KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN KARANG (Acropora humilis) HASIL TANSPLANTASI PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA
Hairunizar, hairunizar123@gmail.com Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH
Henky Irawan, S.Pi, MP, M.Sc henkyirawan.umrah@gmail.com Dosen Jurusan Budidaya Perairan FIKP-UMRAH
Arief Pratomo, ST, M.Si sea_a_reef@hotmail.com Dosen Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2015 hingga September 2015, di perairan laut Desa Pesisir Timur Kecamatan Siantan, Kabupaten Kepulauan Anambas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan karang dan kelangsungan hidup karang Acropora humilis yang dilakukan dengan cara transplantasi berdasarkan kedalaman yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terhadap Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan Karang (Acropora humilis), hasil Transplantasi pada kedalaman yang berbeda dapat diambil kesimpulan bahwa pertubuhan dan kelangsungan hidup karang (Acropora humilis) untuk kelangsungan hidup optimal terjadi pada kedalaman 6 meter.
Kata kunci : Acropora humilis, Transplantasi
Survival And Growth of The Transplanted Coral (Acropoa Humilis) At Different Depths.
Hairunizar hairunizar123@gmail.com Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH
Henky Irawan, S.Pi, MP, M.Sc henkyirawan.umrah@gmail.com Dosen Jurusan Budidaya Perairan FIKP-UMRAH
Arief Pratomo, ST, M.Si sea_a_reef@hotmail.com Dosen Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH
ABSTRACT
This research was conducted in July 2015 until September 2015 , in the waters of East Coastal Village District of Siantan , Anambas Island. This study aims to determine the growth and survival of coral Acropora humilis is done by transplant based on different depths. Based on the research that has been done , to Survival and Growth Rate Reef (Acropora humilis), the results of transplantation at different depths can be concluded that pertubuhan and survival of corals (Acropora humilis) for optimal survival occurred at a depth of 6 meters.
Keywords : Acropora humilis, Transplantation
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang terletak pada pusat segitiga terumbu karang (the coral triangle) yang memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi (mega biodiversity) kelautan dunia dan merupakan salah satu ekosistem unik di dunia yang memiliki fungsi fisik, ekologis, ekonomis, kimia, dan estetika. Kurang lebih 14 persen terumbu karang dunia berada di Indonesia yang mencapai luas 75.000 kilometer persegi.
Oleh karena luasnya, terumbu karang yang memiliki beragam manfaat merupakan sumberdaya alam yang besar bagi Indonesia.
Saat ini di Indonesia diperkirakan hanya 5,23% kondisi terumbu karang dalam kondisi sangat baik sedangkan 31,17% dalam kondisi rusak. Oleh karena itu, apabila tidak diantisipasi maka kekayaan dan potensi terumbu karang akan hilang (Rudianto, 2007).
Seiring berjalannya waktu, kondisi terumbu karang di Indonesia mengalami degradasi yang cukup mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tingginya pemanfaatan oleh manusia dan kerusakan akibat alam (Ikawati et al., 2001).
Indonesia diperkirakan hanya 5,23 persen kondisi terumbu karang dalam kondisi sangat baik, 24,26 persen baik, 37,34 persen cukup, sedangkan 33,17 persen dalam kondisi rusak.
Oleh karena itu, apabila tidak diantisipasi maka kekayaan dan potensi terumbu karang akan hilang (Coremap II, 2009).
Salah satu cara untuk memperbaiki kerusakan terumbu karang adalah dengan cara transplantasi karang. Metode transplantasi umum digunakan dan mudah serta metode ini biaya yang diperlukan cukup murah. Karang yang umum digunakan untuk transplantasi yaitu karang dari genus Acropora. Herdiana (2001) menyatakan bahwa koloni dengan bentuk bercabang memiliki kemampuan tumbuh yang cepat, sekitar 15 cm/tahun.
Dengan demikian, karang yang digunakan merupakan karang dari genus Acropora humilis.
Spesies Acropora humilis memiliki bentuk pertumbuhan corymbose. Bentuk cabangnya menyerupai jari yang besar.
