• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pompa limbah industri dengan kapasitas 20 m3/jam dan head 12 m - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pompa limbah industri dengan kapasitas 20 m3/jam dan head 12 m - USD Repository"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

POMPA LIMBAH INDUSTRI

Dengan Kapasitas 20 m

3

/jam dan Head 12 m

No: 698/ TA / FT-USD / TM / Agustus /2006

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Mesin

Diajukan Oleh: Bagus Setiawan

025214035

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

INDUSTRIAL WASTE PUMP WITH

CAPACITY OF 20 M3/HOUR AND HEAD OF 12 METER

No: 698/ TA / FT-USD / TM / Agustus /2006

FINAL PROJECT

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain Sarjana Teknik Degree

In Mechanical Engineering

By : Bagus Setiawan Student Number : 025214035

MECHANICAL ENGINEERING PROGRAM STUDY MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

ENGINEERING FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat suatu karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 15 Maret 2007

(4)
(5)
(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tugas akhir ini saya persembahkan untuk: 1. Kedua orang tuaku yang selalu mendukungku.

2. Seluruh keluargaku di Jogjakarta yang mendukungku dengan seluruh yang mereka punyai.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya, sehingga tugas akhir saya yang berjudul Pompa Limbah Industri dengan kapasitas 20 m3/jam dan head 12 m dapat terselesaikan . Penulis mengharapkan karya tulis ini dapat berguna bagi industri pengolahan limbah di Indonesia.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih banyak atas bantuan dan bimbingan selama mengerjakan tugas akhir ini , kepada :

1. Ir. Greg Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma.

2. Yosef Agung Cahyanta, S.T, M.T selaku pembimbing tugas Akhir

3. Segenap staf serta karyawan Universitas Sanata Dharma yang sangat membantu dalam penulisan Tugas akhir ini.

Demikian pula bagi rekan-rekan dan pihak tertentu yang telah banyak membantu penulis, baik secara moril maupun materil yang tidak tercantum namanya disini penulis ucapkan terima kasih.

(8)

INTISARI

Pompa adalah alat yang digunakan untuk memindahkan fluida dari tempat yang bertekanan rendah ke tempat yang bertekanan tinggi. prinsip kerja pompa adalah dengan membuat perbedaan tekanan antara bagian hisap dan bagian tekan dari impeler pompa.

Pompa yang didesain adalah pompa radial yang terdiri dari satu tingkat dengan kapasitas 20 m3/jam dan head 12 meter, dan putaran 1500 rpm. Impeler yang digunakan adalah impeller setengah terbuka menggunakan baja karbon cor dengan jumlah sudu 5 buah.

(9)

ABSTRACT

Pump is a machine that can be used to run fluid from a place that has low pressure to higher pressure. The working principle of pump is to make different pressure between suction side and discharge side of pump impeller.

The designing pump is a radial pump that consisted of single stage with capacity (Q) = 20 m3/hour, pumping head (H) = 12 m, and rotation (n) =1500 rpm. The impeller that used is half opened using carbonized steel cast and the amount of impeller blade is 5 PCs.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN JUDUL (INGGRIS) ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN SOAL ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

INTISARI... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan umum ... 1

1.2 Klasifikasi Pompa... 1

1.2.1 Klasifikasi menurut jenis pompa... 1

1.2.2 Klasifikasi menurut jumlah tingkat... 3

1.2.3 Klasifikasi Menurut jenis Impeler... 4

(11)

1.2.5 Klasifikasi menurut belahan rumah... 5

1.2.6 Klasifikasi menurut bentuk rumah... 5

1.2.7 Klasifikasi menurut head (tinggi- tekan)... 6

1.2.8 Pompa jenis tumpuan sumbu... 6

1.2.9 Pompa jenis khusus... 6

1.2.10 Klasifikasi menurut sisi masuk impeler... 8

1.3 Pembatasan Masalah... 9

BAB II. PEMILIHAN JENIS POMPA DAN PERHITUNGAN DAYA 2.1 Dasar Perancangan... 10

2.2 Pemilihan jenis pompa... 10

2.3 Putaran spesifik... 11

2.4 Daya Pemompaan... 15

BAB III. RANCANGAN IMPELER 3.1 Tinjauan Umum... 17

3.2 Perhitungan Ukuran Utama Impeler... 20

3.2.1 Perhitungan Diameter Poros. ... 21

3.2.2 Diameter Hub... 25

3.2.3 Diameter Mata Impeler... 25

3.2.4 Diameter Sisi Masuk Impeler... 28

3.2.5 Lebar Impeler Sisi Masuk... 29

(12)

3.2.7 Lebar Sisi Keluar Impeler... 31

3.3 Penentuan Jumlah Sudu ... 32

3.4 Segitiga kecepatan (Triangle Velocity)... 34

3.4.1 Segitiga Kecepatan pada Sisi Masuk Impeler... 34

3.4.2 Segitiga Kecepatan Sisi keluar Impeler... 36

BAB IV. PERANCANGAN SUDU 4.1. Bentuk Sudu... 41

4.2 Pemilihan Bentuk Sudu... 42

4.3 Pelukisan Sudu... 42

4.4 Tebal Sudu... 45

4.5 Lebar Laluan... 47

4.6 Pemilihan Bahan Impeler... 48

BAB V. PERANCANGAN RUMAH POMPA 5.1 Dasar Perancangan ... 49

5.2 Perancangan Rumah Pompa... 52

5.3 Nosel Buang... 56

5.4 Pemilihan bahan Rumah Pompa... 58

BAB VI. PERANCANGAN POROS DAN PASAK 6.1 Macam –macam Poros... 59

6.2 Perhitungan Beban... 60

(13)

6.4 Diameter poros... 65

6.5 Tinjauan Konsentrasi Tegangan Poros Pada Alur Pasak... 66

6.6 Tinjauan Poros Terhadap Defleksi Puntiran (θ0)... 70

6.7 Putaran Kritis... 71

6.8 Macam- macam Pasak... 73

6.9 Tata cara perencanaan Pasak... 74

BAB VII. PERANCANGAN ELEMEN PENDUKUNG 7.1. Pendahuluan... 78

7.2. Kotak Packing(Stuffing Box)... 78

7.3 Bantalan... 81

7.4 Kopling... 89

BAB VIII. KARAKTERISTIK POMPA 8.1 Karakteristik Pompa Hubungan kapasitas dangan Head... 95

8.2 Karakteristik pompa Hubungan Kapasitas dengan Daya efisiensi... 102 BAB IX. KESIMPULAN

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jari - jari kelengkungan sudu... 44

Tabel 4.2 Tebal kelengkungan Sudu... 46

Tabel 4.3 Lebar laluan ... 48

Tabel 5.1 Hasil perhitungan rumah volut... 56

Tabel 7.1 Faktor -faktor dalam bantalan... 83

Tabel 7.2 Harga faktor keandalan bantalan... 86

Tabel 7.3 Ukuran kopling flens... 90

Tabel 7.4 Bahan kopling flens... 91

Tabel 8.1 Hubungan antara kapasitas dan head ... 102

(15)

DAFTAR GRAFIK

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pompa Sentrifugal... 2

Gambar 1.2 Pompa aliran campur mendatar... 2

Gambar 1.3 Pompa aliran aksial medatar……… 3

Gambar 3.1 Macam - macam bentuk impeler... 19

Gambar 3.2 Dimensi Impeler... 20

Gambar 3.3 Segitiga kecepatan impeler... 35

Gambar 3.4 Segitiga kecepatan masuk impeler ... 37

Gambar 3.5 Segitiga kecepatan sisi keluar impeler... 40

Gambar 4.1 Bentuk sudu... 42

Gambar 4.2 Jari jari kelengkungan sudu ... 44

Gambar 4.3 Pelukisan sudu... 47

Gambar 4.4 Bentuk lebar laluan……… 48

Gambar 5.1 Rumah spiral……….. 49

Gambar 5.2 Tiga desain rumah pompa……….. 51

Gambar 5.3 Posisi konvensional flens buang ……… 52

Gambar 5.4 Disain rumah keong ……….. 53

Gambar 5.5 Rumah volut………... 56

Gambar 7.1 Kotak packing……… 78

Gambar 7.2 Bentuk kopling flens……….. 89

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Tinjauan Umum

Dari sifat zat cair secara alami tidak dapat mengalir dari tempat yang bertekanan rendah ke tempat yang bertekanan tinggi. Maka dari itu, untuk dapat memindahkan atau mengalirkan zat cair diperlukan mesin yaitu pompa.

Pompa merupakan suatu mesin yang berfungsi untuk memindahkan, mengalirkan, menaikkan dan menekan zat cair. Karena adanya perbedaan tekanan antara diluar pompa dengan tekanan di dalam pompa, zat cair akan mengalir masuk ke dalam pompa melalui saluran masuk dan dikeluarkan melalui saluran tekan. Di dalam pompa akan terjadi perubahan energi kinetic menjadi energi tekanan.

