BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Nyamuk
Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insekta.
Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing dan enam kaki
panjang. Antar spesies berbeda-beda tetapi jarang sekali panjangnya melebihi 15
mm. (Levine, 1994)
Nyamuk mengalami empat tahap dalam siklus hidup yaitu telur, larva,
pupa dan dewasa. Nyamuk menghisap darah bukan untuk mendapatkan makanan
melainkan untuk mendapatkan protein yang terdapat dalam darah sebagai nutrisi
telurnya. Nyamuk jantan hanya memakan cairannektar bunga, sedangkan nyamuk
menghisap darah demi kelangsunganspesiesnya. (Spielman, 2001)
Seekor nyamuk jantan telah cukup dewasa untuk kawin akan
menggunakan antenanya (organ pendengar) untuk menemukan nyamuk betina.
Fungsi antena nyamuk jantan berbeda dengan nyamuk betina. Bulu tipis di ujung
antenanya sangat peka terhadap suara yang dipancarkan nyamuk betina. Tepat di
sebelah organ seksual nyamuk jantan, terdapat anggota tubuhyang membantunya
mencengkram nyamuk betina ketika mereka melakukan perkawinan di udara.
Nyamuk jantan terbang berkelompok, sehingga terlihat seperti awan. Ketika
seekor betina memasuki kelompok tersebut, nyamuk jantan berhasil
mencengkram nyamuk betina dan akan melakukan perkawinan denganya selama
kembali ke kelompoknya setelah melakukan perkawinan. Sejak saat itu,
nyamuk betina memerlukan darah untuk perkembangantelurnya.
2.1.1 Klasifikasi Nyamuk Kingdom : Animalia
Philum : Arthrophoda
Sub Philum : Mandibulata
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Sub ordo : Nematocera
Familia : Culicidae
Ordo diptera ini mempunyai 2 sayap (di=dua, ptera=sayap), yang terdapat
pada mesothorax dan terdapat juga sayap yang rudimenter berfungsi sebagai alat
keseimbangan (haltera). Metamorfosis lengkap : telur – larva – pupa – dewasa.
(Rosdiana, S, 2009)
2.1.2 Morfologi Nyamuk
Nyamuk dapat berperan sebagai vektor penyakit pada manusia dan
binatang. Pada nyamuk betina, bagian mulutnya membentuk probosis panjang
untuk menembus kulit manusia maupun binatang untuk menghisap darah.
Nyamuk betina menghisap darah untuk mendapatkan protein untuk pembentukan
telur yang diperlukan. Nyamuk jantan berbeda dengan nyamuk betina, dengan
bagian mulut yang tidak sesuai untuk menghisap darah (Spielman, 2001)
Pada stadium dewasa nyamuk dapat dibedakan jenisnya misalkannyamuk
nyamuk kulicini jantan palpinya melebihi panjang probosisnya. Sisik sayapnya
ada yang lebar dan asimetris (mansonia) ada pula yang sempit dan panjang
(Aedes, Culex) . Kadang-kadang sisip sayap membentuk bercak-bercak berwarna
putih dan kuning atau putih dan cokelat, juga putih hitam (speckled). Ujung
abdomen Aedes lancip (pointed) sedangkan ujung abdomen Mansonia seperti tumpul dan terpancung(truncated). (Gandahusada, 2006)
2.1.3 Siklus Hidup Nyamuk
Fase perkembangan nyamuk dari telur hingga dewasa sangat
menakjubkan. Telur nyamuk biasanya diletakan di atas daun lembab atau kolam
kering selama musim panas atau musim gugur. Sebelumnya si induk memeriksa
permukaan tanah secara menyeluruh dengan reseptor halus di bawah perutnya
reseptor ini berfungsi sebagai sensor suhu dan kelembaban. Setelah menemukan
tempat yang cocok nyamuk mulai bertelur. Telur-telurtersebut panjangnya kurang
dari 1 mm, tersusun dalam satu baris secaraberkelompok atau satu-satu. Beberapa
spesies nyamuk meletakan telurnyasaling bergabung membentuk suatu rakit yang
bisa terdiri dari 300 telur.(Spielman, 2001)
Telur berwarna putih dan tersusun rapi segera menjadi gelap warnanya,
lalu menghitam dalam beberapa jam. Warna hitam ini memberikan perlindungan
bagi larva agar tidak terlihat oleh burung atau serangga lain. Selain telur warna
kulit sebagian larva juga berubah sesuai dengan lingkungan sehingga mereka
lebih terlindungi. (Yahya, 2007)
Setelah masa inkubasi, (musim dingin) larva mulai keluar dari telur secara
mereka menjadi sempit, sehingga tidak bisa tumbuh menjadi lebih besar lagi, lalu
melakukan pergantian kulit yang pertama. Pada tahap ini kulit yang keras dan
rapuh mudah pecah. Larva nyamuk berganti kulit dua kali sampai selesai
berkembang. Larva membuat pusaran kecil di dalam air dengan menggunakan dua
anggota badan yang berbulu dan mirip kipas angin. Pusaran ini membuat bakteri
atau mikroorganisme mengalir ke mulut. Sambil bergantung di dalam air, larva
bernafas melalui pipa udara mirip “snorkel” yang digunakan para penyelam.
Tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang mencegah masuknya air ke lubang
yang digunakan untuk bernafas. Jika tidak memiliki pipa udara, ia tidak akan
mampu bertahan hidup. (Yahya, 2007)
Pergantian yang terakhir agak berbeda dengan sebelumnya. Pada tahap ini
larva memasuki tahap pendewasaan yaitu kepompong, kepompong menjadi
sangat sempit sehingga saatnya larva untuk keluar dari kepompong. Selama tahap
terakhir larva menghadapi bahaya terputusnya pernafasan, sebab lubang
pernafasannya yang mencapai permukaan air melalui pipa air akan tertutup. Sejak
tahap ini pernafasan tidak lagi menggunakan lubang melainkan melalui dua pipa
yang baru saja muncul pada bagian depan tubuhnya. Oleh Karena itu pipa-pipa
tersembul dipermukakan air sebelum pergantian kulit. Nyamuk dalam kepompong
menjadi dewasa dan siap terbang lengkap dengan semua organ dan organelnya,
seperti antena, tubuh, kaki, dada,sayap, perut, dan matanya. (Yahya, 2007)
Waktu yang diperlukan nyamuk untuk pertumbuhan dari telur sampai
menjadi dewasa lebih pendek (1-2 minggu). Tempat perindukan nyamuk dapat di
menggigit pada malam hari saja (culex dan anopheles) ada yang pada siang hari
(Aedes) dan ada yang pada siang dan malam hari (Mansonia). Umur nyamuk
dapat bertahan selama lebih dari dua minggu. (Gandahusada, 2006)
2.1.4 Jenis Nyamuk
Berdasarkan klasifikasinya nyamuk dapat dibedakan jenisnya dilihat dari
perbedaan bentuk morfologi nyamuk dewasa, diantaranya :
1. Aedes
Nyamuk Aedes dapat menularkan penyakit demam berdarah dengue (DBD)
melalui tusukannya. Nyamuk ini berwarna gelap yang dapat diketahui dari adanya
garis putih keperakan dengan bentuk lyre pada toraknya dan mempunyai gelang
putih pada bagian pangkal kaki, probosis bersisik hitam. (Suroso, T, 1998).
a. Klasifikasi
Pylum : Arthropoda
Kelas : Aceloterata
Class : Insekta
Ordo : Diptera
Genus : Aedes
b. Ciri-ciri nyamuk Aedes :
1) Bentuk tubuh kecil dan dibagian abdomen terdapat bintik-bintik serta
berwarna hitam.
2) Pada sayap Aedes memiliki sisik sempit panjang dengan ujung yang
3) Aedes dewasa memiliki abdomen dengan ujung lancip, warna hitam
dengan belang putih pada abdomen dan kaki.
4) Tidak membentuk sudut 90º.
5) Penyebaran penyakitnya yaitu pagi atau sore.
6) Hidup di air bersih serta ditempat-tempat lain yaitu kaleng-kaleng bekas
yang bisa menampung air hujan.
2. Culex
Nyamuk dewasa dapat berukuran 4 – 10 mm (0,16 – 0,4 inci). Morfologi
nyamuk Culex memiliki tiga bagian tubuh umum: kepala, dada, dan perut.
Nyamuk Culex yang banyak di temukan di Indonesia yaitu jenis Culex
quinquefasciatus.
a. Klasifikasi
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Culicidae,
Genus : Culex;
b. Ciri-ciri Culex :
1) Culex betina memiliki antena berambut jarang (pilose) palpus lebih pendek
daripada probocsis.
