T H E P R O P E L L E R S H A F T
O F
H E A V Y T R U C K
T h e s i s
P r e s e n t e d A s T h e P a r t i a l F u l f i l l m e n t R e q u i r e m n t s T o O b t a i n T h e S a r j a n a T e h n i k D e g r e e
I n Mechanical Engineering
By:
U
Yakobus Dwi Daryono
Student Number : 0 0 5 2 1 4 0 8 5
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGI FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
P O R O S P R O P E L E R
U N T U K
K E N D A R A A N B E R A T
T U G A S A K H I R
D i a j u k a n U n t u k M e m e n u h i S a l a h S a t u S y a r a t M e m p e r o l e h G e l a r S - 1 S a r j a n a T e k n i k
P r o g r a m s t u d i t e k n i k m e s i n
oleh :
U
Yakobus Dwi Daryono
NIM : 0 0 5 2 1 4 0 8 5
Kepada
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
PRAKATA
Skripsi ini di tulis guna mencoba merancang sebuah poros propeler yang akan digunakan pada kendaraan berat.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang saya anggab sebagai sahabat, teman, dan, guru panutan saya, sehingga skripsi ini dapat terwujud. Sebagai ungkapan syukur dan terimakasih saya, Semoga hasil ungkapan doa ataupun dukungan yang sangat membantu ini dapat saya pergunakan sebaik-baiknya di kemudian hari.
Dan saya sebagi penulis mohon maaf jika dalam penulisan skripsi yang saya tulis ini terdapat kesalahan-kesalahan yang dapat menimbulkan kesaahn penafsiran.
Penulis
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 1 November 2007 Penulis
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Yakobus Dwi Daryono
Nomor Mahasiswa : 0 0 5 2 1 4 0 8 5
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
The Propeller Saft of Heavy Truck
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 1 November 2007
Yang menyatakan
INTISARI
Bagi penulis, pemulisan skripsi ini betujuan sebagai hasil pendalaman materi selama belajar di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
ABSTRACT
As a writer, this thesis to obtain comprehension the knowledge during of the course in Mechanical Engineering Department of Science And Technologi Faculty of Sanata Dharma University in Yogyakarta.
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... III HALAMAN PENGESAHAN... IV PRAKATA...V PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... VI INTISARI...VIII ABSTRACT... IX DAFTAR ISI...X DAFTAR GAMBAR ...XIII DAFTAR LAMPIRAN ... XIV DAFTAR LAMPIRAN ... XIV
BAB I PENDAHULUAN ... 1
BAB II DASAR TEORI... 5
2.1.1 Yoke ... 8
2.1.2 Spider ... 10
2.1.3 Bantalan Spider ... 12
2.1.3.1 Perancangan Bantalan spider ... 12
2.1.3.2 Koefisien gesek Bantalan Spider ... 15
2.1.4 Circlip... 15
2.4.1 Spline... 21
2.6.1 Umur Pakai Bantalan gelinding ( L )... 26
3.6.2 Batas Putaran Tertinggi ( ng ) ... 26
BAB III PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN POROS PROPELER ... 28
3.1.1 Yoke ... 29
3.1.2 Spider ... 32
3.1.3 Bantalan Spider ... 34
3.1.5 Kuk... 37
3.2.1 Ukuran Baut Flens... 40
3.2.2 Panjang Ulir Baut Flens ... 44
3.3.1 Menghitung Diameter Poros Spline (dy):... 45
3.3.2 Ulir Pengunci Pada Ujung Spline... 48
3.4.1 Merancang Poros Berongga 1 ... 49
3.4.1.1 Torsi Poros Yang Bekerja Pada Poros 1 (TB1B) ... 50
3.4.1.2 Diameter Luar Poros Propeler 1... 50
3.4.1.3 Menghitung Diameter Dalam Poros Propeler 1(d) : ... 51
3.4.1.4 Menghitung Defleksi Puntir Poros 1 (1) ... 51
3.4.1.5 Menghitung Bobot Poros Propeler 1 (WB1B) : ... 52
3.4.1.6 Menentukan Putaran Kritis Poros 1 (Nc1) ... 53
3.4.2 Merancang Poros Berongga 2 ... 53
3.4.2.1 Torsi Poros Yang Bekerja Pada Poros 2 (T2) ... 54
3.4.2.2 Diameter Luar Poros Propeler 2... 54
3.4.2.3 Menghitung Diameter Dalam Poros Propeler 2(d) : ... 55
3.4.2.4 Menghitung Defleksi Puntir Poros 2 () ... 55
3.4.2.5 Menghitung Bobot Poros 2 (W2)... 56
3.4.2.6 Menghitung Putaran Kritis Poros 2 (NC2): ... 57
3.4.3 Merancang Poros Berongga 3 ... 57
3.4.3.1 Torsi Poros Yang Bekerja Pada Poros 3 (TB 3B) ... 58
3.4.3.2 Diameter Luar Poros Propeler DB3B... 58
3.4.3.3 Menghitung Diameter Dalam Poros Propeler 3(dB3B) :... 59
3.4.3.4 Menghitung Defleksi Puntir Poros 3 (B 3B) ... 59
3.4.3.5 Menghitung Bobot Poros 3 (WB3B)... 60
3.4.3.6 Menghitung Putaran Kritis Poros 3 (NCB3B):... 61
3.4.4 Sudut Kerja Poros Propeler ... 61
3.5.1 Umur Pakai Bantalan ( L )... 63
3.5.2 Batas Putaran Tertinggi ( ng ) ... 63
BAB IV PELUMASAN DAN PERAWATAN ... 65
BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP... 69
5.1.1 Yoke 1 ... 69
5.1.1.1 Luas Minimal Tangkai Yoke ... 69
5.1.3 Spider ... 70
5.1.4 Bantalan spider ... 70
5.1.5 Ring Circlip ... 70
5.1.6 Yoke ... 70
5.1.7 Poros Berongga ... 70
5.1.8 Poros Spline 1... 71
5.1.9 Bantalan tengah ... 72
5.1.10 Ulir Pengunci Pada Ujung Spline. ... 72
5.1.11 Flens ... 73
5.1.12 Bantalan Tengah ... 73
DAFTAR LAMPIRAN ... 76
DAFTAR NOTASI ... 90
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Tabel Spesifikasi Truk ... 76
Tabel Circlips ... 77
Tabel Splin Alur Dalam Flens ... 78
Tabel jenis circlip... 79
Tabel Spline ... 80
Tabel Ukuran Baut Standart... 81
Tabel Ukuran Mur Standart ... 82
Tabel Ukuran Panjang Ulir Standart ... 83
Tabel Bantalan Spider ... 84
Tabel Circlip... 85
Tabel Spline ... 86
Tabel Mur Mahkota... 87
Tabel Bantalan Tengah ... 88
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kendaraan merupakan salah satu dari hasil karya teknologi manusia yang hingga saat ini masih terus dikembangkan untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri, sebagai alat untuk memindahkan barang atau manusia antar tempat. Kendaraan yang di rancang juga akan disesuaikan dengan kondisi medan kerja, kapasitas angkutan dan fungsinya.
Heavy truck merupakan kendaraan yang dirancang untuk mengangkut barang dalam jumlah yang besar dan bobot yang lebih berat. Sehingga membutuhkan daya mesin yang cukup besar. Sebagai penyeimbangnya, setiap komponen yang dirancang pada kendaraan ini harus dapat berfungsi dengan baik dalam hal keamanan, kemudahan pengoperasiannya dan umur komponen yang cukup. Sehingga dapat berfungsi pada medan dan fungsi yang tepat. Diharapkan dengan menggunakan truk jenis ini, perawatan kendaraaan dan pengangkutan barang akan lebih ringkas dan ekonomis, jika dibandingkan dengan menggunakan alat angkutan yang lain, karena dapat mengangkut lebih banyak.
serta umur kendaraan yang lebih efektif dibandingkan dengan kendaraan jenis lain. Sebagai contoh: bahan bak truk hanya terbuat dari kayu, karena biaya pembuatan akan lebih murah, sementara kekuatan, umur, bobot, kemudahan perbaikan, akan lebih baik jika dibandingkan dengan bahan dari besi. Badan kendaraan dan bagian komponen kendaraan dibuat lebih kokoh agar mampu menopang beban kendaraan terebut serta muatannya.
