• Tidak ada hasil yang ditemukan

LIFE CYCLE ASSESSMENT PENGGUNAAN BAHAN BAKAR, REFRIGERAN DAN ENERGI LISTRIK PADA TRANSJAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LIFE CYCLE ASSESSMENT PENGGUNAAN BAHAN BAKAR, REFRIGERAN DAN ENERGI LISTRIK PADA TRANSJAKARTA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

LIFE CYCLE ASSESSMENT PENGGUNAAN BAHAN BAKAR, REFRIGERAN DAN ENERGI LISTRIK PADA TRANSJAKARTA

Life Cycle Assessment of Fuel, Refrigerant, and Electricity Use in Transjakarta Utari Ayuningtyas1, Mohamad Yani2 dan Siti Maimunah3

1Pusat Riset dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, BSN, Puspiptek, Serpong, Indonesia

2Departemen Teknologi Industri Pertanian, Kampus IPB Darmaga, Bogor, Indonesia

3Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan, Jakarta, Indonesia

E-mail: utari.ayu@bsn.go.id

Abstrak

Transjakarta merupakan salah satu sistem transportasi Bus Rapid Transit (BRT) yang memiliki jumlah armada sebanyak 2.527 unit yang beroperasi pada 13 rute utama dengan jenis bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar jenis solar dan Compressed Natural Gas (CNG). Selain itu, untuk menunjang pengoperasian bus Transjakarta juga membutuhkan halte dan pool. Untuk mengetahui besaran emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan emisi asidifikasi pada Transjakarta, maka dilakukan analisis dengan menggunakan metode Life Cycle Assessment (LCA) sesuai dengan SNI ISO 14040:2016 menggunakan batas sistem gate to grave. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis besaran dampak lingkungan berupa emisi GRK dan asidifikasi yang dihasilkan pada tahap penggunaan bahan bakar, refrigeran dan energi listrik pada Transjakarta. Dari hasil LCIA, emisi GRK dan asidifikasi paling besar adalah koridor 10 rute Tj. Priok – PGC Cililitan dengan emisi GRK sebesar 4.601,23 tonCO2(eq) dan emisi asidifikasi sebesar 369,65 tonSO2(eq). Emisi GRK pada bus Transjakarta menyatakan bahwa emisi yang berasal dari penggunaan bahan bakar jenis solar dan CNG pada bus sebesar 15,888.49 tonCO2(eq) dengan fungsional unit sebesar 5.13x10-4 tonCO2(eq)/penumpang.

Penggunaan energi listrik di halte dengan besaran emisi GRK sebesar 21,343.47 tonCO2(eq) dengan fungsional unit halte bus transjakarta diperoleh sebesar 1.15x10-4 tonCO2(eq)/penumpang. Hasil perbandingan antara bahan bakar solar dan CNG untuk 1 unit bus dihasilkan emisi GRK sebesar 5.36 kgCO2(eq) dan emisi asidifikasi sebesar 3.03 kgSO2(eq) untuk bus yang berbahan bakar jenis solar.

Sedangkan untuk bus yang berbahan bakar jenis CNG, emisi GRK yangdihasilkan sebesar 16.52 kgCO2(eq) dan emisi asidifikasi sebesar 2.4x10-4 kgSO2(eq).

Kata kunci: emisi gas rumah kaca, emisi asidifikasi, Transjakarta, Life Cycle Assessment Abstract

Transjakarta is a Bus Rapid Transit (BRT) transportation with the type of fuel used is diesel fuel and Compressed Natural Gas (CNG). To find out the amount of Greenhouse Gas (GHG) emissions and acidification emissions in Transjakarta, an analysis was carried out using the Life Cycle Assessment (LCA) method according to SNI ISO 14040:2016 using the gate to grave boundary system. The purpose of this study is to identify and analyze the magnitude of the environmental impact in the form of GHG emissions and acidification produced at the stage of using fuel, refrigerant, and electrical energy in Transjakarta. From the results of the LCIA, the largest GHG emission and acidification is the corridor 10 route Tj. Priok – PGC Cililitan with GHG emissions of 4,601.23 tonsCO2(eq) and acidification emissions of 369.65 tonsSO2(eq). GHG emissions on Transjakarta buses state that emissions from the use of diesel fuel and CNG on buses are 15,888.49 tonsCO2(eq) with a functional unit of 5.13x10-4 tonsCO2(eq)/passenger. The use of electrical energy at the bus stop with GHG emissions of 21,343.47 tonsCO2(eq) with the functional unit of the Transjakarta bus stop is 1.15x10-4 tonsCO2(eq)/passenger. The results of the comparison between diesel fuel and CNG for 1 unit of bus emit GHG emissions of 5.36 kgCO2(eq) and acidification emissions of 3.03 kgSO2(eq) for buses that run on diesel fuel. Meanwhile, for buses that use CNG fuel, the resulting GHG emissions are 16.52 kgCO2(eq) and acidification emissions are 2.4x10-4 kgSO2(eq).

Keywords: greenhouse gas emissions, acidification emission, Transjakarta, life cycle assessment

(2)

1. PENDAHULUAN

Kota Jakarta berkembang tidak lepas dari peranannya sebagai pusat bisnis dan perdagangan serta pusat pemerintahan. Hal ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan tenaga kerja, sehingga orang-orang yang tinggal di kawasan pemukiman seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) melakukan aktivitas bisnis, perdagangan dan bekerja di kota Jakarta. Aktivitas tersebut menyebabkan sirkulasi penduduk dari dan ke DKI Jakarta meningkat setiap hari. Dengan sirkulasi penduduk yang tinggi dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas.

Diantaranya kemacetan di seluruh jalan ibu kota maupun dari sekitar Bodetabek menuju ke Kota Jakarta. Kemacetan lalu lintas merupakan salah satu permasalahan transportasi (Darmady, 2018;

Ayuningtyas, dkk. 2020; Elfian dan Ariwibowo, P.

2018;).

Pemerintah menghadirkan adanya transportasi yang dapat menjadi solusi masalah kemacetan tersebut. Solusi yang diberikan itu salah satunya adalah dengan adanya Transjakarta. Transjakarta merupakan salah satu sIstem transportasi Bus Rapid Transit (BRT) yang mulai beroperasi sejak tahun 2004. Transjakarta memiliki jumlah armada sebanyak 2.527 unit yang beroperasi pada 13 rute utama dengan jenis bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dan bahan bakar gas (BBG) jenis Compressed Natural Gas (CNG).

Terdapat sebanyak 1.693 unit bus transjakarta yang berbahan bakar jenis solar dan 834 unit bus transjakarta yang berbahan bakar jenis CNG (Sukwandi R dan Jufina, 2015; Supriyatna A, dkk., 2020; Ayuningtyas, 2019).

