• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI BADAN STANDAR, KURIKULUM, DAN ASESMEN PENDIDIKAN PUSAT PERBUKUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI BADAN STANDAR, KURIKULUM, DAN ASESMEN PENDIDIKAN PUSAT PERBUKUAN"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

Buku Panduan Guru

Pendidikan

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Pendidikan Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Budi Pekerti

Bambang Purnomo

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI BADAN STANDAR, KURIKULUM, DAN ASESMEN PENDIDIKAN PUSAT PERBUKUAN

(2)

Hak Cipta pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.

Dilindungi Undang-Undang.

Disclaimer: Buku ini disiapkan oleh Pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan buku pendidikan yang bermutu, murah, dan merata sesuai dengan amanat dalam UU No. 3 Tahun 2017. Buku ini digunakan secara terbatas pada Sekolah Penggerak. Buku ini disusun dan ditelaah oleh berbagai pihak di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Buku ini merupakan dokumen hidup yang senantiasa diperbaiki, diperbaharui, dan dimutakhirkan sesuai dengan dinamika kebutuhan dan perubahan zaman. Masukan dari berbagai kalangan yang dialamatkan kepada penulis atau melalui alamat surel buku@kemdikbud.

go.id diharapkan dapat meningkatkan kualitas buku ini.

Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas XI

Penulis

Bambang Purnomo

Penelaah

Noor Sudiyati Amika Wardana

Penyelia/Penyelaras

Supriyanto E. Oos M. Anwas Emira Novitriani Yusuf Ivan Riadinata

Penyunting

Sri Endang Sulistyowati

Ilustrasi:

Indiria Maharsi

Penata Letak (Desainer)

Bayu Sanjaya

Penerbit:

Pusat Perbukuan

Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Komplek Kemdikbudristek Jalan RS. Fatmawati, Cipete, Jakarta Selatan https://buku.kemdikbud.go.id

Cetakan pertama, 2021

ISBN 978-602-244-356-8 (no.jil.lengkap) ISBN 978-602-244-811-2 (jil.2)

Isi buku ini menggunakan huruf Playfair Display, 10/25pt.

(3)

Kata Pengantar

Pusat Perbukuan; Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan;

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sesuai tugas dan fungsinya mengembangkan kurikulum yang mengusung semangat merdeka belajar mulai dari satuan Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah. Kurikulum ini memberikan keleluasaan bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.

Untuk mendukung pelaksanaan kurikulum tersebut, sesuai Undang-Undang Nomor 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, pemerintah dalam hal ini Pusat Perbukuan memiliki tugas untuk menyiapkan Buku Teks Utama.

Buku teks ini merupakan salah satu sumber belajar utama untuk digunakan pada satuan pendidikan. Adapun acuan penyusunan buku adalah Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 958/P/2020 tentang Capaian Pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah. Sajian buku dirancang dalam bentuk berbagai aktivitas pembelajaran untuk mencapai kompetensi dalam Capaian Pembelajaran tersebut. Penggunaan buku teks ini dilakukan secara bertahap pada Sekolah Penggerak dan SMK Pusat Keunggulan, sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 162/M/2021 tentang Program Sekolah Penggerak.

Sebagai dokumen hidup, buku ini tentunya dapat diperbaiki dan disesuaikan dengan kebutuhan. Oleh karena itu, saran-saran dan masukan dari para guru, peserta didik, orang tua, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan buku teks ini. Pada kesempatan ini, Pusat Perbukuan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan buku ini mulai dari penulis, penelaah, penyunting, ilustrator, desainer, dan pihak terkait lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga buku ini dapat bermanfaat khususnya bagi peserta didik dan guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran.

Jakarta, Oktober 2021

Plt. Kepala Pusat,

Supriyatno

NIP 19680405 198812 1 001

(4)

Prakata

Salam Rahayu

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala karunia dan bimbinganNya sehingga terselesaikannya penulisan buku siswa pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kelas XI, dengan harapan dapat digunakan sebagai materi ajar bagi penyuluh (siswa) kepada peserta didik.

Pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Budi Pekerti merupakan bekal kepada peserta didik penghayat kepercayaan supaya dapat menghadapi perkembangan jaman yang semakin maju tetapi tetap berpedoman nilai luhur bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan nilai luhur ajaran kepercayaan yang dihayatinya. Nilai moral yang terkandung dalam ajaran kepercayaan merupakan implementasi dari laku spiritual setiap harinya yang menghayati konsep manunggaling kawula gusti yaitu menyatunya dengan kuasa Tuhan sehingga dapat terbimbing untuk bersikap mawas diri, tepa selira dan wicaksana dalam memayu hayuning bawana dan menjadi satria pinandhita yang dapat berguna bagi nusa lan bangsa Indonesia.

Buku siswa ini bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa karena masih diperlukan penyesuaian dengan kondisional peserta didik, sarana maupun prasarana di daerah masing-masing. Penyesuaian ini membuka kreatifitas penyuluh (siswa) untuk memperkaya pembelajaran dengan kegiatan- kegiatan lain yang sesuai, relevan dan mengacu sumber tambahan lainnya seperti sumber tertulis maupun sumber belajar langsung dari lingkungan sosial dan alam sekitar.

Buku ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu atas kritik dan masukkan demi perbaikan buku kami harapkan.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan buku ini, terlebih atas prakarsa dan dukungan dari pemerintah khususnya Kementrian pendidikan dan Kebudayaan. Akhir kata, Salam Rahayu.

Yogyakarta, 1 Juni 2021

Drs. Bambang Purnomo, SE. MS.i

(5)

Daftar Isi

Kata Pengantar ...iii

Prakata ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Gambar ...viii

Daftar Tabel ... x

Bab 1 Sejarah Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

...

1

Peta Konsep ... 2

Capaian Pembelajaran ... 3

A. Perkembangan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Indonesia ... 4

B. Eksistensi Ragam Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ... 11

C. Peran Penerima /Pendiri Paguyuban Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang maha Esa Penegakan NKRI ... 17

Kegiatan Belajar Siswa ... 25

Rangkuman ... 26

Evaluasi ... 26

Soal Pilihan Ganda ... 27

Refleksi ...30

Bab 2 Nilai Ketuhanan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

...

31

Peta Konsep ... 32

Capaian Pembelajaran ... 33

A. Sujud Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Bersyukur kepada Tuhan ... 34

B. Perilaku seorang Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. ... 42

Kegiatan Belajar Siswa ... 48

Evaluasi ... 48

Soal Pilihan Ganda ... 49

Rangkuman ...51

Refleksi ... 52

(6)

Bab 3 Memayu Hayuning Bawana

...

53

Peta Konsep ...54

Capaian Pembelajaran ...55

C. Memayu hayuning diri ... 56

D. Memayu hayuning sesama ...68

Aktivitas belajar siswa ... 76

Rangkuman: ... 76

Evaluasi ...77

Soal Pilihan Ganda ... 78

Refleksi ...80

Bab 4 Pengembangan Karakter Budi Luhur Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

...

81

Peta Konsep ... 82

Capaian Pembelajaran ... 83

A. Jiwa Kesatria Seorang Penghayat Kepercayan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ... 84

B. Pengamalan Budi luhur sebagai kewajiban seorang Kesatria ... 97

Aktivitas belajar siswa ... 106

Diskusi ...107

Rangkuman ...107

Evaluasi ... 108

Soal Pilihan Ganda ... 109

Refleksi ... 112

Bab 5 Kearifan Budaya Nusantara

...

113

Peta Konsep ... 114

Capaian Pembelajaran ...115

A. Makna Dibalik ceritera Rakyat ... 116

B. Membangun Karakter bangsa melalui budaya ...129

Kegiatan Belajar Mengajar ...139

Rangkuman ... 140

Evaluasi ... 140

Soal Pilihan Ganda ... 141

Refleksi ...144

(7)

Bab 6 Menuju Sangkan Paraning Dumadi

...

145

Peta Konsep ...146

Capaian Pembelajaran ... 147

A. Manunggaling Kawula klawan Gusti ...148

B. Ngunduh Wohing Pakarti ... 152

C. Angger-angger dalam Paguyuban Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ...156

Kegiatan belajar ...159

Rangkuman: ...159

Evaluasi ...159

Soal Pilihan Ganda ... 160

Refleksi ...163

Glosarium ...164

Daftar Pustaka ... 166

Sumber Gambar...167

Profil Pelaku Perbukuan ... 169

(8)