1.2Klasifikasi Pompa

Pompa dapat diklasifikasikan menjadi berbagai macam jenis pompa menurut berbagai dasar pengelompokkannya. Menurut konstruksi pompa, pompa dapat dibedakan menjadi berbagai jenis antara lain:

1.2.1 Klasifikasi menurut jenis pompa

a. Pompa Sentrifugal

(18)

Gambar 1.1 Pompa Sentrifugal

(Sumber : Sularso dan Tahara,1996,hal 8)

b. Pompa Aliran Campur

Seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 1.2, aliran yang meninggalkan impeler akan bergerak sepanjang permukaan kerucut.

Gambar 1.2 Pompa Aliran Campur

(19)

c. Pompa Aliran Aksial

Seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 1.3., aliran zat cair yang meninggalkan impeler akan bergerak sepanjang permukaan silinder keluar.

Gambar 1.3 Pompa Aliran Aksial

(Sumber : Sularso dan Tahara,1996,hal 8)

1.2.2 Klasifikasi menurut jumlah tingkat

a. Pompa Satu Tingkat (single stage pump)

(20)

b. Pompa Bertingkat Banyak (multi stage pumps)

Pompa ini menggunakan beberapa impeler dalam satu poros yang dipasang berderet. Zat cair yang dialirkan keluar dari impeler yang satu masuk ke impeler terakhir dan keluar melalui saluran buang.

1.2.3 Klasifikasi Menurut jenis Impeler

a. Impeler Terbuka

Impeler jenis ini tidak ada dindingnya di depan maupun di belakang. Bagian belakang ada sedikit dinding yang disisakan untuk memperkuat sudut. Jenis sudu yang demikian digunakan untuk pemompaan zat cair yang sangat banyak mengandung kotoran.

b. Impeler Setengah Terbuka

Impeler jenis ini di sebelah sisi masuk (depan) dan tertutup sebelah belakangnya. Impeler jenis ini cocok untuk pemompaan zat cair yang sedikit mengandung kotoran.

c. Impeler Tertutup

Sudu – sudu ditutup oleh kedua dinding yang merupakan suatu kesatuan. Jenis ini dipakai untuk pemompaan zat cair bersih (air bersih)

1.2.4 Klasifikasi menurut letak poros

a. Pompa dengan Poros Mendatar

Pompa jenis ini memiliki poros dengan posisi mendatar (horizontal) b. Pompa dengan Poros Tegak (vertikal)

(21)

1.2.5 Klasifikasi menurut belahan rumah

a. Pompa dengan Belahan Mendatar

Pompa ini memiliki belahan rumah yang dapat dibelah menjadi dua bagian dengan pembelahan mendatar yakni bagian bawah dan bagian atas. bagian yang berputar dapat diangkat setelah bagian yang atas dilepas terlebih dahulu.

b. Pompa dengan Belahan Radial

Rumah pompa ini dapat dibelah secara vertikal. Bagian rumah dapat dipisahkan secara menyamping.

c. Pompa Jenis Berderet

Pompa jenis ini terbagi oleh bidang- bidang tegak lurus poros sesuai dengan jumlah tingkat yang ada.

1.2.6 Klasifikasi menurut bentuk rumah.

a. Pompa Volut

Bentuk pompa dari jenis ini diantara zat cair dari impeller secara langsung dibawa ke rumah volut.

b. Pompa Diffuser

(22)

c. Pompa Aliran Campur

Pompa ini mempunyai impeler jenis aliran campur dan sebuah rumah volut. Untuk mengalirkan zat cair dipergunakan saluran yang lebar sehingga pompa tidak mudah tersumbat apabila ada benda asing yang ikut masuk ke dalam pompa.

1.2.7 Klasifikasi menurut head (tinggi- tekan)

a. Pompa dengan Head Rendah

Jika headnya maksimal 15 meter, biasanya pompa jenis volut dan tidak menggunakan ring diffuser.

b. Pompa dengan Head Menengah.

Head yang ada biasanya mencapai 40 meter, biasanya menggunakan ring diffuser.

c. Pompa dengan head tinggi.

Head pompa dapat mencapai lebih dari 40 meter, biasanya menggunakan multistage.

1.2.8 Pompa jenis tumpuan sumbu.

(23)

1.2.9 Pompa jenis khusus

a. Pompa dengan Motor Terbenam

Pompa jenis ini digunakan untuk memompa air dari sumur yang sangat dalam, sering dipakai pompa yang merupakan satu unit dengan motor penggeraknya, dimana keduanya dipasang terbenam di bawah permukaan air. Motor jenis ini ada beberapa macam seperti jenis berisi air, jenis berisi minyak dan jenis berisi gas.

b. Pompa motor terselubung.

Pompa motor terselubung merupakan satu unit dengan motornya. Padacelah antara rotor dan stator motor terdapat selubung dari logam anti magnit. Ruangan di dalam selubung ini dihubungkan dengan ruang dalam dari pompa. Dengan konstruksi semacam ini tidak diperlukan perapat poros. Sebagian zat cair yang dipompa, disirkulasikan melalui motor untuk pendinginan dan pelumasan bantalan.

c. Pompa Sesumbu

Nozel isap dan nozel keluar terletak pada satu sumbu dengan pipa penyalur maka dari itu disebut pompa sesumbu. Rumah pompa dipasang langsung pada flens pipa tanpa menggunakan kaki, sehingga tidak memerlukan banyak ruangan.

d. Pompa Memancing Sendiri

(24)

e. Pompa Proses

Pompa proses digunakan untuk mengangkut bahan baku dalam proses produksi. Pompa proses yang khas yaitu yang mempunyai jenis tarik mundur isapan tunggal dengan rumah volut.

f. Pompa Pasir

Pompa ini digunakan untuk mengangkut zat cair yang mengandung pasir atau butiran padat dalam jumlah besar. Pompa ini mempunyai dinding berlapis yang berasal dari bahan aus di sebelah dalam rumahnya.

g. Pompa bebas sumbatan.

Pompa ini mempunyai impeler dengan bentuk khusus untuk menghindari sumbatan benda padat pada impelernya. Dengan maksud lebar jalan keluar impeler diperbesar dan jumlah sudu dikurangai satu sampai tiga buah

1.2.10 Klasifikasi menurut sisi masuk impeler

a. Pompa hisapan tunggal (single suction pump)

Pompa ini memiliki satu sisi masuk (suction) untuk mengalirkan zat cair. Konstruksi macam ini bentuknya sederhana dan paling banyak dipergunakan.

b. Pompa hisapan ganda (double suction pump)

(25)

1.3 Pembatasan Masalah

(26)

BAB II

PEMILIHAN JENIS POMPA

DAN PERHITUNGAN DAYA

2.1 Dasar Perancangan

Dasar perancangan pompa air limbah di pengolahan air limbah. Sesuai dengan data yang ada di lapangan membutuhkan pompa dengan:

Head (Tinggi tekan) = 12 m = 39,37 Ft Kapasitas = 20 m3/jam

= 0,333 m3/menit

= 0,0056 m3/detik

= 0,196 ft3/detik

= 88,1 Gpm

Temperatur fluida (air) : 40 0 C

2.2 Pemilihan jenis pompa.

Pemilihan kapasitas dan head yang sudah ditentukan pda dasar perancangan maka masih perlu adanya pengecekan. Pengecekan dilakukan untuk mendapatkan jenis pompa yang sesuai dengan pompa yang memiliki head 12 m dan kapasitas 20 m3/jam.

(27)

Grafik 2.1. Penentuan jenis Pompa

(Sumber: Austin, 1990, hal 56)

Dari grafik di atas dengan kapasitas dan head yang ditentukan ternyata pompa yang sesuai adalah pompa radial.

2.3 Putaran spesifik

(28)

Kecepatan spesifik akan memberikan klasifikasi impeler yang berdasarkan prestasi dan proporsi (tanpa memperhatikan ukuran aktual dan kecepatan impeler beroperasi). Selain itu dengan kecepatan spesifik dapat menentukan jumlah tingkat pompa yang dipergunakan sehingga dapat dicapai effisiensi pompa yang optimal. Dalam literatur, ada yang menggunakan satuan dan ada juga yang tidak menggunakan satuan.

Harga kecepatan spesifik pompa dapat ditentukan dengan rumus:

rpm

i H

Q n ns

4 3

= (2.1)

dengan :

n : putaran poros penggerak (rpm) Q: kapasitas pompa (m3/detik) H: tinggi tekan pompa (meter)

i: jumlah tingkat

Untuk perancangan pompa ini diambil motor listrik sebagai penggerak pompa. Dalam perancangan ini digunakan motor listrik:

(29)

Sehingga kecepatan spesifik pompa adalah:

4 3

H Q n ns =

1 2 1

0,0056 1500

4 3 =

s

n

= 17,34 rpm (SI)

Harga kecepatan spesifik di atas berlaku untuk pompa satu tingkat. Dimana harga tersebut telah memenuhi syarat yaitu lebih dari 10 menit -1 maka untuk selanjutnya adalah perhitungan efisiensi pompa dengan satu tingkat impeler, yaitu dengan menggunakan grafik rendemen efektif (nc) pada Gambar 2.2 ,dengan data-data kapasitas pompa (Q) = 0,0056 m3/detik dan kecepatan spesifik (ns) = 17,34rpm, maka diperoleh efisiensi pompa satu tingkat sebesar 64 %

Efisiensi pompa yang rendah berakibat performasi pompa menurun dan kerja pompa tidak sampai pada titik maksimal. Maka hal yang harus dilakukan adalah dengan merancang pompa dengan jumlah impeler lebih dari satu atau banyak.