Poros propeler adalah salah satu komponen yang umum dipergunakan dalam sistem kendaraan bermotor. Terutama kendaraan yang beroda empat atau lebih. Poros propeler digunakan sebagai penerus daya dari mesin ke roda penggerak kendaraan tersebut.
Dalam perancangan ini akan dibahas secara lebih khusus pada bagian poros propeler kendaraan angkutan barang untuk jenis truk besar.
1.2 Batasan Masalah
Pada perancangan ini penulis akan membahas mengenai rangkaian poros propeler yang digunakan pada kendaraan truk pengangkut barang dengan Merk
HINOdengan tipe mesinFM 260 JD. Hal ini meliputi: 1. Rangkaian universal joint
2. Poros berlubang (hollow shaft) 3. Spline
1.3 Tujuan Dan Manfaat Perancangan
Tujuan penulisan perancangan ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan pada jenjang pendidikan S1.
2. Melatih diri menerapkan teori yang di pelajari di kampus guna mempersiapkan diri dalam menghadapi kenyataan di dunia kerja.
3. Mendapatkan nilai keamanan serta dimensi minimal yang harus diikuti dalam merancang salah satu komponen dalam kendaraan bermotor.
1.4 Metode perancangan
1. Studi pustaka.
2. Observasi lapangan untuk mendapatkan gambaran yang nyata pada pada poros propeler.
3. Analisis perhitungan.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. BAB I PENDAHULUAN
sistematika perancangan, untuk memudahkan penulisan dalam penyusunan analisis perhitungan.
2. BAB II DASAR TEORI
Bab ini berisi tentang berbagai acuan penulisan yang mendukung pokok permasalahan/pembahasan ataupun perhitungannya. Pada bab ini akan diuraikan mengenai bagian-bagian dari poros propeler, serta gambaran secara umum tentang poros propeler.
3. BAB III PERANCANGAN POROS PROPELER
Pada bab ini akan membahas mengenai urutan dan cara perancangan poros propeler. Yang meliputi: bentuk dan dimensi, kekuatan, serta gambaran dari poros propeler yang di rancang.
4. BAB IV PELUMASAN DAN PERAWATAN
Pada bab ini akan membahas mengenai perawatan yang seharusnya dilakukan agar propeleryang dirancang tetap dalam kondisi yang baik digunakan dan
BAB II
DASAR TEORI
Pada kendaraan truk letak mesin berada di bagian depan kendaraan, sehingga untuk menggerakkan roda belakang diperlukan poros penerus daya dari transmisi roda gigi ke roda gigi differensial rear shaft. Poros penerus daya tersebut disebut universal joint. Panjang universal joint disesuaikan dengan daya yang dihasilkan oleh mesin, yang akan berpengaruh pada daya angkut sebuah truk yang mempengaruhi dimensi panjang dari truk tersebut.
Gambar 2.1 Poros Propeler
Hal yang harus diperhatikan jika menggunakan poros propeler:
1. Ketika kendaraan berjalan dengan kondisi jalan yang tidak rata terjadi aksi dari pegas suspensi roda belakang, yang mengakibatkan terjadi perbedaan jarak antara poros differensial gear dan poros transmisi. Sehingga diperlukan komponen poros propeler yang dapat mengatasi hal tersebut, yaitu rangkaian splin.
2. Dari aksi pegas susensi roda belakang serta posisi antara poros differensial gear dan poros transmisi tersebut juga mengakibatkan poros propeler tidak pada kondisi yang satu garis lurus dan mempunyai sudut kerja propeler yang berubah-ubah. Sehingga diperlukan jenis sambungan yang dapat mengatasi hal tersebut, yaitu jenisuniversal joint.
2.1 Universal Joint
Universal joint memungkinkan daya penggerak disalurkan ke poros yang mempunyai sudut berubah-ubah. Sambungan universal joint ini adalah sambungan engsel ganda yang terdiri sepasangkuk danyokeyang berbentuk Y dan bagian poros engsel (spider)yang berbentuk melintang yang dinamakanspider.
Salah satu kuk tersebut adalah poros penggerak dan yang lainnya adalah poros yang digerakkan. Empat lengan dari spider dinamakan trunion yang dirakit dengan bantalan yang terdapat diujungnya. Poros penggerak dan kuk menyebabkan spider berputar dan dua trunion yang lain memutar kuk yang dibelakangnya. Ketika dua poros membentuk sudut antara satu dengan yang lainnya, bantalan pada kuk menyebabkan kuk dapat mengayun padatrunionpada setiap putarannya.
Gambar 2.2 Universal Joint
(sumber: Industrial Universal Joint, Dana Corp., Toledo Oiho)
c i r c l i p s
Y o k e
Universal joint 1 terdiri dari: a Yoke
b Spider
c Bantalan spider d Circlips
2.1.1 Yoke
Yoke adalah salah satu bahan pada rangkaian universal joint yang seperti bentuk huruf ’Y’, atau batang ketapel. Yoke ini disambungkan dengan poros berlubang, spline, atau flens, sesuai dengan kebutuhan atau fungsinya.
Dalam perancangan universal joint terdiri dari 3 jenis yoke yaitu: yoke flens, yoke output, dan Yoke spline dalam.
1. Yoke flens adalah jenis yoke yang di bagian salah satu sisinya berupa flens. 2. Yoke output adalah yoke yang pada salah satu sisinya berupa poros pejal
lurus.
3. Yoke spline dalam jenis yoke yang di bagian salah satu sisinya berupa spline dalam, yang akan berpasangan dengan splin
Tegangan geser ijin pada yoke (TBaB) diperoleh dengan persamaan 2.1 (Sumber :
Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT.
Pradnya Pratama, 1997, Jakarta , hal. 8)
2 1 sf sf
b
a
Dengan:
B
= tegangan geser ijin pada yoke
SfB1 B= faktorPPkoreksi karena pengaruh massa
SfB2 B= faktor koreksi karena pengaruh konsentrasi tegangan
SfB1B menyatakan harga 0,18 % dari kekuatan tarik bahan yang
digunakan.untuk itu, fakktor keamanan diambil sebesar 1/0,18 = 5,6. Jika bahan yang digunakan adalah SF besarnya dalah 5.6. dan jika bahan yang digunakan itu adalah S-C harganya 6,0.
Selanjutnya perlu ditinjau apakakh poros tersebut akandiberi alur pasak atau dibut bertangga, karena pengaruh tegangan cukup besar. Pengaruh kekasaran permukaan juga harus diperhatikan. Untuk memasukkan pengaruh-pengaruh ini dalam perhitungan perlu diambil faktor yang dinyatakan sebagai SfB2 B dengan harga
sebesar 1,3-3,0. (Sumber : Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya Pratama, 1997, Jakarta, hal. 8)
Menghitung diameter yoke (dByB) diperoleh dengan persamaan 2.2(Sumber :Sularso,
Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya
Pratama, 1997, Jakarta, hal. 8)
3 1
1 . 5
K C T
d t b
a
y ... (2.2)
a
= tegangan geser ijin pada yoke
t K
= faktor koreksi terhadap tumbukan
b C
= faktor lenturan bahan yoke T = torsi yang bekerja pada yoke
Dalam perancangan yoke ini untuk merancang diameter lubang baut serta penempatannya akan ditentukan setelah memperhitungkan dimensi baut yang akan digunakan. Luasan pada cabang yoke diperhitungkan dengan memperhitungkan perbandingan antara gaya geser ijin dan gaya geser yang bekerja pada yoke.