Daftar Gambar

Gambar 1.1 Manembah ... 1

Gambar 1.2 Ilustrasi Arymurthy, S.E ...17

Gambar 1.3 Ilustrasi Prof. Dr. Drs. Notonagoro, S.H. ... 19

Gambar 1.4 Ilustrasi Drs. K. Permadi, S.H ... 20

Gambar 1.5 Ilustrasi Sri Pawenang ... 22

Gambar 1.6 Ilustrasi K.R.M.T. Wongsonegoro... 23

Gambar 2.7 Ilustrasi Zahid Hussein ...24

Gambar 2.1 Lirik Lagu ...31

Gambar 2.2 Sujud Penghayat Kepercayaan Budidaya ...36

Gambar 2.3 Sikap Duduk ... 37

Gambar 2.4 Sujud ... 37

Gambar 2.5 Sapta Darma ...38

Gambar 2.6 Bersyukur Secara Pribadi ... 39

Gambar 2.7 Bersyukur dalam budaya ... 41

Gambar 2.8 Gusti Murbeng Gesang ... 45

Gambar 2.9 Implementasi sifat Tuhan ...46

Gambar 3.1 Harjuna memohon arahan kepada Eyangnya Abiyasa ... 53

Gambar 3.2 Tahap mencapai memayu hayuning bawana ... 56

Gambar 3.3 Asal manusia ...57

Gambar 3.4 Gambar saat terjadinya manusia ... 58

Gambar 3.5 Hubungan manusia dengan alam ... 58

Gambar 3.6 Orang Menyapu ... 60

Gambar 3.7 Potensi Kekeringan Meteorologis di Indonesia... 61

Gambar 3.8 Orang yang duduk di depan sumur kering ...62

Gambar 3.9 Lingkungan alam yang terjaga ...63

Gambar 3.10 Embung Nglanggeran Gunung Kidul sebagai tempat wisata ...64

Gambar 3.11 Penyakit terkait polusi udara ... 65

Gambar 3.12 Mengenal Karakter Perilaku diri ...66

Gambar 3.13 Sang Arjuna sedang bertapa ... 67

Gambar 3.14 Memayu Hayuning Sesama Anak ...71

Gambar 3.15 Kegiatan bermanfaat untuk remaja ... 72

Gambar 3.16 Ibu-ibu belajar Gamelan ... 73

(9)

Gambar 3.17 Kegiatan Lansia ... 73

Gambar 3.18 Petani membajak sawah menggunakan kerbau ... 74

Gambar 3.19 Petani menanam padi ...75

Gambar 3.20 Penyemprotan disinfektan untuk menanggulangi Covid-19 ...75

Gambar 4.1 Karakter Tokoh Wayang Gatot Kaca ... 81

Gambar 4.2 Saling menghormati dan menghargai sesama ...86

Gambar 4.3 Lambang Negara Indonesia: Garuda Pancasila ...86

Gambar 4.4 Timbangan melambangkan keadilan ... 87

Gambar 4.5 Jangan Tukar Kebenaran dengan Kebohongan ...88

Gambar 4.6 Sikap berdo'a dan ekspresi orang panik ...88

Gambar 4.7 Syarat membuat SIM perseorangan ...89

Gambar 4.8 Komitmen serta tidak ingkar janji ... 91

Gambar 4.9 Membantu lansia ... 91

Gambar 4.10 Gotong-royong menanam padi hingga menjadi beras ... 93

Gambar 4.11 Cinta produk Indonesia ... 93

Gambar 4.12 Wujud gotong royong di lingkungan masyarakat ...94

Gambar 4.13 Gatotkoco di kawah candra dimuka ... 95

Gambar 4.14 Pengamalan Budi luhur seorang Kesatria ... 97

Gambar 4.15 Lambang Garuda Pancasila ... 97

Gambar 4.16 Kerukunan masyarakat ... 102

Gambar 4.17 Jogja Cross Culture 2019... 104

Gambar 5.1 Kearifan Budaya Nusantara ... 113

Gambar 5.2 Rawa Pening ...116

Gambar 5.3 Gunung Tangkuban Perahu ...122

Gambar 5.4 Acara Ruwatan Sukerta, di Pendapa Tamansiwa Yogyakarta ...125

Gambar 5.5 Pandawa Lima bersama Dewi Kunthi ...127

Gambar 5.6 Acara Merti Desa Bugel, Kabupaten Kulon Progo ... 129

Gambar 5.7 Upacara Bekakak ... 130

Gambar 5.8 Upacara Labuhan Merapi ... 131

Gambar 5.9 Tanaman empon-empon sebagai obat ...132

Gambar 5.10 Acara Pasrah Ringgit ...133

Gambar 5.11 Sanggar Sekar Parijatha, Terban, Gondokusuman Yogyakarta ...134

Gambar 5.12 Atraksi Budaya Meriahkan HUT ke-74 Brimob di Semarang ...135

Gambar 6.1 Menuju Sangkan Paraning Dumadi ...145

Gambar 6.2 Pisowanan Ageng ... 148

Gambar 6.3 Manembah kepada Tuhan ... 150

(10)

Tabel 1.1 Daftar Paguyuban Penghayat Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Esa Tahun 2017 ... 5

Tabel 1.2 Tabel Refleksi Bab 1 ...30

Tabel 2.1 Nama-nama sifat Tuhan ... 43

Tabel 2.2 Tabel Refleksi Bab 2 ... 52

Tabel 3.1 Daftar karakter dalam diri manusia ...66

Tabel 3.2 Tabel Refleksi Bab 3 ... 80

Tabel 4.1 Tabel pertolongan sosial ...92

Tabel 4.2 Tabel Refleksi Bab 4 ...112

Tabel 5.1 Daftar sebagian Sukerta Kelompok Perilaku... 128

Tabel 5.2 Tabel Refleksi Bab 5 ... 144

Tabel 6.1 Proses Manunggaling Kawula lan Gusti ... 148

Tabel 6.2 Proses Manunggaling Kawula lan Gusti dalam Sekolah ... 149

Tabel 6.3 Daftar nama Paguyuban Penghayat Kepercayaan ...158

Tabel 6.4 Tabel Refleksi Bab 6 ... 163

Daftar Tabel

(11)

Bab 1

Sejarah Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Salam Rahayu..

Apa Arti Kata Rahayu ?

Selamat bertemu kembali anak anak, semoga kalian sehat-sehat. Sudah baca bab yang akan kita bahas. Semoga kalian sudah baca pokok bahasan un- tuk hari ini.

Jika kita melihat diri kita, sebenarnya kita ini keturunan siapa, kita ada- lah keturunan nenek moyang. Siapa nenek moyang kita, kita tidak tahu. Kita hanya tahu pada Eyang Buyut, Eyang, orang tua dari ibu dan bapak kita, namun sebelumnya bahwa kita mempunyai garis keturunan dari kakek nenek yang kita tidak tahu. Kita semua mungkin kalau ditelusuri, bisa jadi kita itu satu keturunan. Nenek moyang kita dahulu sudah mengenal berbagai perilaku mana baik dan mana buruk, yang mereka hayati karena keyakinannya, ke- percayaan atau kapitayan kepada Tuhan, Mengapa demikian, karena Tuhan telah ada, dan yang telah menciptakan alam semesta.

Melalui tatanan keyakinan/kapitayan yang dilakukan oleh nenek moy- ang kita kepada Tuhan Yang Maha Esa bisa kita nikmati sampai sekarang, yang berupa hasil nilai nilai budaya, termasuik budaya spiritual yang seka- rang ini kita nikmati. Selanjutnya kita selalu akan melestarikan apa yang su- dah dilakukan oleh nenek moyang kita. Mari kita lestarikan dengan mengikuti pokok pokok bahasan dibawah ini.

Kata Kunci: Tuhan, Kepercayaan, Penghayat, Kongres, Kebatinan

Gambar 1.1 Manembah Sumber: Kemendikbud, Indiria Maharsi (2021)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, 2021

Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Budi Pekerti

Untuk SMA/SMK Kelas XI Penulis: Bambang Purnomo ISBN : 978-602-244-811-2

(12)
(13)
(14)

A. Perkembangan Penghayat Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Indonesia

Keberadaan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau agama asli/leluhur bagi bangsa Indonesia merupakan warisan budaya spiritual, serta merupakan keyakinan manusia Nusantara yang sejak dari dahulu kala sebelum agama masuk di bumi nusantara. Dimulai dari jaman pra aksara, sistem kepercayaannya mempunyai tahap-tahap yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang, animisme, dinamisme, totemisme hingga monoteisme yang merupakan tingkat akhir sistem kepercayaan manusia yang sekarang bisa disebut agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Di Indonesia. Bukti-bukti realitasnya dapat diamati dengan temuan arkeologis diantaranya seperti menhir, dolmen, punden berundak, sarkopagus atau waruga (kubur batu) dan lukisan cadas dalam gua.

Temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa manusia saat itu telah meyakini adanya kekuatan-kekuatan roh/jiwa di dalam maupun di alam di luar tubuhnya, meyakini bahwa ada kehidupan setelah kematian, yaitu roh dan adanya kekuatan Maha Besar dan Maha Tunggal yaitu Tuhan Yang Maha Esa, yang penyebutannya berbeda-beda menurut bahasa lokal masing-masing (monoteis).

1. Perkembangan Paguyuban PKT

Sejarah telah membuktikan, keberadaan para kaum penghayat terhadap Tuhan Yang Maha Esa sudah ada jauh jauh sebelum Indonesia merdeka, bahkan sangat tidak dipungkiri keberadaanya sebelum nama Nusantara ada. Kini keberadaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Indonesia dianut oleh sebagian warga Negara Indonesia yang diakui oleh Negara, dilindungi dan dilayani dengan prinsip non diskriminatif dan demokratis. Secara tegas pelindunagn dan pelayanan itu dinyatakan dalam landasan idelogis (Pancasila), landasan konstitusional (Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945-UUD NRI 1945), dan landasan pembangunan nasional serta 4 (empat) konsensus nasional.

Keempat konsensus nasional itu adalah Pancasila, UUD NRI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Semua ajaran Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mengajarkan tata hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan Alam Semesta, Manusia dengan Manusia, Manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan makhluk lain, manusia dengan Negara. Ajaran yang diterima dan dikembangkan serta dihayati berupa perilaku budi luhur.