Setiap tahun penumpang Transjakarta semakin meningkat, oleh karena itu kebutuhan akan sarana dan prasarana transjakarta pun semakin ditingkatkan pula, diantaranya meningkatkan fasilitas halte dan kebutuhan armada bus Transjakarta agar dapat menjamin kenyamanan penumpang. Dengan semakin meningkatnya jumlah penumpang, maka meningkat pula armada bus Transjakarta setiap tahunnya, oleh karena itu akan berpengaruh terhadap banyaknya bahan bakar dan energi listrik yang dibutuhkan. Semakin banyak ritasi

(perjalanan bolak-balik dalam satu trayek) atau semakin jauh jarak tempuh pun juga akan mempengaruhi banyaknya kebutuhan bahan bakar dan refrigeran yang dibutuhkan, sehingga akan berpengaruh terhadap emisi yang dihasilkan. Halte dan pool Transjakarta membutuhkan listrik untuk menunjang operasional kegiatannya, namun penggunaan listrik dari halte dan pool juga dapat menghasilkan emisi. Emisi yang dihasilkan berasal dari peralatan listrik seperti penerangan, Air Conditioning (AC) dan lain-lain yaitu berupa emisi seperti CO2, HFC dan emisi asidifikasi seperti SOX dan NOX (Ayuningtyas, 2019; Aminah, 2018;

Fauzan et al., 2015; Rifqi et al., 2013).

Menurut Ayuningtyas (2019), penggunaan bahan bakar dan energi listrik pada Transjakarta tersebut dapat menghasilkan emisi yang akan menimbulkan pencemaran udara. Bahan bakar minyak dan gas sebagai sumber energi yang menggerakkan mesin atau peralatan mekanis menghasilkan sisa buangan berupa gas, debu dan asap yang pada tingkat konsentrasi tertentu berperan sebagai zat pencemar udara. Dengan demikian, pada penelitian ini akan dilakukan identifikasi dan analisis besaran dampak lingkungan berupa emisi GRK dan asidifikasi yang dihasilkan pada tahap penggunaan bahan bakar, refrigeran dan energi listrik pada bus Transjakarta beserta fasilitas penunjangnya seperti halte dan pool bus dengan menggunakan metode Life Cycle Assessment (LCA).

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Transjakarta

Transjakarta merupakan sistem Bus Rapid Transit (BRT) pertama di Asia Tenggara dan Asia Selatan dengan lintasan terpanjang di dunia yaitu sepanjang 208 km dan akan terus bertambah.

Sistem bus Transjakarta ini terinspirasi dari Trans Milenio yang terdapat di kota Bogota, Kolombia.

Transjakarta resmi beroperasi melayani konsumen mulai tanggal 1 Februari 2004 sampai dengan saat ini (Setiawan, 2016).

Jumlah armada dan jumlah penumpang transjakarta selama 5 tahun terakhir pada 13 koridor utama relatif meningkat (Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah armada dan penumpang bus transjakarta selama 5 tahun terakhir Tahun Jumlah Armada bus (unit) Jumlah penumpang (orang)

2014 818 111.969.896

2015 1418 102.950.384

2016 1950 123.706.483

2017 2527 144.860.310

2018 2527 186.134.432

Sumber: PT Transportasi Jakarta (2018)

(3)

Pada tahun 2018 terdapat 2.527 unit yang terdiri dari bus transjakarta yang berbahan bakar solar sebanyak 1693 unit dan yang berbahan bakar CNG sebanyak 834 unit. Koridor utama bus Transjakarta terdapat 13 rute (Tabel 2).

Tabel 2. Rute pengambilan sampel bus Transjakarta

Koridor utama

Rute Jarak

(km)

1 Blok M – Kota 12.9

2 Pulo Gadung 1 – Harmoni 14 3 Kalideres – Pasar Baru 19 4 Pulo Gadung 2 – Dukuh Atas 11.85 5 Kampung Melayu – Ancol 13.5 6 Ragunan – Dukuh Atas 2 13.3 7 Kampung Rambutan –

Kampung Melayu

12.8

8 Lebak Bulus – Harmoni 26

9 Pinang Ranti – Pluit 28.8

10 Cililitan (PGC 2) – Tanjung Priok

19.4 11 Kampung Melayu – Pulo

Gebang

11.76 12 Penjaringan – Tanjung Priok 23.75 13 Ciledug Puri Beta – Tendean 9.4 Sumber: PT. Transportasi Jakarta (2018)

Dari 13 koridor tersebut telah melayani seluruh kota administrasi DKI Jakarta (Gambar 1).

Dari 13 koridor utama terdapat sebanyak 200 halte dan 5 pool yang masih aktif beroperasi.

Jarak antar halte bervariasi berkisar antara 300 hingga 1.500 meter. Lokasi atau letak halte disesuaikan dengan keberadaan tempat hiburan misalnya tempat wisata, taman atau daerah komersil seperti pusat perbelanjaan, apartemen, perkantoran serta rumah sakit, sehingga akan memudahkan penumpang sampai pada lokasi yang dituju tanpa harus berganti dengan moda transportasi lain. Sejauh ini jangkauan 13 koridor utama hanya memfasilitasi untuk rute-rute jalan utama (Ayuningtyas, 2019).

Gambar 1. Koridor utama bus transjakarta Sumber: PT. Transportasi Jakarta (2018)

2.2. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Sektor Transportasi

Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannnya ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar. Sektor transportasi telah dikenal sebagai salah satu sektor indikatif yang sangat berperan dalam pembangunan ekonomi yang sedang berlangsung. Penggunaan bahan bakar minyak secara intensif dalam sektor ini menjadi penyebab utama timbulnya dampak terhadap lingkungan udara, terutama di daerah-daerah perkotaan. Emisi dari transportasi dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan seperti emisi gas rumah kaca berupa CO2, CH4, N2O dan HFC. Emisi gas rumah kaca ini dapat menyebabkan pemanasan global secara langsung. HFC memiliki nilai konversi Global Warming Potential (GWP) yang tinggi dan banyaknya penggunaan HFC juga berpengaruh terhadap jumlah emisi GRK yang dihasilkan. R- 134A merupakan jenis HFC yang tidak mengandung zat perusak ozon, tetapi menyebabkan pemanasan global (Lina et al., 2016; Sofiah, dkk., 2018).

Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca.

Transportasi darat merupakan komponen terbesar dari penghasil emisi CO2 dengan nilai sekitar 89% emisi CO2. Pada tahun 2016, kategori transportasi mengeluarkan emisi dengan peningkatan rata-rata sebesar 6.69% per tahun.

