HUKUM PEGADAIAN KONVENSIONAL DAN SYARI AH. OLEH: H. DWI CONDRO TRIONO, Ph.D

19  Download (1)

Full text

(1)

HUKUM PEGADAIAN KONVENSIONAL DAN SYARI’AH

OLEH: H. DWI CONDRO TRIONO, Ph.D

(2)

Pegadaian adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak.

Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau

oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang.

Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk

menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan

untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.

PEGADAIAN KONVENSIONAL

(3)

MEKANISME PEGADAIAN KONVENSIONAL

1. Nasabah datang ke pegadaian dengan membawa barang gadaiannya.

2. Barang gadaian akan ditaksir oleh pihak pegadaian. Misalnya, barangnya senilai 10 juta rupiah.

3. Dengan nilai barang gadaiannya itu, nasabah berhak mendapatkan utang 92

% dari nilai taksirannya, yaitu sebesar 9,2 juta rupiah.

4. Untuk mendapatkan utang tersebut, nasabah juga harus membayar beaya administrasi.

5. Jika nasabah mengambil jangka waktu utangnya 4 bulan (120 hari), maka setelah jatuh tempo, untuk menebus barangnya nasabah harus membayar pokok hutangnya ditambah dengan bunga (sewa modal) sebesar 12,8%.

6. Total pembayaran yang harus diberikan oleh nasabah adalah: Rp. 9.200.000 + (12,8% x 9.200.000) = Rp. 10.380.000.

(4)

HUKUM PEGADAIAN KONVENSIONAL

• Jika kita kaji secara cermat, maka kita dapat menyimpulkan bahwa transaksi yang ada di pegadaian konvensional

adalah termasuk transaksi utang-piutang (qardh) dengan menggunakan jaminan utang (rahn).

• Hukum dari transaksi pegadaian ini adalah haram, karena dalam pengembalian utang tersebut ada kewajiban

memberikan bunga (sewa modal) sebesar 12,8%.

• Adanya tambahan bunga atas pokok hutang tersebut dapat dikategorikan sebagai riba nasi’ah yang haram hukumnya.

(5)

• Riba nasi`ah adalah:

ِف ُةَداَي ِ زلا َوُه ُةَئْيِسَّنلا اَب ِرلا • ِلْج ْلْا ِلِباَقُم ي

• “Tambahan yang diberikan sebagai pengganti dari waktu (tempo)”.

• Dalilnya, dari sabda Nabi SAW:

َرْقأ اَذإ • ًةَّيِدَه ُذُخْأَي لاف َض

• “Jika seseorang memberi pinjaman (qardh), janganlah dia

mengambil hadiah.” (HR Bukhari, dalam kitabnya At-Tarikh Al- Kabir).

RIBA NASI’AH

(6)

DALIL BERIKUTNYA

َلاَق • َس َو ِهْيَلَع ُالله َىلَص ِالله ُل ْوُس َر

: مَّل َفْنَم َّرَج ٍض ْرَق ُّلُك َوُهَف ًةَع

اَب ِر

• “Setiap utang-piutang yang menghasilkan manfa’at adalah riba” (HR. Baihaqi).

• Dalam Hadits berikutnya:

ُهَّنَا َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص ُيِبَّنلا • َف ًةَعَفْنَم َّرَج ٍض ْرَق ُّلُك َلاَق

ْنِم ُهْج َو َوُه

اَب ِ رلا ِه ْوُج ُو

• “Setiap pinjam-meminjam yang menghasilkan manfaat adalah salah satu cabang daripada riba” (HR. Baihaqi).

(7)

• Pegadaian Syariah lahir sebagai upaya koreksi terhadap gadai konvensional di Indonesia. Cikal bakal Pegadaian Syariah

berawal tahun 1998 ketika beberapa General Manager melakukan studi banding ke Malaysia belajar tentang pegadaian syariah.

• Pegadaian Syariah baru berkembang pasca keluarnya Fatwa MUI tentang rahn (2002), rahn emas (gadai emas) (2002) dan rahn tasjily (2008).

• Sejak itu marak jasa gadai syariah, misalnya: di Bank Syariah

Mandiri (BSM), Bank Danamon Syariah, BNI Syariah, Bank Jabar Syariah, Bank Mega Syariah, termasuk Pegadaian Syariah.

PEGADAIAN SYARI’AH

(8)

MEKANISME PEGADAIAN SYARI’AH

1. Murtahin (penerima barang gadai) mempunyai hak menahan marhun (barang gadai) sampai semua utang rahin (yang

menyerahkan barang gadai) dilunasi.