(15)

JAKARTA, KOMPAS.com - Total ada 187 kelompok penghayat kepercayaan di Indonesia yang terdata oleh pemerintah. Terbanyak kelompok penghayat ke- percayaan berada di Jawa Tengah dengan 53 kelompok. Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebu- dayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sri Hartini mengatakan bahwa dengan terdaftar, maka para kelompok penghayat akan mendapatkan pembinaan dari pemerintah. Penulis : Moh. Nadlir

https://nasional.kompas.com/read/2017/11/09/12190141/ada-187-

Berdasarkan data Sensus Penduduk 2010 (SP2010), jumlah penghayat Keper- cayaan di Indonesia dapat dikatakan relatif kecil. Tercatat, kelompok pengha- yat Kepercayaan itu hanya berjumlah 299.617 orang, atau sekitar 0,13 persen dari total penduduk.

Perkembangan Penghayat Kepercayaan di Indonesia sesuai berjalannya wak- tu banyak dinamika yang terjadi, yang ternyata masih perlu diperjuangkan untuk mendapatkan persamaan derajat sesuai dengan harkat dan martabat bangsa Indonesia Daftar Distribusi Organisasi Penghayat Kepercayaan di In- donesia.

Daftar Paguyuban Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa 2017

No Provinsi Kabupaten/Kota Jumlah

1 Sumatera Utara 6 Kabupaten 1 Kota 12 Organisasi

2 Lampung 2 Kabupaten 5 Organisasi

3 DKI Jakarta 5 Kota 14 Organisasi

4 Banten 1 Kabupaten 1 Organisasi

5 Jawa Barat 2 Kabupaten 3 Kota 7 Organisasi

6 Jawa Tegah 19 Kabupaten 4 Kota 52 Organisasi

7 DIY 4 Kabupaten 1 Kota 25 Organisasi

8 Jawa Timur 11 Kabupaten 4 Kota 51 Organisasi

9 Bali 2 Kabupaten 1 Kota 8 Organisasi

10 NTB 2Kabupaten 2 Organisasi

11 NTT 4 Kabupaten 5 Organisasi

12 Sulawesi Utara 3 Kabupaten 1 Kota 4 Organisasi

13 Riau 1 Kota 1 Organisasi

14 Kalimantan Proses Update Proses Update

Tabel 1.1 Daftar Paguyuban Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Esa Tahun 2017

(16)

a. Perkembangan sebelum Kemerdekaan

Anak anak, apakah kalian sudah tahu tentang perkembangan Penghayat Keper- cayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Indonesia. Simak baik baik informasi berikut ini

Sebelum Indonesia merdeka lepas dari para penjajahan, Belanda, Jepang, Inggris, banyak masyarakat yang secara pribadi atau mandiri mencari suatu ketenangan, mencari keselamatan, ataupun untuk berjuang mengusir para penjajah, mereka banyak yang melakukan cara cra tertentu secara spiritual untuk mendapatkan suatu kekuatan mental dari Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan cara bertapa, bersemedi membersihkan diri, mempertinggi iman, meminta kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk memproleh kekuatan, yang akan digunakan untuk menolong sesama dalam menghadapi para penjajah. Kemudian keberhasilan dalam melalukan tata laku spiritual, dikembangkan kepada masyarakat yang mau mengikutinya.

Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dalam pengembangan pribadinya sebagai manusia selalu mendasarkan pada konsep manungaling kawula klawan Gusti dan Memayu hayuning bawana untuk menuju pada sangkan paraning dumadi. Dalam pengembangan tata laku spiritual melalui organisasi atau paguyuban yang bersifat spiritual. Hal tersebut seperti yang dilakukan diantaranya adalah Adat Musi, Aliran Kebatinan Perjalanan, Badan Keluarga Kebatinan Wisnu pada tahun 1916 Budi Sejati, Hardo Pusoro, Badan Kebatinan Indonesia, MSB 20 Mei 1930, Paguyuban Sumarah dan masih banyak lagi yang lain. Mereka para penghayat banyak menjadi pejuang dalam upaya kemerdekaan Indonesia.

b. Pasca Kemerdekaan Tahun 1945- 1970

Pada era ini perkembangan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa cukup menggembirakan. Setelah kemerdekaan landasan Hukum bagi penghayat sudah dijamin dengan adanya

1) Undang Undang Dasar 1945 Bab X A tentang Hak Asasi, Pasal 28 Ayat 1 dan ayat 2

2) Undang Undang Dasar 1945 BAB XI tentang agama papsal 29 ayat 1 dan 2 3) Undang Undang Dasar 1945 , BAB XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan

pasal 32 ayat 1 dan 2

Penghayat Terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada era ini perkembangan sangat pesat, seperti Paguyuban Papan Kasunyatan 1955, Kawruh Jawa Dipa 17 Mei 1952, Kebatinan, Pambuka Jiwa, Kebatinan Satuan Rakyat Indonesia Murni 10 Oktober 1949, Palang Putih Nusantara Kejawen Urip

(17)

Sejati, 1955, Ngesti Kasampurnan, Ngudi Utama 1963, Marapu 28 Agustus 1959, Sapta Darma Penerima Wahyu Hardjo Sopura tanggal 26 Desember 1952. Pada periode tersebut paguyuban atau kelompok Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa mulai teroganisir yaitu dengan adanya beberapa konggres seperti:

1) Kongres BKKI I di Semarang, pada tanggal 19-21 Agustus 1955 bertepatan dengan 1 Suro, berhasil menghimpun kebatinan kedalam wadah yang bernama Badan Kongres Kebatinan Seluruh Indonesia (BKKI) hasil kongres tersebut antara lain: Pertama, memutuskan Wongsonagoro sebagai ketua BKKI. Kedua, menetapkan semboyan, yaitu “Sepi Ing Pamrih Rame Ing Gawe, memayu hayuning bawana”.

2) Kongres BKKI II di Solo pada tahun 1956, melahirkan keputusan penting, yaitu ditegaskan “kebatinan bukan agama baru melainkan usaha untuk meningkatkan mutu semua agama dan kebatinan adalah sumber azas dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, untuk mencapai budi luhur guna kesempurnaan hidup”. Konggres ke-II dikunjungi 2000 utusan yang mewakili 2.000.000 anggota di seluruh Indonesia. Kemudian pada tahun 1957, diselenggarakannya Dewan Musyawarah BKKI di Yogyakarta untuk mengajukan permohonan kepada Presiden terkait menyamakan BKKI dengan agama-agama yang lain.

3) Kongres BKKI III di Jakarta, pada tanggal 17-20 juli 1958, dihadiri oleh Presiden Soekarno yang memberikan sambutan dan sekaligus membuka kongres dan memberikan amanat, memuji pegangan Pancasila dalam kebatinan, memperingati tentang bahaya klenik. Kongres II memutuskan bahwa kebatinan bukanlah klenik, akan tetapi daya gaib dan magi putih merupakan dwitunggal dengan kebatinan. Jelang setahun pada tanggal 14-15 Januari 1959 diadakannya seminar BKKI ke-I di Jakarta, yang memperbincangkan soal pendidikan nasional serta kebatinan dan hakikat hidup.

4) Kongres BKKI IV di Malang, pada tanggal 22-24 Juli 1960, berhasil mengesahkan AD/ART dan tidak ada perbedaan prinsip antara agama dan kepercayaan, serta ada kesamaan antara Kebatinan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan Budi luhur. Kemudian pada tahun 1961 diadakannya seminar BKKI ke-II yang diusulkannya pendidikan maupun pengajaran kebatinan pada sekolah-sekolah. Dan pada tahun 1962 diadakan Seminar BKKI yang ke-3 topiknya tentang kebatinan dan perdamaian dunia.

5) Kongres BKKI V di Ponorogo, pada tanggal 1-4 Juni 1963, dihadiri oleh AH.Nasution dan Roeslan Abdul Ghani, yang keduanya beliau memberikan amanat tentang persatuan dan toleransi.

Pada tahun 1966 dibentuk Badan Musyawarah Kebatinan, Kejiwaan, dan Kerohanian Indonesia. Perjuangan selanjutnya dalam mempertahankan eksistensi menuju legalitas di Indonesia semakin nyata dengan diselenggarakannnya simposium nasional kepercayaan di

(18)

Yogyakarta pada penghujung 1970, dengan mengangkat tema “Menyoroti Kehidupan Kepercayaan, Kebatinan, Kejiwaan, Kerohanian di Indonesia”

dalam rangka tertib hukum berlandaskan UUD 1945. Pada simposium tersebut lahirlah SKK (Sekretariat Kerjasama Kepercayaan-Kebatinan, Kerohanian, Kejiwaan), yang diketuai KRMT Wongsonagoro. Kesimpulan pada simposium tersebut dipaparkan bahwa pengertian kepercayaan pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang dimaksud adalah Kebatinan, Kejiwaan, Kerohanian. Simposium juga menyimpulkan bahwa kedudukan fungsi Kebatinan, Kejiwaan, dan Kerohanian pelayanannya sejajar dengan agama oleh negara.

c. Masa Tahun 1971 – 2000

Perkembangan selanjutnya, perjuangan Penghayat Kepercayaan yaitu pada tanggal 20 Januari 1971, delegasi MUNAS yang diketuai Wongsonegoro menyampaikan kepada Soeharto, Presiden RI yang kedua, mengenai empat masalah, yakni:

1) Legalitas kehidupan kepercayaan (Kebatinan, Kejiwaan, Kerohanian), 2) Pendidikan moral Pancasila

3) Kedudukan Sekretariat Bersama Kepercayaan (SKK)