Dengan cara yang sama dengan perhitungan jumlah tingkat pada pompa di atas maka dapat diperoleh harga-harga kecepatan spesifik dan efisiensi pompa dari berbagai tingkat pompa sebagai berikut:

(30)

1 17,3408 64%

2 34,6816 70%

3 52,0224 80%

dari hasil perhitungan penentuan jumlah pompa di atas maka dipilih pompa dengan efisiensi sebesar 64 % yaitu pompa dengan jumlah tingkat satu. Karena pada efisiensi tersebut sudah cukup tinggi dan untuk meminimalisir biaya pembuatan pompa.

Grafik 2.2. Randemen efektif (η)

(31)

2.4 Daya Pemompaan.

Daya pemompaan merupakan daya yang berasal dari pompa yang dapat dipindahkan dan digunakan ke fluida.

Besarnya daya pemompaan dapat dihitung dengan rumus:

Pv = ρ.g.H.Q kW (2.2)

dengan:

ρ : masssa jenis fluida yang dipompa (kg/m3) g : gravitasi (9,81 m/dt2)

H : tinggi tekan pompa (m) Q : kapasitas pompa (m3/dt)

Untuk air memiliki masa jenis (ρ)=1000 kg/m3 Maka daya pemompaan adalah :

Pv = 1000 x 9,81 x 20 x 12 = 1021,88W

= 1,02 kW = 1,37 Hp

Guna menggerakkan pompa dengan daya pemompaan Pv, maka dibutuhkan daya motor penggerak yang lebih besar dari daya pemompaan tersebut. Besarnya daya motor penggerak ditentukan dengan rumus :

e P

P v

η

= (2.3)

(32)

e

η = efisiensi pompa

Dari gambar 2.2 telah diperoleh efisiensi pompa ηe = 64 %, maka dapat diperoleh daya motor penggerak yang dibutuhkan untuk menggerakkan pompa, yaitu :

P =

64 , 0 1,37

= 2,14 Hp = 1,59 kW

(33)

BAB III

PERANCANGAN IMPELER

3.1 Tinjauan Umum

Impeler merupakan bagian pompa yang berputar dengan sambungan pada poros. Didalam impeler fluida mendapat percepatan sedemikian rupa sehingga fluida tersebut mempunnyai kecepatan mengalir keluar melalui sudu- sudu impeler. Dan hal itu akan mengakibatkan zat cair mengalir dari saluran hisap (suction) kemudian keluar melalui saluran tekan (discharge).

Salah satu pemakaian kecepatan spesifik adalah untuk menentukan klasifikasi berbagai jenis impeler pompa. Masing – masing jenis impeler memiliki daerah kecepatan spesifik sehingga impeler dapat beroperasi dengan baik.

Jenis- jenis impeler yang diklasifikasikan menurut kecepatan spesifik pada impeler adalah sebagai berikut :

a. Impeler radial.

(34)

b. Impeler jenis francis

Impeler ini digunakan untuk tinggi tekan yang lebih rendah, serta dengan pembuangan radial dan hisapan aksial perbandingan diameter buang dengan diameter mata sisi masuk lebih kecil dari pada jenis radial. Daerah kecepatan spesifik antara 1500 rpm sampai dengan 4500 rpm. Sudut sudu sisi masuk berkurang (mengecil) sesuai dengan jari- jari untuk menjamin agar fluida dapat masuk secara mulus.

c. Impeler jenis aliran campur

Tinggi tekan yang dihasilkan impeler jenis ini sebagian disebabkan oleh gaya sentrifugal dan sebagian disebabkan oleh takan impeler. Aliran buang arahnya sebagian radial dan sebagian aksial. Diameter buang rata- rata kira-kira sama dengan diameter mata sisi masuk (meskipun dapat lebih kecil). Daerah kecepatan spesifik antara 4500 rpm sampai 8000 rpm.

d. Impeler jenis propeler

Tinggi tekan yang dihasilkan oleh impeler jenis ini sebagian disebabkan oleh tekanan sudu-sudu dan aliran keseluruhan arahnya aksial. Daerah kecepatan spesifik pada impeler jenis ini paling tinggi yakni di atas 8000 rpm. Impeler ini dipergunakan untuk tinggi tekan rendah (3 sampai 40 ft) putaran rendah (200 sampai dengan 1800 rpm), dan kapasitas besar.

(35)

Pada Gambar 3.1 dapat dilihat berbagai jenis impeler, impeler terbuka (Gambar 3.1 A) mempunyai baling- baling yang dipasang pada pusat sumbu poros dengan dinding yang relative kecil. Impeler semi terbuka B mempunyai selubung atau dinding, hanya pada satu sisi saja. Impeler tertutup C dan D mempunyai selubung pada kedua sisinya untuk menutup aliran cairannya. Unit hisapan tunggal atau hisapan ujung C mempunyai sisi masuk cairan pada satu sisi, jenis hisapan D, cairan masuk dari kedua sisi. yang ditunjukkan pada E, F dan G adalah desain untuk bahan kertas, jenis propeler dan aliran campur.

Gambar 3.1 Macam-macam bentuk impeler

(Sumber : Hicks,1996,hal 9)

Dalam perancangan ini, fluida yang dipompakan berupa campuran air maka jenis impeler yang cocok dipergunakan adalah jenis setengah terbuka.

(36)

Pada perancangan impeler, ada bagian-bagian impeler pompa yang harus dihitung agar ukuran impeler proporsional. Bentuk ukuran impeler dapat dilihat seperti dalam Gambar 3.2

Gambar 3.2 Dimensi Impeler

(Sumber : Lazarkiewick, hal. 132)

Keterangan :

ds : Diameter poros

(37)

b2 : Lebar sisi keluar

3.2.1 Perhitungan Diameter Poros.

Diameter poros impeler dapat dihitung dengan menggunakan rumus

Ds =

3 1

1 , 5

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

xKtxCbxT

a

σ (3.1)

dengan :

a

σ : tegangan geser bahan yang diijinkan (kg/mm2) Kt : factor koreksi untuk momen puntir

: 1,0-1,5

Cb : factor koreksi untuk beban lentur : 1,2 -2,3

T : momen puntir yang diterima oleh poros (kg.mm).

Faktor koreksi untuk momen punter Kt 6 , yang dianjurkan oleh ASME dipilih sebesar 1,0 jika beban dikenakan secara halus, 1,0-1,5 jika sedikit kejutan atau tumbukan ,dan 1,5 -3,0 jika beban dikenajan kejutan atau tumbukan yang besar.

Faktor koreksi beban lentur Cb harganya antara 1,2 sampai 2,3. Apabila diperkirakan tidak akan terjadi pembebanan lentur maka Cb diambil = 1,0.

Momen puntir yang diterima oleh poros dapat dihitung dengan rumus

T = 9,74 x 105 x n Pd

kg.mm (3.2)

(38)

Pd : daya motor penggerak (kW)

N : Putaran motor penggerak pompa (rpm) Dalam bab II telah dihitung bahwa

Daya motor (Pd) = 2 Kw

Putaran motor penggerak (n) = 1500 rpm

Sehingga momen puntir yang diterima oleh poros adalah : T =

1500 3 10 47 ,

9 5

x x

= 1298,67 kg.mm

Diambil bahan poros adalah S35C.

Kekuatan tarik bahan yang diijinkan (σB ) = 52 kg/mm2

Untuk menghindari beban lebih yang diterima pada poros maka diperlukan faktor keamanan. Sehingga tegangan geser bahan dapat ditentukan:

2 1xSf

Sf

a σB

τ = kg/mm2 (3.3)

Dengan :

Sf1 : faktor keamanan 1 Sf2 : faktor keamanan 2

(39)

kelelahan puntir adalah 18 % dari kekuatan tarik

σ

B , sesuai dengan standar ASME. Untuk harga 18 % ini faktor keamanan diambil sebesar 1/0,18 = 5,6. harga 5,6 ini diambil untuk bahan SF dengan kekuatan dijamin, dan 6,0 untuk bahan dengan S-C dengan pengaruh massa, dan baja paduan. Faktor ini dinyatakan dengan Sf1.

Selanjutnya perlu ditinjau apakah poros tersebut akan diberi alur pasak atau dibuat bertangga, karena pengaruh konsentrasi tegangan cukup besar. Pengaruh kekasaran permukaan juga harus diperhatikan . Untuk memasukkan pengaruh – pengaruh ini dalam perhitungan perlu diambil faktor yang dinyatakan sebagai Sf2 dengan harga sebesar 1,3 sampai 3,0 .

Diambil factor keamanan Sf1 = 6 factor keamanan Sf2= 2

maka tegangan lentur bahan yang diijinkan adalah :

2 6 52 x a = τ kg/mm 4,33 2 = a τ

Untuk menentukan diameter poros impeler, diambil faktor koreksi untuk momen puntir Kt = 1,5 dan factor koreksi untuk tumbukan Cb = 2,0. Maka diameter poros impeler 3 1 1298,67 0 , 2 5 , 1 33 , 4 1 , 5 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

= x x x

Ds

(40)

Untuk menyambung poros dengan impeler dipergunakan pasak, kedalaman alur pasak poros ditambahkan diameter poros hasil perhitungan di atas. Diambil pasak dengan ukuran penampang 5 x 5 (dari tabel ukuran pasak).