2) Culex jantan memiliki antena berambut lebat (plumose), palpus sama atau
melebihi panjang proboscis.
4) Bentuk sayap simetris.
5) Berkembang biak di tempat kotor atau di rawa-rawa.
6) Penularan penyakit dengan cara membesarkan tubuhnya.
7) Menyebabkan penyakit filariasis
8) Warna tubuhnya coklat kehitaman
3. Mansonia
Nyamuk dewasa berwarna coklat kekuning-kuningan dan belang-belang putih
Ada gambaran dua garis atau bundaran yang bewarna putih.
a. Klasifikasi
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Genus : Mansonia
b. Ciri-ciri nyamuk Mansonia
1) Pada saat hinggap tidak membentuk sudut 90º.
2) Bentuk tubuh besar dan panjang.
3) Bentuk sayap asimetris.
4) Menyebabkan penyakit filariasis
5) Penularan penyakit dengan cara membesarkan tubuhnya.
6) Warna tubuhnya coklat kehitaman.
6. Anopheles
Hewan yang termasuk dalam kelas Hexapoda (insektor) mempunyai satu
perubahan yaitu perubahan bentuk, perubahan sifat hidup dan perubahan struktur
bagian dalam insekta atau juga metamorfosis.
a. Klasifikasi
Pylum : Arthropoda
Kelas : Hexapoda
Ordo : Diptera
Genus : Anopheles
b. Ciri-ciri nyamuk Anopheles
1) Kepala anophelini jantan memiliki antena yang berambut lebat (plumose),
palpus terdiri atas probosis dengan ujung agak bulat.
2) Kepala betina memiliki venasi sayap kosta dan subkosta.
3) Bentuk tubuh kecil dan pendek
4) Antara palpi dan probosis sama panjang.
5) Menyebabkan penyakit malaria.
6) Pada saat hinggap membentu sudut 90º.
7) Warna tubunya coklat kehitaman.
8) Bentuk sayap simetris,bercak dan sisik gelap terang.
9) Berkembang biak di air kotor atau tumpukan sampah
2.1.5 Tempat Perindukan Nyamuk
Lingkungan fisik dan biologi seperti suhu udara, kelembaban, intensitas
cahaya, arus air, tumbuh-tumbuhan air dan tumbuhan-tumbuhan pelindung, serta
nyamuk dan penyebarannya, sehingga akan mempengaruhi keseimbangan
populasi nyamuk di alam.
Mengingat pentingnya kondisi lingkungan tersebut terhadap kehidupan
larva dan penyebaran nyamuk, maka perlu dilakukan penelitian dengan
mengamati aspek ekologi tempat perindukan nyamuk. Data ini penting sebagai
informasi dalam upaya penanggulangan perkembangan populasi nyamuk di
pemukiman rumah tangga. (Depkes RI,2005).
2.1.6 Suhu
Serangga memiliki kisaran suhu tertentu di mana dia dapat hidup. Di luar
kisaran suhu tersebut, serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Pada
umumnya kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimum 15oC, suhu optimum
25oC, dan suhu maksimum 450C (Jumar, 2000). Menurut Yotopranoto, et al.
dalam Yudhastuti (2005), dijelaskan bahwa rata-rata suhu optimum untuk
pertumbuhan nyamuk adalah 250C – 270C dan pertumbuhan nyamuk akan
berhenti sama sekali bila suhu kurang dari 100C atau lebih dari 400C. Menurut
standar dari WHO (2009), suhu optimal ruangan laboratorium dalam melakukan
percobaan untuk nyamuk adalah 27 ± 2 oC,
2.1.7 Kelembaban
Kelembaban yang dimaksudkan adalah kelembaban tanah, udara, dan
tempat hidup serangga dimana merupakan faktor penting yang mempengaruhi
distribusi, kegiatan, dan perkembangan serangga. Dalam kelembaban yang sesuai,
serangga biasanya lebih tahan terhadap suhu ekstrem (Jumar, 2000). Menurut
berkisar 81,5 - 89,5% merupakan kelembaban yang optimal untuk proses
embriosasi dan ketahanan hidup embrio nyamuk. Menurut standar yang diberikan
WHO (2009) untuk kelembaban udara optimal ruangan laboratorium yang
digunakan saat melakukan penelitian terhadap nyamuk adalah 80 ± 10%.
