• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Tekanan Pada Bantalan Luncur Yang Menggunakan Minyak Pelumas Multigrade Dengan Dan Tanpa Aditif Dengan Variasi Putaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Tekanan Pada Bantalan Luncur Yang Menggunakan Minyak Pelumas Multigrade Dengan Dan Tanpa Aditif Dengan Variasi Putaran"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA TEKANAN PADA BANTALAN LUNCUR

YANG MENGGUNAKAN MINYAK PELUMAS

MULTIGRADE DENGAN DAN TANPA ADITIF

DENGAN VARIASI PUTARAN

SKRIPSI

Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

N I M : 0 4 0 4 0 1 0 4 5

FRANS EDO ADHINATA PASARIBU

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

KATA PENGANTAR

Pujian dan rasa syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa

karena atas berkat karunia-Nya, Skripsi ini dapat selesai dengan baik. Skripsi ini

diajukan untuk melengkapi syarat dan melengkapi studi untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik pada jenjang pendidikan sarjana (S1) menurut kurikulum

Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini membahas tentang teknik pelumasan pada bantalan luncur yang

dilumasi dengan minyak pelumas multigrade, berjudul , “Analisa Tekanan Pada

Bantalan Luncur Menggunakan Minyak Pelumas Multigrade Dengan Dan Tanpa

Aditif Dengan Variasi Putaran”.

Dengan terselesainya Skripsi ini, pada kesempatan ini Penulis

mengucapkan terima-kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang Tua dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan

baik moril maupun materil kepada penulis tanpa pamrih.

2. Bapak Ir. H. A Halim Nasution, M.Sc. selaku dosen pembimbing Skripsi

yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis

dalam menyelesaikan Skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik

Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, ST, MT selaku Sekretaris Departemen

Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dan sebagai

(3)

5. Bapak Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc, sebagai dosen penguji 1.

6. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Lingkungan Departemen Teknik

Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Kepada Fransiskus “ciscus” Purba, Adileo Panjaitan, Fernando Manurung,

Satria Sagala, Marulitua Sidauruk, David Tambunan, Mangatas, Fazar dan

Sura Baik Sitepu yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

8. Semua mahasiswa Teknik Mesin umumnya, dan khususnya sesama

rekan-rekan stambuk 2004.

Penulis telah mencoba semaksimal mungkin guna tersusunnya Skripsi ini

dengan baik. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang

bersifat membangun. Akhir kata, Penulis mengharapkan semoga Skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Maret 2009

Penulis

NIM : 040401045

(4)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK USU M E D A N

TUGAS SARJANA

N A M A : FRANS EDO ADHINATA PASARIBU

N I M : 0 4 0 4 0 1 0 4 5

MATA PELAJARAN : TEKNIK PELUMASAN

SPESIFIKASI :

DIBERIKAN TANGGAL : 27 / 11 / 2008

SELESAI TANGGAL : 06 / 03 / 2009

MEDAN, 27 / 11 / 2008

KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, DOSEN PEMBIMBING,

DR.ING IR.IKHWANSYAH ISRANURI IR.A.HALIM NASUTION, M.Sc

AGENDA : 844/TS/2008

DITERIMA TGL :

PARAF :

Buatlah analisa tekanan pada bantalan luncur pada

mesin percobaan di Laboratorium Teknik Mesin

FT USU dengan menggunakan minyak pelumas

multigrade SAE 15W/50 dengan penambahan

aditif, kemudian bandingkan dengan percobaan

yang menggunakan minyak pelumas SAE 15W/50

(5)

NIP. 132 018 668 NIP. 130 900 682

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK U.S.U.

KARTU BIMBINGAN

MEDAN

No. : 844 / TS / 2008

TUGAS SARJANA MAHASISWA

Sub. Program Studi : Konversi Energi / Teknik Produksi Bidang Studi : Teknik Pelumasan

Judul Tugas :

Diberikan Tgl. : 27 November 2008 Selesai Tgl: 06 Maret 2009 Dosen Pembimbing : Ir.A.Halim Nasution, M.Sc Nama Mhs:Frans Edo A.P

N.I.M : 040401045

NO Tanggal KEGIATAN ASISTENSI BIMBINGAN

Tanda Tangan Dosen Pemb. 1. 27-11-2008 Konsultasi penetapan tugas

2. 07-01-2009 Perbaiki bab 1 (latar belakang) dan bab 2 3. 23-012009 Perbaiki persamaan tekanan

4. 30-01 2009 Diagram alir pengujian

5. 10-02-2009 Pengujian kekentalan minyak pelumas dan analisa

6. 24-02-2009 Pengujian karakteristik bantalan luncur 7. 03-03-2009 Lanjutkan analisa tekanan

8. 05-03-2009 Penbahasan pada kesimpulan 9. 06-03-2009 ACC diseminarkan

10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

CATATAN : Diketahui,

1. Kartu ini harus diperlihatkan kepada Dosen Ketua Jurusan Teknik Mesin Pembimbing setiap Asistensi F.T U.S.U

2. Kartu ini harus dijaga bersih dan rapi. 3. Kartu ini harus dikembalikan ke Jurusan,

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

SPESIFIKASI TUGAS ... iii

KARTU BIMBINGAN ... iv

EVALUASI SEMINAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR NOTASI ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud dan Tujuan ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Gesekan dan Keausan ... 5

2.2 Pengertian Pelumasan ... 5

2.3 Fungsi Bahan Pelumas... 6

2.4 Tipe-tipe Pelumasan ... 8

2.4.1 Pelumasan hidrodinamis ... 8

(7)

2.4.3 Pelumasan bidang batas... 10

2.4.4 Pelumasan tekanan ekstrim ... 11

2.4.5 Pelumasan padat ... 11

2.4.6 Pelumasan hidrostatis... 13

2.5 Kekentalan (Viscosity) ... 14

2.5.1 Kekentalan dinamik dan kekentalan kinematik ... 14

2.5.2 Klasifikasi kekentalan minyak pelumas ... 18

2.5.3 Minyak pelumas multigrade ... 21

2.5.4 Pengaruh temperatur dan tekanan terhadap kekentalan ... 23

2.6 Pengukuran/Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas ... 26

2.6.1 Viskometer bola jatuh (Falling Sphere Viscometers) ... 26

2.6.1.1 Viscometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes... 26

2.6.1.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler ... 28

2.6.2 Viskometer rotasional ... 29

2.6.3 Viskometer pipa kapiler ... 30

2.6.4 Viskometer cone and plate ... 31

2.6.5 Viskometer Tipe lain... 32

2.7 Aditif minyak Pelumas ... 33

2.7.1 Tujuan penambahan aditif terhadap minyak pelumas ... 34

2.7.2 Pengaruh penambahan aditif terhadap minyak pelumas ... 34

2.7.3 Tipe aditif dan penggunaannya ... 35

2.8 Bantalan Luncur dan Pelumasan pada Bantalan Luncur ... 39

(8)

2.8.2 Pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur ... 41

2.8.2.1 Teori aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat/ permukaan datar ... 41

2.8.2.2 Persamaan tekanan Sommerfeld untuk pelumasan Hidodinamis pada bantalan luncur ... 43

BAB III METODE PENGUJIAN ... 46

3.1 Diagram Alir Pengujian ... 46

3.2 Variabel Pengujian ... 47

3.3 Peralatan Pengujian ... 47

3.4 Pengisian Minyak Pelumas dan Pemanasan ... 51

3.5 Pengujian Karakteristik Bantalan Luncur ... 51

3.6 Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas ... 52

3.7 Minyak Pelumas dan Aditif yang Digunakan ... 53

BAB IV DATA PENGUJIAN DAN ANALISA ... 54

4.1 Data hasil pengujian kekentalan minyak pelumas ... 54

4.2 Data pengujian distribusi tekanan ... 55

4.3 Analisa hasil pengujian kekentalan minyak pelumas ... 58

4.4 Analisa pengujian distribusi tekanan pada bantalan ... 59

4.5 Analisa Tekanan pada bantalan menggunakan persamaan Sommerfeld ... 71

4.6 Analisa Beban Bantalan Luncur ... 88

(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

5.1 Kesimpulan ... 93

5.2 Saran ... 95

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Pelumasan hidrodinamis untuk gerakan meluncur pada

bidang rata 9

Gambar 2.2 Pelumasan hidrodinamis pada roller yang bergerak relatif pada bidang rata 9

Gambar 2.3 Pendefenisian kekentalan dinamik menurut hukum Newton tentang aliran viskos 15

Gambar 2.4 Pengaruh tekanan terhadap kekentalan, persamaan Barus dan persamaan Roeland 24

Gambar 2.5 Pengaruh temperatur terhadap minyak pelumas SAE pada tekanan atmosfer 25

