• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Filsafat Manusia Menurut Muhammadiyah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Filsafat Manusia Menurut Muhammadiyah."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemikiran yang berkaitan dengan hakikat dan makna manusia ini tidak bersamaan dengan adanya dorongan keingintahuan manusia secara ilmiah. Keheranan dan kekaguman manusia terhadap alam yang dihadapinya seperti gunung, lautan dan pemandangan indah yang lain sekiranya dapat memberikan arahan kedalam refleksi dimensi asasi manusia. Atau adanya pengalaman yang tidak baik, frustasi, kegagalan yang memuncak seperti kecelakaan yang tidak sengaja menimpa orang yang sangat dicintainya, pembunuhan masal, perang, bencana alam dan sebagainya. Peristiwa ini secara perlahan-lahan dan sistematis akan menanyakan apakah manusia itu? Apakah aku menjadi persoalan besar bagi diriku sendiri? Selain itu pertanyaan akan muncul berkaitan dengan adanya kenyataan manusia yang hidup dengan dan selalu membutuhkan orang lain, terutama pada cinta dan sebuah harapan yang panjang.1

Persoalan tentang hakikat manusia dalam kajian filsafat mempunyai tempat tersendiri dan bahkan sebagian kajian filsafat mencari tentang hakikat manusia, tentunya sesuai dengan kondisi historisnya. Menurut Zainal Abidin, ada dua aliran tertua dan terbesar dalam menyikapi dan merumuskan hakikat manusia atau esensi manusia, yaitu materialisme dan idealisme. Materialisme

1

(2)

sebagai sebuah paham filsafat yang meyakini bahwa esensi dari kenyataan yang ada adalah material itu sendiri, hal ini juga merembet ke dalam esensi manusia, yaitu badan itu sendiri. Sebagai cirinya apabila kenyataan yang ada tersebut dapat diukur, memiliki keluasaan, bersifat objektif dan tentunya menempati ruang. Rumusan yang bertolak belakang disampaikan oleh idealisme, yaitu aliran filsafat yang meyakini ada kekuatan spiritual di balik kenampakan yang ada atau jelasnya hakikat dari sesuatu yang ada adalah bersifat spiritual. Sesuatu yang ada tersebut juga menyangkut diri manusia.2 Aliran-aliran yang lain merupakan respon dari kedua aliran besar tersebut. Kedua aliran besar diatas termasuk dalam kategori aliran esensi tunggal atau sering disebut sebagai monisme. Ada yang berpaham bahwa dalam diri sesuatu yang ada itu mempunyai dua subtansi atau esensi fisik dan esensi spiritual, maka sering mendapatkan label dualisme.

Esensi-esensi tersebut berawal dari kajian-kajian tentang „apa-apa‟ yang ada dalam diri manusia. Manusia sebagai manusia yang mengkaji dirinya sendiri tentunya mengetahui peran manusia atau dimensi manusia. Manusia sebagai persona mempunyai kemampuan untuk menentukan jalan dirinya sendiri. Manusia juga memiliki cara „berada‟ yang unik serta yang khas dibandingkan cara „berada‟ makhluk lainnya, karena dimensi ini

merupakan dimensi manusia yang paling asasi. Selanjutnya, manusia sebagai

persona mempunyai komponen penyusun manusia itu, yaitu roh, jiwa (nafs)

2

(3)

dan badan atau jasmani.3 Ketiga unsur penyusun manusia ini menjadi bahan kajian yang panjang dalam rentetan sejarah manusia, baik dari aliran monisme maupun dualisme. Ketiganya tentu mempunyai fungsi masing-masing yang berlawanan tetapi saling menguatkan. Eksistensi jiwa dalam tubuh akan memberikan warna secara total bagi kemungkinan „ada‟nya

didunia dan akan menentukan kemungkinan perbuatan yang dilakukannya. Fungsi yang terakhir inilah manusia dapat menentukan perbuatannya sendiri dengan kehendak bebas. Kebebasan4 ini dapat dikaitkan dalam tiga hal, yaitu kebebasan dalam penyempurnaan diri, kemampuan untuk memilih dan memutuskan, dan kemampuan untuk dapat mengungkapkan berbagai dimensi manusia.5 Point terakhir inilah yang dapat melahirkan berbagai peradaban didunia ini yang menakjubkan. Sehingga didalam sebuah peradaban yang

3

Jasmani adalah wadah yang hidup yang mempunyai peran penting dalam membentuk

pribadi. Harjoko mengatakan bahwa”tubuh manusia bukan hanya sekedar wadah dari unsur kerohaniannya, sebab tubuh dan jiwanya dialami sebagai aku”. Sehingga tubuh, jiwa adalah

identik dengan unsur aku. Rohani atau jiwa adalah unsur yang abstrak yang tidak dapat dilihat dengan pancaindra, dengan unsur inilah manusia sebagai makhluk yang tertinggi dalam tataran makhluk. Roh atau sukma atau atma dalam bahasa Jawa merupakan sesuatu yang dalam sebagai hakikat manusia, karena hal ini menyangkut seluruh masa (waktu) manusia yang tidak dapat dipisahkan, yiatu masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, selebihnya lihat Kasmiran Wuryo Sanadji, Filsafat Manusia, (Jakarta: Erlangga, 1985), hlm. 36, 52-74, 100-102. Selain itu, jika ketiga entitas manusia tersebuti atas dikaji dengan unsur (mengkaitkan) unsur kepercayaan atau agama akan berbeda pula gerangan definisinya, misalnya dalam kajian Kristen-Katolik dapat dilihat dalam sebuah buku kecil hasil terjemah yang dilakukan oleh K. Bertens, yaitu C.A. Van Peursen, Tubuh, Jiwa, Roh: Sebuah Pengantar dalam Filsafat Manusia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991) hlm. 94-100. Khazanah keilmuan Islam dalam hal ini malah lebih kaya, misalnya sebuah buku kecil hasil disertasi dari Abbas Mahmud al-Aqqqad, Manusia di Ungkap al-Quran, terj. Team Pustaka Firdaus, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), hlm. 31-43.

4

Pengertian kebebasan (freedom) secara umum terbagi menjadi dua, yaitu kebebasan internal dan kebebasan eksternal atau dalam kehidupan modern terdapat istilah kebebasan negatif dan kebebasan positif. Kedua kebebasan ini dapat dijelaskan dalam makna moral dan politik. Penelitian ini memaknai kebebasan dengan makna kebebasan positif dengan makna moral bukan makna politik. Selebihnya lihat Maryam Bakhtyar, “Freedom and Sufism a Brief Analysis on Freedom Concept in the View of Muslim Mystics”, dalam Journal of Islamic Studies and Culture, Vol. 2, No. 1, (March 2014), hlm. 33-34.