2.2 Nyamuk sebagai Vektor Penyakit
Vektor penyakit adalah serangga penyebar penyakit atau Arthropoda
(Soemirat, 2007). Nyamuk merupakan anggota ordo Diptera yang berbentuk
langsing, baik tubuhnya, sayap maupun probosisnya. Ciri-ciri khas ordo Diptera,
yaitu (Soedarto, 1992):
1. Kepala, toraks, dan abdomen berbatas jelas
2. Mempunyai sepasang antena
3. Sepasang sayap selaput melekat pada segmen toraks yang kedua; pasangan
sayap lainnya berubah bentuk menjadi alat keseimbangan
4. Mulut berfungsi untuk mengisap
5. Abdomen terdiri dari 10 segmen
Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit-penyakit
arbovirus (demam berdarah, chikungunya, demam kuning, encephalitis, dan
lain-lain), serta penyakit-penyakit nematoda (filariasis), riketsia, dan protozoa
(malaria). Di seluruh dunia terdapat lebih dari 2500 spesies nyamuk meskipun
sebagian besar dari spesies-spesies nyamuk ini tidak berasosiasi dengan penyakit.
Jenis-jenis nyamuk yang menjadi vektor utama, biasanya adalah Aedes spp.,
2.2.1 Nyamuk sebagai Vektor Penyakit Malaria
Vektor siklik satu-satunya untuk penyakit malaria pada manusia dan pada
kera adalah nyamuk Anopheles. Sementara itu, penyakit malaria pada burung
dapat disebabkan oleh nyamuk Anopheles dan Culex.
Spesies-spesies Anopheles berikut adalah spesies yang penting di antara
vektor malaria :
1. A. culicifacies (Asia Bagian Selatan)
2. A. hyrcanus sinensis (Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik)
3. A. fluviatilis (India)
4. A. maculatus (Asia Tenggara dan Timur, Taiwan)
5. A. minimus (Asia Tenggara dan Timur, Taiwan)
6. A. stephensi (Asia Selatan)
7. A. sundaicus (Asia Tenggara dan Selatan, Indonesia)
8. A. umbrosus (Asia Tenggara, Indonesia)
9. A. farauti (Kepulauan Solomon, Hebrides, Irian, New Britain sampai
Sulawesi Bagian Timur, Australia)
10.A. punctulatus (Irian, Solomon, pulau-pulau lain)
2.2.2 Nyamuk sebagai Vektor Penyakit Filariasis
Nyamuk Culex adalah vektor dari penyakit filariasis Wuchereria bancrofti
dan Brugia malayi. Jumlah spesies Anopheles, Aedes, Culex, dan Mansonia cukup
banyak, tetapi kebanyakan dari spesies tersebut tidak penting sebagai vektor
Di daerah tropis dan subtropis, Culex quinquefasciatus (fatigans), nyamuk
penggigit di lingkungan perumahan dan perkotaan, yang berkembang biak dalam
air setengah kotor di sekitar tempat tinggal manusia, merupakan vektor umum
penyakit filariasis bancrofti yang mempunya periodisitas nokturnal. Aedes
polynesiensis adalah vektor umum filariasis bancrofti nonperiodisitas di beberapa
Kepulauan Pasifik Selatan. Nyamuk ini hidup di luar kota di semak-semak (tidak
pernah dalam rumah) dan berkembang biak di dalam tempurung kelapa dan
lubang pohon. Nyamuk ini lebih menyukai darah manusia, walaupun juga
mengisap darah binatang peliharaan mamalia dan unggas.
2.2.3 Nyamuk sebagai Vektor Penyakit Demam Berdarah
Demam berdarah (Dengue Haemmorhagic Fever (DHF)) adalah penyakit
endemis yang disebabkan oleh virus dengue yang terdapat di daerah tropis dan
subtropis yang kadang-kadang menjadi epidemik. Virus penyakit ini
membutuhkan multiplikasi 8-10 hari sebelum nyamuk menjadi infektif. Penyakit
ini khususnya ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes, terutama Aedes aegypti.