Spesies ini memiliki diameter 10 hingga 25
mm dan memiliki panjang kurang dari 200 mm. Karang Acropora humilis banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter, habitat karang Acropora humilis biasanya diperairan dangkal dan lereng karang. Ukuran radial koralit ada yang besar dan kecil, koralit ukuran besar tersusun rapih membentuk sebuah garis (Suharsono 2008b). Ujung cabangnya (aksial koralit) berbentuk kubah tumpul.
Metode transplantasi karang pada umumnya telah dilakukan didaerah di Kepulauan Seribu dan Bali dan beberapa daerah lainnya. Penelitian transplantasi karang ini dilakukan pada kedalaman yang berbeda.
Karena karang Acropora humilis banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter, habitat karang Acropora humilis biasanya berada diperairan dangkal dan lereng karang.
Adapun faktor pembatas pertumbuhan karang Acropora antara lain : cahaya, kedalaman, suhu sirkulasi arus, gelombang serta subrat untuk karang acropora tumbuh kembali. Penelitian transplantasi karang dilakukan pada kedalaman yang berbeda untuk melihat pengaruh pada laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup karang.
II. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilakukan di Perairan Desa Pesisir Timur Kecamatan Siantan, Kabupaten Kepulauan Anambas dari bulan Juli 2015 sampai September 2015
Gambar 2. Peta lokasi penelitian
B. Prosedur Kerja
1. Tahap Transplantasi Karang Acrofora Humilis
Ada beberapa kegiatan yang dilakukan pada penelitian ini. Secara umum tahapan kegiatan penelitian dapat dilihat pada skema yang disajikan pada berikut:
Secara garis besar kegiatan penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu persiapan, kegiatan transplantasi karang Acropora humilis, dan pengamatan perkembangan fragmen serta perawatan fragmen karang.
2. Pelaksanaan Dan Penanganan Fragmen Karang Acropora Humilis Kegiatan penelitian ini dilakukan untuk mengukur kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan karang Acropora humilis dilakukan pada kedalaman yang berbeda.
Karena karang Acropora humilis banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter (Rosyada, 2012), habitat karang Acropora humilis biasanya hidup diperairan dangkal dan lereng karang.
3. Pengamatan Pertumbuhan Karang Pengamatan pertumbuhan pada fragmen karang dilakukan dengan mengukur dimensi pertumbuhan yang terdiri dari pertambahan tinggi dan fragmen karang.
Pengukuran tinggi karang dan fragmen menggunakan jangka sorong. Proses pengukuran dilakukan langsung di dalam air dengan menggunakan bantuan peralatan SCUBA. Karang yang mati atau mengalami pemutihan akan dihitung dan dicatat untuk mengukur kelangsungan hidup karang.
Selang waktu pengamatan terumbu karang yang ditransplantasi dalam seminggu dilakukan satu kali pengamatan, dan lama pengamatan dalam pengambilan data pertumbuhan karang yang di transplantasi selama 3 bulan.
D. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data primer adalah metode observasi. Metode observasi
yaitu motede pengumpulan data dimana peneliti mengamati dan mencatat informasi sebagaimana yang dilihat dan kegiatan yang dilakukan selama penelitian berlangsung dan di dokumentasikan.
E. Pengukuran Parameter Fisika- kimia Perairan
Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur adalah suhu, salinitas, kekeruhan turbiditas,dan kecepatan arus, pH, dan DO.
Pengambilan data parameter fisika dan kimia dilakukan sebanyak satu kali ulangan pada setiap seminggu sekali. Parameter perairan pada setiap kedalam diambil dengan menggunakan Water sampler yang bertutup rapat dan berdasarkan kedalaman yang berbeda.
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi yang ditemukan secara visual secchi disk (Effendi, 2003). Suhu diukur dengan menggukan Multi Tester (YK-2005 W A). Arus diukur dengan menggunakan tali sepanjang 5 meter dan dipegang tetap bertahan pada posisi dengan prinsip kerja yang dapat diketahui melalui float tracking. Pengukuran oksigen terlarut dengan menggunakan alat Multi Tester (YK- 2005 W A), Pengukuran Derajat Keasaman (pH) menggunakan alat Multi tester (YK 2005 W A),
Salinitas perairan diukuran dengan mengunakan Refraktometer dengan satuan promil (0/00). Pengukuran parameter kualitas perairan tersebut mempunyai alternatif penggunaan alat ukur yaitu Aquared AM200 + AP500 (multitester).