4) Perayaan Satu Suro sebagai Hari Besar Kepercayaan (belum diusulkan ke pemerintah)

Disamping itu juga tumbuh berbagai organisasi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa lainnya, seperti Pangudi Rahayunuing Budi, Perkumpulan Persaudaraan Kejiwaan Susila Budhi Darma (SUBUD) Perpulungan Remah Sipitu Ruang, Trisoka, PEKRKI Bondhan Kejawen, Among Raga Panggungah Sukma, Ilmu Rasa Sejati, , Ilmu Sangkan Paraning Dumadi Sanggar Kencana, Ketuhanan Kasampurnan, Paguyuban Kapitayan Suaka Adat Wewarah Agesang dan masih banyak lainnya.

d. Masa Reformasi

Selanjutnya pada era Reformasi, seiring perubahan demokrasi Indonesia muncul beberapa organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sehingga sekarang terdapat beberapa wadah organisasi seperti:

1) Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK)

2) Badan Kerjasama Organisasi Kepercayaan (BKOK) 3) Forum Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

4) LSM Pemerhati Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

(19)

e. Perkembangan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa sejak tahun 2000 sampai tahun 2020

Perkembangan PKT sudah ada lampu hijau dari pemerintah, dimana hak hak sebagai warga negara sedikit demi sedikit telah terlayani antara lain:

1) Undang Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 61 ayat 1 dan 2, serta Pasal 64 ayat 1 dan 5 juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Adminduk.

2) Dengan adanya undang undang tersebut maka setiap warga negara Indonesia Penganut Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam identitas, pada kolom Agama : Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

3) Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No 43 dan 41 Tahun 2009 tentang pedoman pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

4) Permendikbud No 27 Tahun 2016 tentang layanan pendidikan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

5) Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 yang mengizinkan para Penghayat Kepercayaan untuk mencantumkan statusnya sebagai Penghayat Kepercayaan dalam kolom agama di Kartu Keluarga dan KTP elektronik (KTP-el).

6) Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 2019, salah satunya mengakui dan mengatur tata cara pernikahan antar Penghayat Kepercayaan.

7) Surat Keputusan dari Kementrian Pendidikan No 27 tahun 2016, tentang Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

f. Tokoh- tokoh Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

1) Prof. Dr. Drs. Noto Nagoro. SH 2) KRMT. Wongso Negara

3) Arimurti SE 4) Sri Pawenang 5) Zaid Husien

6) Drs. K Permadi. SH

7) RM. Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo

(20)

1. Kontribusi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa terhadap nilai-nilai Pancasila

Semua para penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa inti pokok dan konsep ajaranya adalah: Manunggaling Kawula Klawan Gusti yang artinya Bersatunya manusia dengan Tuhannya. Untuk dapat bersatu diawali dengan melakukan upaya berdekatan dengan Tuhan.

Setiap manusia mau mendekat dengan Tuhannya pasti percaya Bahwa Tuhan adalah sang pencipta alam semesta, kemudian melaksanakan sembah dan melakukan manembah kepada Nya. Hasil dari manembah tadi untuk Memayu hayuning bawana (membuat cantiknya alam semesta) dan semuanaya untuk mencapai Sangkan Paraning Dumadi ( Alam Langgeng, Surga). Semua Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa mengajar perilaku budi luhur yang dilandasi Ketuhanan.

Dalam Penyebutan Tuhan banyak sekali, seperti Tuhan Maha Agung, Maha Pencipta, Maha Rahim,, Maha Adil, Tuhan sumber segala sumber, Gusti Kang Akarya Jagad, Pangeran, Gusti Maha Wikan dan masih banyak lagi. Untuk itu dalam meneladani Tuhan dan pengamalanya semua Paguyuban Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa semuanya bermuara pada nilai nilai Pancasila dalam kehidupan sehari hari. Adapun kontribusi pada nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila adalah:

a. Pada Sila ke-1 Ketuhanan Yang Maha Esa

1) Para Penghayat selalu taat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan cara manembah kepadaNya dan pasrah kepadaNya. Tuhan itu cedhak tanpa senggolan, kumpul datan rinasa.

2) Bahwa setiap warga penghayat, senantiasa hidup saling hormat menghormati, saling menghargai dalam berbagai kegiatan di masyarakat.

Bentuk penghormatan dapat dilakukan dengan cara saling bekerja sama, gotong royong, bau membahu dalam segala mengatasi persolan.

3) Tidak memaksakan kehendak dalam berkeyakinan kepada siapapun dan tidak mencampuri cara beribadah masing masing penghayat ataupun pemeluk agama lain.

b. Pada Sila ke-2 Kemanusiaan yang adil dan beradab

1) Mengembangkan rasa cinta kasih kepada siapapun atas dasar Ketuhanan, atas dasar keadilan untuk mencapai persatuan dan kesatuan.

2) Tidak membedakan sesama manusia, manusia pada hakekatnya dimata Tuhan itu sama.

3) Perlu melaksanakan memayu hayuning sesama.

(21)

4) Mengembangkan rasa toleransi dan solidaritas kepada siapapun dalam rangka meningkatkan derajat dan martabat manusia.

5) Penghormatan kepada bangsa - bangsa lain.

c. Pada Sila ke- 3 Persatuan Indonesia

1) Mempertinggi rasa kekeluargaan, tolong menolong dalam: keluarga, masyartakat, bangsa dan negara.

2) Ikut menyingsingkan lengan baju menjaga tegak berdirinya negara.

3) Meningkatkan rasa syukur menjadi waraga negara Indonesia.

4) Mengembangkan sikap AKU CINTA INDONESIA.

5) Menggunakan produk- produk buatan Indonesia.

d. Pada Sila ke-4 Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

1) Mengembangkan prinsip demokrasi spiritual dalam segala pengambilan keputusan.

2) Menghargai dan menghormati hasil karya sesama.

3) Lembah manah, pada aturan yang dibuat oleh orang banyak.

4) Menghilangkan sifat egoisme.

e. Pada Sila ke-5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

1) Tidak membedakan dalam hal menolong kepada siapapun.

2) Berbagi kepada sesama yang membutuhkan.

3) Tidak iri kepada hasil orang lain.

B. Eksistensi Ragam Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

1. Penggolongan Penghayat

Perkembangan menurut Kementrian Pendidikand an Kebudayaan dalam Ensiklopedia Kepercayan Terhadapa Tuhan Yang Maha Esa, tercatat yang berorganisasi sebanyak 100 organisasi, 47 berbentuk paguyuban, 7 berbentuk Perguruan dan 1 Kekadangan. Ajaran Ketuhanan yang diterima oleh pendiri pendirinya dapat digolongkan kedalam:

(22)

a. Ditinjau dari sudut penerimaan Ajaran

1) Ajaran karena adanya wahyu

Ajaran yang berupa wahyu dari Tuhan dapat diturunkan kepada siapa saja, karena ini menyangkut kekuasaan Tuhan. Wahyu tersebut diterima oleh manusia dapat berupa gambar gambar, gerakan gerakan ataupun situasi yang bisa dirasakan oleh satu atau lebih dari satu orang.

Wahyu yang diturunkan oleh Tuhan kepada manusia yang berbudi luhur untuk kepentingan manusia agar hidupnya dapat tercerahkan jiwanya, memiliki kasih murni yang mengarah pada nilai nilai kebenaran, yang semua untuk kepentingan bangsa dan negara secara lebih luas.

2) Ajaran karena adanya wangsit

Wangsit ini juga berupa ajaran ajaran budi luhur yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa kepada seseorang yang melakukan laku prihatin, seperti puasa, bertapa. Biasanya wangsit berupa bisikan suara yang sifatnya perintah atau dhawuh untuk melakukan sesuatu yang positif untuk perbaikan hidup manusia, yang juga mengarah pada nilai nilai kebenaran.

Wangsit diberikan kepada orang yang biasanya telah melakukan pertapaan, laku prihatin, mesu budi, berpuasa, menahan berbagai nafsu untuk memperoleh ketenangan hati, ketentraman jiwa, yang hasilnya untuk orang banyak.

3) Ajaran atas dasar Cipta Rasa Karsa

Manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Kuasa bersifat pribadi. Oleh karena itu banyak cara manusia dalam melakukan kontak/komunikasi dengan Tuhan Yang Maha Kuasa, yang dilakukan dengan cara yang berbeda beda.

Pada ajaran Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa hubungan manusia dengan Tuhan yang Maha Kuasa juga dapat dilakukan atas dasar kesadaran dan keyakinan pribadi, yaitu dengan cipta rasa dan karsa yang luhur.

Hasil dari cipta rasa karsa dalam manembah kepada Tuhan Yang Maka Kuasa yang dilakukan oleh seseorang diharapkan membawa manfaat dan kesejahteraan bagi dirinya, dan ditularkan kepada orang yang percaya dan mau mengikutinya.

b. Ditinjau dari Kelembagaan

1) Organisasi

Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan

(23)

berlaku seperti Undang Undang Keormasan No 16 tahun 2017, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Dalam undang undang yang dimaksudkan adalah orang orangnya atau anggotanya atau pengikutnya, anggota penghayat dimasukkan sebagai anggota organisasi, bukan ajarannya. Oleh karena itu antara ajaran dan organisasinya dipisahkan. Hal ini dimaksudkan agar persoalan ajaran tidak dicampur adukkan dengan aktivitas organisasi.