Penyakit ini merupakan penyakit endemis di Indonesia dan terjadi sepanjang
tahun terutama pada saat musim penghujan. (Chandra, 2007)
Gejala klinis DHF berupa demam tinggi yang berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari dan manifestasi perdarahan yang biasanya didahului dengan
terlihatnya tanda-tanda khas berupa bintik-bintik merah (petechia) pada
bagian-bagian badan penderita. Penderita dapat mengalami sindrom syok dan meninggal
2.3 Pengendalian Vektor
Tujuan pengendalian vektor utama adalah upaya untuk menurunkan
kepadatan populasi nyamuk sampai serendah mungkin sehingga kemampuan
sebagai vektor menghilang. Secara garis besar ada 4 cara pengendalian vektor
yaitu dengan cara kimiawi, biologis, mekanik, dan radiasi (Soegijanto, 2006).
Pengendalian vektor penyakit sangat diperlukan bagi beberapa macam
penyakit karena berbagai alasan (Soemirat, 2007):
1. Penyakit tadi belum ada obat ataupun vaksinnya, seperti hampir semua
penyakit yang disebabkan oleh virus.
2. Bila ada obat ataupun vaksinnya, tetapi kerja obat tadi belum efektif,
terutama untuk penyakit parasit.
3. Berbagai penyakit didapat pada banyak hewan selain manusia sehingga
sulit dikendalikan.
4. Sering menimbulkan cacat seperti filariasis dan malaria.
5. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat, seperti
insekta yang bersayap.
2.3.1 Pengendalian Secara Kimiawi 1. Insektisida
Insektisida berasal dari bahasa latin insectum yang mempunyai arti potongan,
keratin, atau segmen tubuh (Soemirat, 2007). Insektisida adalah bahan-bahan
kimia yang digunakan untuk memberantas serangga (Soedarto, 1992).
Pembagian insektisida berdasarkan cara masuknya ke dalam tubuh insektisida
dan racun pernapasan. Untuk mengendalikan serangga yang terbang (seperti
nyamuk Aedes aegypti), insektisida yang digunakan adalah yang mengandung
racun lambung atau racun kontak (Djojosumarto, 2000).
2. Larvasida
Jenis larvasida yang paling luas digunakan saat ini untuk mengendalikan
larva nyamuk khususnya spesies Aedes aegypti adalah temefos. Di Indonesia,
temefos 1% (Abate 1SG) telah digunakan sejak 1976, dan sejak 1980 abate telah
dipakai secara massal untuk program pemberantasan Aedes aegypti di Indonesia
(Gafur, 2006). Cara ini biasanya dengan menaburkan abate ke dalam bejana
tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum, yang dapat
mencegah adanya jentik selama 2-3 bulan (Chahaya, 2003).
3. Repellent
Repellent adalah bahan-bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk
menjauhkan serangga dari manusia sehingga dapat dihindari gigitan serangga atau
gangguan oleh serangga terhadap manusia. Repellent digunakan dengan cara
menggosokkannya pada tubuh atau menyemprotkannya pada pakaian, oleh karena
itu harus memenuhi beberapa syarat yaitu tidak mengganggu pemakainya, tidak
melekat atau lengket, baunya menyenangkan pemakainya dan orang sekitarnya,
tidak menimbulkan iritasi pada kulit, tidak beracun, tidak merusak pakaian dan
daya pengusir terhadap serangga hendaknya bertahan cukup lama. DEET (
N,N-diethyl-m-toluamide) adalah salah satu contoh repellent yang tidak berbau, akan
tetapi menimbulkan rasa terbakar jika mengenai mata, luka atau jaringan
Repellent yang berbeda bekerja melawan hama yang berbeda pula. Penting
untuk memperhatikan kandungan aktif dari suatu repellent pada label produknya.
Repellent yang mengandung DEET (N,N-diethyl-m-toluamide), permethrin,
IR3535 (3-[N-butyl-N-acetyl]-aminopropionic acid) atau picaridin (KBR 3023)
merupakan repellent untuk nyamuk. DEET tidak boleh digunakan pada bayi yang
berumur di bawah 2 bulan. Anak-anak yang berumur dua bulan atau lebih hanya
dapat menggunakan produk dengan konsentrasi DEET 30% atau lebih (MDPH,
2008).
