PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI ) UNTUK MENINGKATKAN
KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA PADA KELILING DAN LUAS LINGKARAN DI KELAS VIII B MTs. NEGERI
AEK NATAS TAHUN AJARAN 2014 /2015
Oleh :
Nani Nursamqori Siregar NIM . 4103311033
Program Studi Pendidikan matematika
SKRIPSI
Diajukan Untuk Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Persetujuan i
Riwayat Hidup ii
Abstrak iii
Kata Pengantar iv
Daftar Isi vi
Daftar Gambar ix
Daftar Tabel x
Daftar Lampiran xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Identifikasi Masalah 7
1.3. Batasan Masalah 7
1.4. Rumusan Masalah 8
1.5. Tujuan Penelitian 8
1.6. Manfaat Penelitian 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis 9
2.1.1. Pengertian Belajar 9
2.1.2. Pengertian Belajar Matematika 10
2.2 Komunikasi Matematika 12
2.2.1 Pengertian Komunikasi Matematika 12
2.2.2 Aspek –aspek Komunikasi Matematika 15 2.2.3 Faktor yang mempengaruhi Komunikasi Matematika 17 2.2.4 Mengungkapkan kemampuan Komunikasi Matematika 18
2.3. Model Pembelajaran Kooperatif 20
2.4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization
(TAI) 22
2.5 Materi 25
2.5.1 Lingkaran 25
2.5.2 Keliling dan Luas Lingkaran 29
2.5.3 Busur, Juring, dan Tembereng 35
2.6 Kerangka Konseptual 39
2.7 Kajian Penelitian Yang Relevan 40
vii
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 41
3.2. Subjek dan Objek Penelitian 41
3.2.1. Subjek Penelitian 41
3.2.2. Objek Penelitian 41
3.3. Jenis Penelitian 41 3.4. Definisi Operasional 42
3.5. Prosedur Penelitian 42
3.6. Alat Pengumpulan Data 48
3.6.1. Tes 48
3.6.2. Wawancara 49 3.6.3. Observasi 49
3.7. Teknik Analisis Data 49
3.7.1. Reduksi Data 50
3.7.2. Paparan Data 50
3.7.3. Analisis Hasil Observasi 51
3.8 Penarikan Kesimpulan 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DANPEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 53
4.1.1 Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pada Siklus I 53
4.1.1.1 Permasalahan I 53
4.1.1.2 Perencanaan Tindakan I 54
4.1.1.3 Pelaksanaan Tindakan I 54
4.1.1.4 Observasi I 56
4.1.1.4.1 Hasil Observasi Guru I 56
4.1.1.4.2 Hasil Observasi Siswa I 58
4.1.1.5 Analisis Data Hasil Siklus I 60
4.1.1.5.1 Hasil Tes Komunikasi Matematika 60
4.1.1.6 Refleksi I 68
4.1.2 Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pada Siklus II 69
4.1.2.1 Permasalahan II 69
4.1.2.2 Perencanaan Tindakan II 69
4.1.2.3 Pelaksanaan Tindakan II 70
4.1.2.4 Observasi II 72
4.1.2.5 Analisis Data Hasil Siklus II 75
4.1.2.5.1 Hasil Tes Komunikasi Matematika 75
4.1.2.6 Refleksi II 83
viii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 91
5.2. Saran 92
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bentuk Lingkaran 25
Gambar 2.2 Lingkaran 25
Gambar 2.3 Lingkaran yang berpusat di titik O 26
Gambar 2.4 Diameter Lingkaran 29
Gambar 2.5 Lingkaran 32
Gambar 2.6 Lingkaran dan Juring 32
Gambar 2.7 Juring 35
Gambar 2.8 Sudut Pusat 35
Gambar 2.9 Tembereng 37
Gambar 3.1. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas 47
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (RPP I – Siklus I) 94 Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II (RPP II – Siklus I) 101 Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (RPP I – Siklus II) 107
Lampiran 4 Lembar Aktivitas Siswa I (LAS I) 113
Lampiran 5 Lembar Aktivitas Siswa II (LAS II) 117 Lampiran 6 Lembar Aktivitas Siswa III (LAS III) 121
Lampiran 7 Kisi – Kisi Tes Kemampuan Awal 124
Lampiran 8 Tes Kemampuan Awal 125 Lampiran 9 Alternatif Penyelesain Tes Kemampuan Awal 126 Lampiran 10 Kisi –Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa I 129
Lampiran 11 Lembar Validasi Tes Siklus I 131
Lampiran 12 Tes Kemampuan Komunikasi Matematika 134 Lampiran 13 Alternatif Penyelesaian Tes Kemampuan Komunikasi
Matematika I 135
Lampiran 14 Kisi –Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa II 139
Lampiran 15 Lembar Validasi Tes Siklus II 141