2) Paguyuban

Paguyuban dari kata, guyub, yang artinya rukun, kebersamaan dalam suatu tujuan. Paguyuban ini juga perkumpulan yang didirikan oleh orang orang (komunitas) yang mempunyai tujuan yang sama. Dalam ranah Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tidak berbeda dengan organisasi Penghayat lainnya, berlandaskan Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, semua berwawasan persatuan dan kesatuan NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.

3) Perguruan

Perguruan adalah tempat berguru, belajar atas dasar pengetahuan tertentu dari seseorang yang memiliki keahlian dan keterampilan tertentu. Disini ada guru dan ada murid, Dalam ranah Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Guru disini adalah sosok yang memiliki ilmu atau pengetahuan tentang Ketuhanan, sedangkan murid adalah pengikut ajaran guru, yang semuanya dalam rangak mencapai budiluhur. Adapun landasannya adalah Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, semua berwawasan persatuan dan kesatuan NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.

4) Perseorangan

Penghayat Perseorangan adalah yang dimiliki oleh orang pribadi, dan tidak membentuk paguyuban. Jumlah Penghayat Perseorangan sangat banyak. Mereka tetap meyakini apa yang mereka lakukan untuk kepentingan manembah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

c. Ditinjau dari jenis ajaran

1) Kebatinan

Dalam arti yang bebas, Kebatinan adalah cara untuk memperoleh kebahagiaan melalui perilaku budiluhur dalam mencapai kesempurnaan hidup dengan mengolah batin. Batin ini sebagai lawan lahir yang dapat terlihat dengan mata kepala. Sedangkan batin adalah sesauati yang tidak terlihat yang berupa roh (batinnya roh manusia) untuk dapat melakukan kontak dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam melakukan kontak batin dapat dilakukan dengan semedi, bertapa, laku prihatin.

(24)

2) Kejiwaan

Kejiwaan sebagai Penghayat Kepercayan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang diolah adalah pengolahan jiwa. Jiwa ini lawan dari raga yang dapat diraba dilihat. Sedangkan jiwa tidak dapat diraba, hanya bisa dirasakan. Sedangkan yang bisa merasakan adalah rasa. Rasa sendiri artinya hidup, dengan demikian jiwa adalah sesuatu yang hidup dalam tubuh manusia (roh). Roh inilah, yang diolah dan bisa melakukan kontak dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Menurut Ensiklopedi Penghayat Kepercayaan kejiwaan merupakan pengetahuan manusia melalui proses pembimbingan dalam mengatasi batas batas hukum alam dan logika untuk menuju realisasi jiwa (Roh) sendiri, yang penuh rahasia, daya gaib, agar manusia mendapatkan nilai nilai budi luhur dari Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kebermanfaatan bagi orang lain, seperti seseorang bisa mengobati gangguan jiwa dan sebagainya.

3) Kerohanian

Pada kerohanian, dikenal bahwa manusia terdiri atas rohani dan jasmani. Rohani adalah roh manusia yang suci yang berasal dari Tuhan Yang Maha Kuasa, sedangkan jasmani artinya jasad, raga, lahir Pada Penghayat ini yang diolah adalah rohani, rohani ini yang mengendalikan segala nafsu nafsu manusia yang tidak baik agar manusia berbudi luhur berbakti kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Dengan demikian bahwa antara, kebatinan, kejiwaan dan kerohanian pada hakekatnya semua bisa ditarik menjadi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

2. Landasan Utama Organisasi Penghayat

Ajaran Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa tumbuh dan digali dari Bumi Indonesia, serta diterima sertadi bumi Indonesia, ini semuanya bermuara pada nilai nilai budi luhur. Oleh karena itu sebagai landasan utamanya adalah Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika (Tan Hana Dharma Mangrwa) dalam melakukan kegiatannya.

a. Kegiatan yang berhubungan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa

1) Manembah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan secara teratur 2) Pembersihan diri dengan cara bertapa, berpuasa, tidak berfoya foya,

mengendalikan emosi.

3) Menolong kepada sesama dalam hal pengobatan bagi yang sakit dengan cara hening, mohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa

(25)

4) Berperan dalam kegiatan pelestarian budaya Spiritual, seperti ruwatan atau peringatan 1 Sura Tradisi Ruwahan, Rejeban, dan lain-lain.

5) Mengikuti kegiatan bersih desa dengan mengadakan acara ritual sebagai persembahan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

6) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

7) Mengikuti kegiatan Semedi bersama dengan para Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Esa dari berbagai organisasi dan paguyuban 8) Mengikuti Doa bersama dengan pemeluk agama lain.

b. Aktivitas Berhubungan dengan Sesama dan kebersamaan

1) Bersikap santun dalam bicara dengan orang yang lebih tua atau yang dituakan.

2) Saling tolong menolong dengan sesama tanpa ada niat yang tersembunyi (Melik). Biasanya para penghayat yang memiliki kebersihan tinggi dapat membantu menyembuhkan orang sakit tanpa minta imbalan apapun.

3) Berbagi dengan sesama, pada hari - hari tertentu.

4) Membantu dan bekerja sama teman, saudara tanpa memandang keyakinan di saat ada musibah secara bergotong royong.

5) Mengucapkan selamat hari besar keagamaan dan Selamat berbahagia kepada teman yang berbeda keyakinan.

6) Membantu aktivitas kelompok lain yang berbeda keyakinan atau kelompok yang sama.

c. Sikap yang berhubungan antara manusia dengan negara:

1) Mengikuti upacara dalam peringatan hari kemerdekaan.

2) Memasang Bendera Sang Saka Merah Putih pada hari hari tertentu.

3) Mematuhi Peraturan Perundangan Negara, misalnya Undang Undang Lalu lintas, boleh naik motor ketika sudah punya SIM, berhenti di traffic light ketika lampu merah, tidak melawan arus di jalan.

4) Mematuhi Undang Undang Narkotika danUndang Unndang Psikotropika dengan tidak mengkonsumsi PIL Maut, Miras yang membahayakan dirinya.

5) Mengingatkan orang tua untuk membayar Pajak.

(26)

d. Sikap berhubungan dengan diri sendiri:

1) Selalu melakukan manembah kepada Tuhan tanpa diperintah.

2) Mau belajar sesuatu yang membawa manfaat positip pada dirinya.

3) Membersihkan tempat belajar sendiri, membersihkan tempat tidur sendiri, mencuci pakaian, mencuci piring sehabis makan.

4) Mengetahui kelemahan dirinya sendiri.

3. Tata Cara Manembah PKT

Manembah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa adalah sangat pribadi.

Manembah kepada Tuhan merupakan hubungan pribadi manusia.

Tuhan itu maha halus, cara manembahnyapun harus secara halus. Yang melak ukan manembah bukan raga manusia, tetapi jiwa, roh, atma yang menjadikan manusia hidup, (urip) dengan Sang Panembah. Dengan demikian raga hanya mengikuti. Tata cara manembah pada masing masing penghayat tidak sama, namun mempunyai tujuan yang sama.

Adapun tata cara manembah pada masing masing penghayat berbeda.

a. Syarat Manembah:

1) Pakaian harus bersih 2) Tempat manembah bersih 3) Sopan

b. Waktu Manembah:

Untuk waktu manembah masing masing Pagauyuban Penghayat berbeda beda, ada yang 3 kali sehari, Sore hari, malam menjelang tidur, bangun pagi. Ada yang diberi kebebasan, yaitu sesuai dengan waktu yang longgar.

c. Cara Manembah

Cara manembah masing masing penghayat juga berbeda, diantaranya:

1) Dengan cara Sujud. Bila pria dengan bersila tangan kanan kiri bersedakep, tangan kiri di dalam, tangan kanan didepan, kaki kanan dimuka kaki kiri dibelakang, atau kaki kanan di atas kaki kiri dibawah. Bila wanita duduk bertimpuh.

2) Dengan cara berdiri, mata memandang lurus kedepan, dada tegak, tangan kanan pegang kearah jantung, tangan kiri memegang pundak kearah paru paru. Setelah mengucapkan doa doa. (Kawruh Batin Tulis Tanpa Papan Kasunyatan).

(27)

3) Dengan duduk bersila, menghadap kiblat, dengan menenangkan diri, mengatur jalannya pernafasan, pasrah, kedua telapak tangan merapat didepan dada, kemudian naik sedikit sampai di depan hidung, terus sampaia keatas sampai ujung kepala, kemudian turun lagi menuju posisi semula (Kawruh Pamungkas Jati Titi Jaya Sempurna)

4) Dengan posisi duduk dengan menyatukan rasa ditujukan kepada Sinar Tuhan, tangan sedakep, telapak tangan kanan di atas dada kiri, telapak tangan kiri di dada kanan (Organisasi Waspada).

d. Peralatan dan arah manembah

Peralatan manembah masing masing juga berbeda, ada yang cukup dengan tikar bersih, atau kain putih, ada yang dengan sesaji, ada yang tidak menggunakan peralatan. Untuk arah manembah ada yang ke arah Kulon (Barat) Wetan (Timur) Ke Selatan dan ke Utara. Masing masing arah mempunyai arti sendiri sendiri, dan Tuhan ada di mana mana.