5

(4)

dibangun itu, tentu ada pemahaman tentang hakikat manusia, baik terdapat dalam sistem ideologinya atau ilmu yang dipelajarinya. Hal ini akan menarik ketika disentuhkan dengan gerakan Muhammadiyah yang telah berusia satu abad. Setidaknya, ada tiga alasan penelitian yang berkaitan dengan Muhammadiyah ini dilakukan, yaitu pertama ormas keagamaan yang menekankan tajdid (pembaruan) dalam berbagai bidang. Tajdid mempunyai dua arti yaitu reformasi (reformation) dan pembaruan. Amin Rais memaknai tajdid harus terjadi diberbagai bidang. Bidang-bidang tersbut adalah tandhiful

aqidah, pembersihan aqidah dari syirik. Kedua, tajdid nidham, pembaruan organisasi. Ketiga, taksirul kawadir, memperbanyak kader. Keempat, tajdid etos Muhammadiyah dan, kelima tajdid kepemimpinan.6 Kedua, karena gerakan ini lebih mengutamakan dan menekankan peranan aspek akal dan pikiran dalam ber-diin dibanding mengandalkan kepekaan hati dan intuisi.7 Ketiga, adanya peradaban yang telah di bangun oleh Muhammadiyah.

Peradaban8 yang dibangun oleh Muhammadiyah dari kebekuan dinamika pemikiran keislaman dengan ditandai oleh bersikerasnya masyarakat yang mempertahankan tradisi beragama yang ekslusif dan stagnan secara turun temurun perlahan-lahan telah memberikan hasil yang nampak. Itu artinya Muhammadiyah telah melahirkan sebuah peradaban yang

6

Selebihnya lihat M. Amien Rais, Moralitas Politik Muhammadiyah, (Yogjakarta:Dinamika,1995), hlm.30-33.

7

Masyitoh Chusnan, Tasawuf Muhammadiyah: Menyelami Spirituall Leadership Ar Fakhruddin, Cetakan II (Jakarta: Kubah Ilmu, 2012), hlm. 43.

8

Berbagai definisi tentang peradaban dan perbandingannya dengan kebudayaan…Lihat selanjutnya dalam, Najmuddin Zuhdi, Buku Ajar Sejarah Kebudayaan Islam I, (Surakarta: FAI UMS, 1997) hlm. 7. Bandingkan pengertian ini dengan konsep dan pengertian Islam, selebihnya lihat Ahmad Alim, “Ilmu dan Adab dalam Islam”, dan Adian Husaini, “Makna Adab dalam

(5)

utama (tinggi) dan telah banyak berkontribusi terhadap berlangsungnya Negara Indonesia. Ormas yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di Indonesia ini secara hitungan hijriah sudah melebihi satu abad (105 H) telah melahirkan berbagai amal usaha dibidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan social yang jumlahnya semakin bertambah.9 Ketika itu, Islam menjadi cemooan sekaligus berubah secara drastis Islam sudah menjadi lambang kebanggaan.

Peradaban dalam Muhammadiyah ini muncul dari gerakan Muhammadiyah sebagai pelopor gerakan pembaruan-keagamaan modern di Indonesia, sebuah gerakan pemberdayaan masyarakat dan gerakan keilmuan atau pemikiran yang dapat diperhitungkan.10 Gerakan keilmuan (rasionalisme) ini muncul dari ciri khusus yang melekat pada diri Muhammadiyah ini yang disampaikan oleh Abdul Munir Mulkhan, yaitu adanya ciri pertumbuhan dan kemajuan. Kedua ciri ini menunjukkan

9

Secara singkat jumlah lembaga tersebut telah diucapkan oleh Taufiq Ismail dalam sebuah puisi dengan judul “Renungan 100 Tahun Rasa Syukur Dan Doa Bersama”, yaitu:

Kemudian mendewasa dengan kekayaan pengalamannya

Lihatlah 6.000 TK, 5728 SD, 3.279 SMP, 2.776 SMA, 101 SMK, 45 Muallimin-Pesantren, 168 Perguruan Tinggi

Kemudian 70 rumah sakit, 287 BKIA, 300 panti Yatim Piatu

Selebihnya, lihat Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Muhammadiyah 100 Tahun Menyinari Negeri, (Yogyakarta: Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, 2013), hlm.180-181dan lihat Tanfidz Keputusan Muktamar Satu Abad Muhammadiyah (Muktamar Muhammadiyah ke 46)Yogyakarta, 20-25Rajab 1431 h / 3-8 Juli 2010 M.

10

(6)

pemegang utama kata kunci kebudayaan modern yang jumlah dan keanekaragaman dan sekaligus merupakan ciri utama dari modernisme yang mengarah pada materialisme. Usaha Muhammmadiyah telah berhasil dalam hal menyuntikkan keduanya kedalam masyarakat yang menganggap kehidupan dunia tidak memiliki nilai eskatologis yang tinggi. Kedua adalah sistematisasi sebagai prinsip kedua dari Muhammadiyah. Prinsip ini keluar dari rumus utama dari gerakan modernisme yang lainnya, tidak lain gerakan tersebut adalah rasionalisme.11

Gerakan rasionalisme Muhammadiyah dapat memendekkan jarak antara ilmu umum dan ilmu agama menimbulkan produk-produk pemikiran baru yang sebelumnya tidak ada.12 Produk-produk pemikiran tersebut menjadi satu bergumul dalam suatu pemikiran sebagai bagian dari peradaban yang lambat laun menjadi suatu manhaj atau pandangan-dunia dalam makna yang sangat luas. Rumusan yang bernada sama, yaitu dalam Muktamar ke 37 Muhammadiyah, ideologi dirumuskan sebagai ajaran atau ilmu pengetahuan yang secara sistematis dan menyeluruh membahas mengenai gagasan, cara, angan-angan atau gambaran dalam pikiran untuk mendapatkan keyakinan mengenai hidup dan kehidupan yang benar dan tepat. Atau ideologi juga berkaitan dengan pedoman hidup, tujuan hidup, ajaran dan acara yang digunakan untuk melaksanakan pandangan hidup dalam mencapai tujuan

11

Abdul Munir Mulkhan, Mengggugat Muhammadiyah, (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2000), hlm. vii.