Faktor koreksi
2.1.2 Spider
Gambar 2.3 Spider
Poros Universal Joint atau Spider adalah salah satu dari rangkaian universal joint yang seperti bentuk seperti tanda ’
+
’, dengan bantalan jarum di tiap ujung porosnya. Spider ini yang dapat membuat poros bergerak secara universal.Gaya geser yang bekerja pada spider pada jarak D/2 diperoleh dengan persamaan 2.3 (Sumber : , Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya Pratama, 1997, Jakarta, hal. 8)
2
2 D
M
F t
... (2.3)
Dengan:
F = gaya geser yang bekerja pada spider MBtB = moment puntir yang bekerja pada spider
D = diameter lengan spider
Tegangan geser maksimum (
a) pada spider diperoleh dengan persamaan 2.12 1 sf sf
b
a
Diameter poros spider akibat gaya geser diperoleh dengan persamaan 2.4
(Sumber : Eurasia Publishing House, Ram Nagar, New Delhi, India, 1980. hal
4)
3 16 a T D
... (2.4)
D = diameter poros spider
T = torsi yang bekerja pada poros spider
a
= tegangan geser maksimum ijin dari bahan poros
2.1.3 Bantalan Spider
Bantalan adalah salah satu elemen konstruksi yang berfungsi menopang beban dan menjaga posisi dari elemen konstruksi lain yang berputar, terutama poros penyanggaT(axle)Tdan poros transmisiT(shaft).
Bantalan yang digunakan adalah jenis bantalan gelinding. Keuntungan :
- Momen awalan dan momen kerja hampir sama besar. - Kebutuhan pelumas sedikit sekali
- Pemeliharaan mudah
- Mempunyai ukuran standar sehingga mudah mencari suku cadangnya. Kerugian :
- Sangat peka terhadap beban kejut
- Umur pakai dan tingginya angka putaran terbatas
- Sangat peka terhadap debu/kotoran, jadi membutuhkan perapat atau sil.
2.1.3.1 Perancangan Bantalan spider
Gambar 2.4 Bantalan spider
(sumber: Hand Book Of Fastening And Joining Of Metal Part, Mc Grow Hill, 1956 hal 421)
Faktor kecepatan bantalan ( fn) diperoleh dengan persamaan 2.5 (Sumber : Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya
Pratama, 1997, Jakarta , hal. 136)
3 1
3 . 33
n
fn ... (2.5)
10 3
3 . 33
n
fn ... (2.6)
Dengan:
n = putaran spider
Faktor umur bantalan (fBhB) diperoleh dengan persamaan 2.6 (Sumber : Sularso, Ir.
MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya Pratama,
P C f
fh n ... (2.7)
Dengan;
C = beban nominal dinamis spesifik P = beban ekivalen dinamis
Umur nominal bantalan (LBhB) diperoleh dengan persamaan 2.7(Sumber : Sularso, Ir.
MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya Pratama,
1997, Jakarta , hal.136)
Untuk bantalan bola:
3 500 hh f
L ... (2.8) Untuk bantalan rol:
103500 h
h f
L ... (2.9) Dengan:
Lh = umur nominal bantalan
n f
= faktor kecepatan bantalan
h
f = faktor umur bantalan dengan nilai,
Umur bantalan dalam jam operasi (LBnB) diperoleh dengan persamaan 2.7 (Sumber
:Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT.
Pradnya Pratama, 1997, Jakarta , hal. 136)
n L
Ln h
60 106
Dengan:
LBnB = umur nominal bantalan
LBhB = umur bantalan dalam jam operasi
n = putaran poros propeler
Umur bantalan dalam jarak tempuh kendaraan(Ls)diperoleh dengan persamaan 2.11 (Sumber :Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin”
PT. Pradnya Pratama, 1997, Jakarta , hal. 136)
n L D
Ls r h 100
... (2.11)
Dengan:
Dr = diameter roda kendaraan
LBhB = umur nominal bantalan dalam jam operasi
Ls = umur bantalan dalam jarak tempuh kendaraan n = putaran poros propeler
2.1.3.2 Koefisien gesek Bantalan Spider
Koefisen gesek adalah perbandingan antara besarnya gaya gesek normal terhadap gaya gesek tangensial atau dua gaya yang saling bertemu atau berlawanan.
2.1.4 Circlip
2.2 Baut
Baut adalah suatu alat untuk menyambung 2 bagian atau lebih yang dimaksudkan agar mudah dalam pemasangan ataupun pelepasan, serta bahan yang disambung tidak mengalami kerusakan, seperti pada cara pengelasan. Alat inipun tidak mengalami kerusakan seperti pena, paku keling, rivet, dll.
Pada yoke dan flens ini juga memerlukan perancangan untuk menentukan posisi penempatan dan ukuran baut yang akan di gunakan.
Gambar 2.5 Baut.
(sumber : Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya Pratama, 1997, Jakarta , hal.:293)
Namun dalam penggunaan baut ini harus memperhatikan kekuatan bahan baut, ukuran baut, jumlah , type baut, dan penempatan baut.
Gaya geser masing-masing baut dapat diperoleh dengan persamaan 2.12 (Sumber : Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT.
Pradnya Pratama, 1997, Jakarta , hal.:299)
a T
r n
M
W
... (2.12)
W = beban tarik aksial baut.
MBTB = moment puntir maksimum pada baut
n = jumlah baut yang direncanakan. r = radius penempatan baut terdekat (cm.)
a
= tegangan aksial ijin
untuk mengecek tegangan aksial yang terjadi (t) dan tegangan aksial ijin
(a), maka dapat diperoleh dengan persamaan 2.10(Sumber : Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya Pratama, 1997,
Jakarta , hal.:296)
a t
d
W
2
) 8 , 0 ( ) 4 (
... (2.13)
dengan :
t
= tegangan tarik yang terjadi W = baban tarik aksial yang terjadi d = diameter baut
a
= tegangan tarik ijin
2.3 Poros Berlubang
Poros berlubang digunakan dalam rangkaian poros propeler. Pada bagian ini merupakan bagian yang paling besr dimensinya dan paling panjang. Untuk mengurangi berat dan bahan yang digunakan, serta tanpa mengurangi fungsi sebagai penerus daya, maka digunakan poros yang berlubang (hollow shaft).
Menghitung defleksi puntir poros I () diperoleh dengan persamaan 2.12
(Sumber : Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen
Mesin” PT. Pradnya Pratama, 1997, Jakarta, hal 18)
) (
10 11
584 11 14 4
d D L T
... (2.14)
Menghitung bobot poros propeler (WB1B) :
Massa jenis () S 55 C = 7.86x 10P -3
Pkg/cmP 3
P
Tegangan geser maksimum poros berlubang (
a) diperoleh dengan persamaan (2.1)2 1 sf sf
b
a
Diameter luar poros dihitung dengan persamaan diperoleh dengan persamaan 2.14 (Sumber : Eurasia Publishing House, Ram Nagar, New Delhi, India, 1980. hal
4) 3 16 a T D
... (2.15)
(Sumber : Eurasia Publishing House, Ram Nagar, New Delhi, India, 1980. hal 2)
3 4 0 1 16 k f T ds
... (2.16)
Putaran kritis poros propeler (Nc) diperoleh dengan persamaan 2.16 (Sumber : Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT.
Pradnya Pratama, 1997, Jakarta , hal. 16)
W L L L D NC 2 / 1 2 / 1 52700 1 ... (2.17)
Defleksi puntir diperoleh dengan persamaan 2.17(Sumber : Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya Pratama, 1997,
Jakarta, hal. 18)
4 46 10 11 584 d D L T ... (2.18) Sudut Kerja Propeler ( )
Adalah kemiringan poros, yang diukur dari posisi horisontal. Poros I dan II atau poros penghubung berikutnya, yang mempunyai kemiringan 0P
0
P Sudut kerja
propeler ke 3 adalah 12P 0
P.