Kedalaman alur pasak pada poros (t1) = 3 mm Maka diameter poros menjadi :

Ds = Dshitungan + (t1 x 2) = 16,15+ (3 x 2) = 22,15 mm

Diameter poros impeler harus disesuaikan dengan diameter poros standar, pada tempat dimana akan dipasang bantalan gelinding, dipilih salah satu diameter poros yang lebih besar dari harga yang cocok di dalam tabel untuk menyesuaikan dengan diameter dalam bantalan gelinding dan agar poros dapat memenuhi persyaratan perancangan poros yang diminta maka besarnya diameter poros impeler Ds = 25 mm.

3.2.2 Diameter Hub

(41)

Diameter hub bagian depan Dh = 1,3 x Ds

= 1,3 x 25 = 32,50 mm = 1,28 in

Diameter hub bagian belakang : Dh = 1,4 x 25

= 35 mm = 1,38 in

3.2.3 Diameter Mata Impeler

Diameter mata impeler dapat dihitung dengan persamaan 3.4

Do = 4 144 Dh2

Vo xQtz

x +

π in (3.4)

Dengan :

Qtz = Kapasitas total pompa (ft3/detik)

Vo = Kecepatan masuk ke mata impeler (ft/detik) Dh = diameter hub (inc)

(42)

Kecepatan Vo yang kecil akan menyebabkan ukuran mata impeler besar sehingga ukuran impeler tidak proporsional.

Kebocoran pompa besarnya kira- kira 2-10 % kapasitas pompa.Sehingga kapasitas pompa harus lebih besar daripada kapasitas yang telah ditentukan (Austin,1990,hal 93)

Untuk menentukan kecepatan masuk flens sisi hisap maka diambil diameter pipa flens yang sudah standard, yaitu :1,25;2;2,5;3;4;6;8;10;12;14;16;18;20;24;30;36.

Ukuran ukuran tersebut digunakan untuk menghindarkan biaya-biaya tambahan dan penundaaan karena pemilihan ukuran yang langka

Diambil :

Diameter pipa flens = 3 in

= 0,0762 meter

Luas penampang pipa hisap adalah A =

4 1

x π x d2

= 4 1

x π x 0,07622

= 4,6 x 10 -3 m2

Kecepatan aliran pada flens dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan kontinuitas 3.5 yaitu :

Q = A x V (3.5)

(43)

Q = kapasitas pompa (m3/detik) A = luas penampang pipa (m2 )

V = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)

Dengan persamaan di atas dapat ditentukan kecepatan aliran dalam pipa masuk sisi hisap.

Vs = A Q

=

3

-10 x 4,6

0056 , 0

= 1,22 m/detik = 4 ft/detik

Di dalam saluran sisi hisap (suction), kecepatan aliran yang masuk besarnya kira- kira 4 -18 ft/detik (Austin, hal 90). Kecepatan aliran sisi masuk hasil perhitungan diatas telah sesuai dengan persyaratan. Kecepatan melalui mata impeler harus lebih besar daripada kecepatan aliran sisi hisap (Austin, hal 93 ).

Maka diambil :

Kecepatan Vo = 5 ft/detik Kerugian kebocoran = 10 % Maka kapasitas total :

Qtz = Q x (100+ kebocoran )% = 0,196 x 1,1

(44)

Kemudian dapat dihitung diameter mata impeler , yaitu :

Do = 1,282

5 216 , 0 144

4× × +

π

= 3,09 in = 78,51 mm = 79 mm

3.2.4 Diameter Sisi Masuk Impeler

Diameter sisi masuk impeler (D1) harus dibuat sama dengan diameter mata impeler (Do), agar terjadi aliran yang mulus tanpa terjadi turbulensi yang berlebihan (Austin,hal 94)

Maka besarnya diameter sisi masuk impeler D1 = Do

D1 = 79 mm = 3,09in

3.2.5 Lebar Impeler Sisi Masuk

Lebar sisi masuk diperoleh dengan

1 1 1 1

144

ε

π× × ×

× =

Vr D

Q

b tot in ( 3.6 )

dengan

Qtot = kapasitas total pompa (ft/detik) D1 = diameter sisi masuk impeler (in)

(45)

ε1 = faktor kontraksi

faktor kontraksi ε1 = 0,8 - 0,9 (Austin,hal 94 ). Diambil harga faktor kontraksi ε1 = 0,80

Kecepatan radial sisi masuk biasanya lebih besar dari kecepatan Vo, kira- kira 5 - 10 % dari harga Vo, (Austin,1990, hal 94).

Diambil Vr1 = 7,5 %. Maka kecepatan radial sisi masuk adalah Vr1 = 1,75 x 5

= 5,38 ft/detik = 1,64 m/detik

b1 =

8 , 0 38 , 5 14 , 3 216 , 0 144 × × × × π

= 0,74 in

= 18,8 = 19 mm

3.2.6 Diameter Sisi Luar Impeler

Diameter sisi keluar impeler dapat dicari dengan persamaan 3.7

D2 =

n H × Φ × 1840

in (3.7)

dengan H = tinggi tekan pompa ( ft) Ф = Koefisien tekan overal n = putaran pompa (rpm)

(46)

Grafik 3.1 . Titik-titik koefisien tinggi tekan untuk berbagai kapasitas

(Sumber: Austin,1990,hal. 97)

Dari grafik di atas dapat diambil harga koefisien tinggi tekan overal rata-rata adalah 1,0.

Sehingga diameter sisi keluar impeler adalah

D2 =

1500 37 , 39 0 , 1 1840× ×

= 7,7 in

= 195,5 mm = 196 mm

3.2.7 Lebar Sisi Keluar Impeler .

(47)

b2 = 2 2 2 144 ε π× × × × D Vr Q

in (3.8)

dengan :

Q = kapasitas total pompa (ft3/detik)

Vr1 = kecepatan aliran keluar arah radial(ft/detik) D2 = diameter sisi keluar impeler (in)

ε2 = factor kontraksi impeler sisi keluar

Harga kecepatan keluar radial Vr2 dibuat sama dengan kecepatan masuk radial Vr1 atau lebih kecil 15 % . Untuk menghindari perubahan kecepatan yang mendadak. sedangkan factor kontraksi sisi luar impeler ε2 harganya antara 0,9 sampai dengan 0,95 (Austin .1990, hal 98).

Dalam perancangan ini diambil Faktor kontraksi ε2 = 0,90

Kecepatan radial Vr2 = Vr1 - (15 % x Vr1 ) = 5,38- (15 % x 5,38)

= 4,57 ft/ detik

=1,39 m/detik

Sehingga lebar sisi keluar impeler adalah : b2 =

90 , 0 7,70 57 , 4 0,216 144 × × × ×

π in = 0,31 in

(48)

3.3 Penentuan Jumlah Sudu

Sebelum dihitung terlebih dahulu kecepatan keliling pada sisi masuk impeler yang dapat ditentukan dengan persamaan 3.9 (Austin , hal 94 )

U1 =

60 12

1 ×

×

×D n

π

ft/ detik (3.9)

D1 = Diameter sisi masuk impeler (in) n = Putaran poros impeler (rpm) Telah diketahui bahwa :

Diameter sisi masuk impeler (D1) = 3,11 in Putaran poros impeler (n) = 1500 rpm U1 =

60 12 1500 11 , 3 × × × π ft/ detik

= 20,35ft/ detik = 6,20 m/detik

Kecepatan aliran radial pada sisi masuk impeler Vr1 = 5,38 ft/detik

= 1,64 m/detik

Antara kecepatan keliling masuk impeler U1 dengan kecepatan radial sisi masuk (Vr1) impeler membentuk suatu sudut. Besarnya sudut tersebut adalah

tan β1 =

(49)

= 0,26

1

β = 14,8 0

Untuk mengimbangi kontraksi pada aliran ujung-ujung sudu, sudut β1 diperbesar kira- kira 10 0-25 0 (Austin, 1990 hal 94)

Maka diambil harga β1 = 15 0

Pada sisi keluar impeler, sudut sudu sisi keluar impeler dapat ditentukan dengan batasan cukup besar dan dibuat lebih besar daripada sudut sudu sisi masuk impeler. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan laluan mulus dan continue. Harga sudut sudu sisi keluar impeler biasanya antara 15 0 – 40 0 (Austin,1990 hal 98) maka harga sudut sudu sisi keluar impeler β2 diambil sebesar 20 0.

Untuk menentukan jumlah sudu pada impeler tersebut dapat ditentukan dengan persamaan 3.10 (Austin, 1990,hal 105).

z m D D D D β sin 5 , 6 1 2 1 2 × − + × = (3.10) dengan :

D1 = Diameter sisi masuk impeler (mm) D2 = Diameter sisi keluar impeler (mm)

m

β = sudut rata- rata ( 0 )

Besarnnya sudut rata-rata adalah

2

2

1 β

(50)

= 2

20 15+

= 17,5 0

Jumlah sudu pada impeler tersebut adalah

z sin17,50

79 196

79 196 5 ,

6 ×

− + ×

= 0

= 4,59 = 5

Jumlah sudu pada impeler memiliki batasan yaitu 5-12 buah (Austin,1990 hal,106). Jadi jumlah sudu hasil perhitungan telah memenuhi syarat.