C. Peran Penerima /Pendiri Paguyuban

Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang maha Esa Penegakan NKRI

1. Arymurthy, S.E

Dalam perkembangannya, Arymurthy masuk ke dalam organisasi kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa "Paguyuban Sumarah" dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum Paguyuban Sumarah. Di bidang organisasi kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Arymurthy juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Sekretariat Kerja Sama Kepercayaan (SKK) tahun 1974- 1978. Dari kiprahnya di dunia kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Arymurthy pernah menghadiri seminar lnternasional

"adventures in Evolution of Caonsciousness"

yang diadakan oleh JNU, Delhi University dan Shri Aurobindo Centre di New Delhi India tanggal 8 s.d 10 Januari 1979. Kunjungan beIiau tersebut berkaitan dengan hal:

kesadaran kerohanian (kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa).

Kemudian ketika dibentuk lembaga baru di lingkungan Direktorat

Gambar 1.2 Ilustrasi Arymurthy, S.E

(28)

Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan berdasar Keppres RI No. 27 Yo Nomor 40 tahun 1978 bernama Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Arymurthy diangkat sebagai Direktur Pembinaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, beliau menjabat sebagai direktur dari tahun 1979 s.d. 1983.

Sebagai pemimpin masyarakat dan dalam pemerintahan, Arymurthy senantiasa memegang teguh dan tetap konsisten terhadap idiologi negara, yaitu Pancasila. Beliau berusaha menggali, menghayati dan menjadikan Pancasila sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk kehidupan beliau sebagai pemimpin. Terkait dengan kedudukan beliau tersebut, Arymurthy memberikan konsep mengenai

"Kepemimpinan Pancasila" sebagaimana dikemukakan sebagai berikut : a. Kepemimpinan Pancasila adalah kepemimpinan yang berasas, berjiwa

dan beramal Pancasila.

b. Jiwa dan amal kepemimpinan Pancasila diwujudkan sebagai keterpaduan antara penguasaan nilai-nilai luhur yang berakar pada budaya nusantara dengan penguasaan nilai-nilai kemajuan universal yang mensejahterakan bangsa-bangsa, yang berproses dalam bentuk dan langkah pengabdian seorang pemimpin bagi terselenggaranya kehidupan bangsa yang luhur dan sejahtera berdasarkan Pancasila.

c. Nilai-nilai luhur yang berakar pada budaya nusantara meliputi keterjalinan hidup manusia dengan Tuhannya, keserasian hidup antara sesama manusia serta lingkungan alam sekitarnya, kerukunan dalam mempertemukan cita-cita hidup di dunia (bebrayan agung), dan merintis perilaku kembali ke alam baka (sangkan paran hidup).

d. Nilai-nilai kemajuan universal yang mensejahterakan bangsa-bangsa meliput pendayagunaan sains dan teknologi secara efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan kemampuan dan ketangguhan bangsa di segala aspek kehidupan dalam lingkup wawasan nusantara, dan dengan demikian meningkatkan ketahanan nasional.

e. Penguasaan dua jalur nilai secara terpadu bertumpu pada jiwa pengabdian seorang pemimpin yang mengemban tanggung jawab dalam menyelenggarakan kehidupan bangsa yang luhur dan sejahtera berdasarkan Pancasila. Kepemimpinan Pancasila mengejawantahkan cita-cita pengabdian yang dalam bentuk dan langkahnya menyertakan totalitas kesadarannya : fisik, mental dan spiritual.

f. Jiwa pengabdian seorang pemimpin ber-Pancasila yang menyertakan totalitas kesadaran dalam berkarya membangun, mengejawantahkan prototip manusia Indonesia seutuhnya. Darinya diharapkan dapat tercipta produk budaya yang memadu nilai-nilai kognitif, efektif dan valid yang sanggup member jalan keluar bagi berbagai hambatan dan tantangan dalam berkarya. Pemimpin seperti itu diharapkan dapat memancarkan kebijakan yang dikelola dalam kebersihan hati dan keluhuran budi.

(29)

Gagasan-gagasan inilah yang selalu beliau jalankan dalam kesehariannya serta diajarkan pula kepada semua orang bahwa sebagai pemimpin haruslah berpegang teguh pada Pancasila sebagai landasannya.

2. Prof. Dr. Drs. Notonagoro, S.H.

Prof. Dr. Drs. Notonagoro, S.H. lahir di Sragen, Jawa Tengah tanggal 10 Desember 1905 dari pasangan Kanjeng Raden Tumenggung Singoranu dengan istri yang pertama.

Ayahnya adalah abdi dalem Sri Susuhunan Pakubuwono X di Surakarta, dan sebagai seorang Tumenggung atau Bupati. Sebagai seorang keturunan bangsawan, Notonagoro ditempa dengan adat istiadat, norma-norma serta nilai-nilai kebangsawanan Jawa atau kebangsawanan Kasunanan Surakarta.

Putri-putrinya juga dididik oleh Notonagoro yang bertindak sebagai guru yang bijaksana, karena dalam kehidupan keluarga ia selalu memberi contoh dalam perbuatan sehari- hari serta memperagakan dalam praktek

yang mencerminkan ajaran religius. Selain keagamaan yang kuat, Notonagoro juga mempunyai pandangan lain aliran kebatinan atau yang kemudian dikenal sebagai Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Olah batin, tirakat, dan perilaku spiritual lainnya sudah lama akrab dengan kehidupan Notonagoro sebagai darah biru, keturunan bangsawan Kasunanan Surakarta.

Pandangan hidup Mr. Notonagoro dapat dicermati seperti apa yang dikatakan : "Sadarlah saya benar-benar akan kebijaksanaan pedoman hidup dari leluhur kita, yang saya dapatkan bentuk dan cara penjelmaannya yang berbahagia." Bahwa seyogyanya manusia menempatkan diri baik- baik dalam hati sanubari, bahwa kekecewaan hidup itu tergantung dari tangkapan terhadapnya oleh diri pribadi, perlu dilihat dan diterima, dirasakan begitu pula diusahakan laksana perantara kepada segala sesuatu yang baik. Tabiat saleh itu pengejawantahan pemikirannya. Apa yang dibentangkannya dilakukan dengan sadar sejalan dengan rumusan dalam mendidik diri sebagai penjabaran sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

Perumusan tersebut bahwa hakikatnya manusia harus taklim dalam arti mempermuliakan, memandang tertinggi, terluhur, berbahagia dan taat dalam arti patuh setia, bertakwa kepada Tuhan, sebagai Ada yang mutlak, zat yang mutlak pangkal segala yang ada dan terjadi di dunia (Sangkan Paraning Dumadi).

Gambar 1.3 Ilustrasi Prof. Dr. Drs. Notonagoro, S.H.

(30)

Kontribusi Notonegoro dalam NKRI sangatlah banyak. Hal itu dimulai saat beliau bergabung dengan dalam perkumpulan Jong Java yang mempunyai tujuan mencerdaskan dan membina bangsa. Selain itu, beliau juga bekerja sebagai Pegawai Tinggi Kantor Pusat Keuangan Negeri Surakarta. Setelah itu, pada tahun 1933 beliau bekerja pada Pegawai Tinggi Kantor Pusat Agraria Negeri Surakarta. Pada tanggal 1 Mei 1938 diangkat menjadi pemimpin Kantor Pusat Agraria Negeri Surakarta. Selain itu, Notonegoro juga pernah berkiprah dalam pemerintahan dengan jabatan sebagai berikut:

a. Ketua Panitia Perancang UU.

b. Pendidikan dan Pengajaran.

c. Anggota Dewan Antar Universitas.

d. Anggota pengurus Majelis llmu Pengetahuan Indonesia.

e. Anggota Panitia Ahli DEPERNAS.

f. Anggota Panitia Nasional UNESCO.

g. Penasihat Menteri Panglima Angkatan Darat.

Beliau juga sangat berjasa dalam bidang sosial, tata pemerintahan, kebudayaan, bahkan karena jasa beliaulah aliran kebatinan atau Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dapat dimasukkan dalam GBHN.

3. Drs. K. Permadi, S.H

K. Permadi lahir tepatnya di Surabaya, pada hari Jum'at Pahing tanggal 22 Januari 1937 dari orang tua R.M. Soejoso dengan Wassijam. Beliau mempunyai pandangan tentang kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bahwa "Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang semula terkenal dengan istilah Kebatinan, Kejiwaan dan Kerohanian, sudah banyak dirumuskan oleh para sesepuh pendahulu kita". Namun, beliau memberikan pokok-pokok pengertian, serta maknanya di dalam menghadapi perkembangan masyarakat modern yang ditandai dengan tantangan globalisasi.

Pengertian dan makna tersebut mengandung unsur-unsurnya, antara lain:

a. Terdapat nilai-nilai luhur baik yang bersifat religius, maupun moral.

Gambar 1.4 Ilustrasi Drs. K. Permadi, S.H

(31)

b. Merupakan budaya batin, yaitu budaya atau daya potensial yang memberi dorongan untuk berperilaku menuju kepada kesempurnaan hidup, ·kembali kepada "Sangkan Paran"

c. Merupakan budaya batin yang tidak hanya terbatas pada tahap perilakunya saja, melainkan meliputi seluruh tuntunan yang diperolehnya yang berupa "Piwulang" (pitutur dan wewaler) berikut tatanan perilakunya.

d. Merupakan suatu keyakinan bahwa Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta beserta seluruh isinya, dan yang merupakan sumber dari segala sumber hidup dan kehidupan.

e. Merupakan pegangan dan sikap hidup yang senantiasa mengutamakan budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan menaati pada tata nilai dan norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat bangsa dan negara.

f. Merupakan suatu cara atau metode pendekatan diri dengan Tuhannya yang merupakan warisan leluhur nenek moyang yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

g. Merupakan suatu cara pengendalian diri, yaitu senantiasa memupuk disiplin, kesucian sambil tiada henti-hentinya memawas dirinya sampai·ke dalam hati hingga tuntas dan untuk kewaspadaan batin (mulat sarirohangarsowani). la senantiasa membulatkan tekad untuk "sanqgem ing laku", serta untuk melaksanakan perilaku utama lahir batin. Perilaku tersebut dapat menghaluskan perasaan yang menyabarkan tindak tanduk dan budi pekerti luhur.