Gambar 2.6 Viskometer bola jatuh yang memenuhi hukum Stokes 27

Gambar 2.7 Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler 28

Gambar 2.8 Viskometer rotasional 29

Gambar 2.9 Beberapa jenis tipe viskometer pipa kapiler 30

Gambar 2.10 Viskometer Ferranti – Cone and Plate 31

Gambar 2.11 Prinsip kerja cone and plate viscometer 31

Gambar 2.12 Viskometer Stormer 32

Gambar 2.13 Viskometer Saybolt 32

Gambar 2.14 Viskometer MacMichael 33

(11)

Gambar 2.16 Aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat/permukaan

datar 41

Gambar 2.17 Mekanisme pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur 43

Gambar 2.18 Distribusi tekanan dan geometri bantalan luncur 44

Gambar 3.1 Diagram alir Pengujian 46

Gambar 3.2 Alat uji Bantalan Luncur TecQuipment TM25 48

Gambar 3.3 Pandangan assembling peralatan bantalan luncur TM25 49

Gambar 3.4 Viskometer HAAKE Fissons 52

Gambar 3.5 Minyak pelumas yang miltigrade SAE 15W/50 53

Gambar 3.6 Aditif yang digunakan 53

Gambar 4.1 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada

bantalan luncur menggunakan minyak pelunas multigrade

SAE 15W/50 tanpa aditif 63

Gambar 4.2 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada

bantalan luncur menggunakan minyka pelumas multigrade

SAE 15W/50 dengan penambahan aditif 64

Gambar 4.3 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada arah

aksial bantalan luncur menggunakan minyak pelumas

multigrade SAE 15W/50 tanpa aditif 65

Gambar 4.4 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada arah

aksial bantalan luncur menggunakan minyak pelumas

multigrade SAE 15W/50 dengan penambahan aditif 65

Gambar 4.5 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan

(12)

tanpa aditif pada 1000 rpm 66

Gambar 4.6 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan

luncur menggunakan minyak pelumas multigrade dengan dan

tanpa aditif pada 1250 rpm 67

Gambar 4.7 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan

luncur menggunakan minyak pelumas multigrade dengan dan

tanpa aditif pada 1500 rpm 68

Gambar 4.8 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan

luncur menggunakan minyak pelumas multigrade dengan dan

tanpa aditif pada 1750 rpm 69

Gambar 4.9 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan

luncur menggunakan minyak pelumas multigrade dengan dan

tanpa aditif pada 2000 rpm 70

Gambar 4.10 Prosedur penggambaran kurva teoritis Sommerfeld pada

putaran 1000 rpm 73

Gambar 4.11 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld

dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan

pelumas multigrade tanpa aditif pada putaran 1000 rpm 78

Gambar 4.12 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld

dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan

pelumas multigrade dengan penambahan aditif pada putaran

1000 rpm 79

Gambar 4.13 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld

(13)

pelumas multigrade tanpa aditif pada putaran 1250 rpm 80

Gambar 4.14 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld

dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan

pelumas multigrade dengan penambahan aditif pada putaran

1250 rpm 81

Gambar 4.15 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld

dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan

pelumas multigrade tanpa aditif pada putaran 1500 rpm 82

Gambar 4.16 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld

dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan

pelumas multigrade dengan penambahan aditif pada putaran

1500 rpm 83

Gambar 4.17 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld

dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan

pelumas multigrade tanpa aditif pada putaran 1750 rpm 84

Gambar 4.18 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld

dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan

pelumas multigrade dengan penambahan aditif pada putaran

1750 rpm 85

Gambar 4.19 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld

dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan

pelumas multigrade tanpa aditif pada putaran 2000 rpm 86

Gambar 4.20 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld

(14)

pelumas multigrade dengan penambahan aditif pada putaran

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Material yang digunakan sebagai bahan pelumas padat 13

Tabel 2.2 Klasifikasi kekentalan ISO minyak pelumas pada suhu 40 °C 19

Tabel 2.3 Derajat kekentalan SAE untuk minyak pelumas mesin

(SAE J300 Engine Oil Viscosity Clssification) 21

Tabel 2.4 Klasifikasi SAE Crankcase Oil Viscosity 22

Tabel 4.1 Data pengujian rapat massa minyak pelumas SAE 15W/50 54

Tabel 4.2 Data hasil pengujian kekentalan minyak pelumas SAE 15W/50

tanpa aditif 54

Tabel 4.3 Data hasil pengujian kekentalan minyak pelumas SAE 15W/50

dengan penambahan aditif. 55

Tabel 4.4 Data pembacaan manometer pengujian distribusi tekanan pada

bantalan luncur menggunakan minyak pelumas SAE 15W/50

tanpa aditif 56

Tabel 4.5 Data pembacaan manometer pengujian distribusi tekanan pada

bantalan luncur menggunakan minyak pelumas SAE 15W/50

Dengan penambahan aditif 57

Tabel 4.6 Data tekanan yang terjadi di sekeliling bantalan dengan minyak

pelumas multigrade SAE 10W/50 tanpa aditif 61

Tabel 4.7 Data tekanan yang terjadi di sekeliling bantalan dengan minyak

pelumas multigrade SAE 10W/50 dengan penambahan aditif 62

(16)

minyak pelumas multigrade tanpa aditif 75

Tabel 4.9 Nilai eksentrisitas dan bilangan Sommerfeld terhadap minyak

pelumas multigrade dengan penambahan aditif 75

Tabel 4.10 Beban total pada bantalan luncur terhadap minyak pelumas

multigrade tanpa aditif 90

Tabel 4.11 Beban total pada bantalan luncur terhadap minyak pelumas 90

multigrade dengan aditif

(17)

DAFTAR NOTASI

Notasi Arti Satuan

A Luas permukaan m2

D Diameter bantalan m

d Dimeter poros/journal m

e Eksentrisitas m

g gravitasi bumi m/s2

h, dy Tebal lapisan minyak pelumas m

hm Tebal minimum lapisan minyak pelumas m

K Konstanta bola uji viskometer Haake

k Angka Sommerfeld untuk bantalan luncur Pa

l Lebar efektif bantalan m

Ob Titik pusat bantalan -

Oj Titik pusat poros -

P Beban pada bantalan N

p Tekanan minyak pelumas Pa

po Tekanan suplai Pa

R Jari-jari bantalan m

r jari-jari poros / journal m

t Waktu detik (s)

(18)

δ Kelonggaran radial m

ε Perbandingan Eksentrisitas -

Tegangan geser fluida N/m2

Sudut pengukuran radial/angular derajat ( ° )

m Sudut pengukuran radial/angular pada tekanan derajat ( ° )

maksimum

u Kecepatan relatif permukaan m/s

Kekentalan dinamik Poise (P)

Kekentalan kinematik Stokes (S)

ρ Rapat massa kg/m3

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Dalam sistem perawatan elemen mesin telah dikenal luas teknik

pelumasan, yang berperan penting dalam mengendalikan gesekan dan keausan.

Pada mesin-mesin yang yang mempunyai bagian-bagian bergerak relatif satu

sama lain dan saling bergesekan hampir selalu dibubuhkan bahan pelumas ke

bagian yang bergesekan tersebut untuk membuat gesekan dan keausan sekecil

mungkin. Gesekan yang tidak dikendalikan tidak saja memberi kerugian langsung

dalam energi dan material, juga karena kerja gesekan yang terjadi diubah menjadi

kalor, yang menyebabkan temperatur bagian yang bergesekan menjadi lebih tinggi

dari lingkungan sekitar dan akan semakin tinggi. Jika gesekan tersebut tidak

dikendalikan, akan mengganggu operasi mesin dan dapat berakibat pada

kegagalan mesin. Hal tersebut mengakibatkan bertambahnya biaya yang

diperlukan untuk mereparasi mesin.

Dengan mengendalikan gesekan dan keausan tersebut diharapkan dapat

memperpanjang umur dari elemen mesin dan mencegah kegagalan dari elemen

mesin tersebut. Oleh karena itu teknik atau sistem pelumasan harus

dipertimbangkan dalam setiap rancangan mesin khususnya yang memiliki bagian

bergerak atau bergesekan.

Fenomena pelumasan dapat dilihat pada hampir semua jenis bantalan yang

berfungsi menumpu poros. Tipe yang paling umum digunakan adalah bantalan

(20)

konstruksinya sederhana, mudah dalam pekerjaan bongkar-pasang, harga relatif

murah dan mudah dalam pelumasannya.

Pada bantalan luncur, tipe pelumasan yang biasa dijumpai adalah

pelumasan hidrodinamis. Bantalan luncur merupakan tipe bantalan hidrodinamis

yang paling banyak digunakan dalam praktek.