12

(7)

tersebut. Berkaitan dengan ideologi gerakan Muhammadiyah maka dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem keyakinan cita-cita dan perjuangan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Secara subtansial berisi paham Islam atau paham keagamaan dalam Muhammadiyah, hakikat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dan misi dan stategi perjuangan Muhammadiyah.13

Menurut Haedar Nashir ada beberapa alasan pemikiran Muhammadiyah secara luas disebut sebagai manhaj pemikiran yaitu, pertama, pemikiran Muhammadiyah yang ditulis pada waktu sekarang tetap ada jalur kontinuitas (bersambung) dengan pemikiran-pemikiran dasar dan jiwa pendirinya. Kedua pokok-pokok pemikiran Kyai Dahlan dapat dikontruksi secara jelas walaupun tidak di tertulis (terdokumentasi) oleh Kyai Dahlan. Ketiga, sistematisasi dari pandangan atau perpektif tertentu dalam menggagas dan mengaktualisasikan gagasannya melalui kelembagaan yang berbasis dan ber-worldview Islam. Keempat, Muhammadiyah sebagai ideologi yang berkaitan dengan khittah atau garis perjuangan dengan memilih gerakan dakwah kemasyarakatan. Kelima, bahwa pemikiran-pemikiran resmi Muhammadiyah yang semula sebagai pedoman gerakan organisasi, lambat laun telah menjadi sebuah model berfikir dan bertindak bagi anggota

13

(8)

Muhammadiyah.14 Ideologi ini yang telah membangun peradaban yang berdiri megah, agung atau apaupun namanya terdapat manusia sebagai pemikir, pencipta, penerus dan pelangsung peradaban. Sebuah peradaban dengan ciri atau corak tertentu secara tidak langsung akan menunjukkan ideologi atau pandangan-dunia yang dimaknai secara luas yang dimiliki manusia. Muhammadiyah telah berusia satu abad tentunya telah melahirkan peradaban yang tidak sembarangan. Sehingga, menghendaki jawaban tentang pertanyaan hakikat konsep manusia dalam ormas terbesar ini sangat penting, artinya didalam suatu sistem pemikirannya dan didalam kerangka berfikir manhaj atau ideologinya terdapat konsep yang mewujudkan pemahaman tetang tuhan yang komprehansif. Konsep tentang manusia secara filosofis, khususnya tentang penghayatan manusia menjadi penting karena ia termasuk bagian dari pandangan hidup atau makna ideologi secara lebih luas sebagai landasan dalam membangun peradaban yang utama.

Pandangan tentang manusia secara filosofis berkaitan erat dan bahkan merupakan bagian dari sistem ideologi gerakannya. Sistem ideologi gerakan adalah landasan „moral‟ organisasi, yang akhirnya akan memperlihatkan

corak peradabannya. Pandangan tentang hakikat manusia dengan demikian merupakan masalah sentral yang akan mewarnai corak berbagai segi peradaban yang dibangun Muhammadiyah diatasnya.15 Oleh karena itu,

14

Haedar Nashir, „Memahami Manhaj Gerakan Muhammadiyah‟ kata pengantar dalam Imron Nasri, dkk (penghimpun), Manhaj Gerakan Muhammadiyah:Ideologi, Khittah dan Langkah, cet.II., (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), hlm. x-xii.

15

(9)

konsep manusia secara filosofis penting bukan demi pengetahuan akan manusia itu sendiri, tetapi yang lebih penting adalah karena ia merupakan syarat bagi pembenaran kritis dan landasan yang aman bagi terbentuknya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.16 Inilah satu kegelisahan akademik dari penelitian ini, yang menghendaki untuk dieksplor lebih lanjut, sehingga kedepan ormas ini perlu berbenah diri secara akademis-keilmuan, tidak kehilangan pijakan dalam keilmuan (filsafat) mewujudkan peradaban utama. Karena hingga abad kedua dari kelahiran Muhammadiyah ini belum memiliki sebuah pemikiran konsep tentang hakikat manusia sebagai modal dasar untuk mewujudkan peradaban yang utama.

Kata filsafat dalam khazanah pemikiran Muhammadiyah kiranya „haram‟ digunakan, Majelis Tarjih dan Tajdid „lebih senang‟ menggunakan

kata pemikiran daripada kata filsafat. Kata pemikiran menurut Majelis Tarjih dan Tajdid adalah hasil rumusan dengan cara mencurahkan segenap kemampuan berfikir terhadap suatu masalah berdasarkan wahyu dengan

metode ilmiah, meliputi bidang teknologi, filsafat, tasawwuf, hukum, dan

disiplin ilmu.17 Karena kata pemikiran cakupan definisinya atau pembatasan kajiannya lebih luas daripada kata filsafat, hal ini dapat dilihat dari pengertian diatas. Pada kenyataannya rumusan atau hasil-hasil pemikiran yang ada lebih berorientasi kepada fikih praktis atau jika tidak boleh dikatakan bercorak

16

Ibid, ada hubungan erat antara filsafat dan kehidupan dinyatakan oleh K. Munitz juga. Menurutnya setiap saat kehidupan, penuh dengan pilihan-pilihan berdasarkan falsafah yang dimiliki. K. Munist, The Way Of Philosophy, (New York: Mcmillan Publishing Co,.Inc, 1979), hlm.7.

17

(10)

fikiah. Hanya saja akhir-akhir ini sebenarnya didalam pengambilan keputusan dan analisa dalam memutuskan suatu perkara mengunakan metode filsafat. Hal ini terlihat dengan semakin berkembangnya metode tersebut yang diawali dengan Munas Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ke XX di Banda Aceh. Lebih khusus lagi dengan masuknya filsafat estetika dalam menganalisis hakikat seni budaya, menggunakan pendekatan sosiologi dan antropologi dan ilmu-ilmu sosial-humaniora lainnya dalam melihat realitas dan fenomena seni dimasyarakat, tentunya tidak sertamerta mengesampingkan pendekatan nilai-nilai keislaman, akan tetapi metode-metode tersebut kiranya masih enggan dan terkesan liberal ketika digunakan dalam perangkat ijtihad Muhammadiyah.18 Ketika melihat ke belakang dengan rujukan KH. A. Dahlan sendiri bukan seorang ulama yang bercorak

fiqih-minded, melainkan ulama yang filosofis. Hal ini dapat dilihat dengan adanya proses pengajaran untuk menggali al-Qur`an dan Sunnah dengan menggunakan analisa pemikiran yang rasional, sehingga dapat menemukan nilai-nilai universal dari ajaran Islam yang selanjutnya dapat mengaktualisasikan dan mengaplikasikan dalam kehidupan.

Selain itu, metodologi yang dibangun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid dalam menggali suatu ilmu atau memberikan jawaban fatwa tentang sesuatu permasalahan menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan bayani,

burhani dan irfani. Model pendekatan bayani adalah pendekatan untuk mencari makna yang tersirat dari makna yang tersurat atau mencari istinbath

18

(11)

hukum dari lafadz-lafadz nushush-al-ddiniyah dengan perangkat kebahasaan. Pengetahuan yang diperoleh dengan pendekatan indera, percobaan dan hukum-hukum logika atau perangkat logika sebagai pengertian dari model pendekatan burhani. Pendekatan irfani sebagai pendekatan yang mengunakan instrumen pengalaman batin, dzawq, qalb, wijdan, bashrah dan intuisi akan digunkaan untuk mengungkap makna bathin dari makna bathin lafadz dan „ibarah yang digunakan oleh para mutashawwifin dan „arifin.19 Padahal

ketiga model pendekatan diatas semuanya dipakai dalam metode berfikir filsafat. Kajian dengan model burhani dapat dijumpai didalam kajian hermeneutika sebagai metode filsafat, metode bayani digunakan dalam metode mencari kebenaran dengan perangkat logika atau filsafat logika. Adapun metode irfani sebagai kajian yang sering digunakan untuk menggali aliran filsafat yang beraliran filsafat-gnostik. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti pemikiran Muhammadiyah. Sehingga konsep tentang manusia menjadi tema yang dibahas dalam penelitian ini dengan tinjauan filsafat.

Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia. Seiring dengan adanya perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti: kata philosophic dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis. Kata philosophy dalam bahasa Inggris, philosophia dalam bahasa Latin dan falsafah dalam bahasa Arab.20 Selain itu, dari bahasa Yunani yaitu philosophia–philien: cinta dan sophia: kebijaksanaan.

19

Keputusan Munas Tarjih XXV tentang Manhaj Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam Tahun 2000 di Jakarta.

20

(12)

Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dianutnya. Seorang Plato mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan yang asli tentang segala yang ada. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran sebab-sebab dan prinsip-prinsip yang terkandung didalam ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Imanuel Kant mendefinisikan filsafat adalah sebagai ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan yang meliputi metafisika, etika, agama dan antropologi.21 Al-Farabi berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam maujud karena ia wujud. Menurut al-Farabi ada dua objek yang berkiatan dengan filsafatnya, yaitu filsafat teori (al-falsafat an-nadhariyyah) dan filsafat praktek (falsafah

al-„amaliyyah).22

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas, agar penelitian berjalan logis dan terarah, maka peneliti merumuskan masalah yaitu:Bagaimana rumusan filsafat manusia dalam pemikiran Muhammadiyah?

21

Harun Hadiwiyono, Sari Sejarah Filsafat Barat, Cet. Pertama, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm. 63-82.

22

(13)

C. Tujuan dan Manfaat

Berangkat dari rumusan masalah yang dikemukakan di atas, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai, yaitu: Untuk mengetahui rumusan dan konsep filsafat manusia dalam pemikiran Muhammadiyah.

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Tulisan ini merupakan sumbangan akademik bagi pemikiran filsafat manusia di Indonesia, khususnya tentang hasil pemikiran filsafat yang berdasarkan pemikiran ormas Muhammadiyah.

2. Pengadaan sumber (bahan acuan) yang diperlukan bagi penelitian yang akan datang, terutama filsafat manusia yang berobjek material pada Muhammadiyah.

3. Bagi masyarakat dan warga Muhammadiyah memungkinkan sebagai salah satu sumbangan akademik untuk menguatkan wacana sebuah mazhab pemikiran Islam yang berdasarkan pemikiran-pemikiran dan manhaj Muhammadiyah.

D. Tinjuan Pustaka

(14)

konsep manusia yang ada di Muhammadiyah. Ada beberapa penelitian yang terkait dengan judul diatas, yaitu: penelitian yang dilakukan oleh Saudara Syamsul Hidayat dengan judul Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya. Penelitian dapat dipertahankan dalam sidang ujian promosi doktor tahun 2010 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pendekatan yang digunakan adalah kacamata pemikiran dakwah budaya, khususnya kebudayaan yang berhubungan dengan pluralitas budaya. Hasilnya adalah dengan gerakan

(15)

Penelitian diatas tampaknya meniscayakan adanya sebuah penelitian lanjutan. Penelitian ini setidaknya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum dicari jawabannya dari penelitian diatas, seperti bagaimanakah pemikiran esensi manusia dalam gerakan Muhammadiyah sebagai landasan secara filosofis dalam mewujudkan peradaban utama di Indonesia. Agaknya, secara kronologis penelitian ini akan memberikan ruang yang filosofis terhadap hakikat dari sebuah budaya, karena budaya merupakan interpretasi dari bagaimana cara memandang manusia. Inilah pertanyaan yang diharapkan dapat terjawab dari penelitian ini.

(16)

tentunya disesuaikan dengan aspek dan dimensi permasalahan yang dikajinya. Misalnya, dalam kajian teologi yang mengkerucut persoalan perbuatan manusia, takdir, qodha dan qadar Tuhan di bandingkan dengan pemikiran pandangan para teolog klasik, seperti Wasil bin Atho‟ dari Muktazillah, Abu

Hasan al-Asy‟ari dari Ahlussunnah dan sebagainya. Analisa-analisa tersebut

pada akhir penelitian disajikan dengan induksi sehingga ada beberapa hal penting sebagai jawaban dari persoalan akademik diatas, yaitu: teologi yang dipahami Muhammadiyah tidak ada persamaannya dengan teologi yang dianut oleh Muhammad Abduh di Mesir. Paham yang dianut diantara keduanya dan metode dalam memahami persoalan teologi ini sebagai dua hal yang membedakan diantara keduanya. Sedangkan dalam persoalan pendidikan ada persaman diantara keduanya. Karena Kyai Dahlan sendiri membaca beberapa tulisan dan yang penting dari perkembangan pendidikan di Mesir adalah membaca majalah Al-Manar. Keduanya berusaha memadukan kurikulum modern dan tradisional, walapun pada masa Abduh usaha tersebut belum nampak berhasil. Selain itu, Muhammadiyah dapat mengambil semangat dan ide Aduh dalam pembaruannya, seperti kembali kepada al-Qur‟an dan Hadis al-Maqbullah, menggalakkan kembali ijtihad yang sempat tertutup. Menurut Lubis, Muhamadiyah tidak dapat menangkap makna yang lebih dalam dari pemikiran dan hikmah (gerakan) yang ada dalam pemikiran Muhammad Abduh.

(17)

selama ini dipersamakan gerakan Muhammadiyah dengan Muhammad Abduh di Mesir sebagai inspirasinya, kebanyakan para tokoh megeneralisir keduanya ada persamaan yang terlalu dekat, namun dengan adanya penelitian ini, permasalahan itu terjawab dengan baik dan ilmiah. Namun sebenarnya masih ada celah untuk melanjutkan penelitian yang dilakukan oleh Saudara Arbiyah Lubis diatas, diantaranya permasalahan manusia yang hanya disinggung sedikit dari bab teologi, khususnya hubungan manusia dengan Tuhan, itupun hanya menyangkut permasalahan perbuatan manusia yang tentunya juga pada hal takdir, qodha dan qodar sebagai akibat dari perbuatan manusia tersebut. Sehingga diperlukan penelitian lanjut tentang hal ini, setidaknya ada pandangan pemikiran konsep manusia yang lebih komprehensif dan filosofis dari pemikiran Muhammadiyah, inilah persoalan yang akan terpecahkan dalam penelitian ini yang akan melanjutkan penelitian dari Arbiyah Lubis diatas, karena penelitian tersebut belum terfokus terhadap entitas-entitas dari dapur Muhammadiyah. Ada entitas khusus dari penelitian diatas, yaitu tentang pandangan dan konsep manusia secara filosofis dalam pemikiran Muhammadiyah. Inilah pertanyaan yang diharapkan dapat terjawab dari penelitian ini.