Peningkatan emisi ini lebih besar 1.5 kali lipat dari peningkatan konsumsi bahan bakarnya yang hanya mencapai 4.24% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi pada kategori transportasi akan menaikkan emisinya sebesar 1.5 kali lipat. Dengan kondisi seperti itu, kategori transportasi diperkirakan akan menyumbang emisi dalam jumlah besar di masa depan, mengingat kendaraan dengan bahan bakar fosil masih terus diproduksi. Secara umum, penyumbang emisi GRK pada sektor transportasi sebesar 24,71%. Gas CO2 dan gas CH4 yang dihasilkan dari proses pembakaran memiliki peran sebesar 50% dan 20% terhadap total gas rumah kaca. Gas CO2 dan CH4 ini jika digabungkan akan menjadi CO2e, dimana CO2e

secara internasional telah ditetapkan sebagai ukuran yang digunakan untuk menentukan pengaruh gas rumah kaca terhadap lingkungan (Fazzry, 2016; KemenESDM, 2017; Putri 2017;

Setiawati et al. 2015).

Saat ini masyarakat dihadapkan pada kondisi dimana harus secepatnya melakukan perubahan terhadap pola hidup terkait dengan

187

(4)

penggunaan alat transportasi yaitu dengan cara meminimalisir penggunaan kendaraan bermotor guna menghindari efek global warming, sehingga pengadaan transportasi massal seperti Transjakarta merupakan salah satu cara untuk meminimalisir penggunaan kendaraan pribadi dan mengurangi kemacetan agar mengurangi emisi yang dihasilkan dan mengurangi efek global warming (Ayuningtyas, dkk., 2019; Andriani dan Yuliastuti, 2013).

2.3. Life Cycle Assessment (LCA)

Metode yang digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi dampak lingkungan yang ditimbulkan dari pengadaan bahan baku, proses produksi dan pemakaian suatu produk adalah metode Life cycle assessment (LCA) Metode LCA dilakukan dengan melakukan identifikasi secara kuantitatif dari semua aliran input-output dari sistem terhadap lingkungan dalam setiap tahap daur hidupnya (Brata, 2018; Sofiah, 2017).

Metode LCA dilakukan berdasarkan Principles and Framework LCA yang ada pada SNI ISO 14040:2016 yang terdiri dari 4 (empat) tahapan, yaitu definisi tujuan dan ruang lingkup (goal and scope definition), analisis inventori (life cycle inventory analysis), penilaian dampak (life cycle impact assessment), dan interpretasi hasil (life cycle interpretation). Hasil analisis LCA dapat digunakan sebagai dasar data kuantitatif suatu produk untuk nantinya dapat digunakan sebagai pembanding dengan produk lain, pengembangan produk, perencanaan strategi, pembuatan kebijakan publik, peningkatan nilai jual produk, dan lain-lain (BSN, 2016; Klopffer dan Grahl, 2014).

Gambar 2. Tahapan Life Cycle Assessment Sumber: SNI ISO 14040:2016.

Dalam menerapkan LCA sesuai dengan SNI ISO 14040:2016, terdapat 4 macam sistem

batas untuk menetapkan unit proses mana saja yang menjadi bagian dari sistem produk yang dianalisis yaitu (1) Cradle to grave: termasuk bahan dan rantai produksi energi dan semua proses dari ekstraksi bahan baku melalui tahap produksi, transportasi dan penggunaan hingga produk akhir dalam siklus hidupnya.(2) Cradle to gate: meliputi semua proses dari ekstraksi bahan baku melalui tahap produksi (proses dalam pabrik), digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari suatu produksi sebuah produk.

(3) Gate to grave: meliputi proses dari penggunaan pasca produksi sampai pada akhir- fase kehidupan siklus hidupnya, digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari produk tersebut setelah meninggalkan pabrik. (4) Gate to gate: meliputi proses dari tahap produksi saja, digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari langkah produksi atau proses (BSN, 2016).

3. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka pikir penelitian

Dengan adanya sirkulasi penduduk akan meningkatkan kebutuhan transportasi, kebutuhan akan transportasi massal akan mempengaruhi kebutuhan pengunaan atau konsumsi bahan bakar dan energi listrik yang akan menghasilkan emisi yang dikeluarkan ke udara. Dengan semakin meningkatnya jumlah armada transportasi umum setiap tahunnya, maka akan berpengaruh terhadap banyaknya bahan bakar dan energi listrik yang dibutuhkan. Semakin banyak ritasi atau semakin jauh jarak tempuh pun akan semakin banyak kebutuhan bahan bakar, sehingga akan berpengaruh terhadap emisi yang dihasilkan (Ayuningtyas, 2019; Bestari, 2015)

Operasional bus Transjakarta menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar dan Bahan Bakar Gas (BBG) jenis Compressed Natural Gas (CNG), sedangkan untuk operasional halte dan pool menggunakan energi listrik. Untuk menganalisis penggunaan bahan bakar dan energi listrik membutuhkan data antara lain besaran penggunaan bahan bakar pada bus transjakarta, besaran penggunaan energi listrik halte dan pool, jumlah armada, jumlah penumpang, dan jumlah freon AC. Data- data tersebut dianalisis melalui tahapan LCA dengan batas sistem gate to grave.

Menurut SNI ISO 14040:2016, tahapan model LCA terdiri atas analisis inventori meliputi kompilasi dan kuantifikasi input dan output dari penggunaan bahan bakar, energi listrik dan refrigeran. Pada tahapan penilaian dampak akan dievaluasi dampak potensial lingkungan yang signifikan. Kemudian tahapan yang terakhir yaitu interpretasi hasil penilaian yang akan diperoleh

(5)

besaran dampak emisi yang berasal dari penggunaan solar, CNG, listrik, dan refrigeran dengan functional unit CO2(eq)/penumpang. Dalam penelitian ini juga akan membandingkan besaran

emisi yang dihasilkan dari tiap-tiap rute bus transjakarta guna mengetahui emisi GRK dan emisi asidifikasi yang paling besar. Kerangka piker penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3 Kerangka Pikir Penelitian

3.2. Metode pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelusuran melalui pengambilan data dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan terkait data yang dibutuhkan di PT Transportasi Jakarta.

Data primer meliputi konsumsi solar dan CNG, penggunaan listrik halte dan pool, jumlah halte dan pool, jumlah armada, dan jumlah penumpang. Sedangkan data jumlah refrigerant atau freon AC merupakan asumsi.