Lampiran 16 Tes Kemampuan Komunikasi Matematika II 144 Lampiran 17 Alternatif Penyelesaian Tes Kemampuan Komunikasi
Matematika II 145
Lampiran 18 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi
Matematika 149
Lampiran 19 Lembar Observasi Kegiatan Guru Siklus I 151 Lampiran 20 Lembar Observasi Kegiatan Guru Siklus I 153
Lampiran 21 Lembar Observasi Kegiatan Guru Siklus II 155 Lampiran 22 Lembar Observasi Kegiatan Siswa Siklus I 157 Lampiran 23 Lembar Observasi Kegiatan Siswa Siklus I 158 Lampiran 24 Lembar Observasi Kegiatan Siswa Siklus II 159
Lampiran 25 Nilai Tes Kemampuan Awal Siswa 160
Lampiran 26 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematika Siklus I 162 Lampiran 27 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematika Siklus II 164
Lampiran 28 Dokumentasi Penelitian 166
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Matematika merupakan ilmu yang memiliki peranan besar dalam
perkembangan teknologi modern dan terus berkembang dari zaman ke zaman,
Hal ini dapat diketahui melalui setiap kegiatan manusia yang kerap sekali terkait
dengan matematika. Perkembangan IPTEK sekarang ini telah memudahkan kita
untuk berkomunikasi dan memperoleh berbagai informasi dengan cepat dari
berbagai belahan dunia, namun di sisi lain untuk mempelajari keseluruhan
informasi mengenai IPTEK tersebut diperlukan kemampuan yang memadai
bahkan lebih (dalam Ansari, 2009:1). Seiring dengan itu, peran matematika
sebagai salah satu ilmu dasar menjadi sangat penting untuk diterapkan dalam
berbagai bidang kehidupan karena matematika mampu mendorong manusia
berpikir kreatif, imajinatif, dan mampu memecahkan persoalan. Pola pikir
matematika selalu menjadi andalan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pendidikan matematika mempunyai peran yang besar untuk menyiapkan
sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara global. Oleh
karena itu, matematika sebagai disiplin ilmu perlu dikuasai dan dipahami oleh
siswa sekolah agar dapat memudahkan siswa untuk mengikuti perkembangan
ilmu dan teknologi. Untuk itu diperlukan kemampuan tingkat tinggi (high order
thingking), yaitu berfikir logis, kritis, kreatif dan mampu bekerjasama dan
berkomunikasi secara proaktif.
Matematika memiliki struktur keterkaitan yang kuat dan jelas satu sama
lain serta pola pikir yang bersifat deduktif dan konsisten. Selain itu, matematika
merupakan alat bantu yang dapat memperjelas dan menyederhanakan suatu
keadaan atau situasi yang sifatnya abstrak menjadi konkrit melalui bahasa dan ide
2
Dalam proses pembelajaran matematika saat ini, tidak sedikit guru yang
masih menganut paradigma transfer of knowledge yaitu bahwa pengetahuan itu
dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa sehingga guru
memfokuskan pembelajaran matematika pada upaya penuangan pengetahuan
tentang matematika sebanyak mungkin kepada siswa. Paradigma ini beranggapan
bahwa siswa merupakan objek atau sasaran belajar, sehingga dalam proses
pembelajaran lebih banyak usaha yang dilakukan guru, mulai dari mencari,
mengumpulkan, memecahkan dan menyampaikan informasi yang ditujukan agar
peserta didik memperoleh pengetahuan.
Selain itu fenomena seperti itu telah diungkapkan juga oleh Ruseffendi
(dalam Ansari, 2009:2) Kemerosotan pemahaman matematik siswa di kelas antara
lain karena:
(a) Dalam mengajar guru sering mencontohkan pada siswa bagaimana menyelesaikan soal;
(b) Siswa belajar dengan cara mendengar dan menonton guru melakukan matematik, kemudian guru mencoba memecahkannya sendiri;
(c) Pada saat mengajar matematika, guru langsung menjelaskan topik yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan pemberian contoh dan soal untuk latihan.
Brooks & Brooks (dalam Ansari, 2009:2) menamakan pembelajaran
seperti pola di atas sebagai pembelajaran konvensional, karena suasana kelas
masih didominasi guru dan titik berat pembelajaran ada pada keterampilan tingkat
rendah.
