBAGAI PREDIKTOR KECEMASAN MENGHADAPI KEMATIAN PADA PENATUA DAN

DIAKON JEMAAT GKE TAMIANG LAYANG

Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan

mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Salatiga

Pada Tanggal: 18 Juli 2017 Yang menyatakan,

Via Kateluniati

Mengetahui,

Pembimbing

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Via Kateluniati

NIM : 802013156

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir, judul :

RELIGIUSITAS SEBAGAI PREDIKTOR KECEMASAN MENGHADAPI KEMATIAN PADA PENATUA DAN

DIAKON JEMAAT GKE TAMIANG LAYANG

Yang dibimbing oleh :

Drs. Aloysius L. S. Soesilo, MA.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Di dalam laporan Tugas Akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 18 Juli 2017

Yang memberi pernyataan

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

RELIGIUSITAS SEBAGAI PREDIKTOR KECEMASAN MENGHADAPI KEMATIAN PADA PENATUA DAN

DIAKON JEMAAT GKE TAMIANG LAYANG

Oleh

Via Kateluniati

802013156

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui pada tanggal 25 Juli 2017

Oleh:

Pembimbing

Drs. Aloysius L. S. Soesilo, MA.

Diketahui Oleh, Disahkan oleh,

Kaprogdi Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(7)

RELIGIUSITAS SEBAGAI PREDIKTOR KECEMASAN

MENGHADAPI KEMATIAN PADA PENATUA DAN

DIAKON JEMAAT GKE TAMIANG LAYANG

Via Kateluniati Aloysius L. S. Soesilo

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah religiusitas adalah prediktor

kecemasan menghadapi kematian pada penatua dan diakon. Sampel (N=41) diambil

dengan menggunakan teknik incidental sampling. Hasil penelitian menggunakan teknik

regresi sederhana diperoleh adalah r = 0,504, dengan besar p = 0,001 (p < 0,05)

menunjukan bahwa religiusitas dapat menjadi prediktor kecemasan menghadapi

kematian pada penatua dan diakon.

(9)

ii ABSTRACT

The aim of this study was to determine whether religiosity as an anxiety predictor faced

death in elder and deacon. The sample (N = 41 ) was taken using incidental sampling

technique. The result of research using simple regression technique is r = 0,504, with

big p = 0,001 (p < 0,05) shows that religiosity can be predictor of anxiety facing death

in elder and deacon.

(10)

PENDAHULUAN

Tahap akhir perkembangan adalah kematian atau tutup usia. Kematian

merupakan sesuatu yang pasti datang dan tidak dapat dielakkan yang akan mengakhiri

kehidupan setiap individu, yang dapat menghampiri siapa saja, dimana saja dan kapan

saja. Oleh karena setiap kehidupan itu unik, maka begitu pula dengan kematian. Sulit

memang kita menerima kenyataan bahwa kita juga akan mati, tetapi kabar baiknya

adalah kita tahu kematian itu bagian dari kehidupan yang terus berlanjut. Kematian

adalah bagian normal dari kehidupan, namun dapat berisiko tinggi jika tidak ada

dukungan yang tersedia (Upton, 2012).

Ada tiga tahap proses transisi dari hidup menuju kematian, tahap pertama yaitu

fase agonal (agonal phase)bahasa Yunani agon berarti “perjuangan”. Di sini, agonal

mengacu pada embusan nafas dan kejang otot di saat-saat pertama detak jantung biasa

mulai terputus-putus. Tahap kedua yaitu fase kematian klinis (clinical death) terjadi

jeda pendek saat dimana detak jantung, peredaran darah, pernafasan dan otak berhenti

berfungsi, tetapi tindakan penyadaran masih bisa dilakukan. Tahap yang terakhir yaitu

fase kematian (mortality), individu mengalami kematian permanen, dalam beberapa jam

makhluk tidak bernyawa itu terlihat menyusut, sama sekali tidak mirip seperti dirinya

ketika masih bernyawa (Berk, 2012).