Budi luhur itu ada pada mereka yang mempunyai hati suci ialah orang-orang yang telah menghayati sedalam-dalamnya Ketuhanan Yang Maha Esa, di mana tingkat / martabat rohaninya sudah mencapai "hati suci" atau "Hati Nurani". Hati nurani adalah kunci kewaspadaan manusia terhadap perilakunya sehari-hari dan hati nurani dapat memperkukuh ketahanan budaya, mental dan sebagai wujud dari pada ketahanan nasional.

K. Permadi pernah menjabat menjadi Direktur Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Adapun, tugas yang dilaksanakan pada Direktorat dimulai dari pendataan seluruh organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di seluruh Indonesia, mengadakan pembinaan terhadap organisasi dengan mengikutsertakan seluruh instansi yang terkait.

Di dalam kegiatan sarasehan-sarasehan telah mengundang berbagai pimpinan agama-agama, baik pendeta, biksu maupun ulama-ulama, para cendekiawan dari segala agama, maupun pimpinan / pejabat dari berbagai departemen yang berkaitan dengan pembinaan. Beliau juga merintis kerukunan antar penghayat dengan tokoh-tokoh dari berbagai agama baik dari Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha.

(32)

Selain dari pada itu, kegiatan yang serupa, yaitu pada tanggal 15 April 1987 telah dibentuk suatu wadah kerukunan antar penghayat dengan berbagai tokoh Agama. Wadah ini dikenal dengan Forum Komunikasi Budaya Spiritual. Selain itu, Drs. K. Permadi, S.H. sejak tahun 1986 sampai dengan tahun 2003, telah menyusun 42 judul makalah/buku-buku di berbagai bidang diantaranya tentang kepribadian, kepemimpinan, budi pekerti, kebudayaan, religiusitas, pembangunan, kedisiplinan, kehidupan politik, budaya spiritual, pendidikan, tasawuf, hati nurani dan sebagainya.

4. Sri Pawenang

Sri Pawenang dididik dengan aturan/tatanan dalam kerajaan, sehingga budi pekerti, sopan santun sudah tertanam sejak kecil.

Pendidikan Sri Pawenang adalah:

a. SR Canisius Stichting lulus tahun 1944.

b. Sekolah Menengah Pertama Yogyakarta dan lulus tahun 1947.

c. SMA Negeri Magelang lulus tahun 1951.

d. Fakultas Hukum Uiversitas Gadjah mada lulus 1966.

Pada tahun 1956, Sri Pawenang mulai tertarik mendalami penghayatan ajaran kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa dengan mengikuti perjalanan Bapak Penuntun Agung Sri Gutomo dalam rangka penyebaran ajaran Kerohanian Sapta Darma. Selama satu tahun mengikuti penyebaran ajaran Kerohanian Sapta Darma, tahun berikutnya, yaitu tahun 1957 menerima wahyu Sri Pawenang sebagai gelar penuntun wanita.

Atas mandat tertulis dari Bapa Panuntun Agung Sri Gutomo, Sri Pawenang didapuk menjadi juru bicara Kerohanian Sapta Darma.

Semenjak beliau menjadi Tuntunan Agung Persatuan Warga Sapta dengan

tugas yang sangat berat dan mulia, yaitu menyiarkan, menyebarkan, melestarikan, mengembangkan dan menjaga kemurnian Ajaran Kerohanian Sapta Darma (ajaran Sapta Darma dapat dibaca pada entri Persatuan Warga Sapta Darma). Banyak sekali pandangan/pemikirannya yang berkaitan dengan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, melalui Kerohanian Sapta Darma.

Gambar 1.5 Ilustrasi Sri Pawenang Sumber: Kemendikbud, Indiria Maharsi (2021)

(33)

Sri Pawenang sangat aktif berpolitik, sehingga mulai tahun 1978 menjadi Anggota MPR dari Utusan Daerah lstimewa Yogyakarta, Fraksi Karya Pembangunan hingga tahun 1997 yang telah berhasil memasukkan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhamn Yang Maha Esa ke dalam garis garis besar haluan negara (GBHN).

Dalam bidang hukum, beliau telah banyak memikirkan hak-hak wanita. Kemudian di bidang budaya, dari kecil hingga menjelang dipanggil oleh Yang Maha kuasa beliau selalu melestarikan dan mengembangkan budaya spiritual yang bersumber dari warisan leluhurnya.

5. K.R.M.T. Wongsonegoro

Sebagai seorang keturunan bangsawan beliau ditempa dengan adat istiadat, norma-norma, serta nilai-

nilai kebangsawanan Jawa. Sebagai pribadi yang berlatar belakang aliran kebatinan, Wongsonegoro dalam kehidupan sehari- harinya senantiasa menunjukkan sikap dan perilaku yang sangat baik; seperti mengutamakan kesederhanaan, keselarasan , kejujuran, patriotisme, disiplin, dan sangat religius. Beliau sudah sejak lama menaruh perhatian pada aliran kebatinan atau yang kemudian dikenal sebagai Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Olah batin, tirakat, dan perilaku spiritual lainnya sudah lama akrab dengan kehidupan Wongsonegoro sebagai darah biru, keturunan bangsawan Kasunanan Surakarta.

Perhatian dan pemikiran Wongsonegoro terhadap kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa itu diwujudkan dalam usulannya pasal 29 ayat (2) UUD 1945, di mana di sana ditambahkan kata-kata "dan kepercayaannya" di antara kata- kata agamanya masing-masing. Pada Kongres Kebatinan yang pertama di Semarang tahun 1955, didirikan Badan Kongres Kebatinan Indonesia yang disingkat BKKI. Mulai saat itu Wongsonegoro dipercaya menjabat sebagai ketua umum. Dalam kongresnya yang ke II, berhasil dirumuskan arti kebatinan. "Kebatinan ialah Sumber Azas dan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa untuk Mencapai Budi Luhur, guna Kesempurnaan Hidup".

Pandangan hidup Wongsonegoro dewasa ini dapat dilihat pada monumen makamnya di Astana Kandaran. "Janma Luwih Hambuka Tunggal”, yang berarti orang yang mempunyai kemampuan lebih akan selalu mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Di sana tertulis pula

Gambar 1.6 Ilustrasi K.R.M.T. Wongsonegoro Sumber: Kemendikbud, Indiria Maharsi (2021)

(34)

"Haruming Sabda Haruming Budi", yang berarti orang yang selalu bertutur kata baik dalam arti yang benar, menggambarkan pribadi orang yang berbudi luhur.

Wongsonegoro sangat gemar berorganisasi. Beliau pemah menjadi Ketua Budi Utomo dan Jong Java cabang Solo. Karier Mr. Wongsonegoro makin meningkat. Di antaranya pemah menjadi Bupati Sragen, Residen Semarang, dan Gubernur Jawa Tengah. Dalam skala nasional, beliau pun pernah duduk dalam kabinet misalnya Kabinet Hatta II sebagai menteri Dalam Negeri, Kabinet Natsir sebagai Menteri Kehakiman, selanjutnya dalam Kabinet Sukiman-Suwiryo, sebagai Menteri Pendidikan dan Pengajaran.

Dalam Kabinet Ali-Wongso yang dibentuknya, beliau duduk sebagai Wakil Perdana Menteri. Wongsonegoro juga merupakan pejuang sejati.

Pada masa revolusi, beliau memimpin perjuangan melawan penjajah dengan caranya sendiri. Apapun yang dilakukan senantiasa bertujuan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan negaranya. Beliau sangat berjasa dalam bidang sosial, tata pemerintahan, kebudayaan, bahkan karena jasa beliaulah aliran kebatinan atau Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dapat dimasukkan dalam GBHN.

Selain itu, beberapa tanda jasa yang diterima antara lain adalah Bintang Gerilya, Perintis Kemerdekaan, Satya Lencana Perang Kemerdekaan I &

II, Bintang Bhayangkara untuk Kemajuan dan Pembangunan Kepolisian, Pembinaan Olah Raga Pencak Silat, dan Satya Lencana Kebudayaan.

6. Zahid Hussein

Dalam kehidupannya kecilnya, Zahid Hussein ikut dengan orang tua angkatnya yang berlatar belakang pengikut Muhammadiyah, selalu menanamkan keimanan pada Tuhan: "Setiap saat, setiap gerak harus selalu ingat pada Asma Allah

". Pada saat ada di Bina Graha, ia banyak terlibat dalam penataan atau pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Masyarakat perlu diluruskan pendapatnya yang keliru tentang kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Kesempatan untuk ikut menata atau membina kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa datang saat ia ikut menghadiri Simposium Kepercayaan pada tahun 1970, di

Gambar 1.7 Ilustrasi Zahid Hussein Sumber: Kemendikbud, Indiria Maharsi (2021)

(35)

mana organisasi yang membawahi kepercayaan mengundang orang- orang yang mempunyai perkumpulan kejiwaan, kerohanian, dan kebatinan, la hadir di sana sebagai anggota perkumpulan Sumarah, yang melatih rohani tentang keimanan dan zikir mengingat Allah, yang sudah ada sejak tahun 1940. Sumarah itu artinya "pasrah", berserah diri kepada Allah.