3.3. Metode Analisis Life Cycle Assessment (LCA) SNI 14040:2016

Penentuan tujuan (goal) dan ruang lingkup (scope)

Tujuan (goal) dari penggunaan metode LCA ini untuk menganalisis daur hidup penggunaan bahan bakar solar, CNG dan refrigeran pada bus serta penggunaan energi listrik pada halte dan pool Transjakarta hingga menghasilkan emisi, diantaranya identifikasi input dan output (emisi) dan menganalisis potensi dampak lingkungan berupa emisi gas rumah kaca (GRK) dan emisi asidifikasi. Ruang lingkup Sirkulasi penduduk Jabodetabek berkorelasi dengan kebutuhan transportasi

massal (Transjakarta), akan meningkatkan konsumsi bahan bakar, energi listrik dan refrigeran yang akan menghasilkan emisi

Identifikasi dan analisis input dan output dari penggunaan bahan bakar, energi listrik

dan refrigeran

Konsumsi solar dan CNG;

Penggunaan energi listrik halte dan pool; Jumlah halte dan pool;

Jumlah armada;

Jumlah penumpang;

Jumlah refrigeran (freon AC)

Life Cycle Assessment (LCA) SNI ISO 14040:2016

Perhitungan matematis (KLHK dan EPA)

Perbandingan:

1. Antar penggunaan bahan bakar 2. Antar rute

Transjakarta

Besaran emisi dari Transjakarta:

1. Emisi GRK:

CO2, CH4, HFC, N2O

2. Emisi

Asidifikasi: NOx, SOx

Unit fungsional CO2(eq)/penumpang

189

(6)

(scope) yaitu pada kegiatan transportasi yang dikelola oleh PT. Transportasi Jakarta. Dengan menggunakan sistem batas gate to grave, analisis lebih mendalam dilakukan pada proses penggunaan bahan bakar dan refrigeran pada operasional bus Transjakarta dan penggunaan energi listrik pada operasional halte dan pool Transjakarta dengan functional unit emisi CO2(eq)/penumpang.

Analisis inventori data (Life Cycle Inventory/LCI)

Life cycle inventory atau analisis inventori merupakan tahap penilaian siklus hidup yang bertujuan untuk memahami dan mengevaluasi rinci aliran proses pada penggunaan bahan bakar dan refrigeran di bus Transjakarta dan penggunaan energi listrik di halte dan pool Transjakarta. Tahapan analisis inventori dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode LCA berupa analisis aliran neraca energi, neraca massa, dan emisi berdasarkan ketentuan SNI ISO 14040:2016 (Brata, 2018).

Analisis inventori mencakup pengumpulan data dan prosedur untuk menghitung masukan dan keluaran yang relevan dari sistem produk.

Proses analisis inventaris dilakukan secara berulang. Dengan bertambahnya data yang terkumpul, dan lebih dimengertinya sistem yang dikaji, dapat teridentifikasi persyaratan atau keterbatasan data yang membutuhkan perubahan prosedur pengumpulan data agar tujuan dari kajian tetap dapat tercapai (BSN, 2016).

Analisis dampak lingkungan (Life Cycle Impact Assessment/LCIA)

Analisis dampak dilakukan untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang dihasilkan berdasarkan hasil analisis inventori.

Perkiraan dampak lingkungan digunakan sesuai dengan Goal and Scope Definition yang telah ditentukan diawal. Perhitungan analisis dampak dikelompokkan berdasarkan dampak terhadap gas rumah kaca (GRK) dan asidifikasi. GRK yang dihasilkan dianalisis berdasarkan kandungan CO2, N2O, HFC dan CH4 yang dikonversi menjadi CO2-eq. Adapun metode penghitungan tingkat emisi GRK tersebut akan mengacu pada Pedoman Pengadaan dan Penggunaan Energi (KLHK 2012).

1. Penggunaan bahan bakar solar dan CNG pada bus transjakarta

Emisi dari penggunaan bahan bakar solar dan CNG pada bus transjakarta menghasilkan emisi CO2, melalui persamaan (1).

(1)

dimana:

QBB : Konsumsi solar atau CNG FE : Faktor emisi CO2 solar 0,074 ton/GJ dan CO2

CNG 0,056 ton/GJ (KemenESDM, 2015) Nilai kalor : Solar = 0,000036 TJ/Liter

(KemenESDM, 2015) CNG = 0,0000385 TJ/m3

(KLHK, 2012)

2. Emisi dari penggunaan listrik halte dan pool bus transjakarta

Listrik halte dan pool disuplai dari pembangkit listrik Jawa Bali sehingga perhitungan emisi yang mengacu pada Pedoman Pengadaan dan Penggunaan Energi menggunakan tier 2 melalui persamaan (2) (KLH, 2012).

(2)

dimana:

QL : Konsumsi listrik halte dan pool (kWh) FE : Faktor emisi jaringan PLN Jawa Bali Nusa Tenggara (0,819 tonCO2/MWh) (PLN, 2018)

3. Emisi HFC dari penggunaan freon (R-134A) Air Conditioning (AC) pada bus transjakarta Freon adalah gas yang banyak digunakan untuk pendingin. Freon memiliki kandungan yang berbeda tergantung jenisnya dan memiliki nilai global warming potensial (GWP). Selama air conditioning (AC) digunakan memiliki kebocoran (refrigerant leakage) untuk lepas ke udara dengan nilai sebesar 50% dari jumlah freon yang digunakan per tahun. Persamaan (3) merupakan rumus perhitungan emisi GRK dari refrigeran yang digunakan. Air Conditioning (AC) atau sistem pendingin bus standar umumnya menggunakan R-134A (EPA, 2014; Unal, dkk., 2021).

(3) dimana:

C : Jumlah refrigeran yang digunakan (kg) X : Laju kebocoran (%)

T : Waktu pemakaian, apabila digunakan setahun penuh maka bernilai 1

FE : Faktor emisi R-134A = 1.430 kgCO2(eq)

(National Refrigerant, 2016) FE x T X x x C HFC

Emisi )

(100

=

nilaikalor x

FE x Q CO

Emisi 2 = BB

FE x Q CO

Emisi 2 = L

(7)

4. Emisi CH4 dan N2O

Emisi CH4 dan N2O terjadi pada pembakaran bahan bakar yang dipengaruhi oleh teknologi dan sistem pengendalian emisi pada bus transjakarta.

Perhitungan emisi ini mengacu pada Pedoman Pengadaan dan Penggunaan Energi menggunakan tier 1 melalui persamaan (4) (KLHK, 2012).

(4) Keterangan:

QBB = Konsumsi bahan bakar solar atau CNG (liter)

FE = Faktor emisi CH4 solar (5 gram/GJ) dan CH4 CNG (50 gram/GJ)

N2O solar (0,6 gram/GJ) dan N2O CNG (0,1 gram/GJ) (KemenESDM, 2015)

Nilai kalor:

Solar = 0,000036 TJ/liter (KemenESDM, 2015) CNG = 0,0000385 TJ/m3 (KLHK, 2012)

5. Emisi GRK (CO2(eq))

Selanjutnya emisi CO2, HFC, CH4 dan N2O yang diperoleh dari persamaan (1) sampai dengan (4) dikonversi menjadi kg CO2(eq) menggunakan persamaan (5).