Untuk mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin maju, model pembelajaran matematika di kelas perlu direformasi.
Tugas dan peran guru bukan lagi sebagai pemberi informasi (transfer of
knowledge), tetapi sebagai pendorong siswa belajar (stimulation of learning) agar
dapat mengkontruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas seperti
pemecahan masalah, penalaran dan kreatif.
Sullivan (dalam Ansari, 2009:3) mengatakan bahwa peran dan tugas guru
3
1. melibatkan secara aktif dalam explorasi matematika;
2. mengkontruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang telah ada pada mereka;
3. mendorong agar mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai strategi;
4. mendorong agar berani mengambil resiko dalam menyelesaikan soal; 5. memberi kebebasan berkomunikasi untuk menjelaska idenya dan
mendengar ide temannya.
Silver dan Smith (dalam Ansari, 2009:3) mengutarakan pula bahwa tugas
guru adalah :
1. melibatkan siswa dalam setiap tugas matematika;
2. mengatur aktivitas intelektual siswa dalam kelas seperti diskusi dan komunikasi;
3. membantu siswa memahami ide matematika dan memonitor pemahaman mereka.
Rendahnya kemampuan komunikasi matematika juga dipengaruhi oleh
kurangnya partisipasi siswa di kelas. Hal ini sangat menghambat siswa untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada. Partisipasi ini berhubungan erat dengan
kemampuan komunikasi siswa. Rendahnya kemampuan komunikasi matematika
mengakibatkan siswa sulit untuk memahami dan mencerna soal-soal yang
diberikan sehingga mereka tidak bisa memecahkan masalah tersebut.
Bambang (2008) menyatakan bahwa:
”Banyak faktor yang menyebabkan matematika dianggap pelajaran sulit, diantaranya adalah karakterisitik materi matematika yang bersifat abstrak, logis, sistematis, dan penuh dengan lambang-lambang dan rumus yang membingungkan. Selain itu pengalaman belajar matematika bersama guru yang tidak menyenangkan atau guru yang membingungkan, turut membentuk sikap negatif siswa terhadap pelajaran matematika. Selain itu, beberapa pelajar tidak menyukai matematika karena matematika penuh dengan hitungan dan miskin komunikasi”.
Dari pernyataan di atas disimpulkan bahwa salah satu kesulitan
matematika siswa adalah rendahnya kemampuan komunikasi matematika siswa.
Sejumlah pakar telah mendefinisikan pengertian, prinsip, dan standar komunikasi
4
“Matematika sebagai alat komunikasi (mathematics as communication) merupakan pengembangan bahasa dan simbol untuk mengkomunikasikan ide matematik, sehingga siswa dapat : (1) mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematik dan hubungannya, (2) merumuskan definisi matematik dan membuat generalisasi yang diperoleh melalui investigasi (penemuan), (3) mengungkapkan ide matematik secara lisan dan tulisan, (4) membaca wahana maematika dengan pemahaman, (5) menjelaskan dan mengajukan serta memperluas pertanyaan terhadap matematika yang telah dipelajarinya, dan (6) menghargai keindahan dan kekuatan notasi matematik, serta peranannya dalam mengembangkan ide / gagasan matematik.
Kemampuan berkomunikasi menjadi salah satu syarat yang memegang
peranan penting karena membantu dalam proses penyusunan pikiran,
menghubungkan gagasan dengan gagasan lain sehingga dapat mengisi hal-hal
yang kurang dalam jaringan gagasan siswa.
Hal senada juga disampaikan Baroody (dalam Ansari, 2009:4):
”Sedikitnya ada dua alasan penting, mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menentukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity; artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa, dan
juga komunikasi antara guru dan siswa”.
Dalam setiap proses belajar matematika, siswa perlu dibiasakan untuk
memberikan argumen atas setiap jawabannya dan memberikan tangggapan kepada
jawaban temannya sebagai bentuk aktivitas sosial dalam pembelajaran
matematika.
Pendapat tentang pentingnya komunikasi matematika juga diusulkan
5
Program pembelajaran matematika sekolah harus memberi kesempatan
kepada siswa untuk:
(a) Menyusun dan mengaitkan mathematical thinking mereka melalui komunikasi;
(b) Mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara logis dan jelas kepada teman-temannya, guru, dan orang lain;
(d) Menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang dipakai orang lain;
(d) Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar.