(18)

penelitian ini adalah tasawuf akhlaki yang dirumuskan oleh Imam Al-Qusyairi Al-Naisaburi dalam kitab Al-Qusyairiyah. Kegelisahan akademik yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah apakah didapur gerakan Muhammadiyah dengan melalui tokoh-tokohnya terdapat perilaku kehidupan spiritual yang dekat dengan tasawuf? Dari rumusan ini, ada beberapa kontribusi yang di wujudkan yaitu: pertama, AR Fakhruddin adalah tokoh puncak Muhammadiyah yang menekankan dan mengamalkan akhlaq alkarimah dalam setiap ucapan, tindakan dan perbuatannya. Dimensi akhlaq yang menjadi ciri khasnya adalah shabr, syukr, wara‟, zuhd, qana‟ah, tawakal, ikhlash, ridha dan sebagiannya. Sedangkan perilaku dan pemikirannya yang berkaitan dengan kehidupan spiritual tercermin dalam pemikirannya tentang tobat, taqarrob,taqwa, dzikrullloh, khusu‟, tawadhu‟,

(19)

kini, selain itu esensi dari tasawuf Muhammadiyah juga menjadi hal yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Praktik hidupnya telah mencerminkan perilaku akhlak yang berdimensi sosial, harakah dan dakwah, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu panutan dalam komunitas persyarikatan Muhammadiyah. Sehingga diperlukan penelitian lanjut tentang hal ini, setidaknya ada pandangan pemikiran konsep tasawuf akhlaki yang lebih komprehensif dan filosofis dari pemikiran para tokoh Muhammadiyah, inilah persoalan ini juga perlu dipecahkan, akan tetapi tidak pada penelitian ini. Karena penelitian ini akan menggali tentang pandangan dan konsep manusia secara filosofis dalam pemikiran Muhammadiyah. Inilah pertanyaan yang diharapkan dapat terjawab dari penelitian ini.

(20)

khusus dari pendidikan tersebut yaitu, sekolah yang didirikan akan bergerak untuk membendung penolakan terhadap pemikiran sinkretisme agama dalam hal keimanan, sifat bid‟ah khurafat dan tahayul dalam ibadahnya. Kedua,

adanya sifat akselerasi Muhammadiyah yang memberikan ciri khusus dengan sistem persekolahan yang terlepas dari kebijakan peraturan pemerintah, karena konsep pendidikan ini khusus untuk pendidikan kebutuhan intern organisasi ini. Ketiga, ciri yang menonjol, jika dibandingkan dengan gerakan lainnya akan dapat di tarik kesimpulan bahwa adanya sifat moderat yang melekat pada diri badan pendidikan Muhammadiyah, yang mempunyai konsep pemikiran pembaruan Muhammadiyah puritan dalam hal aqidah Islam akan tetapi bersifat operasional dalam tindakan. Penelitian diatas menyisakan beberapa permasalahan akademik, karena dengan terjawabnya satu persoalan akademik, disisi lain terdapat persoalan-persoalan yang belum ada jawabannya secara sistematis-metodologis. Sehingga diperlukan penelitian lanjutan berkaitan dengan hal ini, setidaknya ada pandangan pemikiran pembaruan-pembaruan yang lain yang lebih komprehensif dan filosofis dari pemikiran Muhammadiyah, inilah persoalan ini juga perlu dipecahkan, akan tetapi tidak pada penelitian ini. Karena penelitian ini akan menggali tentang pandangan dan konsep manusia secara filosofis dalam pemikiran Muhammadiyah. Inilah pertanyaan yang diharapkan dapat terjawab dari penelitian ini.

(21)

tesis pada Sekolah Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang tahun 1997. Penelitian ini kiranya menjawab sebuah pertanyaan tentang hubungan antara persoalan-persoalan paham keagamaan yang dianut oleh Muhammadiyah yang bersifat tajdid dan pembaruan dengan dinamika gerakan sosialnya. Sehingga, hubungan ini berjumpa dengan adanya AUM sebagai wujud realisasi gerakan sosialnya, hal ini artinya amal usaha sebagai manifestasi dan pengamalan perintah Allah dan ittiba‟ kepada Rasul Muhammad. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa amal-usaha sosial yang ada dalam tubuh Muhammadiyah merupakan sarana dakwah yang jitu dengan amanah

amar makruf nahi munkar. Maka, paham keagamaan yang ada di Muhammadiyah akan sangat intens dapat dimasukkan dengan gerakan sosialnya yang selalu melibatkan aktifitas religius. Adapun paham keagamaan yang ada ditubuh Muhammadiyah pada garis besarnya meliputi persoalan aqidah, akhlaq, ibadah dan muamalah, secara umum masih tetap relevan dengan tuntunan zaman. Penelitian ini hanya berbicara tentang persoalan-persoalan keagamaan yang ada kaitannya dengan gerakan sosial Muhammadiyah. Penelitian ini tidak berbicara tentang pandangan dan konsep manusia secara filosofis dalam pemikiran Muhammadiyah. Inilah pertanyaan yang diharapkan dapat terjawab dari penelitian ini.

(22)

Pascasarjana UGM tahun 2010. Penelitian ini melanjutkan penelitian Ahmad Jainuri, yaitu mengungkap pandangan Muhammadiyah dalam merespon pluralitas agama di Indonesia pada periode selanjutnya, khususnya pasca muktamar Banda Aceh tahun 1995, karena beberapa permasalahan dan perkembangan pra kemerdekaan hingga pra muktamar sudah di kaji oleh penelitian Alwi Shihab. Pendekatan yang digunakan dalam tesis master ini adalah kacamata pluralitas agama dalam pemikiran teolog Kristiani barat Paul F Knitter. Dari kacamata ini sikap atau peran Muhammadiyah dalam merespon pluralitas agama mengambil beberapa model, yaitu: model

replacement, model fulfillment, model mutuality dan model acceptance. Contoh dari model replacement, adalah pertama penulisan dan penyebaran pamplet apologetic dan penerbitan dua buah judul buku. Kedua, inisiatif penggunaan hak angket DPR dari utusan Muhammadiyah mengenai penggunaan dana misionaris di Indonesia dari luar negeri oleh Lukman Harun tahun 10 Juli 1967. Ketiga, adanya fatwa haram dari MUI pusat yang dikomandani oleh Buya Hamka tentang hukum haramnya umat Islam menghadiri natal. Model fulfillment contohnya adalah padangan A. Syafii Maarif tentang gagasan „Islamisasi Bangsa‟, kedua elaborasi KH. Ahmad

(23)

organisatoris ketika menyusun buku tafsir tematik tentang hubungan sosial antara umat beragama oleh MTPPI PP Muhammadiyah. Secara individual tercermin ketika Abdul Munir Mulkhan menggagas Islam Inklusif, selain itu model ini juga dapat digunakan untuk melabeli adanya aktititas JIMM. Dan adanya dialog antar umat beragama dengan tema dialog mengenai „Kerjasama