F. Metode Pengolahan Data
Untuk menghitung tingkat laju pertumbuhan fragmen karang Acropora humilis dihitung mulai dari satu kali ulangan fragmen karang Acropora humilis dari setiap rak pada setiap kedalaman yang berbeda, sedangkan untuk menghitung tingkat kelangsungan hidup setiap fragmen karang Acropora humilis dihitung mulai dari awal jumlah fragmen karang Acropora humilis dari setiap rak pada setiap kedalaman yang berbeda. Rumus untuk menghitung laju
pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup karang sebagai berikut.
1. Laju Perumbuhan
Laju pertumbuhan karang yang ditransplantasikan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Ricker, 1975).
Keterangan :
P = Capaian pertumbuhan karang (mm perminggu)
Lt = Rata-rata tinggi atau diameter pada akhir penelitian (mm)
Lo = Rata-rata tinggi atau diameter pada awal penelitian (mm
t = Waktu pengamatan (minggu)
Untuk laju pertumbuhan karang dari setiap ulangan dalam perlakuan hasilnya akan dirata- ratakan dan ditabulasikan.
2. Tingkat Kelangsungan Hidup Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kelangsungan hidup adalah sebagai berikut (Ricker, 1975).
Keterangan :
SR = Tingkat kelangsungan hidup Nt = Jumlah individu akhir No = Jumlah individu awal
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Laju Pertumbuhan Karang Acropora humilis
1. Laju Pertumbuhan
Berdasarkan hasil pengukuran laju penambahan tinggi karang jenis Acropoda humilis yang dilakukan selama 12 minggu.
Dari data dapat dilihat bahwa pada minggu pertama pengamatan belum terjadi pertumbuhan karang, pertumbuhan karang Acropoda humilis baru terjadi pada minggu ke-2 setelah penanaman. Diperoleh hasil bahwa pertumbuhan karang jenis Acropoda humilis mengalami peningkatan dari minggu ke minggu dengan peningkatan tertinggi pada
akhir pengamatan (minggu ke-12) terjadi pada kedalaman 6 meter. Sedangkan laju pertumbuhan terendah pada pengukuran akhir (minggu ke-12) adalah pada kedalaman 2 meter. Untuk lebih jelasnya, pertumbuhan rata-rata karang jenis Acropoda humilis untuk setiap kedalaman dapat dilihat pada gambar.
Gambar . Pertumbuhan Rata-rata Tinggi Karang Acropoda humilis Perkedalaman
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan karang jenis Acropoda humilis berbeda beda pada setiap kedalaman.
Diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan karang pada kedalaman 2 meter sebesar 1,58 mm/minggu, pada kedalaman 4 meter sebesar 1,89mm /minggu, pada kedalaman 6 meter sebesar 2.2 mm/minggu. Pertumbuhan rata- rata karang jenis Acropoda humilis pada kedalaman 8 meter 2,08 mm/minggu, pertumbuhan rata-rata pada kedalaman 10 meter sebesar 2,06 mm/minggu. Pertumbuhan rata-rata pada kedalaman 12 meter sebesar 2,14 mm/minggu, pertumbuhan rata-rata pada kedalaman 14 meter sebesar 2,03 mm/minggu dan pertumbuhan rata-rata pada kedalaman 16 meter sebesar 2,21 mm/minggu. Diketahui bahwa laju pertumbuhan rata-rata tertinggi terjadi pada kedalaman 6 meter sedangkan terendah terjadi pada kedalaman 2 meter.
2. Uji One way ANOVA
Setelah dilakukan pengukuran pertumbuhan karang jenis Acropoda humilis pada setiap minggu di kedalaman yang berbeda-beda maka selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis beda nyata untuk melihat perbedaan apada masing-masing pengamatan. Hasil analisis one way ANOVA
2 m 4 m 6 m 8 m 10 m 12 m 14 m 16 m
Pertumbuhan 1.58 1.89 2.28 2.08 2.06 2.14 2.03 2.21
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Rata-rata Pertumbuhan (mm/minggu)
pada taraf signifikan (95%) dapat dilihat secara lengkap pada tabel.