Penelitian mengenai bantalan luncur telah banyak dilakukan, baik analitis

dan experimental, untuk mempelajari dan mengetahui karakteristik bantalan

luncur. Peneliti pertama yang tercatat dalam sejarah yang meneliti bantalan luncur

adalah Beauchamp Tower, saat meneliti bantalan luncur roda kereta api di

laboratoriumnya pada awal tahun 1980-an untuk mengetahui metode pelumasan

terbaik pada bantalan tersebut. Bermula pada suatu kejadian error, saat melakukan

penelitian tersebut Beauchamp Tower terkejut saat minyak pelumas pada bantalan

menyembur keluar melalui lubang pada bagian atas yang dibuat sendiri pada

peralatan bantalan uji miliknya. Diambil kesimpulan bahwa minyak pelumas

diantara poros (journal) dan bantalan berada di bawah tekanan, dan distribusi

tekanan tersebut dapat mengangkat/mendukung poros pada bantalan. Tercatat

Tower melaporkan hasil penelitiannya empat kali, namun yang paling terkenal

adalah pada tahun 1883 dan 1885.

Kemudian hasil eksperimen Beauchamp Tower dianalisa dan dijelaskan secara

teoritis oleh Osborne Reynolds, yang kemudian melaporkan tulisannya pada tahun

1886. Didalam laporan tersebut juga dijelaskan mengenai adanya distribusi

tekanan pada lapisan pelumas yang memisahkan poros dan bantalan.

Distribusi tekanan yang terjadi pada bantalan luncur juga telah dianalisa A.J.W

(21)

tekanan Sommerfeld juga memberikan solusi dalam bentuk grafik, sehingga

mudah dalam menganalisa fenomena tekanan pada bantalan luncur.

Namun untuk memperoleh prediksi yang akurat tentang performa dan

karakteristik bantalan luncur di bawah berbagai kondisi operasi sangat sulit

diperoleh, hal tersebut terjadi seiring dengan perkembangan teknologi bantalan,

variasi kecepatan dan beban serta peningkatan kualitas bahan pelumas, misalnya

minyak pelumas multigrade.

Penelitian ini adalah lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh

Amechrisler Sinurat (2003), yang menguji karakteristik bantalan luncur terhadap

minyak pelumas multigrade. Pada penelitian tersebut Amechrisler Sinurat

menggunakan 3 sampel pelumas multigrade. Dari ketiga sampel tersebut tercatat

pelumas SAE 15W/50 memiliki karakteristik yang lebih baik dari ketiga pelumas

tersebut. Oleh karena itu penulis terdorong untuk melakukan penelitian atau

pengujian terhadap karakteristik bantalan luncur terhadap kecepatan putaran poros

dan minyak pelumas multigrade dengan dan tanpa aditif tambahan (oil additives /

oil treatment). Penulis juga menggunakan persamaan tekanan Sommerfeld untuk

menganalisa hasil percobaan secara teoritis.

1.2

Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah:

• Mengetahui perubahan kekentalan minyak pelumas terhadap penambahan

aditif.

• Mengetahui karakteristik bantalan luncur, yaitu distribusi tekanan pada

(22)

poros atau journal.

• Memperoleh karakteristik distibusi tekanan bantalan luncur terhadap

minyak pelumas multigrade dengan dan tanpa penambahan aditif (oil

additives / oil treatment).

• Menggambarkan kurva tekanan menurut teori tekanan atau persamaan

tekanan Sommerfeld untuk bantalan luncur.

1.3

Batasan Masalah

Pembatasan masalah penelitian ini adalah untuk memperoleh karakteristik

bantalan luncur terhadap perubahan kecepatan menggunakan minyak pelumas

multigrade. Karakteristik bantalan luncur yang dianalisa pada penelitian ini adalah

distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada bantalan luncur.

Sifat atau karakteristik minyak pelumas yang diperlukan dalam penelitian

ini adalah sifat fisika yaitu kekentalan minyak pelumas.

Minyak pelumas yang digunakan dalam percobaan ini adalah minyak

pelumas multigrade SAE 15W/50. Sedangkan zat aditif tambahan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah zat aditif tipe viscosity index improver, sebagai sifat

utamanya, yang dapat meningkatkan kekentalan dan lapisan tipis minyak pelumas

pada bantalan (increase oil film thickness). Selain itu zat aditif ini juga

ditambahkan sifat anti-wear oleh produsennya.

Putaran poros yang dipilih pada penelitian ini adalah putaran 1000 rpm.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Gesekan dan Keausan

Ketika suatu permukaan bergerak relatif terhadap permukaan lainnya di

bawah pengaruh tekanan yang diberikan maka gaya yang bekerja pada kedua

permukaan bersinggungan tersebut akan timbul tahanan tehadap gerakan,

fenomena ini menunjukkan adanya gesekan. Ada tiga tipe dasar gesekan yakni,

gesekan luncur, gesekan menngelinding dan gesekan fluida. Gesekan meluncur

dan gesekan menggelinding adalah gesekan kering, sedangkan gesekan fluida

adalah gesekan basah. Disebut gesekan basah karena ada lapisan fluida yang

memisahkan secara sempurna pada salah satu atau kedua permukaan bergesekan.

Ketika dua atau lebih permukaan mengalami gesekan, maka ada kecenderungan

kedua permukaan tersebut akan mengalami keausan. Gesekan juga dapat merusak

komponen mesin karena adanya energi gesekan tersebut yang diubah menjadi

kalor. Fenomena tersebut banyak ditemukan pada elemen-elemen mesin, baik

yang bergerak translasi, rotasi maupun gabungan keduanya. Ring piston dan

slinder, poros dan bantalan, roda gigi, sabuk dan puli adalah contoh elemen mesin

yang saling bergesekan.

2.2

Pengertian Pelumasan

Gesekan dan keausan dalam elemen mesin harus dikendalikan, supaya

(24)

beban puncak/maksimum. Dengan mengendalikan gesekan pada elemen juga

dapat memperpanjang masa hidup atau masa pakai mesin tersebut. Cara yang

paling efektif dan banyak digunakan untuk mengendalikan gesekan tersebut

adalah dengan suatu teknik yang disebut pelumasan.

Pelumasan adalah suatu cara untuk mengurangi dan memperkecil

gesekan dan keausan diantara permukaan-permukaan yang bergerak relatif satu

sama lain dengan menempatkan bahan pelumas diantara kedua permukaan yang

bergerak tersebut.Bahan pelumas yang umum adalah berupa cairan (liquids) dan

semi-liquid, tapi dapat juga berupa padat atau gas, atau kombinasi cair, padat dan

gas. Bahan pelumas dalam wujud cairan sering disebut dengan minyak pelumas.

2.3

Fungsi Bahan Pelumas

Bahan pelumas banyak digunakan seperti pada motor bakar, baik untuk

pembakaran dengan busi (siklus Otto) maupun untuk pembakaran dengan tekanan

(siklus Diesel dan siklus Dual).

Bahan pelumas juga digunakan pada sektor industri, misalnya untuk bantalan,

roda gigi pompa maupun kompresor, turbin dan lain-lain. Dalam hal ini termasuk

pemanasan dan pendinginan pada industri baja, pertambangan, industri kertas,

industri tekstil, dan sebagai pendingin dan pelumas untuk mata pahat mesin

perkakas.

Pada beberapa penggunaan diperlukan minyak pelumas yang dapat bekerja pada

interval temperatur yang besar, dengan kata lain diperlukan indeks kekentalan

(25)

Fungsi utama dari bahan pelumas yang umum digunakan peralatan

permesinan adalah sebagai berikut :

a. Mengurangi gesekan dan keausan

Mengurangi gesekan dan keausan adalah fungsi primer dari bahan

pelumas. Bahan pelumas harus mampu mencegah persinggungan langsung

antara permukaan yang bergesekan pada temperatur kerja, daerah pembebanan

dan kondisi lainnya. Sifat ini didapat dari kekentalan yang dimiliki minyak

pelumas (viscosity)

b. Memindahkan panas

Panas yang ditimbulkan oleh elemen mesin yang bergerakan (misalnya:

bantalan dan roda gigi) dipindahkan oleh minyak pelumas, asalkan terjadi

aliran yang mencukupi.

c. Menjaga sistem tetap bersih

Bahan pelumas harus dapat menghindarkan kontaminasi sistem dari

komponen-komponen bergerak yang bisa merusak sistem tersebut.

Partikel-partikel logam akibat keausan, abu yang berasal dari luar dan sisa hasil

pembakaran dapat memasuki sistem dan menghalangi operasi yang efisien.

d. Melindungi sistem

Karat bisa disebabkan kehadiran udara dan air, serta keausan korosif

dapat dikarenakan asam-asam mineral yang terbentuk secara kimiawi selama

pembakaran bahan bakar. Karat dapat menyebabkan kerusakan komponen,

sehingga komponen tersebut tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya.

Karena hal itulah bahan pelumas harus direncanakan untuk melindungi sistem

(26)

Bahan pelumas umumnya mempunyai kekentalan yang relatif tinggi, karenanya

fluiditas atau kemampuannya untuk mengalir relatif rendah. Dengan demikian

sifat ini dapat dimanfaatkan untuk melindungi sistem dari kontaminasi udara luar.

Dengan kata lain, bahan pelumas dapat berperan sebagai paking (seal).