Kubler-Ross (dalam Berk, 2012) mengemukakan teori berupa lima respon khas

yang mulanya disebut sebagai tahapan terhadap bakal mati atau pengalaman sekarat,

respon pertama yaitu penyangkalan (denial) dimana seseorang menolak adanya

kematian. Respon kedua yaitu kemarahan (anger) seseorang menyadari bahwa

penolakan tidak dapat lagi dipertahankan.Respon ketiga yaitu tawar menawar

(11)

sewaktu-waktu dapat ditunda atau diundur.Respon keempat yaitu depresi (depression) di mana

orang yang sekarat akhirnya menerima kematiandan yang kelima ialah penerimaan

(acceptance) respon di mana seseorang mengembangkan rasa damai dan menerima

takdir.

Kematian merupakan akhir kehidupan yang tidak dapat dihindari.Ketidakjelasan

yang menyertai kematian ini menyebabkan seseorang mengalami kecemasan kematian

(Hartanto, 1996).Perasaan cemas yang dialami dapat mengganggu individu dalam

kegiatan sehari-hari (Wijaya & Safitri, 2006).Kecemasan kematian dapat diartikan

sebagai suatu kondisi psikologis, baik pikiran-pikiran ataupun perasaan yang tidak

menyenangkan saat seseorang memikirkan tentang kematian dan dipengaruhi oleh

kondisi lingkungannya (Templer, 1971 dalam Hartanto 1996).Kecemasan merupakan

suatu kondisi emosi yang tidak menyenangkan di mana individu merasa tidak nyaman,

tegang dan bingung. Suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan

fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan dan perasaan gelisah bahwa

sesuatu yang buruk akan terjadi (Nevid, Rathus & Greene, 2003).

Kecemasan pun terbagi atas beberapa karakteristik, yaitu ciri-ciri fisik,

keperilakuan (behavioral) dan kognitif (Nevid, Rathus & Greene, 2003). Ciri-ciri fisik

meliputi anggota tubuh gemetar atau bergetar, banyak keringat, telapak tangan yang

berkeringat, sulit bicara, sulit bernafas, terdapat gangguan perut/mual, panas dingin,

sering buang air kecil, dan merasa sensitif atau mudah marah. Ciri-ciri behavioral

(keperilakuan) meliputi perilaku menghindar, perilaku melekat dan perilaku terguncang.

Selanjutnya adalah ciri-ciri kognitif meliputi khawatir tentang sesuatu dan perasaan

terganggu oleh ketakutan atau gelisah terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan.

(12)

3

dapat mencapai hidup yang sejahtera diantaranya adalah melalui kajian ulang

kehidupan, olahraga, religiusitas dan dukungan sosial (Papalia, Feldman& Olds, 1992).

Beberapa peneliti (misalnya, Falkenhain & Handal, 2003; Cicirelli, 2003; Wen,

2010; Thoulless, 2000) mengatakan bahwa aspek yang bisa digunakan ketika membahas

tentang kecemasan kematian adalah agama atau religiusitas.Hal ini dikarenakan setiap

agama pasti membicarakan atau membahas tentang kematian (Lonetto & Templer,

1986). Ketika seseorang mengalami kecemasan kematian, intensitas mendekatkan diri

kepada Tuhan dengan cara beribadah semakin tinggi. Namun setiap orang memiliki

intensitas keberagamaan atau religiusitas yang berbeda satu sama lainnya. Sedangkan

makna religiusitas itu sendiri adalah keadaaan atau kualitas seseorang dalam

komitmennya terhadap suatu agama yang meliputi the beliefs religious, religious

practice, experience, religious knowledge, dan religious consequences.

Ideologi (the beliefs religious)berisi pengharapan-pengharapan dimana orang

religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran

doktrin tersebut. Praktik religius (religious practice)mencakup perilaku pemujaan,

pelaksanaan ritus formal keagamaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk

menunjukan komitmen terhadap agama yang dianutnya.Pengalaman (experience)

berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan, persepsi dan sensasi yang dialami

seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan (masyarakat).