Tabel. Hasil Uji one way ANOVA Laju Pertumbuhan Karang
Sum of
Squares Df Mean
Square F Sig.
Laju Pertumbuhan
Karang
4,548 7 ,650 ,454 ,865 126,025 88 1,432
Total 130,573 95
Sumber : Olahan Data SPSS(2016)
Hasil Uji one way ANOVA pada data pertumbuhan karang Acropoda humilis pada taraf kepercayaan (95%) didapatkan nilai signifikan pada tabel sebesar 0,865 (p>0,05) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara laju pertumbuhan karang dan dapat dikatakan bahwa perlakuan kedalaman perairan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penambahan tinggi/laju pertumbuhan karang Acropoda humilis. Untuk memastikan bahwa tidak terjadi perbedaan yang nyata antara pertumbuhan karang pada perlakukan kedalaman maka dianalisis lebih lanjut dengan uji Post Hoc Duncan pada taraf kepercayaan sebesar 95%.
3. Uji Post Hoc Duncan
Setelah melakukan Uji one way ANOVA maka dialakukan uji lanjut Post Hoc Duncan untuk memastikan kesimpulan dari data yang diambil. Berdasarkan hasil analisis uji Post Hoc Duncan pada masing-masing perlakuan dengan nilai taraf kepercayaan 95%
pada perlakukan kedalaman diperoleh hasil yang tertera pada tabel.
Tabel 7. Hasil Uji Post Hoc Duncan Laju Pertumbuhan Karang
Pertumbuhan Karang
perkedalaman N
Subset for alpha = 0.05
1 Duncana
1
2,00 12 1,5833
12,00 12 1,7417
4,00 12 1,8917
14,00 12 2,0333
10,00 12 2,0583
8,00 12 2,0750
16,00 12 2,2083
6,00 12 2,2750
Sig. ,236
Sumber : Olahan Data SPSS(2016)
Berdasarkan hasil uji ANOVA sebelumnya menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan mengenai pertumbuhan karang pada setiap kedalaman, sehingga dari data hasil uji Post Hoc Duncan hanya terdapat satu kelompok analisis pertumbuhan karang. Artinya tidak adanya perbedaan yang nyata laju pertumbuhan karang pada setiap kedalaman. Hasil uji Post Hoc Duncan pada masing-masing perlakuan kedalaman diperoleh nilai signifikan sebesar 0,236 (p>0,05) juga memastikan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara laju pertumbuhan karang pada setiap perlakukan.
Namun dari hasil uji Post Hoc Duncan penambahan tinggi/laju pertumbuhan karang Acropoda humilis dengan pertumbuhan tertinggi atau tercepat terjadi pada kedalaman 6 meter dengan nilai rata-rata pertumbuhan 2,2750 mm sedangkan pertumbuhan tertendah atau terlambat terjadi pada kedalaman 2 meter dengan nilai rata-rata 1,5833 mm.
B. Keberhasilan Hidup Karang Acropora humilis
1. Persentase Keberhasilan Hidup Keberhasilan hidup karang jenis Acropoda humilis yang dinyatakan dalam nilai persentase untuk masing – masing kedalaman yang berbeda dan selama 12 minggu . hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan kedalaman 6 meter, 10 meter, 12 meter, serta 16 meter keberhasilan kehidupan karang jenis Acropoda humilis sebesar 100% dan dapat dikatakan tidak ada fragmen karang yang mengalami kematian sejak awal pengamatan (minggu ke-0) hingga akhir pengamatan (minggu ke -12). Sedangkan dari grafik diatas, menunjukkan bahwa persentase kehidupan karang jenis Acropoda humilis selama penelitian dengan tingkat keberhasilan hidup terendah terjadi pada kedalaman 2 meter. Untuk lebih jelasnya, nilai rata-rata persentase kehidupan karang untuk setiap kedalaman dapat dilihat pada gambar.