2.4

Tipe-Tipe Pelumasan

2.4.1 Pelumasan Hidrodinamis

Pelumasan hidrodinamis (Hydrodynamic Lubrication) adalah tipe

pelumasan dimana gerakan relatif dari gerakan meluncur pada sebuah permukaan

menyebabkan formasi tekanan lapisan pelumas memisahkan sepenuhnya

permukaan yang bergesekan. Dengan kata lain lapisan tipis pelumas dibangkitkan

oleh gerakan relatif dari salah satu atau kedua permukaan itu sendiri.

Penggambaran dari prinsip pelumasan hidroinamis dapat dilihat pada gambar 2.1.

Pada gambar 2.1, salah satu permukaan (slider) bergerak relatif terhadap suatu

permuakan yang diam, gerakannya disebut gerakan meluncur. Lapisan tipis

minyak pelumas (oil film) terbentuk akibat adanya gerakan meluncur dari slider

terhadap permukaan yang diam yang membangkitkan pressure wedge. Begitu

juga halnya dengan roller yang bergerak pada relatif pada permukaan rata

(gambar 2.2)

Pelumasan hidrodinamis umumnya diaplikasikan pada permukaan bidang dengan

gerakan meluncur, misalnya poros yang menggunakan bantalan luncur (journal

bearing).

Teori pelumasan hidrodinamis yang sekarang berkembang adalah hasil penelitian

(27)

pada bantalan luncur pada roda kereta api dan mempelajari tipe pelumasan yang

terbaik pada bantalan luncur tersebut. Hasil yang diperoleh oleh Beauchamp

Tower mempunyai keteraturan dan kesamaan karakteristik seperti yang

disimpulkan Osborne Reynolds bahwa harus ada persamaan defenitif yang

terbatas dalam hubungan gesekan, tekanan dan kecepatan. Berdasarkan penelitian

Beauchamp Tower tersebut, Osborne Reynolds mengembangkan teori matematis

untuk menjelaskan eksperimen yang dilakukan Beauchamp Tower, dan

dipublikasikan pada tahun 1886.

Gambar 2.1 Pelumasan hidrodinamis untuk gerakan meluncur pada bidang rata

(28)

2.4.2 Pelumasan Elastohidrodinamis

Pelumasan elastohidrodinamis (Elastohydrodynamic Lubrication) juga

merupakan bentuk dari pelumasan hidrodinamis, tetapi pada pelumasan

elastohidrodinamis deformasi elastis dari permukaan yang dilumasi menjadi

sangat besar. Artinya terjadi kontak bidang permukaan yang bergesekan sangat

kecil, sehingga timbul tekanan yang demikian besar pada lapisan tipis minyak

pelumas yang membatasi kedua permukaan itu. Misalnya pada bantalan gelinding

(roller bearing), mimis (ball/roller) akan menekan cincin sehingga terjadi

deformasi elastis biarpun gaya yang diberikan demikian kecilnya.

2.4.3 Pelumasan Bidang Batas

Pelumasan bidang batas (Boundary Lubrication) mengacu pada situasi

kombinasi geometri kontak, beban relatif besar, kecepatan rendah , kuantitas

pelumas yang tidak cukup sehingga tidak dimungkinkan untuk membangkitkan

lapisan tipis minyak pelumas yang sempurna pada bagian yang bersinggungan.

Pada beberapa kasus pelumasan bidang batas masih terjadi kontak asperity

(permukaan kasar pada suatu permukaan yang dilihat di bawah mikroskop). Pada

situasi normal, asperity setiap logam dilapisi oleh lapisan oksida, misalnya besi

oksida pada besi atau baja, aluminium oksida (alumina) pada aluminium dan

sebagainya. Ketika asperities tersebut saling bergesekan, kecenderungan

asperities tersebut untuk melekat relatif lembut. Namun, bila lapisan oksida

tersebut aus/habis akibat gesekan yang berat maka permukaan-permukaan yang

bersinggungan memiliki kecenderungan untuk melakukan kontak langsung. Maka

(29)

gesekan yang relatif lembut. Dan jika permukaan logam tersebut kehilangan

lapisan oksidanya maka akan terjadi gesekan dan keausan yang parah. Dan pada

kasus tersebut diatas pelumasan bidang batas dapat mengurangi gesekan dan

keausan yang terjadi. Mekanisme dari pelumasan bidang batas sendiri adalah

misalnya dengan physical adsorption, chemical adsorption, maupun chemical

reaction.

2.4.4 Pelumasan Tekanan Ekstrim

Pelumasan tekanan ekstrim mengacu pada kondisi apabila kontak yang

terjadi di bawah pengaruh kerja paling hebat/ekstrim, seperti pada pemotongan

logam atau roda gigi yang mengalami beban kejut, sehingga aditif tekanan ekstrim

(EP additive) digunakan untuk melumasi. EP (Extreem Pressure) additive ini

merupakan sennyawa minyak yang dapat larut dan biasanya mengandung zat

belerang, chlorin atau fosfor yang bereaksi dengan permukaan bantalan pada

temperatur tinggi yang timbul dimana lapisan tipis minyak pelumas pecah,

membentuk zat lapisan tipis yang titik cairnya tinggi antara

permukaan-permukaan yang berkontak.

2.4.5 Pelumasan Padat

Pelumasan padat (Solid Lubrication) adalah sistem pelumasan dimana

diantara permukaan kontak saling melumasi sendiri oleh bahan padat yang

dilapisi dan kadang menyatu pada elemen tersebut.

Pelumasan padat dapat dipahami misalnya pada sebuah contoh, misalnya debu

(30)

karena debu, pasir dan kerikil mengurangi gesekan antara ban dan permukaan

jalan. Teknisnya, debu, pasir dan kerikil tersebut bertindak sebagai pelumas,

namun tentu saja tidak ada yang merekomendasikan debu, pasir dan kerikil

sebagai pelumas padat pada elemen mesin.

Walaupun telah banyak dikembangkan bahan inorganik untuk pelumasan padat,

seperti misalnya mica, talc, dan chalk namun sangat sedikit yang digunakan

secara umum untuk permesinan. Bahan-bahan yang umum dan paling banyak

digunakan sebagai pelumas padat adalah grafit dan molybdenum disulfida dan

PTFE (Polytetrafluoroethylene) / teflon.

Adapun karakterisitik bahan yang baik digunakan sebagai pelumas padat adalah

sebagai berikut :

• Mempunyai koefisien gesek rendah namun konstan dan terkendali

• Memiliki stabilitas kimia yang baik sepanjang temperatur yang diperlukan

• Tidak memiliki kecenderungan untuk merusak permukaan bantalan

• Lebih diutamakan yang memiliki daya adhesi yang kuat terhadap

permukaan bantalan, sehingga tidak mudah hilang/aus dari permukaan

bantalan.

• Memiliki daya tahan terhadap keausan dan umur yang relatif panjang

• Mudah diaplikasikan pada permukaan yang bergesekan terutama bantalan

• Tidak beracun dan ekonomis

Bahan inorganik seperti grafit dan molybdenum disulfida memiliki sifat mampu

membentuk lapisan tipis pada permukaan logam yang bergeser dengan mudah dan

menahan penetrasi oleh permukaan-permukaan yang bergesek. Senyawa-senyawa

(31)

atau minyak gemuk. Jenis plastik/polimer seperti PTFE dapat digunakan sebagai

permukaan bantalan yang dalam penggunaan tidak menggunakan atau

membutuhkan pelumasan lanjutan ataupun lainnya.

[image:31.595.108.517.245.491.2]

Beberapa bahan yang digunakasebagai pelumas padat dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Beberapa material yang digunakan sebagai bahan pelumas padat

Kelompok Bahan

Nama Bahan

Layer-lattice compounds

Molybdenum disulphide Graphite

Tungsten diselenide Tungsten disulphide Niobium diselenide Tantalum disulphide

Calcium fluoride Graphite fluoride

Polymers

PTFE Nylon

PTFCE Acetal

PVF2 Polyimide

FEP Polyphenylene sulphide

PEEK

Metals Lead Tin

Gold Silver

Indium

Other Inorganics Molybdic oxide Boron trioxide Lead monoxide Boron nitride

(sumber : Lubrication and Lubricant Selection :A Practical Guide, Third Edition by A.R. Lansdown)

2.4.6 Pelumasan Hidrostatis

Pada pelumasan hidrodinamis, seperti pada penjelasan diatas permukaan

yang bergesekan dipisahkan secara sempurna oleh lapisan tipis pelumas. Lapisan

tipis pelumasn tersebut dicapai dengan akibat gerakan luncuran, yang

membangkitkan lapisan baji minyak pelumas (oil-wedge) untuk membangkitkan

tekanan minyak pelumas di dalam bantalan misalnya. Namun pada mesin-mesin

yang mempunyai beban besar dan kecepatan putaran rendah tidak dimungkinkan

(32)

yang lebih besar agar terjadi lapisan tipis minyak pelumas diantaraporos dan

bantalan misalnya. Tekanan demikian diperoleh dengan menggunakan pompa

tekanan tingi yang akan menekan minyak pelumas ke bagian-bagian yang bergesek,

bukan sekedar pompa tekanan rendah yang berfungsi hanya sebagai pendistribusi

atau pensirkulasi minyak pelumas. Pelumasan sedemikian disebut pelumasan

hidrostatis (Hidrostatic Lubrication).