Antara-Agama Pembangunan Komunitas Dan Harmoni‟ di Yogyakarta pada tanggal 6-7 Desember 2004. Terakhir model Acceptance yang dilakukan Muhammadiyah adalah gagasan yang dilakukan oleh Amin Rais yang menelorkan Tauhid Sosial-nya dikalangan Muhammadiyah dan ijtihadnya tentang pendirian PAN sebagai partai yang nasionalis-pluralistik sebagai ikon politiknya warga Muhammadiyah. Selain itu, juga padangan Amin Abdullah ketika menanggapi masalah pluralitas agama sebagai konsekuensi yang harus dihadapi umat beragama akibat era globalisasi ilmu dan budaya. Serta dakwah Muhammadiyah yang mengambil peran dengan pendirian lembaga pendidikan, dan pelayanan kesehatan masyarakat. Sehingga sikap Muhammadiyah dalam merespon pluralitas agama di Indonesia dapat disimpulkan dengan urutan model replacement, model fulfillment, model

(24)

gilirannya akan timbul adanya sikap pluralitik dalam beragama. Penelitian ini tidak berbicara tentang pandangan dan konsep manusia secara filosofis dalam pemikiran Muhammadiyah. Sehingga diperlukan penelitian lanjutan berkaitan dengan hal ini, setidaknya ada pandangan pemikiran tentang hakikat-hakikat manusia yang lebih komprehensif dan filosofis dari pemikiran Muhammadiyah. Inilah persoalan yang diharapkan dapat terjawab dari penelitian ini.

Beberapa penelitian diatas, fokus penelitian sebagian besar berkaitan dengan salah satu aspek dari pembaruan yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Selain itu, kurang menyentuhnya aspek hakikat kemanusiaan dalam persyarikatan juga tidak menjadi tema penting dalam penelitian diatas. Sehingga penelitian ini layak untuk dilakukan.

E. Kerangka Teoritik

Kerangka teoritik dibangun dari pemaknaan hasil penelitian terdahulu yang relevan, teori-teori yang dikenal, buah pikiran dari para pakar, dan yang dikonstruksikan menjadi sesuatu yang mengandung sejumlah problematik yang perlu diteliti lebih lanjut.23 Kerangka teoritik dalam penelitian ini diperlukan karena akan memberikan gambaran dan landasan bagi realisasi dari sebuah penelitian yang tepat. Selain itu landasan teori juga berfungsi sebagai dasar stategis dalam pelaksanaan penelitian.24 Penelitian ini

23

Neong Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rake Sarasin, 2000), hlm. 107.

24

(25)

menggunakan kerangka objek formalnya filsafat manusia dan objek materinya pemikiran Muhammadiyah.25

1. Ontologi Filsafat Manusia

Ontologi secara singkat adalah mengkaji yang ada (being), dari yang ada tersebut, ada salah satu bagian dari „yang ada(being)‟ itu, yaitu

manusia. Objek materi filsafat manusia adalah semua gejala atau fenomena manusia, objek ini tidak berhenti pada fenomena saja melainkan meluas pada sifat tetap dan mutlak. Adapun objek formalnya adalah stuktur-stuktur objek hakiki manusia yang sedasar-dasarnya yang tidak terbatas pada ruang, luas dan waktu dalam berbagai jenis manusia yang berbeda-beda.26

2. Epistemologi Filsafat Manusia

Filsafat manusia tidak akan dapat menemukan sesuatu yang baru mengenai manusia, hanya memberikan sebuah „insight‟ yang radikal berkaitan dengan fenomena-fenomena yang telah diketahui manusia dengan pasti. Sehingga filsafat manusia menggunakan metode yang bersifat reflektif dan sintesis. Reflektif dalam merenungkan kesadaran diri mengenai kegiatannya dan objeknya. Hanya persoalan-persoalan yang berhubungan dengan hakikat manusia saja yang dapat direfleksikan. Hal ini nampak seperti dari pemikiran-pemikiran filsafati besar yang diintroduksi oleh Descartes, Kant, Edmund Husserl, Karl Jaspers dan Jean Paul Sartre. Sehingga persoalan-persoalan yang direfleksikan tersebut

25

Neong Muhajir, Metode Keilmuan Paradigma Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed,Edisi V, (Jakarta: Rake Sarasin, 2007), hlm. 142-144.

26

(26)

menyangkut dua hal yaitu pertama, pertanyaan yang berhubungan dengan esensi manusia dan alam raya. Apakah esensi alam raya itu? Apakah esensi kebenaran itu? Apakah esensi manusia? Sebagai pertanyaan yang memenuhi kriteria diatas. Kedua, sebuah proses pemahaman diri (self-understanding) manusia berdasarkan gejala dan kejadian manusia secara totalitas. Artinya, bahwa manusia mendalami manusia an-sich melalui filsafat sekaligus juga memahami diri manusia sendiri dalam pemahaman itu. Pendalaman pengalaman manusia ini secara filosofis memuat pengalaman yang subjektif sekaligus pengalaman yang objektif dari manusia.27

3. Aksiologi Filsafat Manusia

Pembahasan aksiologi menyangkut kegunaan dan nilai secara transparan. Ilmu tidak bebas nilai. Ini artinya pada saat tertentu ilmu harus menyesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral yang ada dimasyarakat tertentu. Sehingga ilmu benar-benar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut, tidak sebaliknya malah menimbulkan bencana kemanusiaan yang berkepanjangan. Nilai berkaitan dengan sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai petimbangan tentang apa-apa yang dinilai. Nilai dalam kajian filsafat mencakup nilai etika dan estetika. Etika dapat diartikan menjadi dua, pertama sebuah kumpulan pengetahuan yang digunakan untuk menilai perbuatan manusia, dan kedua, berfungsi untuk memberikan predikat yang digunakan untuk membedakan suatu hal,

27

(27)

perbuatan, manusia dan lainnya. Sedangkan estetika adalah nilai-nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki manusia dengan reaksi terhadap lingkungannya.28

F. Metode Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Paradigma sebagai pengertian penelitian akan berbeda dengan maksud paradigma ilmu yang dibangun oleh Thomas Khun atau dikenal dengan paradigma Khunian.29 Lincoln dan Guba yang dikutip oleh Nyoman memberikan pengertian paradigma sebagai penelitian yakni, sebagai sistem anggapan dasar, pandangan dunia yang mengarahkan penelitian dalam menentukan metodologi dan kerangka ontologis dalam penelitian.30 Anggapan dasar dari penelitian ini menitikberatkan pada proses dengan menggunakan metode analisisnya adalah verstehen dan analisis isi. Sehingga penelitian ini menggunakan paradigma penelitian kualitatif.31 Khususnya kualitatif-rasionalitik.32

28

Suwardi Endraswara, Filsafat Ilmu:Konsep, Sejarahdan Pengembangan Metode Ilmiah, (Yogyakarta: Caps Publising, 2012), hlm. 147-148.