Gambar. Rata-rata persentase Keberhasilan Hidup Karang Jenis Acropoda humilis
perkedalaman
Grafik diatas menunjukkan bahwa pada perlakuan kedalaman 6 meter, 10 meter, 12 meter, serta 16 meter keberhasilan kehidupan karang jenis Acropoda humilis sebesar 100%. Pada kedalaman 2 meter dan 14 meter dengan tingkat keberhasilan hidup terendah dengan nilai persentase pertumbuhan sebesar 86,15%, pada kedalaman 4 meter dan 8 meter keberhasilan pertumbuhan sebesar 93,85%. Sesuai dengan nilai keberhasilan kehidupan karang yang tinggi pada kedalaman 6 meter (100%) yang juga menunjukkan pertumbuhan yang paling tinggi pada kedalaman yang sama yaitu sebesar 2.28 mm/minggu.
2. Uji Kruskal Wallis
Berdasarkan hasil uji statistrik Kruskal Wallis pada data keberhasilan kehidupan karang pada kedalaman yang berbeda menunjukkan bahwa nilai persentase keberhasilan kehidupan karang tertera pada tabel.
Tabel. Rata-rata Persentase Keberhasilan Kehidupan Karang Acropoda humilis
Parameter
N Mean Std.
Deviation Min Max Kehidupan 96 95,10 8,45979 70,00 100,0 0
Sumber : Olahan Data SPSS(2016)
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata persentase keberhasilan hidup karang jenis Acropoda humilis sebesar 95,10%
dengan nilai standart deviasi sebesar 8,45.
Pada hasil analisis menunjukkan bahwa persentase keberhasilan kehidupan karang maksimum sebesar 100% dan tingkat
persentase keberhasilan kehidupan karang Acropoda humilis sebesar 70%. Untuk lebih jelasnya data hasil persentase kehidupan karang dianalisis secara non paramterik dengan analisis Kruskal Wallis seperti yang tertera pada tabel.
Tabel. Hasil uji Kruskal Wallis persentase kehidupan karang Acropoda humilis
Nilai Kehidupan
Chi-square 44,972
df 7
Asymp. Sig. ,000
Sumber : Olahan Data SPSS(2016)
Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan nilai assumpt significant sebesar 0,00 dengan nilai signifikan pada level kepercayaan sebesar 95% menunjukkan nilai signifikan (p<0,05). Hal ini memberikan kesimpulan bahwa adanya perbedaan nyata persentase kehidupan karang jenis Acropoda humilis pada perlakuan kedalaman yang berbeda. Pada hasil analisis keberhasilan menunjukkan bahwa persentase keberhasilan kehidupan karang maksimum sebesar 100%
dan tingkat persentase keberhasilan kehidupan karang Acropoda humilis sebesar 70% dengan demikian selisih antara laju pertumbuhan maksimum dan minimum sebesar 30%
sehingga berbeda nyata. Untuk melihat kondisi peringkat rata-rata persentase kehidupan karang jenis Acropoda humilis pada perlakuan kedalaman yang berbeda dapat dilihat secara lengkap pada tabel.
Tabel. Peringkat Kruskal Wallis persentase kehidupan karang Acropoda humilis
Kedalaman N Mean Rank
Ranking
2,00 12 31,29
4,00 12 39,00
6,00 12 63,50
8,00 12 39,00
10,00 12 63,50
12,00 12 63,50
14,00 12 24,71
16,00 12 63,50
Total 96
Sumber : Olahan Data SPSS(2016)
Dari hasil analisis seperti tabel diatas, menunjukkan bahwa peringkat tertinggi rata- rata persentase keberhasilan kehidupan karang jenis Acropoda humilis pada perlakuan kedalaman 6 meter, 10 meter, 12 meter, dan 16
2 4 6 8 10 12 14 16
Persentase
Kehidupan (%)86.193.8100.93.8100.100.86.1100.
75.00 80.00 85.00 90.00 95.00 100.00 105.00
Pesentase Keberhasilan (%)
Persentase Kehidupan (%)
2 m 4 m 6 m 8 m 10 m 12 m 14 m 16 m Pertumbuhan 1.58 1.89 2.28 2.08 2.06 2.14 2.03 2.21
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Rata-rata Pertumbuhan (mm)
meter dengan nilai peringkat rata-rata rangking sebesar 63,5. Dan terendah terjadi pada perlakuan kedalaman 14 meter dengan rata- rata keberhasilan sebesar rangking 24,71.