Pelumasan hidrostatis disebut juga pelumasan tekanan luar (externally pressurized)

karena tekanan yang timbul diakibatkan pengaruh kerja dari luar sistem. Dalam

beberapa kasus, setelah poros berputar dengan kecepatan tinggi biasanya pompa

tekanan tinggi yang digunakan dapat dihentikan sementara pompa tekanan rendah

sebagai pensuplai minyak pelumas tetap difungsikan. Dalam kasus ini, pada operasi

normal yang terjadi bukan pelumasan hidrostatis lagi, melainkan pelumasan

hidrodinamis.

2.5

Kekentalan Minyak Pelumas(Viscosity)

2.5.1 Kekentalan Dinamik dan Kekentalan Kinematik

Dalam industri perminyakan khususnya minyak pelumas dikenal istilah

kekentalan, karena kekentalan merupakan sifat paling penting bagi minyak

pelumas khususnya dan bahan pelumas umumnya, karena sifat ini menunjukkan

kemampuan untuk melumasi sesuatu dan kemampuan suatu fluida untuk

mengalir. Pada gambar 2.3 menunjukkan pendefenisian kekentalan dinamik

menurut Hukum Newton tentang aliran viskos. Suatu permukaan bergerak relatif

dengan kecepatan u terhadap permukaan lain dimana diantara kedua permukaan

(33)

tahanan fluida untuk mengalir di bawah pengaruh tekanan yang dikenakan dan

besarnya harga kekentalan merupakan perbandingan antara tegangan geser yang

bekerja dengan kadar geseran (rate of shear).

diam

y

u

h u

Gambar 2.3 Pendefenisian kekentalan dinamik menurut hukum Newton tentang aliran viskos

Dari gambar 2.3 secara matematis dapat ditulis:

h u dy du

µ µ

τ= = (2.1)

dimana: τ = tegangan geser fluida (N/m2)

µ = kekentalan dinamik (Poise, P)

u = kecepatan relatif permukaan (m/det)

h = tebal lapisan pelumasan (m)

[image:33.595.138.455.193.559.2]
(34)

dy du

τ

µ = (2.2)

Kekentalan dinamik disebut juga dengan kekentalan absolut, sementara kadar

geseran adalah du/dy. Jika kekentalan dinamik dibagi dengan rapat massa pada

temperatur yang sama hasilnya disebut kekentalan kinematik. Secara matematis

ditulis:

ρ µ

ν= (2.3)

dimana: ν = kekentalan kinematik (Stokes, S)

ρ = rapat massa (gram/cm3)

Dalam satuan cgs, tegangan geser adalah dalam dyne/cm2 dan kadar geseran dalam det-1, maka satuan kekentalan dinamik adalah poise disingkat P. Sedangkan satuan rapat massa gram/cm3 sehingga satuan kekentalan kinemati adalah stokes

disingkat St.

Satuan yang paling umum dalam industri perminyakan adalah centipoise

disingkat cP dan centistoke disingkat cSt, dimana 1 P = 100 cP dan 1 St =100 cSt.

Dalam satuan SI, untuk kekentalan dinamis adalah N det/m2 atau kg/m det dan satuan kekentalan kinematik adalah m2/det. Dengan demikian diperoleh hubungan

satuan-satuan:

1 P = 10-1 N det/m2

(35)

Dalam satuan British untuk kekentalan dinamik dikenal satuan lbf.s/in2

(pound-force second per square inch) yang disebut juga dengan reyn, yang diberikan

untuk penghormatan terhadap Sir Osborne Reynolds.

Hubungan antara reyn dan centipoise:

1 reyn = 1 lbf.s/in2 = 7,03 kgf.s/m2 1 reyn = 6,9 . 106 cP

Kekentalan juga dapat/pernah dinyatakan dengan unit sebagai berikut:

Kekentalan Redwood (Redwood viscosity)

Secara teknis Redwood viscosity bukanlah satuan untuk kekentalan

melainkan waktu alir. Itu adalah jumlah waktu yang diperlukan 50 ml

minyak untuk mengalir melalui cerobong saluran berbentuk mangkuk

(cup-shaped funnel) akibat gaya beratnya sendiri.

Kekentalan Saybolt (Saybolt viscosity)

Saybolt viscosity secara teknis adalah waktu alir dan hal tersebut juga

bukan satuan kekentalan, karena memiliki cara yang sama dalam

pengukurannya dengan Redwood viscosity. Metode ini pernah menjadi

metode standar pada ASTM.

Kekentalan Engler (Engler viscosity)

Engler viscosity juga merupakan waktu alir dengan metode hampir sama

dengan Redwood viscosity, tetapi hasilnya dinyatakan dengan derajat,

waktu alir sampel minyak terhadap yang diukur air pada temperatur

yang sama. Hal ini diterapkan hanya di hampir seluruh Eropa, tetapi secara

(36)

2.5.2 Klasifikasi Kekentalan Minyak Pelumas

Kekentalan minyak pelumas perlu distandarkan dan diklasifikasikan agar

penggunaannya sesuai dengan kebutuhan. Kekentalan minyak pelumas untuk

keperluan teknik dan industri telah diklasifikasikan oleh beberapa organisasi

standarisasi seperti ISO, SAE, ASTM, DIN, AGMA, dan lain sebagainya.

Klasifikasi yang paling banyak digunakan dalam dunia industri adalah klasifikasi

menurut ISO dan SAE.

1.Klasifikasi Kekentalan Menurut ISO

Sistem klasifikasi kekentalan minyak pelumas menurut ISO

(International Standard Organization) adalah berdasarkan kekentalan kinematik,

dalam satuan centistokes (cSt), pada daerah (range) kekentalan pada temperatur

40°C. Setiap daerah kekentalan diidentifikasi dengan angka ISO VG (Viscosity

Grade) atau derajat kekentalan ISO, dimana kekentalan tersebut merupakan

kekentalan kinematik rata-rata pada daerah tersebut (midpoint kinematic

viscosity). Untuk mendapatkan nilai kekentalannya , harus dihitung 10% dari nilai

rata-rata kekentalan kinematiknya. Misalnya ISO VG 100 mempunyai kekentalan

rata-rata 100 cSt, dimana batas kekentalannya adalah 90 cSt untuk minimum dan

110 cSt untuk maksimum.

Nilai kekentalan menurut ISO untuk minyak pelumas dapat dilihat pada gambar

grafik dan tabel berikut, yang dikutip dari dokumen ISO 3448 ”Industrial Liquid

(37)

Nilai kekentalan standar ISO dapat dilihat pada tabel di bawah, untuk nilai

kekentalan pada suhu 40 °C. Nilai untuk harga kekentalan kinematik minyak

pelumas pada 40 °C menurut dokumen ISO 3448.

Tabel 2.2 Klasifikasi kekentalan ISO minyak pelumas pada suhu 40 °C

Angka derajat kekentalan ISO

Harga tengah kekentalan, cSt

pada 40 °C

Batas kekentalan kinematik, cSt pada 40

°C

Minimum Maksimum

ISO VG2 ISO VG3 ISO VG5 ISO VG7 ISO VG10 ISO VG15 ISO VG22 ISO VG32 ISO VG46 ISO VG68 ISO VG100 ISO VG150 ISO VG220 ISO VG320 ISO VG460 ISO VG680 ISO VG1000 ISO VG1500 2,2 3,2 4,6 6,8 10 15 22 32 46 68 100 150 220 320 460 680 1000 1500 1,98 2,88 4,14 6,12 9 13,5 19,8 28,8 41,4 61,2 90 135 198 288 4174 612 900 1350 2,42 3,52 5,06 7,48 11 16,5 24,2 35,2 50,6 74,8 110 165 242 352 506 748 1100 1650

(38)

2.Klasifikasi Kekentalan Menurut SAE

Sistem klasifikasi ini disusun oleh SAE (Society of Automotive

Engineers), dalam SAE J300 SEP80 pertama kali dilaporkan Divisi Anekaragam

(Miscellaneous Division), disetujui pada Juni 1911, dan direvisi kembali oleh

suatu komite September 1980. Walaupun sistem kekentalan ini disusun oleh SAE,

klasifikasi kekentalan minyak pelumas bukan hanya untuk otomotif, melainkan

ssemua tipe penggunaan minyak pelumas termasuk industri, kapal laut dan

pesawat udara. Klasifikasi SAE merupakan klasifikasi untuk minyak pelumas

mesin-mesin secara rheologi saja. Karakteristik lain dari minyak pelumas tidak

termasuk. Praktek yang dianjurkan ini ditujukan untuk penggunaan oleh pabrik

pembuat mesin-mesin dalam menentukan derajat kekentalan minyak pelumas

yang akan direkomendasikan untuk penggunaan mesin-mesin yang diproduksi,

dan oleh perusahaan minyak dalam merumuskan dan memberi label produksi

mereka.