29

Seorang pembantahnya memberikan kelemahan dari paradigma yang diajukan oleh Khun ini, ia meneliti bahwa ada duapuluh satu kata paradigma yang mempunyai arti berbeda, dari dua satu kata tersebut disederhanakan menjadi tiga paradigma keilmuan, seperti paradigma metafisik

(metaphysical paradigm), paradigma sosiologi (sociological paradigm), dan paradigma konstruk

(construct paradigm). Lebih jelasnya lihat Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Imu: dari Kasik hingga Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pres, 2014), hlm.162-168.

30

Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian: Kajian Budaya, dan Ilmu Sosial Humaniora padaUmumnya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 38-39.

31

Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pedoman Penulisan Tesis MPI, MPDI, dan MHI, (Surakarta: Sekolah Pascasarjana UMS 2014), hlm. 11.

32

(28)

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini berdasarkan ruang lingkupnya termasuk penelitian keagamaan, khususnya makna esoteris tentang pandangan kemanusiaan. Tidak aneh, jika para pakar pada umumnya membagi penelitian itu menjadi penelitian agama sebagai doktrin dan penelitian keagamaan atau agama sebagai gejala sosial. Muhammadiyah termasuk kedalam kelompok kedua ini.33 Adapun jika penelitian ini berdasarkan pada tempat penelitiannya, maka dapat dikelompokkan kedalam penelitian literer.34 Sedangkan berdasarkan tipe dari sebuah penelitian, penelitian ini termasuk penelitian eksploratif, karena penelitian ini mempunyai sifat terbuka, mencari-cari dan belum mempunyai hipotesis dari penelitian. 3. Pendekatan

Pendekatan35 dalam penelitian ini dengan pertimbangan tujuan, sifat-sifat objek, kemungkinan perolehan data, keberhasilan penelitian dan tidak kalah pentingnya untuk mempertahankan linearitas keilmuan, maka penelitian ini menggunakan pendekatan filsafat. Unsur filsafat yang digunakan dalam metode ini adalah filsafat sebagai cara berfikir

diantaranya: pertama, tidak perlu mempertajam perbedaan antara analisis dan sintesis. Kedua,fakta itu sekaligus bermuatan teori. Ketiga, tidak semua argumentasi dan pemaknaan itu bersifat justifikasi. Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendekatan rasionalitik ini, yaitu pertama, adanya suatu konseptualisasi teoritik; kedua, diperlukan adanya grand-consepts

sebagai landasan penelitian; ketiga, pengkombinasian ragam tata-fikir yang logik; keempat penarikan kesimpulan dan pemaknaan yang holistik. Selengkapnya lihat Neong Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif: Telaah Positivistik, Rasionalistik dan Phenomenologik, (Jakarta: Rake Sarasin, 1989), hlm. 76-110.

33Taufik Abdullah , “Kata Pengantar” dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (ed.), MetodologiPenelitian Agama Sebuah Pengantar, (Yogjakarta: Tiara Wacana, 1989), hlm. xiii.

34

Neong Muhajir, Metode Penelitian Post-Positivisme dan Post-Modernisme, Ed.II. Cetakan1, (Yogyakarta: Rake Sarasin), hlm.41.

35

(29)

(philosophy a method of thought).36 Secara operasional berkaitan dengan penelitian ini, adalah filsafat manusia yang membicarakan tentang hakikat dari manusia yang menyarankan untuk memahami data-data (naskah dan dokumen) yang berkaitan dengan pemikiran Muhammadiyah tentang manusia secara radikal, sampai keakar-akarnya, dibalik hakikat dari segala sesuatu yang ada (being) atau dibalik makna tersurat dalam sebuah puisi. 4. Sumber Data

Peneliti dalam melaksanakan penelitian akan menggunakan sumber primer dan sumber sekunder yang dikaitkan dengan penelitian. Pemikiran Muhammadiyah dalam penelitian ini adalah hasil dari permusyawaratan Muhammadiyah dan pemikiran KH.Ahmad Dahlan.37 Artinya, penelitian ini menggunakan hasil dari permusyawaratan yang bersifat wacana pemikiran, bukan fatwa yang bersifat dogmatis dan sakral. Pemikiran yang belum mempunyai kebulatan dalam Muhammadiyah, dalam penelitian ini tetap digunakan, karena pemikiran tersebut masih dalam kerangka pemikiran Muhammadiyah. Pemikiran tokoh ortom Muhammadiyah yang mengunakan nama agung Muhammadiyah hanya dijadikan sebagai bahan perbandingan dan tidak dimasukkan sebagai bagian dari pemikiran Muhammadiyah, kecuali jika mereka berbicara atau menulis dalam buku atau jika mereka berbicara atau menulis dalam buku atau bentuk tulisan lain dan disetujui oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan majelis atau

36

Uraian mengenai ini dalam Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, cetakan ketiga, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 28-30 dan 42.

37

(30)

lembaga lain dalam tubuh Muhammadiyah. Sumber primer dalam hal ini adalah naskah dan dokumen atau produk dari Muhammadiyah, seperti keputusan-keputusan muktamar, keputusan tanwir Muhammadiyah, keputusan majelis maupun lembaga dalam organisasi Muhammadiyah dari Pusat sampai daerah atau ranting seperti Majelis Tarjih dan Tajdid, Majelis Lingkungan Hidup, Majelis Tablig. Selain itu, didukung juga oleh majalah Suara Muhammadiyah, hasil penelitian, jurnal ilmiah, buletin, majalah yang diterbitkan oleh PP Muhammadiyah serta majelis, lembaga dan biro Muhammadiyah serta dokumen yang tertuang dalam situs internet resmi Muhammadiyah, yaitu: www.Muhammadiyah-online.or.id,

www.muhammadiyah-tabligh.org.id., www.suaramuhammadiyah.com. Secara gamblang diantara contoh dari sumber primer tersebut adalah: 1. Himpunan Putusan Tarjih

2. KRH. Hadjid. 7 Falsafah Dan 17 Kelompok Ayat Al-Qur‟an. Malang: UMM Press Malang, 2005, reprint: Yogyakarta: MPI PP Muhammadiyah.

3. Lembaga Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah. 95 tahun Langkah Muhammadiyah: Himpunan Putusan Muktamar. Yogyakarta: LPI PP Muhammadiyah, 2007.

4. Tafsir at-Tanwir dalam Majalah Suara Muhammadiyah.

(31)

6. Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Fatwa-Fatwa Tarjih Tanya Jawab Agama Jilid 1dan 2. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2002.