Dari observasi awal yang dilakukan peneliti, lingkaran merupakan salah
satu materi yang dianggap sulit dipahami oleh siswa. Melalui tes diagnostik pada
materi lingkaran di kelas VIII B MTs. Negeri Aek Natas Tahun Ajaran
2014/2015, peneliti menemukan kesalahan terhadap masalah komunikasi
matematika yang dilakukan oleh siswa dikelas, yaitu siswa tidak dapat membaca
secara lengkap dan benar
1. Gambar dibawah adalah lingkaran dengan pusat P, dari gambar tersebut
tentukanlah : a. tali busur, b. tembereng, c. juring, d. sebutkan 4 ruas yang
merupakan jari – jari lingkaran
Penyelesaiannya :
6
Dari 40 siswa yang diberi tes terdapat 45 % siswa mampu menjelaskan
suatu masalah dengan memberikan argumentasi terhadap permasalahan
matematika ( explanation), 30 % siswa mampu menyatakan ide matematika
menggunakan simbol -simbol atau bahasa matematika dan 25% siswa mampu
melukiskan maupun membaca gambar,grafik diagram dan tabel. Adapun target
dari kemampuan komunikasi matematis siswa yaitu 75 % siswa mampu
menjelaskan suatu masalah ( explanation), mampu menyatakan ide matematika
dan mampu melukiskan maupun membaca gambar,grafik diagram dan tabel.
Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization
adalah pembelajaran kooperatif yang menitikberatkan proses pembelajaran kepada
siswa dengan menggunakan media yang dapat mendorong siswa mengemukakan
pendapat sehingga dapat meningkatkan pemahaman mereka dan tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization
(TAI ) belum diterapkan oleh guru matematika di MTs. Negeri Aek Natas. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Ibu Ummi Maisyarah selaku guru matematika di
MTs. Negeri Aek Natas . Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Ummi
Maisyarah , menyatakan bahwa : “ Sampai saat ini, metode yang digunakan oleh
guru matematika dalam pembelajaran adalah metode yang biasa dipakai oleh guru pada umumnya yaitu metode ceramah”.
Kemudian ada beberapa masalah yang dihadapi guru saat proses
pembelajaran berlangsung. Terutama untuk soal-soal cerita seperti persamaan
linear dua variabel, siswa sering sulit memahami apa informasi yang terkandung
dalam soal cerita tersebut, sehingga mereka sulit untuk menyusun
langkah-langkah penyelesaian dalam model matematikanya. Hal ini karena siswa sulit
7
Pernyataan di atas menjelaskan bahwa salah satu kesulitan mempelajari
matematika adalah karena rendahnya kemampuan komunikasi matematika siswa.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas peneliti tertarik untuk,
mengadakan penelitian tentang “ Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI ) Untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Siswa Pada Keliling Dan Luas Lingkaran Di kelas VIII B MTs. Negeri Aek Natas Tahun Ajaran 2014 /2015”.
1.2. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, ada beberapa masalah
yang dapat diidentifikasi yaitu :
1. Kurangnya partisipasi siswa di kelas sehingga selama pembelajaran siswa
cenderung pasif dan hanya menerima informasi dari guru
2. Kemampuan komunikasi matematika siswa di kelas VIII B MTs. Negeri
Aek Natas masih rendah
3. Model pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization
(TAI ) belum diterapkan disekolah MTs. Negeri Aek Natas
4. siswa menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dan
membosankan
5. proses pembelajaran yang kurang menunjang siswa untuk
mengekspresikan kemampuan komunikasi matematika yang dimiliki oleh
siswa tersebut.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka penelitian ini hanya untuk perbaikan atau sebuah
tindakan upaya untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Siswa dengan
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization
(TAI ) Pada Keliling Dan Luas Lingkaran Di kelas VIII B MTs. Negeri Aek
8
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah penerepan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dapat meningkatkan
komunikasi matematis siswa pada Keliling Dan Luas Lingkaran di kelas VIII B
MTs. Negeri Aek Natas Tahun Ajaran 2014/2015.
1.5. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pembelajaran
Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) Pada Keliling Dan Luas
Lingkaran VIII B MTs. Negeri Aek Natas Tahun Ajaran 2014/2015.
1.6. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini
diharapkan akan memberi manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan bagi guru MTs. Negeri Aek Natas dalam
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti, sebagai bekal ilmu pengetahuan
dalam mengajar matematika dimasa mendatang.
3. Melalui model pembelajaran koperatif tipe TAI diharapkan kemampuan
komunikasi matematis siswa meningkat.
4. Sebagai masukan bagi para penelitian sejenis.
5. Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi peningkatan mutu
pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar matematika di