3.4 Segitiga kecepatan (Triangle Velocity)

Kecepatan aliran fluida yang mengalir pada impeler dapat digambarkan dalam bentuk segitiga kecepatan. Gambaran mengenai segitiga kecepatan dapat dilihat pada Gambar 3.3. Untuk menggambarkan segitiga kecepatan pada impeler dibagi menjadi dua bagian yaitu :

(51)

Gambar 3.3 Segitiga Kecepatan Pada Impeler

(Sumber :Karasik,1976, hal 214)

Keterangan :

C = Kecepatan absolute fluida (m/detik) U = Kecepatan keliling absolute (m/detik) W = Kecepatan relative fluida (m/detik)

β = Sudut antara kecepatan relative W dengan kecepatan keliling U ( 0 )

α = Sudut antara kecepatan absolute C dengan kecepatan keliling U ( 0 )

3.4.1 Segitiga Kecepatan pada Sisi Masuk Impeler

(52)

fluida yang masuk ke susu- sudu impeler secara radial sehingga sudut masuk absolut absolute α1 = 90 0 (Austin ,hal 94 )

Telah diketahui bahwa :

Kecepatan keliling absolut (U1) = 6,20 m/detik = 20,35 ft/detik sudut sisi masuk (β1) = 15 0

Kecepatan radial sisi keluar impeler (Vr1) = 1,64 m/detik = 5,38 ft/detik

Dari data tersebut dapat dilukiskan segitiga kecepatan pada sisi masuk impeler (Gambar 3.6).

W1

Vr = 1,64 m/dt

β1

U1 = 6,20 m/dt

(53)

Dengan menggunakan rumus trigonametri maka dapat dicari harga kecepatan relatif pada sisi masuk impeler, yaitu :

W1 =

1 1

cos U

β

= 0

15 cos

6,12

= 6,42 m/detik

3.4.2 Segitiga Kecepatan Sisi keluar Impeler.

Telah diketahui bahwa :

Kecepatan radial sisi keluar impeler (Vr2) = 1,39 m/detik = 4,57 ft/detik Sudut sudu keluar impeler (β2 ) = 20 0

Maka kecepatan keliling sisi keluar impeler adalah

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ × × + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = K H g V V

U r r 4

2 tan tan

2

1 2 2

2 2

2 β β (3.11)

dengan :

g = gravitasi (9,81 m/dt2 ) H = tinggi tekan pompa (m)

(54)

= 16,05 m/detik U2 = 52,66 ft/detik

Komponen kecepatan Vu2 sesungguhnya dari kecepatan absolut sisi keluar V2 adalah

Vu2 = U2 –

2 2 tanβ r V

= 52,66 - 0 20 tan

39 , 1

Vu2 = 48,83 ft/detik = 14,88 m/detik

Komponen aktual V’u2dari kecepatan sisi keluar absolut V2’ adalah sebagai berikut:

×

= 2 η

2

'u Vu

V (3.12)

Dengan η untuk impeler jenis radial (0,65-0,75). (Austin , 1990, hal 96) Diambil η = 0,7

2

'u

V = 48,83 x 0.7 = 34,18 ft/detik

2

'u

V = 10,42 m/detik

Tangen sudut sisi keluar adalah

(55)

= 34,18

5,38

= 0,16

2 '

α = 8,94 0

Kecepatan absolut sisi luar adalah

( ) (

)

2

2 2

2

2 '

' Vr V u

V = + (3.13)

=

(

4,57

) (

2 + 34,18

)

2

= 34,49 ft/detik V’2 = 10,51m/detik

V’2 = 10,51 m/detik

α'2 = 8,94 0 β2 = 20 0 V'u2 = 10,42 m/detik

Vu2 = 14,88 m/detik U2 =16,05 m/detik

(56)

Kecepatan relatif fluida teoritis

( ) (

)

2

2 2 2 2

2 Vr U Vu

W = + −

W2 =

( ) (

2 2

)

2 2

2 U Vu

Vr + −

=

(

1,39

) (

2 + 16,05−14,88

)

2
(57)

BAB IV

PERANCANGAN SUDU

4.1. Bentuk Sudu

Sudu pada impeler mempunyai bentuk yang dapat diklasifikasikan atas dasar sudut keluar β2 meliputi :

a. Backward Curves Vanes

Bentuk Sudu seperti ini besar sudut keluar β2 lebih kecil daripada 90 O. Sudu ini mempunyai kecepatan absolut paling kecil, namun dapat memberikan distribusi aliran yang merata ke impeler. Hal ini dapat mengurangi kerugian hidrolis. Bentuk sudu ini memiliki hubungan yang stabil antara tinggi tekan (head) dengan kapasitas yang dihasilkan.

b. Radial Vanes

Bentuk sudu ini memiliki sudut keluar β2 sama dengan 90 0. Sudu ini dapat menimbulkan keceepatan absolut yang cukup besar, serta efisiensinya lebih tinggi daripada forward curves vanes. Head total teoritis yang dihasilkan terdiri dari 50 % energi kinetikdan 50 % energi potensial.

c. Forward Curves vanes

(58)

kecepatan diubah menjadi energi potensial, jalan aliran pendek, kelengkungan sudu terlalu besar, sehingga tidak cocok untuk pompa centrifugal.

Gambar 4.1 Pemilihan bentuk sudu

(Sumber Lazarkiewickz, hal 98)

4.2 Pemilihan Bentuk Sudu

(59)

)

4.3 Pelukisan Sudu

Antara ujung sudu isi masuk dengan ujung sudu sisi keluar memiliki kecepatan relatif cairan, kecepatan radial, dan kecepatan absolute. Bila kedua ujung sudu tersebut dapat dilukiskan menjadi sebuah kurva terhadap jari – jari impeler dengan harga diantara kedua ujung- ujung sudu tersebut telah diketahui.

Dalam pelukisan sudu terdapat dua metode pelukisan yaitu metode busur tangent (arkus tangen) dan metode koordinat polar (Austin, 1990,hal 98).

Dalam pelukisan impeler dengan metode arkus tangent,impeler dibagi menjadi beberapa lingkaran yang konsentrik dantara jari- jari masuk impeler dengan jari –jari keluar impeler.

Untuk perancangan sudu ini dipergunakan metode busur tangent atau metade arkus tangent seperti yang digambarkan dalam Gambar 4.2

Sedangkan jari- jari kelengkungan busur sudu yang berada pada setiap lingkaran dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 4.1

(

b b a a

a b R R R R β β ρ cos cos 2 2 2 − × − = (4.1) dengan

Ra = jari jari lingkaran impeler sisi dalam (mm) Rb = Jari- jari lingkaran impeler sisi luar (mm)

(60)

βb = Sudut pada lingkaran sisi luar (0)

Antara jari –jari lingkaran sisi masuk impeler dengan jari- jari lingkaran sisi keluar impeler dibagi menjadi lima lingkaran konsentris untuk melukiskan sudu.

Telah diketahui bahwa :

Jari- jari masuk impeler = 39,5 mm Jari –jari sisi keluar impeler = 98 mm Sudut sudu isi masuk impeler = 15 0 Sudut sudu sisi keluar impeler = 20 0

(61)

Tabel 4.1 .Jari-jari kelengkungan sudu

Lingk R(mm) R2

(mm) β cos β

R cos β (mm)

Rb cosβ−Ra cosβ (mm)

Rb2-Ra2 (mm)

ρ (mm)

1.00 39.50 1560.25 16 0,96 37,97

11,045 1061,2 48,04

B 51,20 2621,44 16,80 0,96 49,01

10,941 1335 61,01

C 62,90 3956,41 17,60 0,95 59,96

10,83 1608,8 74,27

D 74,60 5565,16 18,40 0,95 70,79

10,714 1882,5 87,86

E 86,30 7447,69 19,20 0,94 81,50

10,59 2156,3 101,8

(62)

Gambar 4.2 Jari-jari kelengkungan sudu

Untuk mengecek ketelitian dalam pelukisan sudu dapat dilihat sudut busur , sudu yang terakhir harus sama dengan sudu β2 yaitu 20 0

4.4 Tebal Sudu

Untuk menentukan tebal impeler menggunakan persamaan 4.2 (Austin, 1990,hal 106)

D t z D

× × × =

π β π

ε sin (4.2)

dengan

D = Diameter lingkaran impeler (mm)

ε = faktor kontraksi z = jumlah sudu t = tebal sudu

(63)

Pada sisi masuk impeler telah diketahui bahwa : Diameter sisi masuk (D1) = 79mm

Faktor kontraksi (ε) = 0,9 Jumlah sudu (z) = 5 buah

Sudut isi masuk impeler (β1) = 15 0

Maka tebal sudu pada sisi masuk impeler adalah

t =

z

D1 1

1) sin

1 ( −ε ×π× × β = 5 15 sin 79 14 . 3 ) 8 , 0 1

( − × × × 0

= 2,57 mm

=0,1 in

Pada sisi keluar impeler telah diketahui bahwa : Diameter sisi keluar (D1) = 196 mm