2. Marhun dan manfaatnya tetap milik rahin. Pada prinsipnya, marhun tak boleh dimanfaatkan murtahin kecuali seijin rahin.

3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya

kewajiban rahin, tapi dapat dilakukan murtahin, sedang biaya pemeliharaan atau penyimpanan menjadi kewajiban rahin.

4. Besarnya biaya pemeliharaan atau penyimpanan marhun tidak boleh didasarkan pada jumlah pinjaman utang rahin kepada

murtahin.

(9)

MEKANISME PEGADAIAN SYARI’AH

5. Penjualan marhun, berlaku ketentuan sebagai berikut:

1) Jika jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin agar segera melunasi utang.

2) Jika rahin tetap tak dapat melunasi, maka marhun dijual paksa (dieksekusi) melalui lelang sesuai syariah.

3) Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan atau penyimpanan yang belum

dibayar, serta biaya penjualan.

4) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin, kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

(10)

KETENTUAN UMUMNYA

• Biasanya plafon utang yang dapat diperoleh rahin maksimal 90% dari nilai taksiran harta yang

digadaikan.

• Jangka waktu utang maksimal 4 bulan.

• Besarnya ujrah (disebut biaya simpan) di Perum

Pegadaian, sebesar Rp 90 untuk setiap kelipatan Rp 10.000 nilai taksiran per sepuluh hari.

• Sama dengan = 0,9% per 10 hari = 2,7% per 30 hari =

10,8% per 120 hari (4 bulan).

(11)

CONTOH APLIKASI

1. Ahmad (nasabah) menggadaikan laptop kepada Pegadaian Syariah.

2. Nilai taksiran laptop Rp 1 juta rupiah.

3. Plafon utang maksimal sebesar 90%, berarti sebesar = 90/100 X Rp 1.000.000 = Rp 900.000.

4. Biaya simpan sebesar Rp 90 untuk setiap kelipatan Rp 10.000 dari nilai taksiran per 10 hari (= 10,8 % dari nilai taksiran utk 120 hari).

5. Jika jangka waktu utang 4 bulan (120 hari), maka biaya simpannya sebesar = 10,8% X Rp 1.000.000 = Rp 108.000

6. Jadi, pada saat jatuh tempo, jumlah uang yang harus dibayar Ahmad sebesar:

= Jumlah utang + biaya simpan

= Rp 900.000 + Rp 108.000 = Rp 1.008.000

(12)

TINJAUAN HUKUM PEGADAIAN SYARI’AH

• Dalam pegadaian syari’ah terjadi multiakad:

1. Akad pertama adalah akad rahn (gadai), yaitu akad utang oleh rahin (nasabah) dengan menggadaiakan suatu harta sebagai jaminan utang kepada murtahin (bank atau pegadaian syariah).

2. Akad kedua adalah akad ijarah, yaitu akad jasa dimana murtahin menyewakan tempat dan memberikan jasa penyimpanan kepada rahin.

• Kedua akad tersebut ditandatangani sekaligus pada saat nasabah menggadaikan hartanya, sehingga haram

hukumnya.

(13)

MENGAPA HARAM?

• Keharaman tersebut berdasarkan Hadits:

َع ُ َّاللَّ ىَّلَص ِ َّاللَّ ُلوُس َر ىَهَن • َص ْنَع َمَّلَس َو ِهْيَل

يِف ِنْيَتَقْف

ٍةَد ِحا َو ٍةَقْفَص

• “Rasulullah SAW telah melarang dua kesepakatan (akad) dalam satu kesepakatan (akad)” (HR. Imam Ahmad).

• ف نيتعيب نع ملسو هيلع الله ىلص الله لوسر ىهن

ةعيب ي

• “Rasulullah SAW telah melarang dua jual beli dalam satu jual beli” (HR An Nasa`i, Tirmidzi, Baihaqi).

(14)

2. ADANYA UNSUR RIBA

• Dalam Pegadaian Syari’ah telah terjadi riba atau minimal syubhat riba (semacam riba) yang diharamkan, yaitu yang disebut dengan istilah “biaya simpan” atas qardh (loan/pinjaman/utang) yang

diberikan Pegadaian Syariah kepada nasabah.

• Qardh (loan/pinjaman/utang) yang menarik manfaat (hadiah barang/uang) tidak dibolehkan secara syar’i.