Dalam Simposium Nasional Kepercayaan yang dilaksanakan di Yogyakarta itu telah menghasilkan kesepakatan untuk menyelenggarakan Musyawarah Nasional Kepercayaan I yang juga dilaksanakan di Yogyakarta. (Munas) yang menghasilkan keputusan untuk membentuk organisasi SKK, yaitu Sekretariat Kerjasama Kepercayaan (Kebatinan, Kejiwaan, dan Kerohanian). Kemudian , menjelang dilaksanakan Munas ke II, Zahid Hussein ditunjuk sebagai pimpinan dan pelaksana. Dari berbagai hal keputusan Munas II yang dilaksanakan di Purwokerto tahun 197 4 yang dibacakan ada suatu ikrar yang menyejukkan hatinya, yaitu "Berbicara Kepercayaan itu harus lengkap, harus komplit, yakni

"Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa", lkrar itu secara aklamasi disetujui oleh semua peserta. Sejak saat itu, Organisasi Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa selalu terdengar. Menurut Zahid Hussein kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa itu adalah rahmat Allah. Iman kepada Allah, keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebenarnya sudah ditanamkan kepada jiwa kita sejak lahir (Kemendikbud, 2010). Hanya saja manusia itu lupa, sehingga masalahnya adalah apakah keimanan itu masih dipelihara atau tidak.

Zahid Hussein berkarir di bidang kemiliteran diawali dengan bergabung dengan PETA. Kemudian setelah PETA dibubarkan, beliau bersama-sama bekas prajurit PETA lainnya dan KNIL berkumpul untuk membentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat) di Yogyakarta, yang programnya adalah melucuti tentara Jepang. la menjadi Komandan Peleton dibawah Batalyon pimpinan Pak Harto.giatan Belajar Siswa

Kegiatan Belajar Siswa

a. Membaca materi pembelajaran b. Membuat pertanyaan

c. Diskusi

(36)

Rangkuman

Perkembangan para Penghayat Kepercayan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebelum dan setelah kemerdekaan awalnya merupakan kelompok kelompok kecil. Karena para pengikutnya lambat laun semakin banyak, maka dibutuhkan pengaturan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Lambat laun sedikit demi sedikt ada perubahan pengakuan terhadap hak hak sipil bagi Penghayat kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, seperti identitas, kependudukan, perkawinan dan pendidikan.

Ini semua merupakan hasil perjuangan para penghayat Kepercayaan Terhdap Tuhan Yang Maha Esa. Namun perjuangan belum selesai masih banyak hal hal yang harus diperjuangkan.

Evaluasi

Soal uraian

Perkembangan Paguyuban Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa dari sebelum kemerdekaan sampai dengan setelah kemerdekaan mengalami perkembangan yang sangat pesat.

1. Ada beberapa fase perkembangan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebelum dan sesudah kemerdekaan.

2. Jelaskan apa, siapa dan kapan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Indonesia mulai ada ?

3. Bagi Penghayat Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa itu bukan agama, bagaimana apakah secara legalitas diakui oleh negara. ?

4. Adakah dasar hukum bahwa Penghayat Paguyuban Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa boleh berkembang di Indonesia.?

5. Ada berapa jenis Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa?

6. Penghayat Kepercayaansangat beragam dan bermacam macam, namun semua tujuannya sama yaitu pada Tuhan Yang Maha Esa. Sebutkan ragam Paguyuban Penghayat yang ada di Indonesia.?

7. Adakah paguyuban Penghayat yang bertentangan dengan Pancasila, jelaskan.?

8. Pelayanan apa saja yang sudah dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi hak hak sipil para Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.?

(37)

9. Dalam penghayatan kepercayaan ajaran masing masing berbeda namun sebetulnya sama. Adakah perbedaan diantara masing masing Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha mEsa di Indonesia.?

10. Apa yang harus kalian teladani pada para pendiri dan tokoh penghayat kepercayan di Indonesia.?

Soal Pilihan Ganda

Pilihlah satu jawaban yang paling benar, dengan memberi tanda silang pada alternatif, A,B,C,D dan E

1. Keberadaan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau agama asli/leluhur bagi bangsa Indonesia merupakan warisan budaya spiritual serta merupakan keyakinan manusia Nusantara sejak dahulu kala sebelum agama masuk di bumi nusantara. Bukti-bukti realitas yang dapat diamati dengan temuan arkeologis, diantaranya...

a. Menhir, dolmen, punden berundak, sarkopagus atau waruga (kubur batu)

b. Temuan manusia purba c. Tembikar dan manik-manik d. Kapak genggam

e. Candi candi

2. Apakah yang dimaksud dengan istilah monoteisme, monoteisme adalah...

a. Kepercayaan bahwa Tuhan adalah satu, esa atau tunggal dan berkuasa penuh atas segala sesuatu.

b. Kepercayaan kepada roh nenek moyang

c. Kepercayaan yang menyakini bahwa adanya kekuatan-kekuatan gaib diluar tubuh manusia

d. kepercayaan adanya daya atau sifat ilahi yang dikandung sebuah benda atau makhluk hidup selain manusia

3. Sejak jaman pra aksara sampai indonesia merdeka, sistem kepercayaan di bumi nusantara mempunyai tahap-tahapan, tingkat akhir dari sistem kepercayaan ialah...

a. kepercayaan terhadap roh nenek moyang, b. Animisme, dinamisme,

c. totemisme hingga

d. monoteisme yang sekarang bisa disebut agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Di Indonesia

e. Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha ESa

(38)

4. Pada jaman kerajaan sebelum Indonesia merdeka sudah mempunyai corak atau memiliki keyakinannya tersendiri, mengapa agama leluhur/

asli tetap masih hidup? karena. ...

a. Pada jaman kerajaan terjadi alkuturasi budaya, mengubah pola hidup dan keyakinan masyarakat pribumi

b. Pada jaman kerajaan mulai hindu-budha sampai kerajaan/kesultanan Islam, tetap mempertahankan tradisi dan budaya spiritual Nusantara yang bersumber dari ajaran agama leluhur

c. Pada jaman kerajaan mengembangkan keyakinannya sendiri sebagai bukti peninggalan berupa candi-candi, karya sastra, dan sebagainya d. Pada jaman kerajaan mempunyai sistem kekastaan yang sudah

diterapkan untuk memetakan kedudukan status masyarakat saat itu.

e. Pada jaman Mataram mempunyai sistem kekastaan yang sudah diterapkan untuk memetakan kedudukan status masyarakat saat itu.

5. Dibawah ini merupakan bukti-bukti yang sekarang masih dapat diamati tentang alkuturasi kebudayaan pada masa kerajaan yang mempunyai unsur spiritual dan berakar kuat dari kebudayaan asli Nusantara, kecuali...

a. Wayang terdapat tokoh Punakawan (Semar, Gareng, Petruk dan Bagong)

b. Bangunan candi menunjukan corak punden berundak, c. seni ukir pada relief candi menunjukan hiasan kala makara d. kapak genggam dan tembikar sebagai alat manusia purba e. Tidak ada jawaban yang benar

6. Mengapa pada abad XIX atau sebelum Indonesia merdeka banyak bermunculan ajaran kepercayaan danatau paguyuban Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa? karena...

a. Adanya peluang untuk mendirikan paguyuban kepercayaan untuk gerakan politik

b. Etnosentris dan tidak mau diatur oleh penjajah saat itu

c. Keprihatian akan penjajahan di bumi nusantara masyarakat banyak melakukan laku spiritual, misalnya bertapa, berpuasa, mengembara dan lain-lain

d. Untuk kepentingan pribadi supaya diikuti banyak orang e.

7. Kelompok-kelompok Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebelum Indonesia merdeka, yang kegiatan mereka bukan gerakan politik melainkan melakukan gerakan di bidang...

a. Sosial dan Spiritual b. Ekonomi

Referensi

Dokumen terkait

Pusmenjar (2020), Modul Belajar Literasi dan Numerasi Jenjang SD Program Pembelajaran Jarak Jauh: Modul Belajar Siswa, Modul Pendamping Bagi Guru, dan Modul Pendamping Bagi Orang

Sebelum melakukan aksi untuk membangun harmoni sosial, kalian perlu mengamati lingkungan yang akan disasar/dituju.Temukan gejala sosial yang berpotensi menimbulkan masalah,

h. Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial, baik dalam gedung maupun luar gedung. Peserta Kartu Sehat, Peserta Keluarga Harapan, Penghuni Panti Asuhan,

Helenta Br Tarigan : Upacara “Nengget” Di Kalangan Suku Karo (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo), 2009... Helenta Br Tarigan

Motivasi belajar merupakan dorongan atau penggerak diri dari dalam proses belajar untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal. Motivasi erat kaitannya dengan hasil

Belum adanya wadah untuk kegiatan khusus perempuan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.. Belum diikutsertakannya penghayat kepercayaan secara formal dalam

Ajak peserta didik untuk merefleksikan hal-hal yang masih dialami ketika masa kecilnya dengan mendiskusikan apa yang tidak bisa mereka lakukan dulu, namun sudah dapat dilakukan

□ Membuat peserta didik memahami bahwa jika mereka mengubah pecahan campuran menjadi pecahan tak sejati, maka dengan cara yang sama seperti (pecahan sejati) ×