Faktor kontraksi (ε) = 0,9 Jumlah sudu (z) = 5 buah

Sudut sisi keluar impeler (β2) = 20 0

Maka tebal sudu pada sisi keluar impeler adalah

t =

z

D1 1

1) sin

1 ( −ε ×π× × β = 5 20 sin 196 14 . 3 ) 9 , 0 1

( − × × × 0

(64)

= 0,17 in

Tabel 4.2 Tebal kelengkungan Sudu

Lingk D(mm) ε πd(mm) β(0) sin β z t(mm)

1 79 0,80 248,06 16 0,2756 5 2,73

B 102,4 0,82 321,54 16,8 0,289 5 3,34

C 125,8 0,84 395,01 17,6 0,3024 5 3,82

D 149,2 0,86 468,49 18,4 0,3156 5 4,14

E 172,6 0,88 541,96 19,2 0,3289 5 4,27

2 196, 0,90 615,44 20 0,342 5 4,21

Gambar 4.3 Pelukisan Sudu

4.5 Lebar Laluan

(65)

r

v D

Q

× × ×

×

ε 144 b=

π (4.3)

dengan

Q = Kapasitas pompa D = diameter laluan

Vr = kecepatan aliran radial

ε = faktor kontraksi

Hasil perhitungan harga lebar laluan dapat dilihat dari tabel 4.3

Tabel 4.3 harga lebar laluan

Lingk D(in) ε πδ() Vr(ft/dtk) Q(ft3/dt) b(in) b(mm)

1 3,11 0,80 9,77 5,38 0,196 0,67 17,07

B 4,03 0,82 12,66 5,00 0,196 0,54 13,82

C 4,95 0,84 15,55 4,62 0,196 0,47 11,87

D 5,87 0,86 18,44 4,25 0,196 0,42 10,64

E 6,80 0,88 21,34 3,87 0,196 0,39 9,866

(66)

Gambar 4.4 bentuk lebar laluan

4.6 Pemilihan Bahan Impeler

(67)

BAB V

PERANCANGAN RUMAH POMPA

5.1 Dasar Perancangan

Rumah keong mengumpulkan fluida secara berlahan- lahan mengurangi kecepatan fluida, energi kinetik fluida dirubah menjadi energi tekanan. Karena fluida yang keluar dari impeler bertambah besar, maka laluan fluida pada sisi tekan dibuat semakin membesar.

Gambar 5.1 Rumah Spiral

(68)

Gambar 5.1 penampang melintang rumah spiral searah dengan putaran roda jalan yang dibuat makin membesar, karena arus volume fluida yang melampaui dari sudu jalan akan bertambah banyak sampai dengan volume terakhir. Dalam perancangan pompa sentrifugal yang dipergunakan adalah rumah spiral yang besar. Kebanyakan dibuat hingga membentuk sudut 370 0 yang selanjutnya dihubungkan dengan saluran tekan ( Fritz, 1996. hal 275)

(69)

Gambar 5.2 Tiga Disain Rumah Pompa

(70)

Dalam perancangan ini rumah pompa yang digunakan adalah pompa yang terbelah secara mendatar.

Gambar 5.3 Posisi konvensional flens buang

Sumber: Austin, 1996, hal 153

5.2 Perancangan Rumah Pompa

(71)

Gambar 5.4 Disain Rumah Keong

(Sumber : Khetagurov, hal 246)

Jari – jari lidah dibuat lebih besar daripada jari –jari luar impeler. Besarnya jari- jari lidah dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 5.1 (Khetagurrov, hal 248)

r3 = (1,01 -1,05) r2 (5.1)

dengan

r2 = jari –jari sisi luar impeler (mm)

(72)

= 102,9 mm

Sedangkan lebar celah saluran volut b3 dapat diperoleh dengan persamaan 5.2

b3 =b3 + 0,025 . r2 mm (5.2)

dengan b2 = lebar sisi keluar impeler (mm)

Telah dikeatahui bahwa b2 = 8 mm, maka lebar celah volut b3 adalah b3 = 8 + (0,025 x 98)

= 10,45 mm

Penampang volut berupa lingkaran, jari- jari volut dapat diperoleh dengan persamaan 5.3 (Khetagurrov, hal 248).

3 0 0

2 r

χ ϑ χ

ϕ

ρ = + mm (5.3)

Dengan

ϕ 0 = sudut perbagian (0) r3 = jari- jari lidah volut (mm)

χ = konstanta

Untuk memperoleh konstanta χ dipergunakan persamaan 5.4 (Khetagurrov.hal 247 ).

π χ = ×ku ×

Q 720

(5.4)

Dengan

(73)

Nilai konstanta ku merupakan hasil perkalian antara kecepatan keliling absolut dengan jari – jari impeler.

Vu3 x r3 = Vu x r = konstanta

Dalam perhitungan sebelumnya , pada sisi impeler diperoleh Kecepatan absolut aliran fluida (Vu) = 14,88 m/detik

Jari- jari sisi keluar impler (r2) = 98 mm

= 0,098 m

Maka harga konstanta ku adalah ku = Vu2 x r2

= 14,09 x 0,098 = 1,46 m2/detik

Dengan kapasitas pompa Q = 0,0056 m3/detik, maka harga konstanta χ dapat diperoleh yaitu :

14 , 3 1,46 0056 , 0

720 × ×

=

χ

= 593581,85/m = 593,58/mm

(74)

Tabel 5.1 Hasil Perhitungan Rumah Volut

Bagian ϕ0 χ

ϑo

χ ϑo

×

2 2 r3

o

× ×

χ ϑ

3

2 r

o

× ×

χ ϑ

ρ r3+ρ rvolut

I 10 0,02 0,03 3,47 1,86 1,88 104,78 106,67

II 45 0,08 0,15 15,60 3,95 4,03 106,93 111,03

III 90 0,15 0,30 31,20 5,59 5,74 108,64 114,53

IV 135 0,23 0,45 46,81 6,84 7,07 109,97 117,27

V 180 0,30 0,61 62,41 7,90 8,20 111,1 119,62

VI 225 0,38 0,76 78,01 8,83 9,21 112,11 121,71

VII 270 0,45 0,91 93,61 9,68 10,13 113,03 123,63

VIII 315 0,53 1,06 109,21 10,45 10,98 113,88 125,41

IX 360 0,61 1,21 124,82 11,17 11,78 114,68 127,08

X 370 0,62 1,25 128,28 11,33 11,95 114,85 127,44

Gambar 5.5 Rumah volut

5.3 Nosel Buang

(75)

dibuat lebih kecil daripada diameter pipa hisapnya. Hal ini berfungsi untuk menghindari kesukaran – kesukaran akibat terjadinya kavitasi.

Untuk menentukan diameter pipa dapat dipergunakan ukuran diameter pipa standard yang ada di pasaran. Pemilihan diameter pipa tekan harus sesuai dengan kecepatan aliran fluida dalam pipa tersebut . Kecepatan aliran fluida dalam pipa tekan memiliki batas kecepatan, yaitu 12 – 40 ft /detik (Austin, 1990,hal 90). Bila kecepatn aliranfluid dalam pipa tesebut telah sesuai dengan batasan tersebut, maka pemilihan pipa telah sesuai dan aman dipergunakan.

Dalam peancangan ini , ukuran diameter pipa tekan dipilih: Diameter = 3 in

Kapasitas Pompa Q = 0,0056 m3/detik

Maka kecepatan aliran fluida dalam pipa tekan dapat dicari dengan rumus :

A Q

Vd = (5.5)

2 4 / 1 d Q × × = π 2 0,0762 4 / 1 0056 , 0 × × = π

= 1,22 m/dt = 4,00 ft/dt

(76)

disambungkan menjadi satu, maka diameter nosel buang sama dengan diameter pipa tekan yaitu 3 in.

5.4 Pemilihan bahan Rumah Pompa

Dalam pemilihan rumah pompa harus memperhatikan faktor- faktor yang mempengaruhi pemilihan bahan. Faktor – faktor tesebut misalkan sifat dan kondisi fluida yang dipompa, lingkungan sektar daerah pemompaan, dan lain- lain.

Namun masih ada faktor lain yang harus diperhatikan dalam pemilihan bahan, yaitu :

- Memiliki ketahanan korosi

- Memiliki ketahanan terhadap gesekan dengan benda lain - Bahan mudah dibentuk

- Harga bahan yang murah

- Untuk mengetahui mengenai bahan pompa yang lebih rinci dapat dilihat dari tabel pemilihan bahan rumah pompa dan impeler (lampiran).

(77)

BAB VI

PERANCANGAN POROS DAN PASAK

Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin. Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama- sama putaran. Poros mentransmisikan daya dari motor penggerak ke impeler untuk mengalirkan fluida.

6.1 Macam –macam Poros

Poros untuk meneruskan daya diklasifikasi menurut pembebananya sebagai berikut.

1. Poros Transmisi

Poros macam ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk atau sprocket rantai dan lain- lain.

2. Spindel

Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindel. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti.

3. Gandar

(78)

penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir juga. Menurut bentuknya , poros dapat digolongkan atas poros lurus umum, poros engkol sebagai poros utama dari mesin tatak, poros lower untuk transmisi daya kecil agar terdapat kebebasan bagi perubahan arah, dan lain- lain.