(5)

dimana:

Emisi : Emisi CO2 dari penggunaan listrik halte/pool (ton); Emisi HFC dari penggunaan freon AC; Emisi CH4

dan N2O dari pembakaran bahan bakar bus (ton)

FE : Faktor emisi penggunaan peralatan listrik (Sofiah, 2017) 1 kg CO2 = 1 kg CO2(eq)

1 kg CH4 = 25 kg CO2eq

1 kg N2O = 298 kg CO2

6. Emisi SO2 dan NOx

Perhitungan emisi asidifikasi dari penggunaan listrik stasiun, pool dan halte serta dari penggunaan bahan bakar solar dan CNG pada bus transjakarta. Emisi asidifikasi terdiri dari emisi SO2 dan NOx. Perhitungan emisi dapat diperoleh dengan persamaan (6), mengacu pada US EPA.

(6)

Keterangan:

Emisi = Emisi SOx atau NOx

QL = Konsumsi listrik stasiun, pool dan halte KRL (kWh) atau konsumsi bahan bakar solar atau CNG (liter, lsp)

FE = Faktor emisi penggunaan peralatan listrik 0,00389 kgSO2/kWh dan 0,00136 kgNOx/kWh (Handriyono dan Kusuma 2017)

Faktor emisi penggunaan bahan bakar solar SOx = 5,28x10-6 ton/liter dan NOx = 2,9x10-5 ton/liter (EPA, 1998).

Sedangkan, penggunaan bahan bakar CNG SOx = 0,6 lb/MMSCF dan NOx = 100 lb/MMSCF (Brata, 2018).

7. Emisi asidifikasi (SO2(eq))

Emisi SO2 dan NOx yang diperoleh dari persamaan (6) dari penggunaan listrik stasiun, pool dan halte serta penggunaan bahan bakar solar dan CNG dikonversi menjadi emisi asidifikasi kg SO2(eq) menggunakan persamaan (7).

Emisi SO2(eq) = Emisi x FE (7) Keterangan:

Emisi = Emisi SO2 atau NOx (ton)

FE = Faktor emisi penggunaan peralatan listrik

1 kg SO2 = 1 kgSO2eq (Sandy, 2018) 1 kg NOX = 0,7 kg SO2(eq) (Sofiah, 2017) Faktor emisi (FE) adalah suatu koefisien yang menunjukkan banyaknya emisi per unit aktivitas (Brata, 2018). Faktor emisi CO2 yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil dari penelitian sebelumnya berdasarkan kondisi di Indonesia.

Interpretasi hasil

Tahapan terakhir dalam LCA adalah interpretasi hasil yang telah diperoleh dari tahapan sebelumnya. Tahap interpretasi hasil terdiri identifikasi besaran CO2(eq)/penumpang dari hasil penilaian dampak pada operasional bus Transjakarta dan operasional penunjang seperti halte dan pool bus. Emisi CO2(eq)/penumpang yang dihasilkan dari penilaian dampak emisi GRK pada operasional transportasi akan diperoleh dari tiap komponen pada transportasi tersebut, sedangkan pada operasional penunjang akan diperoleh penilaian dampak pada penggunaan energi listrik di halte dan pool dari transportasi tersebut.

FE x Emisi CO

Emisi 2(eq) =

nilaikalor x

FE BB x

Q Emisi =

FE L x

Q Emisi =

191

(8)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis inventori (LCI)

Data inventori bus transjakarta selama 1 tahun meliputi data input yaitu jumlah freon, jumlah

armada bus, dan kebutuhan listrik baik untuk listrik halte maupun listrik pool. Dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan, data output yaitu emisi CO2, HFC, CH4 dan N2O, SO2 dan NOx. Data analisis inventori input output keseluruhan rute bus transjakarta dapat dilihat pada Lampiran.

Tabel 3. Data Transjakarta pada tahun 2018

No Uraian Jumlah Nilai satuan

1 Armada bus transjakarta 2,527 - Unit bus

2 Jumlah penumpang - 186,134,432 orang

3 Penggunaan listrik di halte 200 26,060,400 kWh

4 Penggunaan listrik di pool 5 2,864,400 kWh

5 Jumlah freon per bus* 1 4,5 kg

Sumber: PT. Transportasi Jakarta (2019) Catatan: (*) asumsi

Penggunaan listrik pada halte misalnya untuk penerangan, mesin ticketing, kipas angin, monitor jadwal dan keberadaan bus, dan lain sebagainya. Dikarenakan desain halte transjakarta adalah desain terbuka dan lebih banyak menggunakan kaca atau koridor terbuka, sehingga penggunaan lampu sebagai penerangan hanya dinyalakan pada saat menjelang malam saja. Sedangkan kipas angin juga dinyalakan pada bagian dalam ruangan tertutup saja, bagian koridor terbuka dinyalakan pada saat peakhour, dimana penumpang antri panjang menunggu bus transjakarta. Monitor jadwal dan keberadaan bus dibiarkan selalu menyala dikarenakan untuk memberikan informasi kepada penumpang terkait keberadaan bus dan lama bus tiba pada tiap halte.

Sedangkan, penggunaan listrik pada pool misalnya untuk penerangan kantor pool, pos penjagaan dan lain-lain.

Penggunaan bahan bakar solar dan CNG pada bus transjakarta berasal dari kilang minyak PT. Pertamina Persero. Setelah melalui tahap pengolahan kemudian didistribusikan ke SPBU pertamina, selanjutnya digunakan oleh bus transjakarta. Kemudian untuk penggunaan listrik pada halte dan pool bus transjakarta disuplai dari pembangkit listrik Jawa Bali melalui jaringan listrik PLN. Jaringan listrik tersebut mengalirkan listrik ke 200 halte transjakarta dan 5 pool sebagai tempat penyimpanan bus transjakarta yang berlokasi di DKI Jakarta.

Data jumlah freon AC per bus transjakarta pada tabel 3 merupakan asumsi berdasarkan penelitian sebelumnya terkait LCA pada KRL Jabodetabek. Jika pada penelitian tersebut menyatakan 1 gerbong KRL membutuhkan 6 kg freon, maka diasumsikan pada bus transjakarta hanya membutuhkan pengisian freon sebanyak 4,5 kg selama 1 tahun pemakaian.

Penilaian dampak lingkungan (LCIA)

Penilaian dampak lingkungan dilakukan dengan menghitung emisi GRK dan asidifikasi untuk keseluruhan koridor utama bus Transjakarta dan tiap-tiap rute bus Transjakarta.

Emisi GRK bus Transjakarta berasal dari penggunaan freon AC yaitu emisi HFC, emisi CO2, emisi CH4 dan N2O yang berasal dari hasil pembakaran bahan bakar yang digunakan, dan dari penggunaan listrik di tiap halte dan pool.

Pada tabel 5 diperoleh besaran emisi GRK penggunaan bahan bakar dan energi listrik dari keseluruhan rute,halte dan pool bus transjakarta total sebesar 39.577,53 tonCO2(eq). Emisi yang paling besar yaitu pada penggunaan listrik di 200 halte transjakarta yaitu dengan nilai 21.343,47 tonCO2(eq), kemudian emisi dari freon (R-134A) yaitu dengan nilai 8.131 tonCO2(eq) (perhitungan terdapat pada lampiran data inventori).