2.3.2 Pengendalian Vektor Secara Biologis/Hayati
Pengendalian hayati atau sering disebut pengendalian biologis dilakukan
dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme,
hewan invertebrata atau hewan vertebrata. Sebagai pengendalian hayati, dapat
berperan sebagai patogen, parasit atau pemasangan. Beberapa jenis ikan, seperti
ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia affinis) adalah
pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Sebagai patogen, seperti dari
golongan virus, bakteri, fungi atau protozoa dapat dikembangkan sebagai
pengendali hayati larva nyamuk di tempat perindukannya (Soegijanto, 2006).
Beberapa keuntungan pengendalian hayati adalah (Jumar, 2000):
1. Aman, tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, tidak
menyebabkan keracunan pada manusia dan ternak.
2. Tidak menyebabkan resistensi terhadap hama.
4. Bersifat permanen, untuk jangka panjang dinilai lebih murah apabila
keadaan lingkungan telah stabil atau telah terjadi keseimbangan antara
hama dengan musuh alaminya.
2.3.3 Pengendalian Vektor Secara Mekanik
Pengendalian yang lain adalah dengan cara mekanik, yaitu mencegah
gigitan nyamuk dengan menggunakan pakaian yang dapat menutupi seluruh
bagian tubuh, kecuali muka dan penggunaan net atau kawat kasa di rumah-rumah
(Sembel, 2009).
Menurut Soegijanto (2006), gerakan yang sekarang digalakkan oleh
pemerintah yaitu gerakan 3M:
1. Menguras tempat-tempat penampungan air dengan menyikat bagian
dinding dalam dan dibilas paling sedikit seminggu sekali.
2. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga
tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa.
3. Menanam/ menimbun dalam tanah barang-barang bekas atau sampah
yang dapat menampung air hujan.
2.3.4 Pengendalian Vektor Secara Radiasi
Di sini nyamuk dewasa jantan diradiasi dengan bahan radioaktif dengan
dosis tertentu sehingga menjadi mandul. Kemudian nyamuk jantan yang telah
diradiasi ini dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti akan berkopulasi dengan
nyamuk betina tapi nyamuk betina tidak akan dapat menghasilkan telur yang fertil
2.4 Gambaran Umum Tentang Insektisida Nabati
2.4.1 Pengertian Insektisida Nabati
Secara umum insektisida nabati diartikan sebagai suatu insektisida yang
bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Insektisida nabati relatif mudah dibuat
dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas, oleh karena terbuat dari bahan
alami nabati.
Penggunaan insektisida nabati dimaksudkan bukan untuk meninggalkan
dan menganggap tabu penggunaan insektisida sintetis, hanya merupakan suatu
cara alternatif dengan tujuan agar pengguna tidak hanya tergantung kepada
insektisida sintetis. Tujuan lainnya adalah agar penggunaan insektisida sintetis
dapat diminimalkan sehingga lingkungan yang diakibatkannya pun diharapkan
dapat dikurangi pula (Kardinan, 2004).
Insektisida nabati mempunyai kelompok metabolit sekunder yang
mengandung beribu-ribu senyawa bioaktif seperti alkaloid, fenolik, dan zat kimia
sekunder lainnya. Senyawa bioaktif yang terdapat pada tanaman dapat di
manfaatkan seperti layaknyainsektisida sintetik. Perbedaannya adalah bahan aktif
pada insektisida nabati disintesa dari tumbuhan dan jenisnya bisa lebih dari satu
macam (campuran).
Bagian tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit dan batang dan
sebagainya dapat digunakan dalam bentuk utuh, bubuk ataupun ekstraksi (dengan
air ataupun pelarut organik). Insektisida nabati merupakan bahan alami, bersifat
relatif aman bagi manusia maupun ternak karena residunya mudah hilang (Naria,
2005).
2.4.2 Pembuatan Insektisida Nabati
Cara pembuatan insektisida nabati dari berbagai jenis tumbuhan tidak
dapat dijelaskan secara khusus atau distandarisasi karena memang sifatnya tidak
berlaku secara umum. Pembuantan insektisida nabati dapat di lakukan secara
sederhana atau secara laboratorium. Cara sederhana (jangka pendek) dapat di
lakukan denganpenggunaan ekstrak sesegera mungkin setelah pembuatan ekstrak
di lakukan. Cara laboratorium (jangka panjang) biasanya di lakukan oleh tenaga
ahli yang sudah terlatih hal tersebut menyebabkan produk insektisida nabati
menjadi mahal. Hasilkemasannya memungkinkan untuk disimpan relatif lama.