6.2 Perhitungan Beban

Jenis Poros yang digunakan dalam perancangan ini termasuk jenis poros transmisi. Pada poros pompa , poros mendapatkan beban berupa beban puntir dan beban lentur. Beban puntir disebabkan oleh momen puntir yang berasal dari motor penggerak, dan beban lentur berasal dari bobot impeler yang ditumpu poros dn gaya radial pada impeler tersebut.

6.3 Perancangan poros akibat Beban Lentur dan Beban Puntir

Poros yang menerima beban gabungan yaitu beban lentur dan beban puntir, diameter porosnya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

(

) (

2

)

2 1/3

1 , 5 ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ × + ×

= m t

a C T C M Ds τ (6.1) Dengan :

D = Diameter luar impeler Ds = Diameter poros impeler b = Lebar impeler sisi keluar

(79)

W1 =

(

782 −252

)

×19×7,883.10−6 4

π

=0,66 kg

W2 =

(

1962 792

)

3 7,883.10 6 4

× × −

π

= 0,25 kg W3 = V xγ

Dimana V = p x l x t

= 350,2 x 18,26 x 3,46 = 16940,06 mm 3 W3 = V x γ x z

= 16022,41 x 7,883.10−6 x 5 = 0,63kg

Jadi berat impeler ( Wtotal) : W total = W1 +W2 + W3

= 1,54 kg

6.3.1 Gaya Radial Oleh Impeler

gaya radial oleh impeler dapat dicari dengan persamaan 6.2 :

fr = 0,433 x Kr x Sg x H x D2 x b2 (6.2)

dengan :

(80)

H : tinggi tekan pompa (in) D2 : diameter sisi luar impeler (in) b2 : lebar impeler (in)

harga Kr dapat dicari dengan menggunakan grafik dalam gambar 6.1.

Gambar 5.1 Harga koefisien Kr

(Sumber : Karassik 1976, hal 175) Pada efisiensi kapasitas yang tinggi maka =1

n

Q Q

Dari perhitungan sebelumnya telah ditentukan: Berat jenis air (Sg) = 3,613 x 10 -2 lb/in3

(81)

Fr = 0,433 x 0,02 x 3,613 x 10-2 x 39,36 x 7,7 x 0,31 = 0,82 lb

= 0,37 kg

Sehingga jumlah beban menjadi ; F = Fr + w

= 0,37 kg +1,54 kg = 1,91 kg

F =1,91 kg

100 mm 140 mm

RA RB

Gaya lentur akibat berat impeler dan reaksi tumpuan dapat digambarkan sebagai berikut :

Dengan menggunakan perhitungan mekanika teknik dan menggunakan struktur statis tertentu, yaitu struktur yang tidak memiliki kendala penahan yang lebih dari yang diperlukan untuk mempertahankan kesetimbangan.

(82)

Reaksi tumpuan di titik B (Σ MA = 0) a b a W RB ) ( + ×

= (6.3)

= 100 ) 140 100 ( 91 ,

1 × +

= 4,58 kg ( )

Reaksi tumpuan di titik A (Σ MB = 0)

a b W RA × = = 100 140 91 , 1 ×

= 2,67 kg ( )

Dengan mengetahui reaksi tumpuan pada masing – masing tumpuan maka dapat ditentukan besarnya momen lentur maksimum yang terjadi pada poros. Momen di A

MA = (4,73 x 100) – (2,76x 240) = 0 kg.mm

Momen di B MB = (2,67 x 100)

= 267 kg.mm Momen di C

(83)

Diagram Gaya Geser (SFD) dan Diagram Momen Lengkung (BMD) dapat digambarkan di bawah ini

A B C

267 kg.mm 2,76 kg

267 kg.mm

267 kg.mm 2,67 kg 267 kg mm

2,67 kg x 100

267 kg mm

SFD

(-)

(+)

(-)

267kg mm

Gambar 6.3 Diagram gaya geser dan momen lentur

(84)

6.4 . Diameter poros

Bahan S35C

Kekuatan tarik (tb) =52 kg/mm2 Sf1 = 6, Sf2 = 2 ,Km = 2, Kt = 1,5

Tegangan geser yang diijinkan τa (kg/mm2) sudah dihitung pada bab III dan besarnya 4,33 kg/mm2

Selanjutnya dimeter poros pompa dapat ditentukan dengan persamaan :

(

) (

2

)

2 1/3

1 , 5 ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ × + ×

= m t

a K T K M Ds τ (6.4)

(

) (

2

)

2 1/3

5 , 1 1298,67 2 267 33 , 4 1 , 5 ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ × + × = Ds

= 8,54 mm

Dari perhitungan bab III, yaitu perhitungan untuk menentukan diameter poros tanpa memperhatikan beban lentur, maka diameter poros yang dipilih adalah 25 mm

(85)

6.5 Tinjauan Konsentrasi Tegangan Poros Pada Alur Pasak

Poros pada perancangan pompa dibuat bertingkat dan diberi alur pasak, untuk itu perlu diperhitungkan konsentrasi tegangan yang terjadi.

Diamater poros dimana impeler akan dipasang adalah 25 mm, dan diameter bertingkat selanjutnya yang lebih besar direncanakan sebesar 30 mm

Jari- jari fillet (r) : 0,4 r =

2 d D

(6.5)

= 2

25 30−

= 2,5 mm

Sehingga perbandingan antara- jari- jari filet dan diameter poros (r/d)

25 5 , 2

=

d r

(6.6)

= 0,1

Sedangkan perbandingan diameter D/d adalah:

25 30

=

d D

(86)

Grafik 6.1 Konsentrasi tegangan untuk poros bertingkat.

(87)

Grafik 6.2 Faktor konsentrasi tegangan untuk poros yang diberi alur pasak

(Sumber : Sularso hal 10)

Maka dari gambar 6.1 faktor konsentrasi untuk poros bertingkat (β) dengan D/d = 1,2 dan r/d = 1,1 adalah sebesar β = 1,28 dan dari gambar 6.2 faktor konsentrasi tegangan untuk poros yang diberi alur pasak (α) adalah 2,0

(88)

Besarnya tegangan geser pada poros akibat adanya momen lentur dan momen puntir adalah :

(

) (

2

)

2

3 16 Kt T K M

d × m + ×

× =

π

τ (6.7)

Dengan :

d = Diameter poros M = 267 kg mm T = 1948 kg mm

Sehingga besarnya tegangan gesar pada poros:

(

) (

)

⎥⎦

⎢⎣

× + ×

×

= 2 2

3 267 2 1298,67 1,5

25 16 π τ 0,66 =

τ kg/mm2

Syarat yang harus dipenuhi pada poros untuk tegangan geser yang terjadi adalah:

α τ τa ×Sf2 > ×

1,32 8,67>

6.6 Tinjauan Poros Terhadap Defleksi Puntiran (θ0)

Defleksi puntiran pada poros terjadi akibat momen puntir yang terjadi pada poros. Defleksi puntiran dapat dihitung dengan persamaan:

4 584 d G L T × × × =

θ (6.8)

(89)

T = Momen puntir poros L = panjang poros

G = Modulus geser (8,3.103 kg/mm2) D = Diameter poros rata- rata

Sehingga besarnya defleksi puntiran :

4 584 d G L T × × × = θ 4 3 25 8,3.10 240 1298,67 584 × × × = θ 0 0,056 =

θ untuk panjang poros 240 mm, θ0 untuk 1000 mm adalah 0,23 0 Syarat yang harus dipenuhi adalah θ lebih kecil dari 0,25 0 untuk panjang poros makasimal 1000 mm

Jadi hasil perhitungan defleksi puntiran pada poros telah memenuhi syarat batas sehingga dinyatakan baik, 0,23 0 lebih kecil daripada 0,25 0 untuk panjang poros 1000 mm.

6.7 Putaran Kritis.

Untuk poros putaran tinggi, putaran kritis sangat pentuing untuk diperhitungkan. Pada mesin – mesin yang dibuat secara baik, putaran poros berada dibawah atau diatas putaran kritis (Sularso, Elemen mesin,1997, hal 19).

(90)

tersebut yang seolah –olah berada sendiri pada poros. Maka putaran kritsi secara keseluruhan dari sistem NC0 adalah (Sularso, elemen Mesin, 1997 , hal 19).

3 2

1 0

1 1

1 1

C C

C

C N N N

N = + + +... (6.9)

Berat benda yang berputar (W) :

Dari perhitungan sebelumnya telah diketahui berat impeler (Wt)= 1,54kg Berat Poros (WP) :

γ π × × ×

= d L

WP s

4 (6.10)

Dengan :

Ds = diameter poros (mm) L = panjang poros (mm)

γ = Berat jenis poros (7,833.10-6 kg/mm3)

Pada poros ini terdiri dari tiga tingkat dengan ukuran : Panjang poros pertama = 30 mm

(91)

6 2 10 833 , 7 240 35 4 − × × × × =π P W 1,81 = P

W kg

Puataran kritis masing- masing benda yang bergerak : Impeler n C W L L L d N 2 1 2

1 =52700× ×

81 , 1 100 240 140 35 52700 2

1 = × ×

C N rpm 14290,09 1 = C N Poros n C W L L L d N 2 1 2

2 =52700× × (6.11)

75 , 0 100 120 20 30 52700 2

2 = × ×

C

N

200061,22

2 =

C

N rpm

Putaran Kritis Sistem :

2 3 2 2 2 1 2 0 1 1 1 1 C C C

C N N N

N = + +

2 2 2 0 200061,22 1 14290,09 1 1 + = C N

(92)

Dengan Syarat batas :

0

1

C

N harus lebih kecil daripada (0,6-0,7)

0

1

C

N = 13337,41 1

= 0,11

6.8 Macam- macam Pasak

Pasak merupakan lemen mesin yang berfungsi untuk meneruskan momen dari poros ke naf atau dari naf ke poros. Pasak pada umumnya dapat digolongkan dalam beberapa mascam. Menurut letaknya pada poros dapat dibedakan antara pasak pelana, pasak rata, pasak benam, dan pasak singgung, yang umumnya berpenampang segi empat. Dalam arah memanjang dapat berbentuk prismatis atau berbentuk tirus. Pasak benam prismatis ada yang secara khusus dipakai sebagi pasak luncur. Disamping macam- macam pasak diatas ada pula pasak temberang dan pasak jarum.

6.9 Tata cara perencanaan Pasak

Pasak yang dipilih dalam perancangan ini adalah pasak jenis pasak benam. Pasak benam mempunyai bentuk penampang segi empat dimana terdapat bentuk prismatis dan tirus. Untuk menghitung kekuatan pasak dapat dilakukan dengan cara.

6.91 Gaya Tangensial

Jika torsi pada poros adalah T (kg.mm) dan diameter poros adalah D (mm) maka gaya tangensial F (kg) pada permukaan poros adalah :

2

D T

(93)

2 25 1298,67

=

F

103,89

=

F kg

6.92 Gaya geser

Dengan diameter poros 25 mm maka penampang pasak yangdipilih berdasarkan tabel adalah : 8 x 7 mm

Kedalaman alur pasak dalam poros t1 = 4 mm Kedalaman alur pasak dalam impeler t2 = 3 mm

Dari tegangan yang diijinkan τka (kg/mm2) , panjang pasak L1 (mm) yang diperlukan dapat diperoleh (Sularso, Elemen mesin,1997,hal25):

sehingga dapat diketahui :

1

L b

F

ka = ×

τ (6.13)

harga τka adalah harga yang diperoleh dengan membagi kekuatan tarik σB dengan faktor keamanan Sf1 x Sf2 umumnya diambil 6 dan Sf2 dipilih 1-1,5 jika beban dikenakan secara berlahan- lahan , antara 1,5-3 jika dikenakan yumbukan ringan dan antara 2-5 jika dikenakan secara tiba- tiba dengan tumbukan berat (Sularso , Elemen Mesin, 1997, hal 25)

bahan Pasak yang digunakan = S30 C Kekuatan Tarik σB = 48 kg/mm2 B

(94)

2 1 Sf Sf B + = σ ka τ (6.14) 2 6 48 + = ka τ 6 = ka

τ kg/mm2

Dari hasil diatas maka dapat diperoleh panjang pasak yang diperlukan adalah :

L1≥

ka

b F

τ

×

L1≥ 6 8 103,89

×

L1≥ 2,47 mm

6.9.3 Tekanan Permukaan

Untuk menghindari kerusakan permukaan samping pasak yang disebabkan oleh tekanan bidang juga diperhitungkan. Dari tekanan permukaan yang diijinkan Pa (kg/mm2 ) dapat dicari panjang pasak yang diperlukan. Harga Pa adalah sebesar 8 (kg/mm2 ) untuk poros dengan diameter kecil dan 10 (kg/mm2) untuk diameter poros yang besar, dan setengah dari harga- harga di atas untuk poros putaran tinggi (Sularso, Elemen Mesin, 1997, hal 27 ).

L2≥

2

t Pa

F

× (6.15)

L2≥ 3 8 103,89

×

(95)

Lebar pasak yang baik antara 25%- 35% dari diameter poros, dan panjang pasak tidak boleh terlalu panjang dibandingkan dengan diameter poros antara 0,75 samapai 1,5 diameter poros (Sularso, Elemen Mesin, hal 27)

0,25≤ D

b

≤0,35

0,75≤ D

L ≤1,5

Telah diketahui lebar pasak yang digunakan adalah 8 mm maka :

D b

=

25 8

= 0,28

(96)

BAB VII

PERANCANGAN ELEMEN PENDUKUNG

7.1. Pendahuluan

Pada perancangan sebuah pompa diperlukan elemen – elemen lain selain elemen utamanya yaitu impeller dan rumah pompa yang berfungsi sebagai elemen pendukung agar pompa dapat dioperasikan dengan baik. Elemen lain yang turut mendukung diantaranya kotak paking, bantalan dan kopling.

7.2. Kotak Packing(Stuffing Box)

Gambar 7.1 Kotak Paking

(Sumber: Stolk, J & Kros, C, Elemen Mesin, Hal 523)

(97)

terhadap poos oleh gland. Di pasaran, isi dari paking dapat dibeli dalam bentuk tali yang dianyam dengan inti karet dan berpenampang segiempat.

Ukuran kotak paking dapat diperoleh dengan persamaan – persamaan (stolk,J & Kros,C, hal 523) berikut:

Tebal paking (s)

s = d sampai 2 d (7.1)

Dengan :

d = diameter poros (mm)

dalam perancangan ini, tebal paking diambil sebesar : s = 1,4 d

= 1,4 x 30 = 8,28 mm Panjang paking(h)

h = (4 sampai 8) x s (7.2)

Maka:

h = 5 x s = 5 x 8,28 = 41,41 mm

Jarak antara penekan paking dengan kotak paking dapat diperoleh dengan persamaan (stolk,J & Kros,C, hal 523):

(98)

= 3 x 8,28 = 24,85 mm

penekan paking dapat dibuat dari bahan besi cor, perunggu atau besi cor dengan pelapis perunggu.

Untuk menekan paking dibutuhkan gaya yang besarnya dapat diperoleh dengan persamaan(stolk,J & Kros,C, hal 526):

F = ×

(

D2 −d2

)

×p×a 4

π

(7.4)

Dengan:

D = diameter kotak paking (mm) d = diameter poros (mm)

p = tekanan dalam lebih(kg/mm2) a = faktor jenis cincin paking

Dalam perancangan ini diameter poros paking adalah 35 mm sehingga diameter kotak paking adalah:

D = d + (2 x s) = 35 + (2 x 8,28) = 46,57 mm

Tekanan dalam lebih (p) adalah = 0,06 kg/

(99)

Maka:

F =

(

46,57 35

)

0,06 3 4

2

2− × ×

×

π

= 179,21 kg

Jumlah baut yang digunakan untuk menekan paking sebanyak 2 buah, maka besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menekan paking tiap bautnya adalah:

Fb = 2 F

(7.5)

Fb = 2 179,21

= 89,61 kg

Baut yang dipakai untuk menekan paking adalah baut dengan ukuran M8 yang memiliki diameter luar

Sehingga tebal flens penekan paking adalah: tf = 1,25 x db

= 1,25 x 8 = 10 mm

7.3 Bantalan

(100)

beroperasi seperti gaya aksial dan gaya radial sehingga poros serta elemen pompa lainnya bekerja dengan baik.

Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros

a. Bantalan luncur

Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantaraan lapisan pelumas

b. Bantalan gelinding

Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola, rol jarum atau rol bulat

2. Atas dasar arah beban terhadap poros a. Bantalan radial

Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu poros b. Bantalan aksial

Arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros c. Bantalan gelinding khusus

(101)

Dalam perancangan ini poros ditumpu oleh dua bantalan, kedua bantalan tersebut dipilin bantalan bola dengan jenis terbuka karena bantalan ini dapat menahan gaya tangensial yang membebani poros.

Dari tabel pemilihan bantalan, dipilih bantalan yang memiliki diameter d = 30 mm, diperoleh:

Bantalan dengan jenis bantalan bola, bantalan ini yang dip

Gambar

Gambar 1.1 Pompa Sentrifugal
Gambar 1.3 Pompa Aliran Aksial
Grafik 2.1. Penentuan jenis Pompa
Grafik 2.2. Randemen efektif (η)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Atas rahmat serta hidayah dan karunia-Nya, peneliti masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komunikasi Pemasaran Melalui Media Online (Studi

Setelah itu, akan dipelajari soal dimensi sistem politik dan struktur politik/kelembagaan negara (Indonesia) serta kemampuan LSM dan media massa sebagai kelompok kepentingan

Memberikan informasi kondisi daya dukung air di Kota Bekasi untuk saat ini dan prediksi berlanjutnya daya dukung air di Kota Bekasi di masa yang akan datang dengan

• Strain yg sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dr sub tipe A H5N1 • Virus tsb dpt bertahan di air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari pd 0°C

dalam penelitian ini tiga faktor utama dari motivasi internal yang memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja adalah prestasi kerja yang dimiliki, kepuasan dalam

Bertanggung jawab atas kerusakan bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong serta produk jadi.. Membuat laporan persediaan bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong serta

There has been a change in information seeking behavior among elementary students who no longer rely solely on information from textbook sources in the library, but rather

Kondisi ini disebabakan cuaca yang mendung dan siap hujan dan kondisi perairan yang pasang sehingga didapat nilai DO yang tinggi, nilai DO yang didapat pada