Dapat disimpulkan bahwa pada kedalaman 6 meter, 10 meter, 12 meter, dan 16 meter tingkat keberhasilan hidup karang Acropoda humilis paling baik, sedangkan pada kedalaman 14 meter kondisi keberhasilan kehidupannya paling rendah.
C. Pertumbuhan Kedalaman Optimal Karang Acropora humilis
Penentuan kedalaman optimal dilakukan dengan cara melihat dari hasil analisis selisih mansing-mansing perlakuan kedalaman yang memiliki pertumbuhan yang tertinggi atau tercepat ataupun yang tidak berbeda nyata dari perlakuan dengan parameter pertumbuhan yang tercepat atau tertinggi. Sebelum menentukan kedalaman optimal pada pertumbuhan karang (Acropora humilis), maka dilihat perbandingan petumbuhan karang yang didapat dari hasil penelitian pada kedalaman yang mengalami pertumbuhan tercepat atau tertinggi.
Gambar. Rata-rata pertumbuhan tinggi karang Acropora humilis
Berdasarkan perbandingan hasil data pertumbuhan yang didapat, menunjukkan bahwa perairan yang dangkal memiliki pertumbuhan yang cepat atau tidak berbeda nyata dengan kedalaman perairan yang memiliki pertumbuhan tercepat. Hal ini disebabkan karena sifat karang yang memerlukan cukup cahaya untu melakukan proses fotosintesis bagi zooxanthellae.
Zooxanthellae merupakan sombiosis karang yang tidak bias dipisahkan dan sang mempengaruhi untuk pertumbuhan bagi kehidupan karang.
Menurut Suharsono, 1984 dalam Johan (2001),menyatakan bahwa karang mempunyai sifat yang sangat unik, yaitu perpaduan antara dua sifat hewan dan tumbuhan, arah pertumbuhan nya selalu bersifat fotorofik positif yaitu selalu mengarah keatas menuju matahari. Pendapat ini juga dieprkuatkan oleh Veron (1986) dan Nybakaken (1991) dalam Zulpikar dan Soedharma (2008). Bahwa cahaya salah satu faktor yang sangat penting untuk pertumbuhan karang karena 90% makanannya dihasilkan oleh zooxanthellae yang membutuhkan cahaya untuk kelangsungan hidupnya dalam melakukan proses fotosintesis. Oleh karena itu penentuan kedalaman opimal dilihat dari laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup karang.
Kedalaman optimal karang Acropora humilis berdasarkan parameter pertumbuhan karang yang ditentukan, maka hasil analisis Post Hock Duncan pada tingkat kelangsunganhidup karang, dan uji Kruskal Wallis pada tingkat kelangsungan hidup karang karang menunjukkan bahwa kedalaman optimal karang yang ditransplantasi dicapai oleh kedalaman 6 meter, sebab pada kedalaman 6 meter kalau dilihat dari hasil rata- rata laju pertumbuhan memiliki laju pertumbuhan dengan tingkat tertinggi dan tercepat. Ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan yang subur serta kemampuaan adaptasi karang yang cepat dengan jumlah polip yang sangat banyak serta kondisi karang yang sangat sehat. Selain itu, karang yang ditransplantasi berasal dari lokasi perairan yang sama. Hal tersebut yang mendukung pertumbuhan karang secara optimal.
Kemampuan adaftasi karang yang ditransplantasi merupakan faktor utama bagi suatu karang untuk dapat terus hidup atau akan mati,dan kecepatan pertumbuhan karang pun juga berbeda-beda tergantung kemampuan karang untuk mempertahankan diri sangat bervariasi. Karang yang hidup diperairan dangkal dapat menyesuaikan diri dengan baik
pada kondisi perairan yang dangkal dan juga mampu untuk bertahan hidup lebih lama.
Melihat kondisi parameter perairan pada kedalaman optimal 6 meter suhu rata-rata sebesar 29,70C, kecerahan 10,6 meter, derajat keasaman sebesar 7,0 dan oksigen terlarut sebesar 7.0 mg/l. Kondisi suhu dan derajat keasaman dikatakan sesuai karena masih masuk didalam selang baku mutu Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Air Laut untuk Coral. Sedangkan untuk Kecerahan dan Oksigen terlarut baik bagi pertumbuhan karang karena melebihi baku mutu Menurut Kepmen LH, dengan demikian sangat mendukung bagi kehidupan karang pada kedalaman 6 meter.