Pada lampiran data inventori, perhitungan emisi asidifikasi bus transjakarta berasal dari SOx dan NOx dengan total besaran emisi senilai 2.902,55 tonSO2(eq). Emisi NO2 pada bus yang berbahan bakar solar menjadi yang paling besar dengan nilai 2.192,32 tonSO2(eq), sedangkan emisi NO2 pada bus yang berbahan bakar CNG dengan nilai 0,1 tonSO2(eq). Gas NO2 merupakan gas yang paling beracun. Hal ini disebabkan karena larutan NO2 tidak mudah larut dalam air sehingga dapat menembus ke dalam saluran pernapasan. Data perhitungan emisi GRK dan emisi asidifikasi diatas dapat dilihat pada lampiran data perhitungan emisi GRK dan asidifikasi dari keseluruhan rute dan armada bus (Tugaswati, 2007).

Perbandingan antar rute bus transjakarta Besaran emisi tiap-tiap rute bus transjakarta yang memiliki emisi GRK dan asidifikasi paling besar adalah koridor 10 rute Tj.

Priok – PGC Cililitan, selanjutnya diikuti oleh koridor 1 rute Kota – Blok M dikarenakan memiliki jumlah armada dan jumlah halte yang paling

(9)

banyak dibandingkan dengan rute lainnya. Data emisi GRK dan asidifikasi tiap rute bus transjakarta dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Besaran emisi GRK dan asidifikasi tiap-tiap rute bus transjakarta koridor Emisi GRK

(tonCO2(eq))

Emisi asidifikasi (tonSO2(eq))

1 4.379,10 366,42

2 3.451,31 364,86

3 3.134,85 199,81

4 2.610,54 224,19

5 3.627,14 79,92

6 3.314,96 224,34

7 1.680,77 73,49

8 3.059,25 139,44

9 4.171,56 300,06

10 4.601,23 369,65

11 2.380,51 262,07

12 2.844,46 41,01

13 1.732,48 40,92

Sumber: Hasil olah data penelitian tahun, 2019 Perbandingan antar bahan bakar pada bus

transjakarta

Bus transjakarta mengkonsumsi bahan bakar jenis solar dan CNG. Sebanyak 1693 unit bus berbahan bakar jenis solar dan 834 unit bus berbahan bakar jenis CNG. Konsumsi bahan bakar jenis solar untuk 1 liter dapat digunakan untuk jarak tempuh sepanjang 2 km, sedangkan konsumsi bahan bakar jenis CNG untuk 1,1 lsp (liter setara premium) dapat digunakan untuk jarak tempuh sepanjang 1 km. Perbandingan besaran emisi untuk 1 unit bus per hari dengan penggunaan bahan bakar jenis solar diperkirakan sebanyak 118,5 liter, sedangkan penggunaan bahan bakar jenis CNG untuk 1 unit bus per hari sebanyak 215,45 lsp yang digunakan pada jarak tempuh yang sama yaitu 237 km. Dihasilkan emisi GRK sebesar 5,36 kgCO2(eq) dan emisi asidifkasi sebesar 3,03 kgSO2(eq) untuk bus yang berbahan bakar jenis solar. Sedangkan, untuk bus yang berbahan bakar jenis CNG, emisi GRK yang dihasilkan sebesar 16,52 kgCO2(eq) dan emisi asidifikasi sebesar 2,4x10-4 kgSO2(eq) (Tabel terdapat pada lampiran emisi GRK dan asidifikasi

dari penggunaan bahan bakar solar dan CNG untuk tiap 1 unit bus).

Interpretasi hasil

Pada tahap ini dianalisis penilaian dampak dari tiap komponen yang menghasilkan emisi GRK pada tiap rute bus transjakarta. Interpretasi dilakukan untuk melihat perbedaan CO2(eq)/penumpang. Dari hasil penilaian dampak diperoleh besaran emisi berasal dari penggunaan freon AC pada operasional transportasi dan penggunaan energi listrik pada operasional halte dan pool Transjakarta.

Fungsional unit CO2eq/penumpang bus transjakarta

Berdasarkan hasil perhitungan emisi GRK dan asidifikasi pada 2.527 unit bus transjakarta menyatakan bahwa emisi yang berasal dari penggunaan bahan bakar jenis solar dan CNG pada bus transjakarta sebesar 15.888,49 tonCO2(eq) dan 2.762,64 SO2(eq) (Tabel 5).

193

(10)

Tabel 5. Perhitungan emisi GRK bus Transjakarta

Jenis Jumlah Sarana atau

prasarana

Emisi GRK (tonCO2eq)

Emisi Asidifikasi (tonSO2eq)

Bus transjakarta 2.527 Unit 15.888,49 2.762,64

Halte 200 Halte 21.343,1 126,04

Pool 5 Pool 2.345,94 13,87

Total 39.577,53 2.902,55

Jika diasumsikan dalam 1 bus terdapat 73 orang penumpang, maka besaran emisi GRK per penumpang bus transjakarta sebesar 5,13x10-4 tonCO2(eq)/penumpang. Sedangkan, besaran emisi dari operasional halte sebesar 1,15x10-4 tonCO2(eq)/penumpang, diperoleh dari emisi

penggunaan listrik halte sebesar 21.343,1 tonCO2(eq) dengan total jumlah penumpang pada tahun 2018 sebanyak 186.134.432 orang, data tersebut diperoleh dari jumlah penumpang yang terdapat pada keseluruhan halte transjakarta (Tabel 6).

Tabel 6 Perhitungan fungsional unit CO2eq/penumpang Transportasi Jumlah Kapasitas

penumpang (orang)

Jumlah perjalanan

per hari

Jumlah penumpang

Emisi GRK (tonCO2eq/ penumpang) Bus transjakarta 2.527 184.471 168 30.991.128 5,13x10-4

Halte 200 - - 186.134.432 1,15x10-4

Sumber: hasil olah data penelitian, 2019

5. KESIMPULAN

Dari hasil LCIA pada Transjakarta menghasilkan perhitungan bahwa besaran emisi GRK berupa CO2, CH4, N2O dan HFC dari penggunaan bahan bakar, refrigeran dan energi listrik dari keseluruhan rute, halte dan pool Transjakarta sebesar 39.577,53 tonCO2(eq). Sedangkan, emisi asidifikasi berupa NO2 dan Sox sebesar 2.902,55 tonSO2(eq). Hasil perbandingan antar rute bus Transjakarta yang memiliki emisi GRK dan asidifikasi paling besar adalah koridor 10 rute Tj.

Priok – PGC Cililitan dengan nilai emisi GRK sebesar 4.601,23 tonCO2(eq) dan nilai emisi asidifikasi sebesar 369,65 tonSO2(eq).