Untuk menghasilkan bahan insektisida nabati dapat dilakukan teknik
sebagai berikut :
1. Penggerusan, penumbukan atau pengepresan untuk mengahasilkan produk
berupa tepung, abu atau pasta.
2. Rendaman untuk produk ekstrak.
3. Ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut disertai perlakuan
khusus oleh tenaga yang terampil dan dengan peralatan yang khusus.
2.4.3 Keunggulan dan Kelemahan Insektisida Nabati
Penggunaan insektisida nabati memiliki keunggulan dan kelemahan yaitu
I. Keunggulan
1. Insektisida nabati tidak atau hanya sedikit meninggalkan residu pada
komponen lingkungan dan bahan makanan sehingga dianggap lebih aman
dari pada insektisida sintetis/kimia.
2. Zat pestisidik dalam insektisida nabati lebih cepat terurai di alam sehingga
tidak menimbulkan resistensi pada sasaran.
3. Dapat dibuat sendiri dengan cara yang sederhana.
4. Bahan membuat insektisida nabati dapat disediakan di sekitar rumah.
5. Secara ekonomi tentunya akan mengurangi biaya pembelian insektisida.
II. Kelemahan
Selain keunggulan insektisida nabati, tentunya kita tidak dapat
mengesampingkan beberapa kelemahan pemakaian insektisida nabati tersebut
kelemahanya antara lain :
1. Frekuensi penggunaan insektisida nabati lebih tinggi dibandingkan dengan
insektisida sintesis. Tingginya frekuensi penggunaan insektisida nabati
adalah karena sifatnya yang mudah terurai di lingkungan sehingga harus
lebih sering di aplikasikan.
2. Insektisida nabati memiliki bahan aktif yang kompleks (multiple
activeingredient ) dan kadang kala tidak dapat di deteksi.
3. Tanaman insektisida nabati yang sama, tetapi tumbuh di tempat yang
berbeda, iklim berbeda, jenis tanah berbeda, umur tanaman berbeda, dan
waktu panen yang berbeda mengakibatkan bahan aktifnya menjadi sangat
2.4.4 Cara Masuk Insektisida
Menurut cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga dapat dibagi
menjaditiga kelompok sebagai berikut ( Gandahusada, 2006) :
1. Racun lambung (racun perut/stomach poison)
Racun lambung atau racun perut adalah insektisida yang membunuh
serangga sasaran dengan cara masuk melalui mulut ke organ pencernaan
melalui makanan yang di makan serangga dan menggigit mengisap diserap
oleh dinding usus kemudian ditranslokasikan ke tempat sasaran yang
mematikan sesuai dengan jenis bahan aktif insektisida misalkan menuju ke
pusat syaraf serangga menuju ke organ-organ respirasi meracuni sel-sel
lambung dan sebagainya. Oleh, karena itu serangga harus memakan
tanaman yang sudah disemprot insektisida yang mengandung residu dalam
jumlah yang cukup untuk membunuh.
2. Racun kontak ( contact poisons )
Racun kontak adalah insektisida yang masuk dalam tubuh serangga
melalui kulit atau langsung mengenai mulut serangga, serangga akan mati
apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan insektisida tersebut.
Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun perut.
3. Racun pernafasan ( fumigants )
Racun pernafasan adalah insektisida yang masuk melalui sistem
pernafasan, serangga sasaran akan mati bila menghirup insektisida dalam
jumlah yang cukup. Kebanyakan racun pernafasan berupa gas, asap,
2.4.5 Toksisitas Insektisida
Dalam mengukur Toksisitas Insektisida dikenal istilah LD50, LC50,
ED50, RL50, EC50, dan TLM dengan penjelasan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Daftar Istilah Toksisitas
ISTILAH KETERANGAN
LD 50
(Lethal Dossage)
Berapa mg insektisida untuk tiap kg
berat badan binatang percobaan untuk
mematikan 50% dari populasinya.
Diberikan melalui oral, dermal dan
respirasi, diambil dari insektisida
murni.
LC 50
(Lethal Consentration)
Berapa mg insektisida untuk tiap kg
berat badan binatang percobaan untuk
mematikan 50% dari populasinya
menggunakan fumigant. Diberikan
melalui oral, dermal dan respirasi.