Sumber-sumber sekundernya adalah buku, majalah, kumpulan makalah, hasil penelitian, tabloid dan koran yang berbicara mengenai Muhammadiyah yang berkaitan dengan pemikiran konsep manusia yang ditulis oleh atau penulis yang berada dan bernaung di Muhammadiyah atau lebih ringkasnya penulis „insider‟ yang menulis tentang Muhammadiyah,

penulis „outsider‟ ditambah lagi dengan para penulis yang menulis tentang

Muhammadiyah dari kalangan netral. Diantara buku-buku tersebut adalah: a. Arbiyah Lubis. 1989. Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad

Abduh:Suatu Studi Perbandingan. Jakarta: Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Masyitoh Chusnan. 2012. Tasawuf Muhammadiyah: Meneladani Spiritual Leadership AR. Fakhruddin. Jakarta: Kubah Ilmu.

5. Pengumpulan Data

Data adalah informasi yang berkaitan dengan penelitian, baik yang diperoleh melalui pengamatan, dan proses pemahaman lain yang dapat ditarik inferensi. Dari awal penelitian ini didesain mengunakan paradigma kualitatif rasionalistik, maka dalam pengumpulan datanya mengunakan teknik dokumentasi atau naskah.

(32)

Peneliti mengalisa data menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: pertama, menganalisa data dengan filsafat ilmu, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Kedua, menganalisa secara filosofis data-data tersebut dengan metode verstehen (pemahaman), yaitu tahap simbolik, tahap pemaknaan atau penggalian, tahap kontruktif atau kehidupan simbol dan tahap interpretasi.38 Ketiga, hasil dari verstehen disajikan dengan metode pengungkapan atau metode penerangan.39

G. Sistematika Pembahasan

Bab pertama diawali dengan adanya latar belakang penelitian ini dilakukan. Agar penelitian ini berjalan dengan baik dan terarah maka rumusan masalah menjadi langkah selanjutnya. Tujuan penelitian disampaikan agar rumusan masalah terjawab dengan baik dan sistematis-metodologis. Manfaat penelitian menjadi sub-bab berikutnya, baik kontribusi yang bersifat kefilsafatan, sumber penelitian berikutnya dan bagi masyarakat luas, khususnya persyarikatan Muhammadiyah. Sub-bab selanjutnya adalah kajiaan pustaka diperlukan untuk mendudukkan dan menempatkan penelitian ini, juga berfungsi sebagai inspirasi atau ide untuk melanjutkan penelitian yang terdahulu yang masih terbuka untuk diteliti lebih lanjut. Kerangka teoritik diperlukan dalam sub-bab ini, karena berfungsi untuk membantu arah penelitian dan menjelaskan data. Penelitian dapat beroperasi dengan baik apabila metodologi penelitian yang operasional menjadi sub-bab berikutnya. Selanjutnya sub-bab terakhir

38

Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Interdispliner Bidang Sosial, Budaya, Filsafat, Seni, Agama dan Humaniora, (Yogyakarta: Paradigma, 2012), hlm. 183-185.

39

(33)

adalah sistematika pembahasan, guna mensistematisasi data-data yang diperoleh dari awal penelitian kedalam sebuah konsep atau suatu gagasan yang utuh dalam permasalahan tertentu.

Bab kedua tentang filsafat manusia. Sub-bab pertama berisi pengertian filsafat manusia yang berkaitan dengan esensi manusia yang bersandar kepada filsafat yang telah ada. Setelah ada pengertian tentang filsafat manusia, akan dipertegas kedalam landasan ontologis atau titik pijakan filsafat manusia sebagai ilmu dari bagian filsafat. Sub-bab kedua ini berisi tentang pengertian manusia dari kajian filsafat, eksistensi manusia dalam jagat raya, esensi manusia yang menyangkut hakikat manusia, dan ditutup dengan komponen manusia. Sub-bab kedua adalah epistemologi atau cara untuk mencari dan menggali dasar filsafat manusia. Sub ini berisi penciptaan manusia dan cara manusia memahami dirinya sendiri. Sub-bab ketiga adalah kegunaan atau aksiologi kajian filsafat manusia yang sudah mempunyai titik pijak (ontologi) dan epistemologinya, yaitu nilai humanitas yang melekat dalam manusia Muhammadiyah, nilai religiuitas, kualitas manusia dan model manusia Muhammadiyah. Bab ini ditutup dengan aliran monisme dan aliran dualisme sebagai mazhab filsafat manusia yang membahas tentang hakikat atau esensi manusia beserta para pencetusnya.

Bab ketiga berkaitan dengan pemikiran Muhammadiyah tentang filsafat manusia. Sub-bab pertama berbicara tentang ontologi atau dasar kajian filsafat manusia dalam diri Muhammadiyah, yaitu pengertian dan

(34)

mendaulat penciptaan Adam as. sebagai awal manifestasinya, hakikat manusia dalam Muhammadiyah dan stuktur manusia dalam Muhammadiyah. Sub-bab kedua berkaitan dengan epistemologi (cara atau metode) kajian filsafat manusia dalam diri Muhammadiyah. Hal ini didukung dengan konsep penciptaan manusia dalam Muhammadiyah dan jalan memahami diri manusia. Sub-bab yang terakhir ini terdiri dari dua cara, yaitu dengan riyadhah hati dan tafakur (berfikir). Sub-bab ketiga adalah aksiologi filsafat manusia dalam diri Muhammadiyah. Dibawah sub-bab ini dibahas nilai-nilai humanitas dalam manusia Muhammadiyah, kualitas manusia dalam Muhammadiyah, model nyata manusia Muhammadiyah dan Paham yang dianut Muhammadiyah dalam konsep manusianya. Dibawah sub model manusia Muhammadiyah ini dibahas model manusia rausyan-fikr-Muhammadiyah dan model manusia monodualis Muhammadiyah.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan safety management system (SMS) dan kompetensi pemandu lalu lintas penerbangan terhadap keselamatan

Dengan memperhatikan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul “Penggunaan Levels of Inquiry Dengan Penugasan

2.19 Hubungan antara tahapan pembelajaran pada Teacher’s template dengan Domain Literasi Saintik

Sejajar dengan Model Ekonomi Baru yang menekankan kepentingan peralihan kepada ekonomi berasaskan pengetahuan (K-Economy), kertas ini mencadangkan rangka kerja

Oleh karena itu, meskipun masih mengalami kendala, Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk memanfaatkan Sistem Transportasi Intermoda agar dapat berperan dalam perdagangan

seperti sabda Nabi SAW : “Barangsiapa yang mengadakan suatu cara yang baik di dalam Islam lalu (cara itu) diikuti orang sesudahnya, maka ditulis pahala baginya sebanyak

PERBEDAAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR MENGGUNAKAN MEDIA ADOBE FLASH PLAYER DENGAN YANG TIDAK PADA SISWA KELAS VII SMP PGRI 11 PALEMBANG. (Destiniar)

1) Aptitude Treatment Interaction (ATI) merupakan suatu konsep atau model yang berisikan sejumlah strategi pembelajaran ( treatment ) yang efektif digunakan untuk siswa