Emisi GRK pada bus Transjakarta menyatakan bahwa emisi yang berasal dari penggunaan bahan bakar jenis solar dan CNG pada bus sebesar 15,888.49 tonCO2(eq) dan 2,762.64 tonSO2eq dengan fungsional unit sebesar 5.13x10-4 tonCO2(eq)/penumpang.

Penggunaan energi listrik di halte dengan besaran emisi GRK dan asidifikasi senilai 21,343.47 tonCO2(eq) dan 126.18 tonSO2(eq). Sedangkan besaran emisi GRK dan asidifikasi pada pool Transjakarta senilai 2.345,94 tonCO2(eq) dan 13,87 tonSO2(eq). Total jumlah penumpang pada tahun 2018 sebanyak 186,134,432 orang, sehingga fungsional unit halte bus transjakarta diperoleh sebesar 1.15x10-

4 tonCO2(eq)/penumpang.

Hasil perbandingan antara bahan bakar solar dan CNG untuk 1 unit bus dihasilkan emisi GRK sebesar 5.36 kgCO2(eq) dan emisi asidifkasi sebesar 3.03 kgSO2(eq) untuk bus yang berbahan bakar jenis solar. Sedangkan untuk bus yang

berbahan bakar jenis CNG, emisi GRK yangdihasilkan sebesar 16.52 kgCO2(eq) dan emisi asidifikasi sebesar 2.4x10-4 kgSO2(eq).

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT.

Transportasi Jakarta (Transjakarta) dan pihak- pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, S. (2018). Transportasi publik dan aksesibilitas masyarakat perkotaan. Jurnal Teknik Sipil Universitas Bandar Lampung.

9(1): 1142-1155.

Anam, A.N., Raharjo, S., Pribadi R.J. (2016).

Perbandingan Penggunaan Refrigeran R410A dan Musicool-22 Melalui Proses Retrofit pada AC Merk Daikin 2 PK.

[Skripsi]. Universitas Muhamadiyah Semarang.

http://repository.unimus.ac.id/id/eprint/175 Diakses pada tanggal 9 Juli 2019.

Andriani, D.M., Yuliastuti, N. (2013). Penilaian sistem transportasi yang mengarah pada green transportasi di Kota Surakarta.

Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota.

9(2): 183-193.

Ayuningtyas, U. (2019). Life Cycle Assessment (LCA) Penggunaan Bahan Bakar dan

(11)

Energi Listrik pada Transportasi Massal di DKI Jakarta [tesis]. IPB, Bogor.

Ayuningtyas, U (2020). Emisi Gas Rumah Kaca Penggunaan Listrik pada Kereta Rel Listrik Jabodetabek dengan Metode Life Cycle Assessment. Jurnal Standardisasi.

22(2):95-106.

Badan Pusat Statistik. (2016). Statistik Transportasi DKI Jakarta. Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. (2016).

Manajemen Lingkungan-Penilaian Daur Hidup-Prinsip dan Kerangka Kerja SNI ISO 14040:2016. Jakarta.

Bestari LR. 2015. Estimasi Nilai Pajak Emisi Kendaraan Umum Berbahan Bakar Solar (studi kasus: Metro Mini di DKI Jakarta) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Brata, A.K. (2018). Analisis penilaian daur hidup produksi bensin dan diesel pada tahap pengolahan di kilang minyak dengan konfigurasi hydroskimming-hydrocracking complex. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 8(3):406-413.

Badan Standardisasi Nasional. (2016).

Manajemen Lingkungan-Penilaian Daur Hidup-Prinsip dan Kerangka Kerja SNI ISO 14040:2016. Jakarta (ID): BSN.

Darmady, I.S. (2018). Studi Transformasi- Adaptasi Ruang Kota di Kawasan Pusat Bisnis Karet Kuningan, Jakarta. Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. 2(2):455-468.

Elfian dan Ariwibowo, P. (2018). Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen Bis Transjakarta di Terminal Kampung Melayu. Jurnal Dinamika Manajemen Bisnis. 1 (2). E-ISSN 2614- 1353.

Environmental Protection Agency. (2014).

Greenhouse Gas Inventory Guidance.

Direct fugitive emissions from refrigeration, air conditioning, fire suppresion, and industrial gases. Washington DC, USA.

Fauzan, M.R., Martin, Y., Haris, A. (2015). Analisa harmonisa akibat pengaruh penggunaan converter pada kereta rel listrik 1x25 kV Jogjakarta-Solo. Jurnal Rekayasa dan Teknologi Elektro. 9(3):192-202.

Fazzry, AN. (2016). Analisis emisi gas rumah kaca (CO2) angkutan antar kota dalam propinsi (AKDP) di Jawa Timur. Seminar Nasional Inovasi dan Aplikasi Teknologi di Industri. Hlm. 16-20. ISSN 2085-4218.

Handriyono RE, Kusuma MN. 2017. Kajian beban emisi SO2 dan NOx dari kegiatan industri di

kawasan industri sier Surabaya. Jurnal Teknik Lingkungan. 3(2):41-46.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

2015. Data Inventory Emisi GRK Sektor Energi. Jakarta (ID): Kementerian ESDM.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

(2017). Kajian Penggunaan Faktor Emisi Lokal (tier 2) dalam Inventarisasi GRK Sektor Energi. Jakarta.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

(2012). Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional.

Volume ke-1: Metodologi Penghitungan Tingkat Emisi Gas Rumah Kaca. Jakarta.

Klopffer W., Grahl, B. (2014). Life Cycle Assessment (LCA): A Guide to Best Practice. Wiley VCH Verlag GmbH dan Co.

KGaA, Boschstr. 12, 69469 Weinheim, Germany.

Lina, R.A., Sutrisno, E., Huboyo, H.S. (2016).

Kajian emisi gas rumah kaca (CO2, CH4 dan N2O) akibat aktivitas kendaraan (studi kasus area sukun dan terminal terboyo).

Jurnal Teknik Lingkungan. 5(4): 1-13.

National Refrigerants Inc. (2016). Refrigerants Reference Guide. Sixth Edition.

Washington DC, USA.

Perusahaan Listrik Negara. (2018). Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik. Jakarta Putri, H. P. (2017). Life Cycle Assessment (LCA) emisi pada proses produksi bahan bakar minyak jenis bensin dengan pendekatan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) [skripsi]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

[PLN] Perusahaan Listrik Negara. 2018. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Tahun 2018-2027. Jakarta (ID): PLN.

Rifqi, M., Sukmadi, T., Yuningtyastuti. (2013).

Simulasi konsumsi energi listrik KRL terhadap kurva kecepatan-waktu menggunakan algoritma genetik. Jurnal Transient. 2(1):97-102. ISSN: 2302-9927.

Sandy, N.T. (2018). Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) pada Produksi Bioetanol dari Molase [tesis]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Setiawan, A. A. (2016). Transformasi trnasjakarta untuk melayani masyarakat ibukota dan sekitarnya. Jakarta (ID): Universitas Pembangunan Jaya.