2.4 Poros Spline 1
Poros spline 1 merupakan poros yang bertujuan untuk menempatkan bantalan yang akan di gunakan untuk menjaga agar propelerselalu berada pada posisinya. Untuk menentukan dimensinya, ada beberapa langkah, yaitu:
1. merancang diameter poros spline
2. menentukan diameter poros untuk penempatan bearing, yang disesuaikan dengan lubang bearing, yang diameter luar splin
3. merancang mur dan ulir yang akan dipakai. 4. menentukan panjang poros
2.4.1 Spline
Spline adalah suatu bentuk alur kotak panjang (seperti pada gambar)dengan alur dalam dan alur luar sepanjang lingkaran poros, yang dapat disatukan. Hal ini akan memungkinkan poros dapat meneruskan daya meskipun mengalami perubahan panjang dan poros tetap sejajar dengan poros tersambung. Ukuran dari alur tersebut mempunyai standar ukuran secara internasional (ANSI).
Gambar 2.6 Spline
(sumber: Liangaiah, K., Machine Design Data Handbook 2P nd
PEdition, Suma
Publishers, Bangalore, India, 1986)
Idealnya panjang spline yang diperlukan hanya sepanjang kekuatan tegangan geser bahan (alur), ditambah dengan tegangan geser torsional poros tersebut. Tetapi jika diinginkan ukuran alur yang lebih teliti, dapat diperhitungkan dengan persamaan 1.9 (Sumber : Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya Pratama, 1997, Jakarta , hal. 18)
2 4 4 3
) / 1 (
P r i r
d d d d
l ... (2.19)
Dengan dBrB adalah diameter luar spline, dan dBiB adalah diameter dalam spline (jika
poros dalamnya berlubang), dandBPBadalah diameter jarak bagi spline.
akan disesuaikan jaga dengan besar poros yang akan digunakan dalam perancangan splin. Hal ini dapat dilihat pada tabel splin dong, masak tabel yang lain.? ketentuan perancangan splin beserta pasangannya.
2.5 Flens
Flens adalah sambungan yang akan dikaitkan dengan poros splin 1, yang juga mempunyai fungsi sebagai penahan bantalan tengah poros propeler. Flens ini juga akan dihubungkan dengan Yoke yang dikaitkan dengan mur-baut yang ukurannya telah dirancang sebelumnya. Dalam perancangan flens lebih sederhana. Karena untuk merancang alur splin hanya mengacu pada splin pasangannya. Kemudian untuk perancangan lubang baut dan diameter luar splin hanya menyesuaian dengan diameter Yoke.
Gambar 2.7 Flens
(sumber: Robert L. Mott, P.E. . Machine Elements In Mechanical Design 2P
nd
PEdition, Prentice Hall
2.6 Bantalan Gelinding
Gambar 2.8 Bantalan Bola
(sumber: Robert L. Mott, P.E. . Machine Elements In Mechanical Design 2P
nd
PEdition, Prentice Hall
Upper Saddle, New Jersey)
tambahan lagi. Meskipun ketelitiannya sangat tinggi, namun karena adanya gerakan elemen gelinding dan sangkar, pada putaran tinggi bantalan ini agak berisik dibandingkan dengan bantalan luncur.
Pada waktu memilih bantalan, ciri masing-masing harus dipertimbangkan sesuai dengan pemakaian, lokasi, dan macam beban yang akan dialami.
Susunan bantalan gelinding: 1) Ring luar 2) Ring dalam 3) Elemen gelinding 4) Sangkar
Gambar 2.9 Susunan Bantalan
(sumber: Sudibyo, B, Ing.HTL, Perancangan Pelumasan, Akademi Teknik Mesin Industri (ATMI), Surakarta hal.4)
Perhitungan perancangan Bantalan bola:
- Beban ekivalen dinamik ( P )
Beban ekivalen dinamik dapat dihitung dengan Persamaan 2.20
P =x•Fr+y•Fa... (2.20) Dengan :
X = faktor radial dinamik y = faktor aksial dinamik Fr = gaya resultan radial (kg) Fa = gaya resultan aksial (kg)
Harga x = 1, diperoleh dari lampiran tabel bantalan
2.6.1 Umur Pakai Bantalan gelinding ( L )
Umur pakai bantala gelinding ( L ) dan angka putaran nominal ( Lh ) dapat dihitung dengan Persamaan 2.21 (Sumber : B. Sudibyo, Bantalan Gelinding, hal. 19)
L = q
P C
... (2.21)
Dengan :
C = beban nominal dinamis spesifik P = beban ekivalen dinamis
q = konstanta untuk bantalan bola
Sebuah bantalan gelinding dapat berfungsi dengan baik (aman) dan mencapai umur pakai seperti yang telah dihitung sebelumnya, apabila angka putarannya tidak melampaui batas angka putaran (n < nBgB).
Batas angka putaran dapat dihitung dengan Persamaan 2.22
ng=
k
D
A
x
10
3
... (2.22)
dengan :
ng = Batas putaran tertinggi bantalan
BAB III
PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN POROS PROPELER
Dalam perancangan poros propeler ini digunakan data spesifikasi dari truk
HINOdengan kode kendaraanFM 260 JDdan model mesinJ08E-UF.
Dalam perancangan poros propeler ini digunakan perbandingan gigi transmisi dengan beban poros maksimum pada perbandingan 13210 : 1 putaran, pada putaran mesin 1500 rpm.
Daya truk = 260 HP x 0.735 watt = 191.1 KW Torsi maksimum pada output transmisi
= 76 kgm x 13.210 = 1003.96 kg.m
TBmaksB = 76 kg.m pada putaran 1500 rpm
3 2 n n i
N2 = putaran mesin pada saat mencapai torsi maksimal
N3 = putaran poros propeler pada saat mencapai torsi maksimal
i n n3 2
210 . 13
1500
Rpm 55 . 113
T pada 113.55 Rpm adalah :
T =
n P
105 74 . 9
Dengan:
P = daya mesin kendaraan
n = putaran poros pada daya maksimum Maka, = rpm P 55 . 113 10 74 .
9 5
= rpm Kw 55 . 113 191 10 74 .
9 5
=16.38105Kg.mm (TBmaks Bpada gigi mundur)
3.1 Universal Joint
Universal jointmerupakan susunan dari beberapa bagian elemen permesinan, sehingga memungkinkan poros penerus daya bergerak dengan sudut berubah-ubah atau tidak sejajar dengan poros penggerak.
Bagian bagian universal joint tersebut adalah:
3.1.1 Yoke
Bahan yoke menggunakan FC 35, dengan kekuatan tarik (B): 35 Kg/mmP 2
P
2 1 sf sf
b
a
Dengan: SfB1B = 4
SfB2B = 1.3
3 . 1 4 35 a
= 6.73 kg/mmP 2
Menghitung diameter yoke (dByB) diperoleh dengan persamaan 2.2
3 1 1 . 5
K C T
d t b
a y
Dengan:
a
= 6.73 kg/mm
P 2 P t K = 1.0 b C = 1.0
T = 16, 38 x 10P 5 Pkg.mm Maka, 3 1 5 10 38 . 16 0 . 1 0 . 1 73 . 6 1 . 5 y d =107.47 mm
Menghitung ukuran tangkai/lengan yoke.
Perhitungan tangkai yoke ini dengan menggunakan perbandingan antara tegangan geser yang terjadi pada rumah bantalan dan tegangan geser ijin dari bahan yoke.
Luas minimal tangkai yoke
Torsi yang bekerja pada poros adalah 16, 38 x 105 kg mm Jarak titik tekan pada pusat rumah bantalan adalah 120 mm Maka torsi pada titik tersebut adalah
TBiB =
120 10 38 .
16 5
= 13650PPkg
Jika terdapat 4 titik, maka
=
4 kg 13650 5
= 3412, 5PPkg
Tegangan geser ijin bahan yoke adalah 6.73 kg/mmP 2
P
Maka luasan idealnya adalah:
=
4 kg 3412,5 5
= 853, 125 kg
Jka tebal coran : 30 mm, maka panjang sisinya adalah
=
Dengan:
T = 16, 38 x 105 (torsi yang bekerja pada yoke) Ds = 120 (diameter yoke)
a
= 6.73 (tegangan geser ijin pada yoke) Maka,
A= 35
2 120 2 10 38 . 16 2 5
= 7 8 0
Jka tebal coran : 30 mm, maka panjang sisinya adalah
= 2 30 780
= 13 mm
Untuk menentukan posisi maupun besarnya lubang baut yoke akan di perhitungkan dalam perhitungan baut. Demikian juga dalam menentukan besarnya lubang untuk menempatkan bantalan spider akan diperhitungkan pada perhitungan bantalan spider.