D. Kondisi Parameter Perairan Kondisi perairan yang diukur meliputi suhu, salinitas, kecerahan, arus PH, dan DO dapat dilihat secara lengkap pada tabel.
Tabel. Rata-rata parameter perairan dilokasi penelitian
Dapat dilihat bahwa keseluruhan kondisi ssuhu melewati batas optimal yang baik bagi pertumbuhan terumbu karang.
Kecerahan perairan pada titik perlakuan pengambilan data pertumbuhan karang baik pada kedalaman 2 meter hingga 16 meter kondisinya cerah 100%, artinya kecerahannya tembus dasar. Dengan demikian kondisi kecerahan sangat baik untuk pertumbuhan karang karena hingga dasar masih mendapat sinar matahari dengan intensitas cahaya yang baik. Cahaya yang masuk sangat baik untuk proses fotosintesis bagi terumbu karang.
Hasil pengukuran Derajat keasaman pada lokasi penelitian diperoleh rata-rata Derajat keasaman sebesar 7,0 dengan denikian
kondisi Derajat keasaman cenderung normal pada setiap kedalaman perairan. Dilihat dari hasil pengukuran bahwa nilai Derajat keasaman masih baik bagi organisme karang dan pertumbuhan karang dapat berjalan dengan baik.
Dilihat dari hasil pengukuran bahwa nilai oksigen terlarut masih baik bagi organisme karang, khususnya polip karang.
Terlihat bahwa pada kedalaman 6 meter dengan laju pertumbuhan karang yang paling tinggi, kandungan oksigen terlarutnya juga paling tinggi mencirikan adanya hubungan/pengaruh antara kelarutan oksigen dengan pertumbuhan organisme karang.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terhadap Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan Karang (Acroporan humilis), hasil Transplantasi pada kedalaman yang berbeda dapat diambil kesimpulan bahwa pertubuhan dan kelangsungan hidup karang (Acropora humilis) untuk kelangsungan hidup optimal terjadi pada kedalaman 6 meter.
Kondisi umum parameter perairan meliputi dengan rata-rata suhu 29.00C salinitas 29.2%, kecerahan 10.6m, arus 0.1m/detik, pH 7.0-, dan DO 6.7mg/l. Berdasarkan hasil penelitian parameter perairan masih layak untuk kehidupan karang berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Air Laut untuk Coral Lampiran III.
B. Saran
1. Laju pertumbuhan optimal terjadi pada kedalaman 6 meter, di sarankan untuk melakukan penelitian tingkat pertumbuhan karang pada kedalaman 6 meter.
2. Berdasarkan penomena yang didapat dilapangan peniliti menyarankan untuk melakukan penelitian tentang pengaruh Suhu perairan, karena dari hasil penelitian menunjukan nilai rata-rata suhu 29.00C, ini menunjukkan bahwa
Kedalaman Hasil Pengukuran rata-rata Parameter suhu Salinitas Kecerahan Arus PH DO
2 m 29.7 29.2 10.6 0.1 7.0 6.8
4 m 29.9 29.2 10.6 0.1 7.0 7.0
6 m 29.7 29.2 10.6 0.1 7.0 7.0
8 m 29.3 29.2 10.6 0.1 7.0 6.8
10 m 29.0 29.2 10.6 0.1 7.0 6.8
12 m 28.7 29.2 10.6 0.1 7.0 6.7
14 m 28.0 29.2 10.6 0.1 7.0 6.4
16 m 28.0 29.2 10.6 0.1 7.0 6.4
Rata-rata 29.0 29.2 10.6 0.1 7.0 6.7
nilai rata-rata suhu perairan berada diambang batas, Berdasarkan Baku Mutu Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Air Laut untuk Coral Lampiran III.
DAFTAR PUSTAKA Burke,L., Kathelen, R., Mark, S., Allison, P.