Selanjutnya ialah pengetahuan religiusitas (religious knowledge)dimensi ini

mengacu pada harapan bagi orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah

minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan

tradisi-tradisi dan yang terakhir ialah konsekuensi religiusitas (religious consequences)

(13)

pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Dengan kata lain, sejauh mana

implikasi ajaran agama memengaruhi perilakunya.

Di dalam beberapa penelitian yang dilakukan menggunakan kedua variabel

tersebut yaitu variabel “Religiusitas” dan “Kecemasan Menghadapi Kematian” terdapat

hasil yang berbeda-beda.Duff dan Hong (dalam Muthoharoh & Andriani, 2014)

mengatakan dua variabel tersebut berkorelasi negatif, sedangkan menurut Templer

(1972) dua variabel tersebut berkorelasi positif.Khalek dan Lester (2009) mengatakan

tidak ada keterkaitan di antara kedua variabel tersebut.Ketidakkonsistenan hubungan ini

terjadi karena alat ukur yang digunakan untuk mengukur “Religiusitas” masih

dipertanyakan validitas dan reliabilitasnya.Kebanyakan penelitian menggunakan alat

ukur yang dibuat sendiri dan meminta subjek untuk mengukur religiusitasnya

sendiri.Selain itu mereka juga menggunakan alat ukur yang aitemnya sedikit, sehingga

untuk menjelajahi lebih jauh mengenai keberagamaan kurang cukup (Khalek & Lester,

2009).Penelitian-penelitian yang selama ini dilakukan lebih banyak menggunakan

subjek orang-orang barat dalam hal keberagamaan dan melihat kematian.

Pada penelitian sebelumnya, peneliti lebih menghubungkan kematian dengan

dewasa akhir, sedangkan menurut Lenotto dan Templer (1986) orang dewasa akhir

mengalami kecemasan menghadapi kematian yang rendah. Pada dewasa tengah yang

mana merupakanusia produktif apalagi pada mereka yang telahmengalami puncak

kesuksesan dalam hidupnya,kecemasan kematian ini dapat menganggu danberakibat

kurang baik. Ada yang tidak bisa tidurkarena takut tidak bisa bangun lagi, ada juga

yangtidak mau bekerja karena lingkungannya tidak nyaman dan masih banyak kasus

(14)

5

menekan kecemasan kematiannya,misalnya sexual risk taking (Ford, Ewig, Ferguson

&Sherman, 2004).

Kematian yang tidak terelakkan semakin menginsyafkan manusia akan

ketidakberdayaan. “Religiusitas” diharapkan mampu memberikan orientasi dan cara

pandang baru mengenai kehidupan, pandangan dan keyakinan akan adanya kehidupan

setelah kematian serta eksistensinya di dunia ini. Dalam suatu pelayanan yang

dilakukan di ruang lingkup gereja, nyatanya tidak terlepas dari pelayanan dalam suasana

dukacita atau kematian. Orang yang berperan dalam pelayanan ini selain Pendeta ialah

para Penatua dan Diakon yang membantu Pendeta dalam tugas pelayanan

gereja.Penatua dan Diakon memiliki prinsip yang sama bahwa mereka bukanlah orang

yang sembarangan dipilih. Mereka juga harus memiliki kualifikasi yang baik dan sesuai

dengan Firman Tuhan.Penatua dan Diakon seperti “the church factotums” di mana

mereka menangani semua jenis pelayanan mulai dari pembangunan, administrasi,

berkhotbah, perkunjungan dan masih banyak lagi.

Salah satu jenis pelayanan perkunjungan yang di lakukan oleh Penatua dan

Diakon ialah perkunjungan di suasana kedukaan atau kematian. Dari meninggalnya

jemaat, proses persembayangan, prosesi pemakaman hingga prosesi-prosesi lainnya

yang diadakan oleh keluarga yang berduka, pelayanannya pun seperti dalam bentuk

ibadah penghiburan, pendampingan, memberikan penguatan dan penghiburan bagi

anggota keluarga yang ditinggalkan itu merupakan tugas yang dilakukan oleh para

Penatua dan Diakon tersebut.

Di dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti Penatua dan Diakon.