3.1.2 Spider
Bahan spider menggunakan SNC-3, dengan tegangan tarik (
BbB) = 95kg/mmP 2
Tegangan geser maksimum (
a) diperoleh dengan persamaan 2.12 1 sf sf
b
a
Dengan :
b
= 95 kg/mm2 SfB1B = 1.5
SfB2B = 6
Maka: 6 5 . 1 95 a
=15.83 kg/mmP 2
P
Diameter poros spider akibat gaya geser diperoleh dengan persamaan 2.4
3 16 a T D Dengan:
T = 16.38105
a
= 15.83
3 5 83 . 15 10 38 . 16 14 . 3
4
D
11
Dipilih diameter poros spider 22.1 mm. Disesuaikan dengan ukuran bantalan yang tersedia dan memenuhi dalam perhitungan. Ukuran yang menyertainya dapat dilihat pada lampiran tabel bantalan spider.
Gaya geser yang bekerja pada spider pada jarak D/2 diperoleh dengan persamaan 2.3
2
2 D
M
F t
Dengan: MBtB =
5 10 38 . 16 D = 22.1 mm
2 1 . 22 2
10 38 .
16 5
F
= 74116 kg
3.1.3 Bantalan Spider
Bantalan spider terletak pada setiap ujung dari poros spider tersebut. Bantalan spider pada umumnya menggunakan bantalan bambu/batalan jarum.
Jenis bantalan spider adalah needle bearing medium series yang sesuai dengan diameter lengan poros spider sebesar 22.1 mm adalah, dengan kode (Na 2015S/Bi) NRB.
Bantalan dengan kode (Na 2015S/Bi) NRB Dengan spesifikasi Basic capacity load:
Limited speed(n) : 17200 rpm Diameter luar(D) : 35 mm
Lebar(B) : 22 mm
Catatan.
Diameter luar bantalan sebagai diameter lubang bantalan pada yoke. Faktor kecepatan bantalan ( fn) diperoleh dengan persamaan 2.5
10 3 3 . 33 n fn Dengan: n : 113.5
10 3 5 . 113 3 . 33 n f = 0.69
Umur nominal bantalan (LBhB) diperoleh dengan persamaan (2.6)
103500 n
h f
L
Dengan:
n f
= 0.69 Maka,
0.69
103500
= 145.144
Umur bantalan dalam jam operasi (LBnB) diperoleh dengan persamaan 2.7
n L Ln h 60 106 Dengan:
n = 113.5 rpm maka: 5 . 113 60 144 . 145 106 n L = operasi
Umur bantalan dalam jarak tempuh kendaraan(Ls)diperoleh dengan persamaan 2.11
n L D
Ls r h 100
dengan:
r
D = 1000 mm
Lh = 21.304, 038 jam n = 113.5 rpm maka, 038 . 21304 1000 100 14 . 3 s L
Dari diameter luar bantalan spider sebesar 35 mm, maka dengan tabel circlip, dipilih circlip dalam type B light series dengan spesifikasi:
Diameter poros (dB1B) : 35 mm
Lebar daun (b) : 3.4 mm Diameter tanpa tekanan(d3) : 37.8 mm Diameter dengan tekanan(d4) : 23.2 mm Diameter terpasang(d2) : 37mm
3.1.5 Kuk
Perhitungan untuk Kuk hampir sama dengan perhitungan pada Yoke. hanya saja pada Kuk ini perlu dalam memperhitungkan flens yoke di ganti dengan memperhitungkan poros yang akan sambungkan dengan poros berlubang.
Diameter poros Kuk
Bahan Kukmenggunakan SNC-3, dengan tegangan tarik (
BbB) = 95 kg/mmP 2P
Tegangan geser maksimum (
a): diperoleh dengan persamaan 2.12 1 sf sf
b
a
Dengan :
b
SfB2B = 6 Maka: 6 5 . 1 95 a
=15.83 kg/mmP 2
P
Menghitung diameter Kuk (dBy2B): diperoleh dengan persamaan 2.2
3 1 1 . 5
K C T
d t b
a y Dengan: a = 15.83 t K = 1.0 b C = 1.0
T = 16, 38 x 10P 5 P Maka, 3 1 5 10 38 . 16 0 . 1 0 . 1 15.83 1 . 5 y d =80.08mm mm 80
3.2 Flens
Gambar 3.1 Flens
(sumber: Industrial Universal Joint, Dana Corp., Toledo Oiho, hal 361) Torsi kerja (T): 16.38 x 10P
5
Pkg.mm
Diameter poros : 72 mm
Panjang spline yang direncanakan (L):150 mm Moment puntir :
10 7
.
0 L M
Mt ... (3.14) Dengan:
t M
: 16.38 x 105 kg.mm (moment puntir yang bekerja pada poros) L : 150 (panjang spline yang direncanakan)
Maka,
L M
M t
7 . 0 10
1 7 . 0
10 16.38 5
10
=234 x 104 kg.mm Sehingga,
4 10 234 150 7 .
0
t M
kg.mm = 24.57 x 107 kg.mm
Dari tabel spline maka dipilih spline dengan type DIN 5464 Dengan spesifikasi:
i d
: 72
2
d : 82
b : 7 i : 16
3.2.1 Ukuran Baut Flens
Gambar 3.2 Baut
Gambar 3.3 Rancangan Penempatan Baut
(sumber: R.K. Jain, Machine Design 2P
nd
PEdition, Romesh Chander Khana, Khana Publishers, Nai
Sarak, New Delhi 1980)
Jumlah baut adalah 4 buah untuk setiap sambungan yoke dan flens. Penempatan baut rencana dengan diameter = 2b = 90 mm dan r 60 mm Bahan baut : SC 46 dengan kekuatan tarik ijin (a) 46 kg/mmP
2 P
Besarnya tekanan kontak pada ulir diperoleh dengan persamaan 3.15 (Sumber : Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT.
Pradnya Pratama, 1997, Jakarta, hal. 296)
=
a dW
2
4
... (3.15)
Dengan:
W = gaya geser murni pada penempatan baut D = diameter baut yang dipilih
a
= tegangan tegangan geser yang dijinkan (sebesar 0.5 - 0.75 dari a. Dan
a
Jika,
n r
T W
Dengan:
W = gaya geser murni pada penempatan baut T = 16, 38 x 105 (torsi yang bekerja pada yoke) r = 60 (r penempatan baut)
n = 4 (jumlah baut) maka,
4 60
10 x 16,38 5
W
= 6825 kg mm Dari persamaan diatas maka,
Gaya geser masing-masing baut (W): dapat diperoleh dengan persamaan 3.16 (Sumber : Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen
Mesin” PT. Pradnya Pratama, 1997, Jakarta , hal.:299)
r n
M
W T
... (3.16)
Dengan :
W = beban tarik aksial baut.
MT = 16.38 x 105 kg.mm (moment puntir maksimum pada baut) N = 4 (jumlah baut yang direncanakan)
60 4
10 38 .