ED 50
(Effective Dossage)
Berapa mg insektisida untuk tiap
volume spon yang tidak tumbuh setelah
diberi perlakuan fungisida dengan dosis
tertentu pada medium buatan pada
waktu tertentu.
(Residu Life) terjadinya deposit tersisa sehingga
Sumber : Kartosapoetra dalam Siregar, 2008
Menurut WHO (2009), pengujian insektisida nabati terhadap nyamuk
dengan skala kecil di laboratorium suatu insektisida akan dikatakan efektif jika
memenuhi standar LD90 (Lethal Dossage 90) yaitu mampu membunuh nyamuk
sebesar 90% dari total nyamuk uji.
2.5 Gambaran Umum Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium)
Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium) merupakan salah satu jenis
rempah-rempah dari tumbuhan liar yang dikenal oleh masyarakat Batak Angkola dan
Mandailing, Sumatera Utara. Tumbuhan ini merupakan jenis yang sangat dekat
kekerabatannya dengan Zanthoxylum piperitum yang banyak ditemukan di daratan
Menurut Whitmore (1992), kedudukan tanaman Zanthoxylum di dalam
sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rutales
Famili : Rutaceae
Genus : Zanthoxylum
Spesies : Zanthoxylum acanthopodium
2.5.1 Morfologi Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium)
Menurut Hasairin (1994), tinggi tanaman andaliman adalah 3-8 m. Batang
dan cabangnya merah, kasar beralur, berbulu halus dan berduri. Buahnya bulat
hijau kecil dengan diameter ± 4 mm (Tensiska, 2001). Bila digigit, buah ini
mengeluarkan aroma yang wangi dan rasa tajam yang khas yang dapat
merangsang produksi air liur. Hal ini karena andaliman memiliki sifat
karminativum (Hasairin, 1994). Khusus yang di Sumatera Utara mempunyai
bunga lengkap dengan panjang ± 3 mm (Tensiska, 2001).
Famili jeruk-jerukan ini di habitatnya berupa tanaman semak dengan
tinggi sekitar 5 meter (Sortha et al., 2004). Daunnya majemuk menyirip, panjang
1-20 cm dan lebar 3-15 cm, memiliki kelenjar minyak. Permukaan atas daun
berwarna hijau mengkilat dan permukaan bawahnya hijau muda atau pucat,
(Siregar, 2003; Wijaya, 1999). Bunga aksilar, majemuk terbatas, anak payung
menggarpu, berkelamin dua, dan berwarna kuning pucat. Buah berbentuk kapsul,
bulat hijau kecil, diameter 2-3 mm, mirip lada, jika sudah tua berwarna merah.
Tiap buah memiliki 1 biji dengan kulit biji yang keras berwarna hitam berkilat
(Sibuea, 2002). Tipe perkecambahan biji andaliman ialah epigin yakni tipe
perkecambahan di atas tanah yang terjadi karena pembentangan ruas batang di
bawah daun lembaga sehingga daun lembaganya terangkat ke atas tanah (Siregar,
2003).
2.5.2 Kandungan Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium)
Andaliman mengandung senyawa polifenolat, monoterpen dan
seskuiterpen, serta kuinon. Selain itu juga terdapat minyak atsiri seperti geraniol,
linalool, cineol, dan citronella yang menimbulkan kombinasi bau mint dan lemon
(Simangunsong, 2008 dalam Sinaga, 2009). Ekstrak segar andaliman
Nyamuk yang mati Nyamuk
(20 ekor/percobaan)
Menurut Dubey et al. (2010 dalam Hartati (2012) aktivitas biologi minyak
atsiri terhadap serangga dapat bersifat menolak (repellent), menarik (attractant),
racun kontak (toxic), racun pernafasan (fumigant), mengurangi nafsu makan
(antifeedant), menghambat peletakan telur (oviposition deterrent), menghambat
petumbuhan, menurunkan fertilitas, serta sebagai antiserangga vektor. Selain itu
senyawa bioaktif golongan flavonoid, alkaloid, dan steroid yang terkandung
dalam tumbuhan berfungsi sebagai insektisida. Insektisida ini apabila
diaplikasikan akan membunuh organisme sasaran dan setelah itu residunya akan
cepat hilang. (Naria, 2005).
2.6 Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian Ekstrak andaliman dengan
konsentrasi 0%, 5%, 7,5%, 10%,
12,5% dan 15%
Suhu