Dalam dunia perkuliahan tidak ada penjurusan yang akan menjadikan seseorang

(15)

langsung oleh jemaat dan pastinya atas penyertaan Allah, agar dapat melayani di Gereja.

Tugas berat yang mungkin diemban oleh para Penatua dan Diakon ini yaitu mereka

dituntut harus benar-benar mengetahui agama yang dilayaninya seperti apa, mulai dari

pengajaran, pemahaman, keyakinan dan penghayatan atas agamanya itu sendiri dan

mampu menjadi serupa dan segambar dengan Allah dan mampu mengaplikasikan

ajaran-ajaran-Nya dalam kehidupan mereka sehari-hari, entah itu dalam pelayanan

maupun diluar pelayanan yang ada dalam jemaat. Kematian pastinya akan dialami

semua manusia yang hidup tidak terkecuali para Penatua dan Diakon, dan diharapkan

para Penatua dan Diakon ini dapat menerima kematian yang akan menghampiri mereka

dengan adanya religiusitas yang ada di dalam diri mereka.

Hingga saat ini, masih belum ada penelitian-penelitian yang mampu

mengidentifikasi apakah “religiusitas” ini dapat dikatakan sebagai prediktor “kecemasan

menghadapi kematian” pada Penatua dan Diakon. Berdasarkan latar belakang di atas,

maka peneliti tertarik untuk meneliti religiusitas sebagai prediktor kecemasan

menghadapi kematian pada Penatua dan Diakon.

Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang dikemukakan,

makapenelitian ini memperlakukan variabel “religiusitas” sebagai prediktor terhadap

kecemasan menghadapi kematian pada Penatua dan Diakon di Jemaat GKE Tamiang

(16)

7

METODE PENELITIAN Variabel Penelitian

Adapun variabel-variabel dalam penelitian adalah:

1. Variabel bebas (X) : Religiusitas

2. Variabel Terikat (Y) : Kecemasan Menghadapi Kematian

Partisipan

Jumlah partisipan dalam penelitian ini sebanyak 41 partisipan Penatua dan

Diakon yang aktif melayani di Majelis Jemaat GKE Tamiang Layang Kabupaten Barito

Timur Provinsi Kalimantan Tengah, dengan rentang usia 30 – 63 tahun partisipan

laki-laki (18 orang) dan perempuan (23 orang) dan sekurang-kurangnya sudah menjadi

Penatua dan Diakon selama 1 periode (5 tahun) di Majelis Jemaat GKE Tamiang

Layang. Pemerolehan partisipan dilakukan dengan teknik incidental sampling.

Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua buah skala yaitu: Pertama, Skala “Religiusitas”

yang disusun menggunakan skala Likert dengan empat alternatif jawaban dari “sangat

setuju” hingga “sangat tidak setuju”. Skala yang digunakan untuk mengukur

“Religiusitas” ini disusun oleh Simorangkir (2014) yang didasarkan dari teori Stark dan

Glock (1968) yang terdiri dari 27 aitem dengan tingkat reliabilitas 0,882. Penilaiannya

adalah jika semakin tinggi skor total yang diperoleh individu maka semakin tinggi

religiusitasnya, sedangkan semakin rendah skor total yang diperoleh maka semakin

rendah skor religiusitasnya.

Instrumen kedua adalah Skala “Kecemasan Menghadapi Kematian” dari skala

(17)

pada dua aspek yaitu aspek fisiologis dan aspek psikologis dari teori Taylor dan

Daradjat (dalam Nikolas, 2015). Skala terdiri dari 26 aitem yang menggunakan skala

Likert yang terdiri dari empat kategori jawaban “sangat setuju” hingga “sangat tidak

setuju”.