2012. Reefs at Risk Revisited In The Coral Triangle. Word Resources Intitute. ISBN 978-1- 56873-791-0.
Carpenter KE & Niem VH (Ed). 1998. FAO Species Identification Guide For Fishery Purposes.The Livingmarine Resources Of The Western Central Pacific. Volume 1. Seaweeds, Corals, Bivalves And Gastropods.
FAO. Roma, Italy. xii + 649.
Coremap II. 2006. Modul trasnplantasi Karang Secara Sederhana. Yayasan Lanra Link Makassar. Selayar.
Coremap II. 2009. Mengenal Potensi Kawasan Konservasi Perairan (Laut) Daerah. Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Departemen Kelautan dan Perikanan: Jakarta
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius.
Yogyakarta. 258 hlm.
Harriot, V. J and D. A Fisk 1998. Coral Transplation As Reff Management Option. Proceedings Of the 6th International Coral Reff Syimposium 2: 375-379p.
Herdiana, Y. 2001. Respon Pertumbuhan serta Keberhasilan Transplantasi Koral Terhadap Ukuran Fragmen dan Posisi Penanaman pada Dua Spesies Karang Acropora micropthalma (Verril, 1869) dan Acropora intermedia (Brook, 1891) di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor:
Bogor
Ikawati, Y., Hanggarawi, P.S., Parlan, H., Handini, H., Siswodihardjo, B.
2001. Terumbu Karang di Indonesia. Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi:
Jakarta
Johan. 2001. Tingkat Keberhasilan Transplantasi Karang Batu Pada Lokasi Berbeda di Gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu Jakarta.
Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Johan. 2003. Training course : Karakteristik Biologi Karang. Yayasan Terangi dan IOI-Indonesia. Jakarta Mapstone, G.M. 1990. Reef Corals and
Sponges of Indonesia: a Video Based Learning Module. Division of Marine Science. United nation Educational Scientific and Cultural Organization.
Nedherlands
Marsuki, I. D. Baru, S. dan Ratna, D. P. 2013.
Kondisi Terumbu Karang dan Kelimpahan Kima di Perairan Pulau Indonesia. Jurnal Minat Laut Indonesia FPIK. UNHALU:
Kendari.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut: Lampiran III Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Salinan Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup: Jakarta Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: suatu pendekatan ekologis. Penerbit : Gramedia. Jakarta.
Rahman, A. 2006. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada
Beberapa Jenis Krustasea Di Pantai Batakan dan Takisung Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan.Bioscientiae. 3, 93-101.
Ricker WE. 1975. Computation and Interpretation of Biological Statistics of Fish Populations.
Department of Environment.
Fisheries and Marine Service.
Ottawa, Canada..
Rosyada, A. 2012. Jenis Terumbu Karang Yang Hidup di Indonesia.
http://anit.rose-
fpk11.web.ac.id/eksplorasi laut indonesia/. Diakses tanggal 19 Januari 2015
Rudianto, M.E. 2007. Keindahan yang Belum Terjaga. COREMAP II. Jakarta
Suharsono. 1996. Jenis-jenis Karang yang Umum dijumpai di Perairan Indonesia. Puslitbang Oseanologi - LIPI. Jakarta.
Suharsono. 1984. Pertumbuhan Karang.
Oseana Pusat Penelitian Biologi Laut. LON-LIPI. Jakarta.
Suharsono. 2008. Jenis-jenis Karang yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia. Puslitbang Oseanologi- LIPI, Jakarta
Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Supriharyono. 2007. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Djambatan.
Jakarta
Soedharma D dan Subhan B. 2008.
Transplantasi karang saat ini dan tantangannya di masa depan. p.
50-58. In: Jompa J, Nezon E, Sadarun B, & Lestari ET (eds.).
Prosiding munas terumbu karang I 2007. Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang COREMAP II, Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakrata.
Veron, J.E.N. 2000. Coral of The World . Australian Institute of Marine Science. Townsville.
Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo. Jakarta. 226 hlm.
Zulfikar dan Soedharma, D. 2008. Teknologi Fragmentasi Buatan Karang (Caulastrea furcata dan Cynaria lacrimalis) dalam Upaya Percepatan Pertumbuhan pada Kondisi Terkontrol. Jurnal Natur Indonesia. Volume 10, Nomor 2, Halaman 76-82
http://www.coralwatch.org, diakses pada tanggal 19 Agustus 2016