Setiawati, A., Prasetyo, S.C.A., Hatmoko, J.U.D., Hidayat, A. (2015). Kuantifikasi emisi gas CO2 ekuivalen pada konstruksi jalan perkerasan kaku. Jurnal Karya Teknik Sipil.

4(1): 83-92.

195

(12)

Sofiah, I. (2017). Life cycle assessment produk perikanan di PT Kemilau Bintang Timur Cirebon Jawa Barat [tesis]. IPB, Bogor.

Sofiah, I., Yani, M., dan Ismayana, A. (2018).

Dampak Pemanasan Global Pengolahan Hasil Perikanan Menggunakan Metode Life Cycle Assessment (LCA): Analisis Gate to Gate. Jurnal Teknologi Industri Pertanian.

ISSN: 0216-3160.

Sugiyono, A. (2010). Peran PLTN dalam mendukung komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi CO2. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir III.

hlm199-206. ISSN 1979-1208. Jakarta.

Sukwandi, R dan Jufina. (2015). Penentuan Prioritas Perbaikan Kualitas Layanan Transjakarta dengan Menggunakan Metode IPA-PGCV. Jurnal Rekayasa Sistem Industri. 5 (2): 64-69.

Supriyatna, A., Carolina, I., Janti, S., Haidi, A.

(2020). Clustering Koridor Transjakarta Berdasarkan Jumlah Penumpang dengan Algoritma K-means. 4(2): 682-693.

Tugaswati AT. 2007. Emisi gas buang kendaraan bermotor dan dampaknya terhadap kesehatan. Jpn Journal of Health and Human Ecology. 6(1): 61-75.

Unal, S., dkk. (2021). Performance Improvement Potentials of Low GWP Refrigerants for Intercity Bus Air Conditioning System.

https://www.researchgate.net/profile/Saba n-Uenal-

3/publication/315933049_Performance_im provement_potentials_of_low_GWP_refrig erants_for_intercity_bus_air_conditioning_

system/links/58ede506a6fdcc61cc113a5f/

Performance-improvement-potentials-of- low-GWP-refrigerants-for-intercity-bus-air- conditioning-system.pd

(13)

Lampiran

Lampiran Data inventori input output keseluruhan rute bus Transjakarta

Data Inventori Satuan Tahun

2018 Input

Kelistrikan:

Listrik halte kWh 26.060.400

Listrik pool kWh 2.864.400

Freon (R134A) kg 11.372

Jumlah penumpang orang 186.134.432

Jumlah armada bus unit 2.527

Bus solar unit 1.693

Bus CNG unit 834

Konsumsi bahan bakar:

Solar Liter/tahun 107.996.129

CNG Lsp/tahun 60.875.430

Output

Beban Emisi ke udara:

CO2 bus BB solar ton 287,7

CO2 bus BB CNG ton 131,25

CO2 Listrik halte ton 21.343,47

CO2 Listrik pool ton 2.345,94

CH4 bus BB solar ton 155,51

CH4 bus BB CNG ton 2.929,63

N2O bus BB solar ton 1.506,16

N2O bus BB CNG ton 698,42

HFC R134A ton 8.131

SOx bus BB solar ton 570,22

SOx bus BB CNG ton 0,00057

SOx Listrik halte ton 101,37

SOx Listrik pool ton 11,14

NO2 bus BB solar ton 2.192,32

NO2 bus BB CNG ton 0,07

NO2 Listrik halte ton 24,81

NO2 Listrik pool ton 2,73

197

(14)

Lampiran Data perhitungan emisi GRK dan emisi asidifikasi dari keseluruhan rute dan armada bus transjakarta Emisi GRK dari bus transjakarta

Emisi GRK tonCO2(eq)

Total emisi GRK ton CO2(eq)

Emisi CO2

bus berbahan bakar solar ton 287.70 39,577.53

bus berbahan bakar CNG ton 202.78

pemakaian listrik halte ton 21,343.47

pemakaian listrik pool ton 2,345.94

Emisi CH4

bus berbahan bakar solar ton 155.51

bus berbahan bakar CNG ton 4,526.28

Emisi N2O

bus berbahan bakar solar ton 1,506.16

bus berbahan bakar CNG ton 1,079.06

Emisi HFC

Freon R134A ton 8,131

Emisi asidifikasi dari bus transjakarta

Emisi asidifikasi

tonSO2(eq)

Total emisi asidifikasi tonSO2(eq)

Emisi NO2

bus berbahan bakar solar ton 2,192.32 2,902.70

bus berbahan bakar CNG ton 0.10

pemakaian listrik halte ton 24.81

pemakaian listrik pool ton 2.73

Emisi SOx

bus berbahan bakar solar ton 570.22

bus berbahan bakar CNG ton 0.00089

pemakaian listrik halte ton 101.37

pemakaian listrik pool ton 11.14

Lampiran Emisi GRK dan asidifikasi dari penggunaan bahan bakar solar dan CNG untuk tiap 1 unit bus

Bus transjakarta

Konsumsi bahan bakar per

hari (liter, lsp)

Emisi yang dihasilkan (kg) Emisi

GRK

Emisi Asidifikasi

HFC CO2 CH4 N2O NOx SOx kgCO2eq kgSO2eq

Solar (B10)

118.50 3 0.32 0.17 1.65 2.41 0.63 5.36 3.03

CNG 215.45 3 0.46 10.37 2.47 0.00024 0.00000 16.52 0.00024

Gambar

Tabel 2. Rute pengambilan sampel bus  Transjakarta  Koridor  utama  Rute  Jarak (km)  1  Blok M – Kota  12.9
Gambar 2. Tahapan Life Cycle Assessment  Sumber: SNI ISO 14040:2016.
Gambar 3 Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa suluruh Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Kabupaten Sumbawa Barat telah melaksanakan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS tersebut,

- Setiap Konsultasi lembaran catatanini harus dibawa untuk diisi oleh Pembimbing I / Pembimbing II - Konsultasi berikutnya harus membawa lembaran serupa yang masih

Sistem layanan kesehatan yang diaktifkan Internet of Things (IoT) berguna untuk pemantauan pasien Covid-19 yang tepat, dengan menggunakan jaringan yang saling terhubung

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan (perangkap + tagetes + imidacloprid), (tagetes + imidacloprid), dan (perangkap + imidacloprid) berpengaruh

Beliau juga menekankan peri pentingnya UNIMAS bukan sahaja dilihat sebagai tempat menuntut ilmu tetapi juga sebagai tempat untuk pelajar mematangkan diri sebelum

Community relations pada dasarnya merupakan kegiatan PR, sehingga langkah-langkah dalam pelaksanaan community relations sama dengan langkah pelaksanaan kerja

Untuk membandingkan akurasi kinerja dari kedua metode maka parameter pembanding yang digunakan adalah sebarapa besar nilai error yang muncul , sehingga berdasarkan

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rata-rata permintaan minyak tanah per bulan