• Hal itu didasarkan pada Sabda Rasulullah SAW:

َرْقأ اَذإ • ًةَّيِدَه ُذُخْأَي لاف َض

• “Jika seseorang memberi pinjaman (qardh), janganlah dia

mengambil hadiah.” (HR Bukhari, dalam kitabnya At-Tarikh Al- Kabir).

(15)

• Dalam hadits yang lain, dari Anas RA :

لِئُس َو ٍسَنأ ْنَع • َخَأ ُض ِرْقُي اَّنِم ُلُج َّرلا :

َق َلاَق ُهَل يِدْهُيَف َلاَمْلا ُها ُلوُس َر َلا

ْقَأ اَذِإ َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ِ َّاللَّ

ُهَل ىَدْهَأَف اًض ْرَق ْمُكُدَحَأ َض َر ىَلَع ُهَلَمَح ْوَأ

َّلَِإ ُهْلَبْقَي َلَ َو اَهْبَك ْرَي َلاَف ِةَّباَّدلا َنْيَب َو ُهَنْيَب ى َرَج َنوُكَي ْنَأ

َكِلَذ َلْبَق ُه

• Dari Anas, "Rasulullah SAW ditanya,'Seorang laki-laki dari kami meminjamkan (qardh) harta kepada saudaranya, lalu saudaranya

memberi hadiah kepada laki-laki itu. Maka Rasulullah SAW bersabda,'Jika salah seorang kalian memberikan pinjaman, lalu dia diberi hadiah, atau dinaikkan ke atas kendaraannya, maka janganlah dia menaikinya dan janganlah menerimanya. Kecuali hal itu sudah menjadi kebiasaan

sebelumnya." (HR Ibnu Majah).

DALIL BERIKUTNYA

(16)

3. PEMBEBANAN BIAYA PENYIMPANAN

• Dalam Pegadaian Syari’ah telah terjadi kesalahan dalam pembebanan biaya pemeliharaan atau penyimpanan.

• Dalam kasus ini, seharusnya biaya pemeliharaan atau penyimpanan menjadi kewajiban murtahin (pegadaian syariah) bukan menjadi kewajiban rahin (nasabah). Dalilnya:

ْرَم َناَك اَذِإ ِهِتَقَفَنِب ُبَك ْرُي ُرْهَّظلا • ُب َرْشُي ِ رَّدلا ُنَبَل َو ،اًن ْوُه

َناَك اَذِإ ِهِتَقَفَنِب

َرْشَي َو ُبَك ْرَي ْيِذَّلا ىَلَع َو ،اًن ْوُه ْرَم ُب

ُةَقَفَّنلا

• “Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan

menanggung biayanya, dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menaiki kendaraan dan meminum susu binatang ternak wajib menanggung biayanya” (HR Jama’ah, kecuali Muslim dan Nasa`i).

(17)

DALIL BERIKUTNYA:

• ُةبادلا تناك اذإ َن ْوُه ْرَم

ًة َع َل َف

ُملا ى ْر

ِه َت ِن َع

ْل ُف َه ا ُنَبَل َو ا

ِ رَّدل

ْفَن ُب َرْشَي ْيِذَّلا ىَلَع َو ُب َرْشُي

ُت َق ُه

• “Jika hewan tunggangan digadaikan, maka murtahin harus

menanggung biayanya, dan [jika] susu hewan itu diminum, maka bagi yang meminum harus menanggung biayanya” (HR Ahmad).

• KESIMPULAN:

• Dari dalil di atas, biaya pemeliharaan atau penyimpanan

barang gadai menjadi kewajiban murtahin, bukan menjadi

kewajiban rahin.

(18)

KESIMPULAN HUKUM

• Dengan demikian, berdasarkan 3 alasan di atas, maka kita

dapat menyimpulkan bahwa transaksi yang ada di Pegadaian Syariah hukumnya adalah haram.

• Perlu ditambahkan, akad rahn (gadai) dan juga akad qardh

(utang) bukanlah akad yang dimaksudkan untuk memperoleh untung atau melakukan investasi, tapi untuk kebaikan dan menolong sesama manusia (akad tabaru’ah).

• Dengan kata lain, qardh dan rahn bukan akad komersial (bisnis), tapi akad tabarru’.

• Jadi tidak pada tempatnya dijadikan akad yang dimaksudkan untuk keuntungan bisnis.

(19)

SEKIAN

Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi

Wabarakaatuh

Figure

Updating...

References

Related subjects :

Scan QR code by 1PDF app
for download now

Install 1PDF app in