16 5
W
6825
W kg
Diameter minimal baut (d) dapat diperoleh dengan persamaan 3.17 (Sumber : Perancangn Mesin Perkakas, ir. Jac.stolk, Erlangga hal 114 )
a W n d
... (3.17)
Dengan:
d = diameter minimal baut n = 4 (jumlah baut)
W = 6825 (beban tarik aksial pada baut) maka :
34.5 164 6825
2
=3434.5
Maka penempatan dan pemilihan baut dapat berlaku. Yaitu dengan menggunakan baut: M16 pada posisi r=60mm
(sumber: Industrial Universal Joint, Dana Corp., Toledo Oiho, hal 361)
3.2.2 Panjang Ulir Baut Flens
panjang ulir baut yang akan dipakai adalah: tebal mur +2 x tebal ring + 2 x tebal flens maka,
16.40 + (2 x 1, 5) + (2 x 30) = 79.40 mm
Dari tabel panjang baut ulir yang sesuai adalah: 80 mm
3.3 Poros Spline 1
Torsi yang bekerja pada poros (T) : 16.38 x 10P 5
Pkg.mm
Bahan poros spline: SFNCM 110 S dengan kekuatan tarik ( b ) 125 kg/mmP 2
P
Dengan masa jenis () 7.86 x 10P -3
Pkg/cmP 3
P
Diameter poros :
Tegangan geser ijin pada poros spline (a):diperoleh dengan persamaan 2.1
2 1 sf sf
b
a
Dengan: SfB1B= 4
3 . 1 4 125 a
= 24.38 kg/mmP 2
3.3.1 Menghitung Diameter Poros Spline (dy):
Menghitung Diameter Poros Spline (dy) dapat diperoleh dengan persamaan 2.2 3 1 1 . 5
K C T
d t b
a y Dengan: a = 24.38 t K = 1.0 b C = 1.0
T = 16, 38 x 105 Maka, 3 1 5 10 38 . 16 0 . 1 0 . 1 24.38 1 . 5 y d
= 69.97 mm mm
70
Gambar 3.4 Keterangan Tabel Spline
(sumber: Industrial Universal Joint, Dana Corp., Toledo Oiho, hal 361) Berdasarkan tabel spline maka dipilih spline dengan spesifikasi:
2
d : 70 mm
1
d : 75 mm
Panjang total spline yang direncanakan (L) akan ditentukan setelah pemilihan lebar bantalan yang terpilih.
Dengan diameter luar poros splin (75 mm) dan dari tabel bantlan yang tersedia, maka dapat ditentukan bantalan jenis gelinding dengan kode ukuran: FAG 6315 dengan dimensi:
Diameter dalam : 75 mm Diameter luar : 160 mm Lebar bantalan : 37 mm
Moment puntir yang bekerja pada spline (Mt) :
10 7
.
0 L M
Mt ... (3.20) Dengan:
t M
: 16.38 x 105 kg.mm (moment puntir yang bekerja pada poros) L : 150 (panjang spline yang direncanakan)
M10 : Maka,
L M
M t
7 . 0 10
1 7 . 0
10 16.38 5
10
=234 x 10P 4 Pkg.mm Sehingga, 4 10 234 150 7 .
0
t
M kg.mm
= 24.57 x 10P 7
Pkg.mm
Berat spline:
L d
W
4 2
... (3.21)
dengan :
W : barat spline
: 7.86 x 10-3 kg/cm3 (berat jenis bahan spline)
D2 : 72 mm (diameter poros) L : 150 mm (panjang spline) Maka, 15 4 2 . 7 10 x
7.86 -3
W
= 0, 6667 kg
Berat poros spline adalah 0, 666 kg
3.3.2 Ulir Pengunci Pada Ujung Spline.
Ukuran baut pengunci bisa di tentukan seperti yang dipakai pada truk dengan bahan dengan kekuatan tarik yang lebih rendah dari pada bahan spline.
Maka penempatan dan pemilihan baut dapat berlaku. Yaitu dengan menggunakan baut: M16 pada posisi r=60mm
3.4 Poros Berongga
Pada perancangan universal joint untuk truk dengan daya 260 Hp ini, dirancang sebuah universal joint dengan 3 buah poros yang disambung dengan 2 buah yoke untuk meneruskan daya dari poros out put mesin ke poros roda.
3.4.1 Merancang Poros Berongga 1
Panjang poros (LB1B) : 1100 mm
Torsi maksimal : 16, 38 x 10P 5
Pkg.mm
Bahan poros S55C, dengan (BBB) : 66 Kg/mmP 2
PB
Tegangan geser maksimum (
a) diperoleh dengan persamaan 2.12 1 sf sf
b
a
Dengan : SfB1B= 6.0
SfB2B= 1.4
2 / 85 .
7 kg mm a
3.4.1.1 Torsi Poros Yang Bekerja Pada Poros 1 (TB1B)
Dengan : T = rpm P 55 . 113 10 74 .
9 5
= rpm Kw 55 . 113 191 10 74 .
9 5
= 16.38105Kg.mm
3.4.1.2 Diameter Luar Poros Propeler 1
Diameter Luar Poros Propeler 1 dapat diperoleh dengan persamaan 2.15
3 14 , 3 16 a makz T D Dengan: makz
T =16.38105Kg.mm
2 / 85 .
7 kg mm a Maka, 3 5 85 . 7 14 , 3 10 38 . 16 16 D
3.4.1.3 Menghitung Diameter Dalam Poros Propeler 1(d) :
7 , 0
D
d ... (3.24) Dengan :
D1 : Diameter luar poros berrongga (mm) d 1 : Diameter dalam poros berrongga (mm) Maka,
7 , 0 102
d
= 71 mm
3.4.1.4 Menghitung Defleksi Puntir Poros 1 (1)
Defleksi puntir poros 1 (1) diperoleh dengan persamaan 2.14
) (
584 4 1 4
1
d D G
L T
Dengan :
B1B= Defleksi puntir pada poros 1
T =16.38105Kg.mm (Torsi yang bekerja pada poros 1) LB1B = 1100 mm (Panjang poros 1)
D = diameter luar poros d = diameter dalam poros
Maka , ) 71 102 ( 10 11 1100 10 38 . 16
584 6 4 4
5 3 10 154 .
1
Batas defleksi = 0.1 x 49.2 = 4.92 MakaӨB2B1.20<4.92 sehingga aman
3.4.1.5 Menghitung Bobot Poros Propeler 1 (WB1B) :
Bahan poros berrongga 1, adalah S 55 C Massa jenis () S 55 C = 7.86x 10P
-3
Pkg/cmP 3 P
2 2 1
1 ( )
4 14 . 3 L d D
W ... (3.26)
Dengan :
W1 : Bobot poros berrongga (kg/mm3) D : 102 mm (Diameter luar poros berrongga
d : 71 mm (Diameter poros dalam poros berrongga) L : 1100 mm (Panjang poros berrongga)
Maka :
3 2
2
1 (10.2 7.1 ) 110 7.86 10 4
14 .
3
W
3.4.1.6 Menentukan Putaran Kritis Poros 1 (Nc1)
Menentukan putaran kritis poros 1 (Nc1) diperoleh dengan persamaan 2.17
1 1 1 2 / 1 2 / 1 52700 W L L L D NC Dengan: D1 : 10.2 cm L1 : 110 cm W1 : 36, 42 kg Maka, 42 . 36 110 55 55 2 . 10 52700 2
1
NC 01 . 315001 1 NC rpm
3.4.2 Merancang Poros Berongga 2
Panjang poros (L2) : 1230 mm
Torsi maksimal : 16, 38 x 105 kg.mm Bahan poros S55C, dengan (BBB) : 66 Kg/mmP
2 PB
Tegangan geser maksimum (
a) diperoleh dengan persamaan 2.12 1 sf sf
b
a
Dengan : SfB1B= 6.0
Maka : 2 / 85 . 7 4 . 1 0 . 6 6 . 6 mm kg a 2 / 85 .
7 kg mm a
3.4.2.1 Torsi Poros Yang Bekerja Pada Poros 2 (T2)
T = rpm P 55 . 113 10 74 .
9 5
= rpm Kw 55 . 113 191 10 74 .
9 5
=16.38105Kg.mm
3.4.2.2 Diameter Luar Poros Propeler 2
Diameter Luar Poros Propeler 2 dapat diperoleh dengan persamaan 2.15 3 14 , 3 16 a makz T D Dengan: makz T
=16.38 10 Kg.mm 5
(torsi yang bekerja pada poros)
2 / 85 .