Dua seri derajat kekentalan diberikan pada tabel 2.2, dimana salah satu

mengandung letter W dan lainnya tidak. Derajat kekentalan dengan letter W

didasarkan atas kekentalan maksimum pada temperatur rendah dan temperatur

pemompaan batas maksimum, sebagaimana kekentalan minimum pada 100 °C.

Minyak pelumas tanpa letter W didasarkan atas kekentalan pada 100 °C. Minyak

yang diklasifikasikan kekentalannya pada temperatur rendah dan temperatur

pemompaan memenuhi persyaratan untuk derajat W, dan yang mana

kekentalannya pada 100 °C berada dalam daerah yang telah ditentukan dari salah

satu klasifikasi derajat non-W. Kekentalan pada temperatur rendah diukur sesuai

(39)

ASTM D 2602, Metode Pengujian Kekentalan Nyata Minyak Pelumas Mesin

pada Temperatur Rendah dengan mnggunakan Simulator Pengengkolan Dingin

(Method of Test for Apparent Viscosity of Motor Oils at Low Temperature Using

the Cold Crancing Simulator), dan hasilnya dilaporkan dalam centipoise (cP).

Kekentalan diukur dengan metode ini dan telah ditemui hubungannya dengan

kecepatan putaran yang diberikan selama pengengkolan temperatur rendah.

Tabel 2.3 Derajat kekentalan SAE untuk minyak pelumas mesin (SAE J300 Engine Oil Visccosity Classification)

2.5.3 Minyak Pelumas Multigrade

Minyak pelumas multigrade sering menimbulkan keraguan. Pada

dasarnya jenis ini merupakan salah satu yang mempunyai indeks kekentalan yang

bersesuaian dengan persyaratan pada 100 °C dan -18°C.

SAE Viscosity

Grade

Viscosity (cP) a at temp (°C) max.

Borderline b pumping temp (°C) max.

Viscosityc (cSt)

at 100 °C.

min max

0 W 5 W 10 W 15 W 20 W 25 W 20 W 30 W 40 W 50 W 60 W

3250 at -30 3250 at -30 3250 at -30 3250 at -30 3250 at -30

(40)

Tabel 2.4 Klasifikasi Multigarde SAE Crankcase Oil Viscosity

Nomor SAE Ganda Indeks Kekentalan

10W/30

10W/40

10W/50

20W/40

20W/50

145

169

190

113

133

Minyak pelumas mesin otomotif diklasifikasikan oleh SAE seperti tercantum pada

tabel 2.4. Tabel 2.4 khusus menunjukkan kekentalan minyak pelumas multigrade.

Ternyata bahwa minyak pelumas jenis ini mempunyai indeks kekntalan yang

tinggi.

Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa nomor SAE yang diikuti dengan letter W

(Winter) ditunjukkan sebagai minyak pelumas yang dimaksudkan untuk

kemudahan dalam menghidupkan mesin selama kondisi cuaca dingin. Misalnya

SAE 20W/50, artinya bahkan pada saat musim dingin (atau pada pagi hari saat

bukan musim dingin) nilai kekentalannya akan sama seperti SAE 20, dan pada

saat udara panas (kondisi operasi) atau bukan musim dingin kekentalan

maksimalnya adalah akan sama seperti SAE 50.

Minyak pelumas multigrade pada awalnya dibuat khusus untuk daerah yang

memiliki empat musim (iklim) dalam satu tahun, termasuk didalamnya musim

dingin, agar memudahkan pemilihan minyak pelumas untuk pengoperasian mesin

pada keempat musim tersebut. Namun dalam perkembangannya penggunaan

minyak pelumas multigrade tidak hanya digunakan pada wilayah yang memiliki

(41)

keragu-raguan bagi pengguna. Secara teori minyak pelumas SAE 20W/50 tersebut

dapat diaplikasikan/digunakan pada sistem yang memerlukan minyak pelumas

SAE 20, SAE 30, SAE 40 dan SAE 50.

2.5.4 Pengaruh Tekanan dan Temperatur Terhadap Kekentalan

Tekanan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kekentalan pelumas.

Hal ini sangat penting dalam pelumasan tipe elastohidrodinamis dan bidang

hidrolika. Minyak pelumas yang menunjukkan perubahan kekentalan yang besar

terhadap temperatur juga akan menunjukkan perubahan yang besar dengan

perubahan tekanan.

Persamaan Barus memberikan solusi hubungan kekentalan dan tekanan, yaitu:

.

0 µ µp = e

p (2.4)

(sumber: Literatur 1, bab 4, hal 29)

Dimana µpdan µ0 adalah kekentalan masing-masing pada tekanan p dan tekanan

atmosfir, adalah koefisien tekanan untuk kekentalan.

Koefisien tekanan untuk kekentalan ( ) untuk minyak pelumas yang memiliki

indeks viskositas rendah dan menengah lebih tinggi daripada untuk minyak

pelumas dengan indeks viskositas tinggi.

Persamaan kekentalan-tekanan Roeland merupakan persamaan alternatif untuk

menentukan kekentalan minyak pelumas terhadap perubahan tekanan yang

dinyatakan dengan:z

log (1,200 + log µ) = log (1,200 + log µ0) + z log (1+

2000

p

) (2.5)

(42)

µ = kekentalan pada tekanan p (cP)

0

µ = kekentalan dalam tekanan atmosfer

z = konstanta yang harganya bergantung pada jenis minyak pelumas

Gambar. 2.4 Pengaruh tekanan terhadap kekentalan, persamaan Barus dan Persamaan Roeland

Temperatur memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kekentalan

minyak pelumas. Pada temperatur rendah molekul-molekul pada cairan sangat

rapat sekali satu sama lain; dengan kata lain volume bebas terbatas. Pada daerah

ini tahanan cairan untuk mengalir (kekentalan) bergantung secara kritis pada

ukuran, bentuk dan fleksibilitas dari molekul dan gaya tarik

molekul-molekul tersebut. Pada temperatur tinggi volume bebas bertambah, kekentalan

fluida turun dan ukuran, bentuk, molekul-molekul dan sebagainya tidak begitu

penting.

Persamaan Roeland, Blok dan Vlugter memberikan hubungan antara kekentalan

(43)

log (1,200 + log µ) = log b – S log (1 +

135 t

) (2.6)

(sumber: Literatur 1, bab 4, hal.36)

dimana:

µ = kekentalan (cP)

t = temperatur (°C)

Gambar 2.5 Pengaruh temperatur terhadap minyak pelumas SAE pada tekanan atmosfer

(44)

2.6 Pengukuran/Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas

Kekentalan fluida/minyak pelumas dapat diukur dengan berbagai metode

dengan prinsip-prinsip yang berbeda. Misalnya dengan prinsip bola jatuh yang

memenuhi hukum Stokes atau menurut Hoeppler. Pengujian minyak pelumas

biasanya dilakukan pada temperatur yang konstan, misalnya -18 °C, 10°C,

28°C, 40°C, 50 °C atau 100°C. Alat untuk mengukur kekentalan minyak

pelumas disebut dengan viskometer (viscometers).

2.6.1 Viskometer Bola Jatuh (Falling Sphere Viscometer)

2.6.1.1 Viskometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes

Menurut hukum Stokes, sebuah bola dengan jari-jari r yang bergerak

dengan kecepatan rendah v di dalam fluida akan mengalami gaya gesekan yang

melawan arah gerakannya akibat kekentalan fluida, dengan suhu dan tekanan

konstan digambarkan seperti pada gambar di bawah.

Dalam metode bola jatuh sebuah bola jatuh dijatuhkan ke dalam tabung

transparan yang berisi fluida. Kecepatan bola jatuh mula-mula rendah, tetapi

percepatan gravitasi menyebabkan kecepatan bertambah sehingga gaya gesekan

fluida semakin besar. Gaya yang dialami bola adalah gaya gravitasi gaya apung

(arahnya ke atas), dan gaya gesekan (arahnya ke atas). Pada suatu kecepatan

terentu akan terjadi keseimbangan.