Prosedur Pengolahan Data

Untuk pengolahan data dan menganalisis apakah “Religiusitas” sebagai

Prediktor “Kecemasan Menghadapi Kematian” pada Penatua dan Diakon, peneliti

menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) forwindows

release 16.0. Namun sebelum menghitung regresi, dilakukan uji reliabilitas terlebih

dahulu.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi, yang

digunakan untuk memprediksi atau menguji pengaruh satu variabel bebas atau variabel

(18)

9

HASIL PENELITIAN Reliabilitas dan Seleksi Aitem

Perhitungan uji daya diskriminasi dilakukan dengan menggunakan Alpha

Cronbach. Kriteria pemilihan aitem yang memuaskan dan memberikan kontribusi baik

adalah sebesar > 0,30 (Azwar, 2012). Pada skala “Religiusitas”, diperoleh bahwa dari

27 aitem yang diuji terdapat 3 aitem yang gugur, sehingga terdapat 24 aitem terpakai.

Nilai r (corrected item-total correlation) bergerak dari 0,396-0,761 dengan koefisien

Alpha Cronbach sebesar 0,923.

Pada skala “Kecemasan Menghadapi Kematian” hasil uji reliabilitas dan daya

diskriminasi aitem diperoleh bahwa dari 26 aitem yang diuji terdapat 11 aitem yang

gugur, sehingga terdapat 15 aitem terpakai. Nilai r (corrected item-total correlation)

bergerak 0,399-0,881 dengan koefisienAlpha Cronbach 0,905, yang berarti alat ukur ini

tergolong sangat reliabel.

Analisis Deskriptif

Peneliti membagi skor dari setiap skala menjadi 4 kategori mulai dari “sangat

rendah” hingga “sangat tinggi” menggunakan rumus kategorisasi. Tabel 1 dan 2

menunjukan kategori skor untuk setiap variabel.

(19)

Tabel 2

Kriteria skor untuk Kecemasan Menghadapi Kematian

Variabel Interval Kategori N Persentase Mean SD

Pengujian normalitas secara statistik dapat dilakukan dengan uji one sample

Kolmogorov-Smirnov dengan p > 0,05, perhitungan normalitas dapat dilihat pada tabel

3:

Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov diketahui bahwa nilai K-S-Z pada “Religiusitas”

sebesar 0,840 (0,840>0,05) dan “Kecemasan Menghadapi Kematian” 0,591 Tabel 3

Hasil Uji One Komlogorov-Smirnov (K-S)

Religiusitas Kecemasan Menghadapi Kematian

N 41 41

a. Test distribution in Normal.

0,840 0,480

(20)

11

(0,591>0,05), sehingga dapat disimpulkan data tersebut memenuhi syarat untuk

berdistribusi normal.

2. Uji Linearitas

Kriteria pengujian yaitu jika nilai signifikansi > 0,05 maka terdapat hubungan

linear, sedangkan jika nilai signifikansi < 0,05 maka tidak terdapat hubungan linear.

Dari pengujian linearitas kedua variabel diperoleh nilai signifikansi 0,088 (p>0,05)

dengan F (1, 39)= 1,844. Perhitungan linearitas dapat dilihat pada tabel 4:

Tabel 4

Hasil Uji Linearitas “Religiusitas” dengan “Kecemasan Menghadapi Kematian”

df SoF MS F Sig.

Note : REL: Religiusitas; KEC: Kecemasan; df:degree of freedom; SoF; Sum of Squares; MS:

Mean Square

Hasil Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil perhitungan, maka diketahui bahwa “Religiusitas”

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap “Kecemasan Menghadapi Kematian”.

Dari hasil tersebut diatas diketahui bahwa hubungan positif antara “Religiusitas”

dengan “Kecemasan Menghadapi Kematian” berada pada derajat yang tergolong kuat

(21)

variabel “Religiusitas” dan “Kecemasan Menghadapi Kematian”, pengolahan secara

statistik dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5

Hasil Uji Koefisien Determinasi (R²)

N R R2 F Signifikansi

41 0,504a 0,254 13.297 0,001a

Selanjutnya ialah besarnya pengaruh “Religiusitas” terhadap “Kecemasan

Menghadapi Kematian” tercermin dalam hasil penelitian dengan uji F dengan nilai F (1,

38) sebesar 13.297 pada taraf signifikansi sebesar 0,001 (p< 0,005) sehingga model

regresi sederhana dapat digunakan untuk memprediksi kecemasan menghadapi

kematian. Hasil uji signifikansi (Uji F) dapat dilihat pada tabel 6:

Tabel 6

Hasil Uji Signifikansi Nilai F

Model df SoF MS F Sig.

religiusitas memberikan kontribusi terhadap kecemasan menghadapi kematian pada

Penatua dan Diakon, sisanya yaitu 74,6% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti

dukungan sosial (Wijaya & Safitri, 2006) dan Persepsi terhadap kematian (Nikolas,

(22)

13

Tabel 7

Hasil Uji Koefisien Regresi

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 66.632 9.312 7.155 .000

religiusitas -.402 .110 -.504 -3.646 .001

a. Dependent Variable: kecemasan

Dari tabel 7 di atas, nilai konstanta sebesar 66,632 adalah besarnya nilai

kecemasan menghadapi kematian (Y) pada Penatua dan Diakon apabila tidak ada

kenaikan nilai dari variabel religiusitas (X). Koefisien regresi X sebesar -0,402

menyatakan bahwa setiap terjadi penurunan (karena tanda -) nilai religiusitas sebesar

satu satuan, maka akan memberikan penurunan nilai kecemasan menghadapi kematian

sebesar 0,402. Dengan demikian persamaanregresi yang digunakan adalah Y’= 66,632 –

(23)

PEMBAHASAN

Hasil dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif

yang kuat antara “Religiusitas” (x) dengan “Kecemasan Menghadapi Kematian” (y)

pada Penatua dan Diakon di Majelis Jemaat GKE Tamiang Layang. Hasil tersebut

ditunjukkan dengan angka koefisien korelasi r = 0,504, dengan besar p= 0,001 (p<0,05).

Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi religiusitas maka semakin rendah kecemasan

menghadapi kematian, sebaliknya semakin rendah religiusitas maka semakin tinggi

kecemasan menghadapi kematian.

Hal tersebut diatas dijelaskan olehSiswati dan Archentari (2014) yang

menyatakan bahwa religiusitas dapat menurunkan tingkat kecemasan terhadap kematian

karena membantu individu mencari makna kematian bagi hidupnya, harapan mengenai

kehidupan setelah kematian yang terdapat diagama juga mampu menurunkan rasa

cemas terhadap kematian. Religiusitas juga membantu individu menerima takdir

kematian, mengatasi kekhawatiran mengenai proses kematian dan perasaan takut

terhadap kematian.

Penelitian ini menunjukkan jumlah subjek dengan “Religiusitas” yang tergolong

sangat tinggi sebanyak 25 orang dan 16 orang tergolong tinggi. Kondisi ini

dimungkinkan terjadi karena partisipan penelitian merupakan Penatua dan Diakon yang

sudah aktif melayani minimal 1 periode (5 tahun) dimana karakteristik partisipan secara

umum lebih mendalami ajaran-ajaran agamanya dan mampu berpikir positif

tentangkematian. Dengan demikian, partisipan tersebut tidak hanya sekedar melayani

untuk kepentingan jemaat ataupun untuk mencari popularitas, tapi lebih dari itu untuk

(24)

15

tentang kematian dan mampu meyakinkan jemaat bahwa kematian bukanlah akhir dari

segalanya.

Penelitian ini juga menunjukkan jumlah subjek dengan “Kecemasan

Menghadapi Kematian” yang tergolong sangat tinggi 5 orang dan tinggi 15 orang,

sedangkan rendah 19 orang dan 2 orang sangat rendah. Kondisi ini dimungkinkan

terjadi karena para partisipan ini terdiri dari berbagai macam pekerjaan, tingkat

pendidikan dan status ekonomi.Tingkat pendidikan yang tinggi disertai dengan

penghasilan yang mencukupi dapat dihubungkan dengan tingkat kecemasan

menghadapi kematian yang rendah (Cicirelli, 2006).

“Religiusitas” mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap “Kecemasan

Menghadapi Kematian”. “Religiusitas” memberikan kontribusi 25,4% terhadap

“Kecemasan Menghadapi Kematian” pada Penatua dan Diakon, sisanya yaitu 74,6%

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti dukungan sosial (Pamungkas, Wiyanti &

Agustin, 2013) dukungan sosial dianggap mampu mereduksi kecemasan seseorang

dalam menghadapi kematian. Dukungan sosial dari orang lain menjadi sangat berharga

dan akan menambah ketentraman hidup seseorang ketika akan menghadapi kematian.

Faktor lain selanjutnya yaitu persepsi terhadap kematian (Nikolas, 2015),

seseorang yang mempunyai perasaan menerima terhadap kematian serta mampu

menyadari bahwa usianya sudah tidak lama lagi dianggap mampu menerima kematian

yang akan menghampirinya. Faktor yang lain yang ikut berperan yaitu tingkat ekonomi,

pendidikan, pekerjaan, kondisi psikologis, kesehatan, pernikahan, kepribadian, dan

sebagainya (Lonetto dan Templer, 1986) yang dapat mempengaruhi kecemasan

(25)

Religiusitas dapat menurunkan kecemasan terhadap kematian disebabkan oleh

agama menyediakan cara-cara untuk meredam ketakutan terhadap

kematian(Malinowski dalam Bryant, 2003).Berdasarkan penelitian Roff, Butkeviciene,

Klemmack (dalam Archentari dan Siswati, 2014) religiusitas secara signifikan mampu

(26)

17

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa “Religiusitas” dapat menjadi prediktor

“Kecemasan Menghadapi Kematian” pada Penatua dan Diakonpada partisipan di GKE

Tamiang Layang. “Religiusitas”memberikan orientasi dan cara pandang baru mengenai

kehidupan, pandangan dan keyakinan akan adanya kehidupan setelah kematian serta

eksistensinya di dunia ini.

SARAN

Tingkat kecemasan yang relatif tinggi pada sebagian besar partisipan

mengindikasikan penting dan perlunya bagi Penatua dan Diakon untuk saling

membantu dan saling mendukung di dalam tugas pelayanan yang sedang dilakukan.

Dikarenakan penelitian ini hanya menggunakan 1 (satu) gerejaatau lokasi, lebih

baik untuk penelitian selanjutnya menggunakan gereja-gereja lain untuk memperluas

sampel dan memperoleh gambaran mengenai tingkat kecemasan menghadapi kematian

pada Penatua dan Diakon diberbagai gereja.Penelitian ini juga terbatas dalam melihat

hubungan dua variabel saja, sedangkan hasil menunjukkan kemungkinan peran dari

berbagai variabel lainnya. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut bisa melibatkan

faktor-faktor atau variabel-variabel sepertidukungan sosial, persepsi terhadap kematian

maupun lainnya, sehingga diperoleh hasil yang lebih komprehensif tentang hubungan

antara religiusitas dan kecemasan menghadapi kematian.Baik juga jika peneliti

selanjutnya memperhatikan dan mempertimbangkan sumbangan faktor-faktor lain

seperti dukungan sosial, persepsi terhadap kematian, tingkat ekonomi, pendidikan,

(27)

mendapatkan gambaran yang lebih lengkap dan memperluas cakupan penelitian

(28)

19

DAFTAR PUSTAKA

Archentari, K. A., & Siswati.(2014). Hubungan antara religiusitas dengan kecemasan terhadap kematian pada individu fase dewasa madya di PT tiga serangkai group.Journal Psychology, 3, 15-17.

Azwar, S. (2012).Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Berk, L. A. (2012).Development through the lifespan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bryant, C. D. (Ed.). (2003). Handbook of death & dying. Thousand Oaks: Sage

Cicirelli, V. G. (2003). Older adults’ fear and acceptance of death: a transitional model. Ageing International, 28, 66-81.

Cicirelli, V.G. (2006). Fear of death in mid-old age. Journal of Gerontology: Pshychologycal Sciences, 61, 75-81.

Falkenhain, M., & Handal, P. J. (2003). Religion death attitudes and belief in afterlife in the elderly:Untangling the relationships. Journal of Religion and Health, 42, 67-76.

Ford, G. G., Ewig, J. J., Ford, A. M., Ferguson, N. L., & Sherman, W. Y. (2004). Death anxiety and sexual risktaking: different manifestation of process of defense. Current Psychology: Developmental Learning Personality Social,23, 147-160.

Hartanto. (1996). Hubungan antara kecemasan akan kematian dengan belief in afterlifepada usia dewasa menengah. Jurnal Psikologi Indonesia, 1, 3-6.

Khalek, A. A., & Lester, D. (2009). Religiosity and death anxiety: No association in Kuwait. Psychological Report, 104, 770-771.

Lonetto, R., & Templer, D. I. (1986).Death anxiety. Washington: Hemisphere Publishing Cororation.

Muthoharoh, S., & Andriani, F. (2004).Hubungan antara religiusitas dengan kecemasan kematian pada dewasa tengah.Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial, 3, 23-29.

Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2005).Psikologi abnormal (Edisi 5). (Terjemahan dari : Abnormal Psychology). Jakarta: Erlangga.

(29)

Pamungkas, A., Wiyanti, S., & Agustin, R. W. (2013). Hubungan antara religiusitas dan dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi tutup usia pada lanjut usia

kelurahan jebres Surakarta. Diakses April 21, 2016 dari http:

//download.portalgaruda.org/article/Hubungan antara religiusitas dan dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi tutup usia pada lanjut usia kelurahan jebres Surakarta.

Papalia, D. E., & Olds, S. W. (1992). Human development (5th ed). United Stated of America: McGraw-Hill Publications.

Simorangkir, S. L. B. L. (2004). Empati dan religiusitas sebagai prediktor terhadap pemaafan pada mahasiswa sekolah teologia salatiga.Tesis. Salatiga: Program Pascasarjana Magister Sains Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Stark, R., & Glock, C. Y. (1968).American piety: The nature religious commitment. London: University of California Press.

Templer, D. I. (1972).Death anxiety in religiously very involved persons.Psychological Reports, 1, 361-362.

Thouless, R. H. (2000). Pengantar psikologi agama. Jakarta: CV Rajawali.

Upton, P. (2012). Psikologi perkembangan. (Terjemahan dari : Human Development). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Wen, Y. H. (2010).Religiosity and death anxiety.The Journal of Human Resource and Adult Learning, 6, 31-37.

Wijaya, F. S., & Safitri, R. M. (2006).Persepsi terhadap kematian dan kecemasan

menghadapi kematian pada usia lanjut. Diakses April 21, 2016

Gambar

Tabel 1 Kriteria skor untuk Religiusitas
Tabel 3 Hasil Uji One Komlogorov-Smirnov (K-S)
Tabel 4 Hasil Uji Linearitas “Religiusitas” dengan “Kecemasan Menghadapi  Kematian”
Tabel 6 Hasil Uji Signifikansi Nilai F
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan Evaluasi Penawaran, Kami Panitia Pelelangan mengundang Saudara untuk dapat menghadiri Verifikasi dan Klarifikasi terhadap Perusahaan pada Kegiatan :. Pengadaan

54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah bagi para peserta pengadaan penyedia pekerjaan konstruksi tersebut diatas diberikan kesempatan menyampaikan sanggahan (bila

Agar dihadiri oleh Direktur perusahaan (tidak boleh diwakilkan) dengan membawa data-data perusahaan yang asli sesuai dengan isian kualifikasi yang Saudara sampaikan pada

penyertaan-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Perubahan Struktur Sektor Potensial terhadap Pembangunan Ekonomi di Kabupaten Jember

Dalam mata kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat membuat program berorientasi objek, applet dan grafik, enkapsulasi, pewarisan dan Polymorphism, aplikasi

Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah kepada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara

Siswa diperintahkan untuk membuat surat bahasa inggris dengan format yang benar dan bentuk surat yang sudah ditentukan oleh

Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara parsial bimbingan karier, motivasi memasuki dunia kerja, fasilitas belajar, dan minat belajar pada kesiapan kerja siswa kelas XI