7 kg mm a
(Tegangan geser yang di ijinkan (kg/mm2))
3 5 85 . 7 14 , 3 10 38 . 16 16 D
D 102 mm
3.4.2.3 Menghitung Diameter Dalam Poros Propeler 2(d) :
7 , 0
D
d ... (3.30) Dengan :
D2 : Diameter luar poros berrongga (mm) d 2 : Diameter dalam poros berrongga (mm) Maka, 7 , 0 102 d
= 71 mm
3.4.2.4 Menghitung Defleksi Puntir Poros 2 ()
Defleksi puntir poros 2 (2) diperoleh dengan persamaan 2.14
) ( 584 4 4 2 2 d D G L T Dengan :
T =16.38105Kg.mm LB2B = 1100 mm
Maka , ) 71 102 ( 10 11 1230 10 38 . 16
584 6 4 4
5 3 10 154 .
1
Batas defleksi = 0.1 x 49.2 = 4.92 MakaӨB2B1.20<4.92 sehingga aman
3.4.2.5 Menghitung Bobot Poros 2 (W2)
Bahan poros berrongga 2 (WB2B) = S 55 C
DenganρS-55-C = 7.86 x 10P -3 P kg/cmP 3 P
2 2 2
2
4 D d L
W ... (3.32)
Dengan :
W2 : Bobot poros berrongga (kg/mm3)
D2 : 102 mm (diameter luar poros berongga (mm)) d : 71 mm (Diameter poros dalam poros berrongga) LB2B : 1230 mm (panjang poros 2)
Maka :
2 2
32 10.2 7.1 123 7.86 10 4
14 .
3
W
3.4.2.6 Menghitung Putaran Kritis Poros 2 (NC2):
Menentukan putaran kritis poros 2 (Nc2) diperoleh dengan persamaan 2.17
2 2 2 2 2 2 / 1 2 / 1 52700 2 W L L L D NC Dengan: DB2B : 10.2 cm
LB2B : 123 cm
WB2B : 40, 72 kg
Maka, 72 . 40 123 5 . 61 5 . 61 2 . 10 52700 2 2 NC
NCB2B= 348715 rpm
3.4.3 Merancang Poros Berongga 3
Panjang poros (L3) : 1230 mm
Torsi maksimal : 16, 38 x 105 kg.mm Bahan poros S55C, dengan (BBB) : 66 Kg/mmP
2 PB
Tegangan geser maksimum (
a)Tegangan geser maksimum (
a): diperoleh dengan persamaan 2.12 1 sf sf
b
a
SfB1B= 6.0
SfB2B= 1.4
Maka : 2 / 85 . 7 4 . 1 0 . 6 6 . 6 mm kg a 2 / 85 .
7 kg mm a
3.4.3.1 Torsi Poros Yang Bekerja Pada Poros 3 (TB3B)
Dengan :
T = rpm
P 55 . 113 10 74 .
9 5
= rpm Kw 55 . 113 191 10 74 .
9 5
=16.38 10 Kg.mm 5
3.4.3.2 Diameter Luar Poros Propeler DB3B
Diameter Luar Poros Propeler 1 dapat diperoleh dengan persamaan 2.15 3 14 , 3 16 a makz T D Dengan: makz T
=16.38 10 Kg.mm 5
2 / 85 .
7 kg mm a Maka, 3 5 85 . 7 14 , 3 10 38 . 16 16 D
D 102 mm
3.4.3.3 Menghitung Diameter Dalam Poros Propeler 3(dB3B) :
7 , 0
D
d ... (3.36)
Dengan :
D3 : Diameter luar poros berrongga (mm) d 3: Diameter dalam poros berrongga (mm) Maka, 7 , 0 102 d
= 71 mm
3.4.3.4 Menghitung Defleksi Puntir Poros 3 (B3B)
Defleksi puntir poros 3 (3) diperoleh dengan persamaan 2.14
) (
584 4 3 4
3 d D G L T Dengan :
T =16.38105Kg.mm
3
G =11106 Maka ,
4 46 5 3 71 102 10 11 1320 10 38 . 16 584
=1.385 x 10P -3
P
Batas defleksi = 0.1 x 49.2 = 4.92 MakaӨB2B1.20<4.92 sehingga aman
3.4.3.5 Menghitung Bobot Poros 3 (WB3B)
Bahan poros berrongga 3 (WB3B) = S 55 C
Dengan ρ S-55-C = 7.86 x 10P -3 P kg/cmP 3 P
2 2 2
3
4 D d L
W
... (3.38) Dengan :
W3 : Bobot poros berrongga (kg/mm3)
D3 : 102 mm (diameter luar poros berongga (mm)) d : 71 mm (Diameter poros dalam poros berrongga) LB3B : 1320 mm (panjang poros 3)
Maka :
3 2
2
3 (102 71 ) 1320 7.8 10 4
14 .
3
W
3.4.3.6 Menghitung Putaran Kritis Poros 3 (NCB3B):
Menentukan putaran kritis poros 3 (Nc3) diperoleh dengan persamaan 2.17
3 3 2 / 1 2 / 1 52700 3 W L L L D NC Dengan: D3 : 10.2 cm L3 : 132 cm W3 : 43.6 kg Maka, 6 . 43 132 66 66 2 . 10 52700 3 2 NC
NC3 = 2190.11 rpm
3.4.4 Sudut Kerja Poros Propeler
Sudut kerja propeler pada perancangan ini ditentukan sebesar 12P 0
P, sehingga jarak
main suspensi poros belakang adalah: 0
12
Panjang Poros (L) = 1100 mm L
hsin
Maka:
h = sin 120 x 1320
Jadi jarak main maksimal suspensi roda belakang adalah 275 mm.
3.5 Bantalan Tengah
Bantalan tengah adalah bantalan bola yang berfungsi sebagai penahan untuk menempatkan posisi poros agar stabil pada tempatnya.
Perhitungan perancangan Bantalan bola pada poros propeler ini:
Gaya resultan pada bantalan poros , gaya terbesar antara dua bantalan yaitu : Diameter poros untuk bantalan adalah : 72 mm
Ukuran bantalan sesuai dengan Tabel 23.123 pada lampiran
- Jenis bantalan : deep groove hall bearing diameter series 3 - beban statik : 76.5 KN
- diameter dalam ( d ): 75 mm - diameter luar ( D ) : 160 mm - lebar bantalan ( b ) : 37 mm - harga C : 114 kN - harga CBoB : 76.5 kN
- Beban ekivalen dinamik ( P )
Beban ekivalen dinamik dapat dihitung dengan Persamaan 2.20 P =x•Fr+y•Fa
= 1 • (16.38105Kg.mm x 9, 81) + 1 • 0
=
160
.
68
10
5 N3.5.1 Umur Pakai Bantalan ( L )
Umur pakai ( L ) dan angka putaran nominal ( Lh ) dapat dihitung dengan Persamaan 2.21
L = q
P C
6 10
60 x n x Lh
Dengan :
C = 114000 N q = 3
3.5.2 Batas Putaran Tertinggi ( ng )
Sebuah bantalan gelinding dapat berfungsi dengan baik (aman) dan mencapai umur pakai seperti yang telah dihitung sebelumnya, apabila angka putarannya tidak melampaui batas angka putaran ( n < nBgB).
Batas angka putaran dapat dihitung dengan Persamaan 2.22
ng=
k
D
A
x
10
3
dengan :
ng = xk D
A x
10 3
ng = 1
10 160
400000 3
x x
ng = 8000 rpm
Karena putarannya kurang dari batas dari angka putarannya atau n < nBgB atau
BAB IV
PELUMASAN DAN PERAWATAN
Pelumasan sangat penting dalam permesinan hal ini untuk menjaga agar komponen-komponen dalam mesin dapat bekerja dengan baik dan mempunyai umur pakai maksimal, karena pada saat beroperasi komponen-komponen mesin akan saling bergesekan dan mengakibatkan keausan (aus mekanik), selain itu karena gesekan antar komponen juga mengakibatkan panas yang bila berlebih akan mengganggu kinerja dari suatu kesatuan mesin. Sehingga efektifitas penggunaan alat dan biaya perawatan dapat ditekan. Pelumas yang digunakan harus sesuai dengan kondisi dan medan kerja dari alat tersebut.
Fungsi utama dari pelumas:
1. Sebagai pelapis komponen mesin yang saling bergesekan agar tidak cepat panas dan aus
2. Sebagai peredam getaran
3. Menjaga agar komponen mesin tidak berkarat 4. Menjaga kebersihan mesin (pada gear box) Pelumas dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pelumas yang berbentuk cair
Bahan pelumas cair, oli termasuk pelumas cair, pelumasan ini
Saat kecepatan tinggi
Suhu yang tinggi
2. Pelumas yang berbentuk pasta/ grease
Bahan pelumas pasta, pelumas yang berbentuk padat berupa pasta
atau yang sering disebut dengan gemuk. Gemuk dibuat dari campuran minyak pelumas dan sabun logam, dan jika diperlukan, gemuk dapat ditambah dengan bahan tambahan guna memperbaiki sifat lumasnya. Bahan pelumas padat digunakan jika penggunaan pelumasan cair tidak memungkinkan. Pelumasan pada bantalan sangat diperhatikan karena bantalan menumpu beban poros, komponen mekanis lain yang terpasang pada poros serta menagan gaya yang bekerja baik pada poros maupun pada komponen mekanis yang di tumpu oleh bantalan, pelumasan dengan grease digunakan pada :
Kecepatan rendah
Suhu tidak lebih dari 200 F
Sedangkan cara pelumasan pada komponen mesin dibagi menjadi: 1. Pelumasan celup
Putaran pada bantalan dan spline pada poros propeler ini termasuk kecepatan putar rendah, oleh karena itu pelumasan dilakukan dapat dilakukan dengan menggunakan gemuk.
1. Pada perancangan ini dari tabel bantalan gelinding yang digunakan mempunyai spesifikasi:
Beban Ekivalen statis P = 49000 kg Beban Nominal dinamik C = 65500 kg Angka putaran n1 = 1500rpm Batas angka putaran n1= 11000rpm Tuntutan kebutuhan gemuk
15 , 0
C P
051 , 0 65500 49000
, maka 0, 051 < 0, 15
1 1 ng n
1500 rpm < 11000 rpm , dari tabel pada lampiran gemuk yang dipilih = Sodium base grace.
Volume gemuk yang dibutuhkan
2 , 0 1 1 g n
n
3 10 67 , 6 37500
250
karena 6,67103< 0, 2 maka dari tabel 30 pada lampiran dipilih rumah bantalan diisi gemuk cadangan penuh
2. Pemilihan jenis gemuk Bantalan Gelinding 2 Beban Ekivalen dinamik P 426,32 kg Beban Nominal dinamik C = 3401 kg
Angka putaran n2 = 250rpm
Batas angka putaran ng2= 33333, 34 rpm
Tuntutan kebutuhan gemuk
15 , 0 C P 125 , 0 3401 32 , 426
, maka 0, 125< 0, 15
2 2 ng n
250rpm< 33333, 34rpm, daritabel 29 pada lampiran gemuk yang dipilih = Sodium base grace
Volume gemuk yang dibutuhkan
2 , 0 2 2 g n n 3 10 5 , 7 34 , 33333
250
, karena 7,5103< 0, 2 maka dari tabel 30 pada
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan perancangan pada bab III, diperoleh dimensi elemen-elemen mesin pada poros propeler sebagai berikut.:
T =16.38105Kg.mm (Tmax pada gigi mundur)
5.1.1 Yoke 1
Bahan yoke menggunakan FC 35 kekuatan tarik (B): 35 Kg/mmP
2 P
diameter yoke 120 mm
5.1.1.1 Luas Minimal Tangkai Yoke
Tebal coran : 30 mm panjang sisi : 13 mm
5.1.2 Baut
Bahan baut : SC 46
a
: 46 kg/mmP
2 P
5.1.3 Spider
Bahan : SNC-3
tegangan tarik (
BbB) : 95 kg/mmP 2P
Diameter poros : 22.1 mm.
5.1.4 Bantalan spider
Jenis : bantalan bambu dengan
kode : Na 2015S/Bi NRB (spesifikaksi ada pada tabel) Umur bantalan = 21.304, 038 jam operasi
Umur bantalan dalam jarak tempuh kendaraan =669.286km
5.1.5 Ring Circlip
Type B light series dengan spesifikasi: (spesifikaksi ada pada tabel)
5.1.6 Yoke
Bahan :SNC-3
tegangan tarik (
BbB) : 95 kg/mmP 2P
Dengan diameter yoke 80 mm
5.1.7 Poros Berongga
Panjang poros 1100 mm 1230 mm 1230 mm
Torsi maksimal
16, 38 x 105 kg.mm
16, 38 x 105 kg.mm
16, 38 x 105 kg.mm
Diameter luar 102 mm 102 mm 102 mm
Diameter dalam 71 mm 71 mm 71 mm
Batas defleksi
puntir
4.92 4.92 4.92
Bobot poros 36.42 kg 40.72 43.6
putaran kritis 315001.01rpm 348715 rpm 2190.11 rpm
Bahan poros S55C,
B : 66 Kg/mm2
Sudut Kerja Poros propeler 120
Jarak main maksimal suspensi roda belakang : 275 mm.
5.1.8 Poros Spline 1
Torsi (T) : 16.38 x 10P 5
Pkg.mm
Bahan : SFNCM 110 S
kekuatan tarik ( b ) : 125 kg/mmP 2
P
Diameter poros : 24.38 kg/mmP 2
dengan spesifikasi:
2
d :70 mm
1
d :75 mm
b : 7 mm i :28 buah
5.1.9 Bantalan tengah
Menggunakan bantalan jenis gelinding dengan kode ukuran: 6315 dengan dimensi: Diameter dalam : 75 mm
Diameter luar : 160 mm Lebar bantalan : 37mm
Moment puntir yang bekerja pada spline (Mt) : = 24.57 x 10P
7
Pkg.mm
Berat poros spline adalah 0, 666 kg
5.1.10 Ulir Pengunci Pada Ujung Spline.
Pada ulir pengunci ini hanya mendapat beban aksial murni saja. Ulir disini merupakan ujung dari poros splin. Sebagai pengunci flens dan bantalan tengah. Kemudian di kunci dengan mur mahkota.
Yaitu dengan menggunakan baut: M16 pada posisi r=60mm
5.1.11 Flens
Torsi kerja (T): 16.38 x 10P 5
Pkg.mm
Diameter poros flens: 72 mm Panjang spline (L):150 mm
Moment puntir : 24.57 x 107 kg.mm
Type spline dengan DIN 5464 , dengan spesifikasi:
i d
: 72 2 d : 82 b : 7 i : 16
5.1.12 Bantalan Tengah
Menggunakan bantalan bola dengan kode FAG 6315.
5.2 PENUTUP
Dalam perancangan propeler shaft pada kedaraan berat ini, penulis telah membuat uraian tentang perhitungan dan pembahasan. Selain itu, dibahas juga mengenai pemilihan bahan elemen yang merupakan bagian dari sistem tersebut sampai dengan sistem dan pemilihan pelumas.
Penulis menyadari bahwa dalam tulisan atau dalam perancangan ini masih perlu banyak koreksi dan yang lebih teliti lagi. Maka dari itu penulis mengharap adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun agar rancangan ini menjadi lebih baik.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
jenis circlip
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Daftar Pemilihan Jenis Gemuk
Tuntutan Kebutuhan Jenis Gemuk Temp. Kerja
15 , 0
C P
dan nng Calcium base greaseSodium base grease 60C
15 , 0
C P
dan nng Calcium base grease 30...80C g
n
n Litbium base grease 30...110C
Sumber: Sudibyo, B, Ing.HTL, Perancangan Pelumasan, Akademi Teknik
DAFTAR NOTASI
ng = Batas putaran tertinggi bantalan rpm b
F' = Beban lentur yang diijinkan kg/mm
C = Beban nominal dinamis spesifik kg/mmP 2
H
F' = Beban permuka