Tabung atau slinder yang digunakan dalam pengujian bola jatuh yang memenuhi

hukum Stokes ini haruslah tabung transparan, sehingga dapat dengan mudah

(45)

Gambar 2.6 Viskometer bola jatuh yang memenuhi hukum Stokes

Maka diperoleh kekentalan dinamik ( ) minyak pelumas (fluida) yang diuji:

g

v r

f b r

). (

9 2 2

ρ ρ

µ= − (2.7)

dimana:

µ = kekentalan dinamik (N .s/m2)

v r2

= perbandingan kuadrat jari-jari bola baja dengan kecepatan

rata-rata (m/det)

ρb = rapat massa bola baja (kg/m 3

)

ρb = rapat massa fluida (kg/m3)

g = gaya gravitasi = 9,81 (m/s2)

(46)

2.6.1.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler

Gambar 2.7 Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler

Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dapat dilihat pada gambar

diatas. Pengaturan suhu dapat dilakukan dengan menaikkan atau menurunkan

selimut air (water bath) pada tabung viskometer. Formula untuk pengukuran

viskositas menurut Hoeppler adalah :

µ =K1−ρ2).−t (2.8)

Dimana: µ = kekentalan dinamik (Poise)

ρ1= massa jenis bola uji (kg/m3)

ρ1= massa jenis fluida (kg/m3)

K = Konstanta bola uji viskometer

(47)

2.6.2 Viskometer Rotasional

Viskometer rotasional (Rotational Cylindrical Viscometer) seperti pada

gambar 2.2 terdiri dari dua slinder konsentris dengan fluida yang terdapat diantara

keduanya. Slinder terluar diputar dan torsi diukur pada slinder yang terdapat di

dalam.

Jika: r i = jari-jari slinder bagian dalam

o

r = jari-jari slinder bagian luar

l a = panjang tabung/slinder

δ = radial clearence

Didapat kekentalan dinamik/absolut:

a i o q o

l r r t

2

2πω

δ

[image:47.595.125.440.197.725.2]

µ = (2.9)

(48)

2.6.3 Viskometer Pipa Kapiler

Pengukuran kekentalan pada viskometer pipa kapiler (Capillary

Viscometers) didasarkan pada pengukuran rata-rata aliran fluida melalui tabung

berdiameter kecil/pipa kapiler.

Ada banyak tipe/varian viskometer yang menggunakan prinsip aliran fluida

melalui pipa kapiler, dan viskometer pipa kapiler merupakan viskometer yang

memiliki varian paling banyak dibandingkan dengan tipe viskometer yang lain.

Beberapa diantaranya dapat dilihat seperti pada gambar di bawah.

Gambar 2.9 Beberapa jenis tipe viskometer pipa kapiler

JikA

o o o

k µ ρ

µ =, adalah kekentalan kinematik pada p=0 dan temperatur tetap,

serta A* = 4

_

8

a g

lt

π , dan mengingat qα t 1

(49)

B t q

A ht o

k *

*

, = =

µ (2.10)

Dimana B* adalah konstanta dari fungsi alat uji tersebut.

2.6.4 Viskometer Cone and Plate

Gambar 2.7 menunjukkan prinsip kerja viskometer Cone-and-Plate

Viscometer.

[image:49.595.221.370.598.716.2]

Gambar 2.10 Viskometer Ferranti - Cone and Plate Viscometers

(50)

2.6.5 Viskometer tipe lain

Selain dari viscometer diatas, masih banyak lagi viscometer tipe lain,

beberapa diantaranya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

[image:50.595.157.442.176.728.2]

Gambar 2.12 Viskometer Stormer

(51)
[image:51.595.130.440.81.454.2]

Gambar 2.14 Viskometer MacMichael

2.7 Aditif minyak pelumas

Aditif minyak pelumas (oil additives) atau bahan tambahan minyak

pelumas, yang sering disebut juga oil treatment, adalah sejenis zat kimia yang jika

ditambahkan ke dalam minyak pelumas baik yang memiliki bahan dasar (base oil)

minyak bumi maupun sintetis akan mempertinggi atau memperbaiki sifat yang

ada dari minyak pelumas tersebut. Atau dapat juga memberikan sifat yang baru

pada minyak pelumas, yang tidak dimiliki sebelumnya.

Minyak pelumas awalnya ada yang diberikan aditif, namun dalam jumlah yang

sangat sedikit, agar terjaga keseimbangan komposisi kimia dalam pelumas.

Penambahan aditif haruslah dalam takaran yang sesuai dengan rekomendasi

(52)

2.7.1 Tujuan Penambahan Terhadap Minyak Pelumas

Penambahan aditif sering dilakukan pada minyak pelumas, untuk tujuan

tertentu, misalnya adalah:

•Memperbaiki kualitas/mutu minyak pelumas yang terlalu lama disimpan di

dalam gudang, sebelum dimasukkan ke dalam mesin atau sistem yang

memerlukan pelumasan.

•Untuk meningkatkan kembali performa mesin atau sistem yang sudah tua,

sehingga didapat karakteristik pelumasan yang menuju atau mendekati

kondisi seperti saat mesin/sistem masih baru atau performa yang dianggap

baik.

•Memberikan sifat-sifat tertentu pada minyak pelumas awal, yang tidak

dimiliki minyak pelumas itu sebelumnya. Misalnya anti-korosi, demulsifier,

dan pour point depresant.

•Manambah daya tahan atau waktu pemakaian minyak pelumas, sehingga

selang waktu pergantian minyak pelumas bertambah, yang menghemat biaya

untuk perawatan.

2.7.2 Pengaruh Penambahan Aditif Terhadap Minyak Pelumas

Secara umum pengaruh penambahan aditif ke dalam minyak pelumas

adalah sebagai berikut:

 Peningkatan kekentalan.

Hampir semua tipe aditif yang ditambahkan ke dalam minyak pelumas

mengakibatkan peningkatan kekentalan minyak pelumas tersebut, baik tipe

(53)

Peningkatan yang terjadi berkisar antara 5 % - 35 %, peningkatan

bervariasi tergantung dari jenis bahan dasar pelumas dan komposisi

kimianya.

 Perubahan warna dan bau.

Perubahan warna yang terjadi tergantung adalah efek samping dari

penambahan aditif, yang perubahannya tergantung pada warna aditif yang

ditambahkan. Perubahan warna yang terjadi mungkin lebih gelap maupun

lebih terang. Sedangkan perubahan bau yang lebih harum diharapkan

dapat menambah daya jual produk aditif tersebut.

 Perubahan komposisi kimia.

Komposisi kimia yang berubah akibat penambahan aditif adalah sangat

penting untuk meningkatkan kemampuan dari minyak pelumas dalam

melindungi minyak pelumas itu sendiri, maupun sistem yang dilumasinya.

Komposisi kimia aditif yang baik dapat merubah komposisi kimia pelumas

tanpa merusak komposisi kimia awal minyak pelumas tersebut.

2.7.3 Tipe Aditif dan Penggunaannya

Beberapa tipe aditif umum yang sering diaplikasikan pada minyak

pelumas adalah sebagai berikut:

 Alkaline

Fungsinya adalah mencegah kontaminasi (menetralisir) asam terhadap

minyak pelumas dan sistem yang dilumasi, sehingga tidak bereaksi dengan

minyak pelumas maupun mesin. Kontaminasi asam dapat disebabkan

(54)

 Anti-corrosion

Fungsinya adalah mencegah reaksi kimia yang menyebabkan korosi

terhadap bantalan/mesin. Aditif anti-corrosion akan memebentuk lapisan

pelindung pada permukaan yang dilumasi. Biasanya ditambahkan untuk

sistem yang bekerja pada lingkungan yang korosif.

 Anti-foam

Fungsinya adalah mencegah terjadinya pembentukan buih (foam) pada

minyak pelumas saat mesin beroperasi.

Pembentukan buih terjadi akibat minyak pelumas mengikat udara,

misalnya pada bantalan hidrodinamis, sehingga terbentuk

gelembung-gelembung udara. Jika lapisan bagian yang bergelembung-gelembung tersebut berada

pada elemen mesin yang saling bergesekan, maka gelembung-gelembung

udara pada minyak pelumas tersebut akan pecah dan terjadi kontak

langsung antar elemen. Buih pada minyak pelumas dapat menyebabkan

keluarnya minyak pelumas dari kontainernya (overflow). Overflow dapat

diilustrasikan pada mesin cuci yang tidak menggunakan detergen

anti-foam, dimana jika tidak menggunakan anti-foam pada detergennya maka

cairan detergen/buih akan keluar dari kontainernya.

 Anti-oxidant

Meningkatkan daya tahan minyak pelumas terhadap oksidasi pada

temperatur tinggi. Oksidasi yang terjadi pada minyak pelumas dapat

menyebabkan kerusakan pada komposisi kimia minyak, sehingga dapat

merusak komponen yang dilumasi. Selain temperatur, pengaruh waktu

(55)

 Anti-Wear

Lebih tepatnya adalah anti-wear improver, fungsinya mengurangi tingkat

keausan pada elemen mesin, khususnya yang berada pada pelumasan

bidang batas (boundary lubrication), seperti kam (cam) dan ring piston.

 Demulsifier

Fungsi utamanya adalah mencegah kontaminasi air pada minyak pelumas.

Misalnya pada fluida transmisi, fluida hirolik, maupun roda gigi pada

industri, dimana kandungan air pada pelumas dapat menimbulkan

masalah/kegagalan.

 Detergant & Dispersant

Fungsi utamanya adalah membersihkan dan mencegah kontaminasi jelaga.

Detergant berguna dalam membersihkan permukaan yng dilumasi,

sedangkan dispersant mencegah jelaga merusak minyak pelumas, misalnya

jelaga akibat pembakaran pada motor bakar.

 Metal-deactivator

Fungsinya mencegah kontaminasi partikel logam merusak permukaan

yang dilumasi. Cara kerja aditif ini adalah dengan membentuk lapisan

pelindung jika beinteraksi dengan partikel logam, misalnya dengan

adsorpsi kimia.

 Pour Point Depresant

Pada temperatur rendah, misalnya pada musim dingin, minyak

akan mengental, karena akan terbentuk waxy crystals. Hal tersebut

dikarenakan minyak pelumas umumnya terdiri dari rantai panjang

(56)

rendah, sehingga minyak pelumas akan sulit dituang atau mengalir. Oleh

sebab itu ditambahkan pour point depresant ke dalam minyak pelumas.

 Viscosity Index Improver

Pertimbangan utama dalam memilih minyak pelumas adalah adalah

kekentalan dan variasi kekentalan tersebut terhadap temperatur. Semakin

rendah temperatur maka kekentalan akan semakin tinggi (semakin kental),

demikian juga jika semakin tinggi temperatur maka kekentalan akan

semakin rendah (semakin encer). Tujuan dari viscosity index improver ini

adalah memperkecil pengaruh dari temperatur terhadap kekentalan minyak

pelumas.

Selain tipe aditif diatas masih ada lagi aditif khusus yang dapat di tambahkan pada

minyak pelumas, dengan seperti :

 Extreme-pressure agents, yang dapat meningkatkan kekuatan lapisan

minyak pelumas pada tekanan yang ekstrim (sangat tinggi).

 Viscosity Improver, berfungsi meningkatkan kekentalan secara ekstrim,

biasanya dapat meningkatkan kekentalan diatas 30%.

 Colour stabilizers

Minyak pelumas dan minyak gemuk sering ditambahkan dengan colour

stabilizers untuk mencegah minyak pelumas ataupun minyak gemuk

berubah warna (menjadi lebih gelap) dengan cepat, misalnya saat

berinteraksi dengan panas dan oksidasi. Dengan penambahan colour

stabilizers, perubahan warna terhadap pelumas dapat ditekan sedemikian

(57)

 Seal-swell agent

Tujuan utamanya adalah mengisolasi lingkungan yang dilumasi dari

elemen-elemen berpotensi yang merusak minyak pelumas dan lingkungan

yang dilumasi.

Sering ditemukan di pasaran, dalam satu kemasan aditif yang memiliki 2 atau

lebih sifat tambahan sekaligus. Misalnya pada satu kemasan terdapat aditif

alkaline dan detergent/dispersant, VI Improver dan anti-wear, atau anti-oxidant

dan anti-corrosion dan sebagainya.

2.8 Bantalan Luncur dan Pelumasan pada Bantalan Luncur

2.8.1 Bantalan Luncur

Bantalan luncur (journal bearings) sangat luas penggunaannya pada

mesin-mesin yang memiliki elemen berputar (rotating machines), seperti turbin

uap, generator, blower, kompresor, motor bakar, poros kapal laut, bahkan sebagai

bantalan pada elemen yang seharusnya menggunakan bantalan gelinding (rolling

elements bearing). Hal tersebut karena bantalan luncur lebih baik dari bantalan

gelinding (pada parameter yang dapat dianggap sama) dalam hal penyerapan

getaran, tahanan terhadap gaya kejut, relatif tidak bising, dan umurnya lebih

panjang. Semua karakteristik ini disebabkan oleh prinsip pelumasan bantalan

luncur yang menggunakan lapisan tipis minyak pelumas saat menumpu

poros,misalnya. Tentu saja hal tersebut tidak lepas dari teknik desain dan

(58)

Bantalan luncur termasuk dari jenis bantalan yang arah pembebanan normalnya

pada arah radial atau lebih banyak mengarah tegak lurus pada garis sumbu poros.

Maka bantalan luncur termasuk ke dalam jenis plain bearing atau kadang disebut

dengan sliding bearing.

Disebut bantalan luncur (dalam bahasa Indonesia) adalah karena adanya gesekan

luncur dan gerakan luncuran (sliding) yang terjadi pada bantalan, akibat adanya

lapisan fluida tipis diantara bantalan dan poros tersebut. Dapat juga dibandingkan

seperti atlet selancar air yang berselancar/meluncur bebas diatas air, demikian

juga dengan poros yang dapat meluncur dengan mudah pada bantalan dengan

bantuan lapisan tipis minyak pelumas.

Dalam bahasa Inggris disebut journal bearings karena poros ditumpu oleh

bantalan pada tempat/daerah yang dinamakan tap-poros atau leher-poros (neck),

dan daerah leher-poros tersebut dinamakan journal.

[image:58.595.129.509.409.703.2]

(59)

2.8.2 Pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur

Ada berbagai jenis bantalan luncur, dan bantalan-bantalan tersebut dapat

dilumasi dengan minyak pelumas, gas bahkan dengan minyak gemuk. Namun tipe

pelumasan yang paling efektif dan paling banyak digunakan adalah dengan

minyak pelumas dengan tipe pelumasan hidrodinamis.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, teori pelumasan hidrodinamis ini berasal dari

penelitian Beauchamp Tower, yang dianalisa oleh Osborne Reynolds.

[image:59.595.152.444.329.599.2]

2.8.2.1 Teori aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat / permukaan datar

Gambar 2.16 Aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat / permukaan datar

Lihat lapisan minyak pelumas diantara dua plat AB dan CD, salah satu permukaan

bergerak dengan kecepatan V, dan permukaan yang satunya (CD) diam, seperti

pada gambar 2.14. Kecepatan minyak saat kontak dengan CD adalah nol saat CD

(60)

setiap titik (xyz) seperti pada diagram, dimana F adalah gaya yang terjadi pada

gesekan internal dan p adalah tekanan pada titik tersebut (xyz).

Berdasarkan hukum Newton:

y v F δ µδ

= (2.11)

Dimana µ= koefisien kekentalan dan v = kecepatan pada arah x

Anggap elemen dx.dy.dz berada dalam gerakan seragam pada arah x dan =0

y p

δ δ

(p adalah independent terhadap y), sehingga solusi gaya:

, . ( , . =0

    + +   

+ dx dxdz

x p p p dz dx F dy y F F δ δ δ

δ (2.12)

x p y F δ δ δ δ =

Substitusi nilai F:

x p y v y F δ δ δ µ δ δ = = 2 2 (2.13)

Integral persamaan (2.10) terhadap y:

1 2 2 2 1 C y C y x p

v= + +

µδδ (2.14)

(61)

hy h y x p h y V v       − −       − = 1 2 1 1

µδδ (2.15)

catatan: Kondisi yang diterapkan untuk menentukan konstanta C1 dan C2 adalah

karena y diukur berlawanan dengan arah yang diindikasikan.

Dari sini fungsi internal pada persamaan (2.9) harus bernilai

  

 − dy

y F F δ δ pengganti   

 + dy

y F F

δ

δ , sehingga :

x p y F δ δ δ δ = Atau tanda y F δ

δ dibuat negatif dan persamaan kecepatan menjadi:

hy h y x p h y V

Gambar

Tabel 2.1     Beberapa material yang digunakan sebagai bahan pelumas padat
Gambar 2.3 Pendefenisian kekentalan dinamik menurut hukum Newton   tentang aliran viskos
Gambar 2.8. Viskometer Rotasional
Gambar 2.11. Prinsip kerja cone-and-plate viscometer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Statemen statemen dalam bahasa Pascal terdiri dari pernyataan yang berupa fungsi dan prosedur yang telah disediakan sebagai perintah standar Turbo Pascal.. Statemen-statemen

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi ketahanan pangan rumah tangga di Kelurahan Rejosari Kecamatan Pangkal Balam Kota Pangkalpinang, mengetahui tingkat

"...dengan langkah gemulai, perempuan langsing berbaju seksi itu melewati jembatan yang diujungnya banyak ditongkrongi an& muda.. dara manis warga bypasss itu

 Yield 10-years US Treasury note pada Senin, 01 Oktober ditutup naik ke level 3,09% akibat pindahnya investor ke pasar saham yang didorong oleh meredanya tensi

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa target penerimaan pajak dengan pajak yang diterima oleh KPP Rungkut untuk pajak orang pribadi pada tahun 2010

Hasil analisis menunjukkan gambit dalam naskah teks drama inggris yang berjudul “Fenomena Perbedaan Gaya Mengajar” terdapat tipe dari gambit yaitu: ekpresi Opening gambit

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa entitas mikro, kecil, dan menengah adalah suatu usaha ekonomi produktif baik yang dilakukan oleh orang pribadi maupun badan usaha yang

hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang- undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal