• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP KETERBAGIAN PADA IDEAL DALAM RING Z[i] DAN APLIKASINYA UNTUK PENYELESAIAN PERSAMAAN DIOPHANTINE NON LINEAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONSEP KETERBAGIAN PADA IDEAL DALAM RING Z[i] DAN APLIKASINYA UNTUK PENYELESAIAN PERSAMAAN DIOPHANTINE NON LINEAR"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Persamaan Diophantine adalah persamaan polinomial atas bilangan bulat dalam n variabel dengan solusi bilangan bulat. Persamaan Diophantine berbentuk f(x1, x2, . . . , xn) = 0 dengan f adalah fungsi n variabel dengan n 2. Ada 3 masalah dasar yang diperhatikan dalam persamaan Diophantine: apakah persamaan Diophantine mempunyai penyelesaian, penyelesaiannya hingga, atau penyelesaiannya tak hingga. Jika mempunyai penyelesaian, maka tentukan semua penyelesaiannya. Mencari penyelesaian persamaan Diophantine lebih sulit daripada menentukan apakah penyelesaiannya ada atau tidak. Beberapa metode penyelesaian persamaan Diophantine dasar antara lain: dekomposisi, aritmatika modulo, matematika induksi dan metode Fermat tak hingga. Metode dalam penelitian ini adalah metode ring [ ]dengan memperhatikan konsep keterbagian, keprimaan serta faktorisasi pada bilangan bulat [ ].

(2)

ABSTRACT

A Diophantine equation is a polynomial equation over in n variables in which we look for integer solutions. In what follows, we call a Diophantine equation an equation of the formf(x1, x2, . . . , xn) = 0 wherefis ann-variable function with n 2. Concerning a Diophantine equation three basic problems arise: Is the equation solvable, the solvable solutions is finite, or the solvable solutions is infinite. If it is solvable, so determine all of its solutions. It is easier to show that a Diophantine Equations has no solutions than it is to solve an equations with a solution. Elementary methods in solving Diophantine equations, such as: decomposition, modular arithmetic, mathematical induction, and Fermat’s infinite

descent. Some advanced methods for solving Diophantine equations involving Gaussian integers, quadratic rings, divisors of certain forms, and quadratic reciprocity.

(3)

KONSEP KETERBAGIAN PADA IDEAL DALAM RING✦ ✁ DAN APLIKASINYA UNTUK PENYELESAIAN PERSAMAAN

DIOPHANTINE NON LINEAR

(Skripsi)

Oleh

KARINA SYLFIA DEWI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

ABSTRAK

Persamaan Diophantine adalah persamaan polinomial atas bilangan bulat dalam n variabel dengan solusi bilangan bulat. Persamaan Diophantine berbentuk f(x1, x2, . . . , xn) = 0 dengan f adalah fungsi n variabel dengan n 2. Ada 3 masalah dasar yang diperhatikan dalam persamaan Diophantine: apakah persamaan Diophantine mempunyai penyelesaian, penyelesaiannya hingga, atau penyelesaiannya tak hingga. Jika mempunyai penyelesaian, maka tentukan semua penyelesaiannya. Mencari penyelesaian persamaan Diophantine lebih sulit daripada menentukan apakah penyelesaiannya ada atau tidak. Beberapa metode penyelesaian persamaan Diophantine dasar antara lain: dekomposisi, aritmatika modulo, matematika induksi dan metode Fermat tak hingga. Metode dalam penelitian ini adalah metode ring [ ]dengan memperhatikan konsep keterbagian, keprimaan serta faktorisasi pada bilangan bulat [ ].

(5)

ABSTRACT

A Diophantine equation is a polynomial equation over in n variables in which we look for integer solutions. In what follows, we call a Diophantine equation an equation of the formf(x1, x2, . . . , xn) = 0 wherefis ann-variable function with n 2. Concerning a Diophantine equation three basic problems arise: Is the equation solvable, the solvable solutions is finite, or the solvable solutions is infinite. If it is solvable, so determine all of its solutions. It is easier to show that a Diophantine Equations has no solutions than it is to solve an equations with a solution. Elementary methods in solving Diophantine equations, such as: decomposition, modular arithmetic, mathematical induction, and Fermat’s infinite

descent. Some advanced methods for solving Diophantine equations involving Gaussian integers, quadratic rings, divisors of certain forms, and quadratic reciprocity.

(6)

KONSEP KETERBAGIAN PADA IDEAL DALAM RING✂✄ ☎ DAN APLIKASINYA UNTUK PENYELESAIAN PERSAMAAN

DIOPHANTINE NON LINEAR

Oleh

KARINA SYLFIA DEWI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Matematika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(7)
(8)
(9)
(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Metro pada tanggal 01 Januari 1996, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, putri dari pasangan Bapak Ir. Zulfikar Passa dan Ibu Sitiyana, S.Pd.

Pendidikan Taman Kanak – Kanak (TK) Pertiwi Metro pada tahun 2001, Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Pertiwi Teladan Metro pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Metro pada tahun 2010, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Metro pada tahun 2013.

(11)

KATA INSPIRASI

Setiap fase memiliki pelajarannya masing-masing, yang kita

perlukan hanya sabar dan syukur di setiap fasenya

(12)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya kecilku ini dengan ketulusan cinta dan segala kerendahan hati kepada :

Bapak dan Ibu tercinta yang dengan segala cinta, doa, dorongan semangat, dan pengorbanan untukku dalam menyelesaikan skripsi ini, serta kakakku Muhammad

Ryanda Adhitya Rakhman Passa, dan adikku Jayanthi Maharani tersayang yang selalu memberi doa, dan semangat, serta setia menunggu atas keberhasilanku

Keluarga Besarku tercinta yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini

(13)

SANWACANA

Alhamdulillah penulis ucapkan puji dan syukur terhadap kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta nikmat yang tak kurang-kurangnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Konsep Keterbagian Pada Ideal Dalam Ring✆✝ ✞Dan Aplikasinya Untuk Penyelesaian Persamaan Diophantine Non Linear”

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S,Si.) di Universitas Lampung.

Selesainya penulisan skripsi ini, adalah juga berkat motivasi dan pengarahan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Amanto, S,Si., M,Si. selaku Pembimbing I, atas segala bantuan dan waktunya untuk membimbing, memberi arahan, nasehat, dan juga motivasi di tengah kesibukannya beliau sabar membantu penyelesaian skripsi ini;

2. Bapak Agus Sutrisno, S.Si., M.Si. selaku Pembimbing II atas bimbingan, kritik dan saran selama penyusunan skripsi ini;

3. Ibu Dra. Wamiliana M,A., Ph.D. selaku Pembahas atas saran dan kritik yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak Drs. Eri Setiawan, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik; 5. Bapak Drs. Tiryono Ruby, M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Jurusan

(14)

6. Ibu dan Bapak tercinta yang telah membesarkan penulis, juga atas doa, cinta, semangat, pengorbanan yang luar biasa, serta Kakak dan Adik tersayang yang selalu memberikan kasih sayang kepada penulis;

7. Sahabat-sahabat Matematika 2013 Maimuri, Suri, Tiwi, Siti, Eka, Citra, Selma, Shintia, Suci, Yucky, Della, Tina, Rio, Irfan, Rasyd, Artha, Sanfernando, Jefery, dan Onal, serta yang lainnya terima kasih banyak atas dukungan, doa, dan semangatnya, juga atas kebersamaan yang luar biasa selama ini;

8. Sahabat-sahabatku Tia, Bima, Galuh, Intan, Okta, Nevi, Erlina, Klara, dan Agustin atas kebersamaan selama ini juga atas semangat yang telah diberikan kepada penulis;

9. Adik-adik Matematika 2014 dan 2015 Atuy, Anin, Yona, Redi, Eca, Dea, Annisa’ul, dan Ncek, serta yang lainnya terima kasih banyak atas dukungannya;

10. Pengurus dan Magang HIMATIKA 2015/2016 khususnya Biro Dana dan Usaha terima kasih banyak atas pengalaman organisasi berbasis kekeluargaan yang kalian berikan;

11. Almamaterku tercinta Universitas Lampung.

Bandar Lampung, November 2016 Penulis

(15)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR SIMBOL...iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keterbagian ... 4

2.2 Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) ... 7

2.3 Bilangan Prima... 9

2.4 Modulo...11

2.5 Persamaan Diophantine Linear...15

2.6 Sistem Bilangan Kompleks... 17

2.7 Ring ...20

(16)

ii 2.9 Bilangan Bulat Gaussian... 28 2.10 Konsep Norm dan Unit dalam Ring Z[i] ... ..33 2.11 Ideal dalam Ring [ ]... 35

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 37 3.2 Metode Penelitian ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Konsep Keterbagian pada Ideal dalam Ring [ ]... 38 4.2 Penyelesaian Persamaan Diophantine Non Linear dengan Metode

Ring [ ] ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 67 5.2 Saran ... 67

(17)

iii DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN

: a membagi habisbataubhabis dibagia

Z[i] : Himpunan semua bilangan bulat Gaussian : a tidak membagi habisb

: himpunan semua bilangan bulat

mod : modulo

N() : Norm dari

ab(modm) : aberelasi kongruen denganbmodulom

 : anggota

≤ : lebih kecil atau sama dengan ≥ : lebih besar atau sama dengan gcd : greatest common divisor FPB : factor persekutuan terbesar

 : untuk setiap

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam mempelajari matematika, pasti akan dikenal istilah aljabar. Pembelajaran dalam aljabar dimulai dari aljabar linear elementer, aljabar linear lanjut, struktur aljabar, aljabar terapan, dan masih banyak lagi materi tentang aljabar yang dapat dipelajari. Dalam struktur aljabar sendiri akan dikenal istilah grup, subgrup, ring, subring, homomorfisma, grup faktor, ring faktor, ideal, ideal prima, ideal maksimal, dan masih banyak lagi. Ideal sendiri merupakan suatu subring dari ring yang memenuhi dan

untuk semua .

(19)

2

Diophantine dapat memiliki banyak solusi yang beragam, yaitu tidak ada solusi, solusi tunggal dan solusi banyak (tak berhingga).

Pada mulanya persamaan Diophantine khususnya persamaan Diophantine linear menggunakan Algoritma Euclid untuk menyelesaikannya. Beberapa metode yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan Diophantine bentuk linear antara lain: metode faktorisasi prima, dengan pertidaksamaan, metode parametrik, metode modulo, metode induksi, Fermat’s Method of Infinite Descent(FMID). Dalam perkembangannya persamaan Diophantine yang berbentuk kuadrat dan yang memuat persamaan Pell dapat menggunakan metode matriks dan analisis keterbagian (Andreescu dkk, 2010). Persamaan Pell adalah persamaan yang mempunyai solusi penyelesaian bilangan bulat positif dengan bentuk x2–dy2= 1, x1, y 0 dengan d > 1 dimana d adalah bilangan bulat positif dan bukan kuadrat sempurna .

Dalam penelitian ini penulis akan mengkaji tentang konsep keterbagian pada ideal dalam ring [ ] dan juga aplikasinya untuk penyelesaian persamaan Diophantine non linear.

1.2 Rumusan Masalah

(20)

3

[ ]dan bagaimana menyelesaikan persamaan Diophantine non linear dengan menggunakan metode ring [ ]?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah mengkaji konsep keterbagian pada ideal dalam ring [ ] dan aplikasinya untuk penyelesaian persamaan Diophantine non linear.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Menambah pengetahuan dan pengalaman penulis agar dapat mengembangkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 2. Menambah wawasan tentang materi struktur aljabar, khususnya ideal pada

ring [i].

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep keterbagian, keprimaan, persamaan Diophantine dan ring [ ] yang akan digunakan dalam pembahasan hasil penelitian.

2.1 Keterbagian

Definisi 2.1.1

Bilangan bulata membagi habis bilangan bulatb(ditulis | ) jika dan hanya jika ada bilangan bulat k sehingga = . Jika a tidak membagi habis b maka ditulis (Burton, 1980).

Istilah lain untuk | adalahafaktor dari , pembagibataubkelipatan daria. Bila a pembagi b maka juga pembagi b, sehingga pembagi suatu bilangan selalu terjadi berpasangan. Jadi dalam menentukan semua faktor dari suatu bilangan bulat cukup ditentukan faktor-faktor positifnya saja, kemudian tinggal menggabungkan faktor negatifnya. Fakta sederhana yang diturunkan langsung dari definisi adalah sebagai berikut:

|0, 1| ,dan | untuk 0

(22)

5

pembagi dari bilangan apapun termasuk bilangan 0. Fakta | menyatakan bahwa bilangan tidak nol selalu habis membagi dirinya sendiri dengan hasil baginya adalah 1.

Berdasarkan pengertian keterbagian bilangan terdapat pada Definisi 2.1.1, maka berikut ini akan diberikan teorema tentang keterbagian.

Teorema 2.1.1 (Sukirman, 1997)

Untuk setiap , , berlaku pernyataan berikut: 1. |1jika dan hanya jika = 1atau = 1. 2. Jika | dan | maka | .

3. Jika | dan | maka | .

4. | dan | jika dan hanya jika = atau = . 5. Jika | dan 0,maka| | < | |.

6. Jika | dan | , maka |( + ) untuk sebarang bilangan bulatxdany.

Bukti.

1. Jika = 1 atau = 1, maka jelas bahwa |1, sesuai penjelasan sebelumnya. Sebaliknya, diketahui |1berarti ada sehinga 1 = ka. Persamaan ini hanya dipenuhi oleh dua kemungkinan berikut: k = 1, a = 1 atau = 1, = 1. Jadi berlaku jika |1maka = 1atau = 1. Jadi terbukti |1jika hanya jika = 1atau = 1,

2. Diketahui | dan | yaitu ada , sehingga = dan = . Dengan mengalikan kedua persamaan tersebut diperoleh :

(23)

6

yaitu | .

3. Diketahui | dan | , maka terdapat , sehingga

= (2.1)

dan

= (2.2)

Ppersamaan (2.1) disubstitusikan ke persamaan (2.2), sehingga diperol

= = ( ) = ( ) = .

4. Diketahui

= (2.3)

dan

= (2.4)

Persamaan (2.3) dikalikan dengan persamaan (2.4), diperoleh =

( )( ). Diperoleh = 1, yakni = = 1atau = = 1, jadi terbukti = atau = .

5. Diberikanb = acuntuk suatu .Diambil nilai mutlaknya| | = | | = | || |. Karena 0maka| | 1. Sehingga diperoleh| | = | || | | |. 6. Diketahui | dan | , maka terdapat , sedemikian sehingga

= dan = . Untuk sebarang , berlaku

+ = + = ( + )

yang berarti |( + ).

Pernyataan terakhir teorema ini berlaku juga untuk berhingga banyak bilangan yang dibagi oleha, yaitu | , = 1, , yaitu:

|( + + + )

(24)

7

2.2 Faktor Persekutuan Terbesar ( FPB )

Definisi 2.2.1

Misalkanaataubdua bilangan bulat dengan minimal salah satunya tidak nol. Faktor persekutuan terbesar (FPB) atau greatest common divisor(gcd) dariadan badalah bilangan bulatdyang memenuhi

(i) | dan | , dan

(ii) jika | dan | makac .

Dari Definisi 2.2.1, syarat ( i ) menyatakan bahwa d adalah faktor persekutuan dari a dan b. Sedangkan syarat ( ii ) menyatakan bahwa d adalah faktor persekutuan terbesar. Selanjutnya, jika dfaktor persekutuan terbesar dari a dan b akan ditulis = gcd( , )(Sukirman,1997).

Teorema 2.2.1 Algoritma Pembagian (Graham, 1975)

Diberikan dua bilangan bulat adanb dengana,b> 0, a0 maka ada tepat satu pasang bilangan-bilanganqdanrsehingga:

b = qa + r dengan0ra

Algoritma pembagian adalah suatu cara atau prosedur yang dapat dipakai untuk mendapatkan faktor persekutuan terbesar. Ilustrasinya adalah :

Diberikan dua bilangan bulat a dan b dengan a > 0, b > 0, maka gcd(a,b) dapat dicari dengan mengulang algoritma pembagian.

a=q1b+r1 0 <r1<b

b=q2r1+r2 0 <r2<r1

r1=q3r2+r3 0 <r3<r2

(25)

8

rn-1=qnrn-1+rn 0 <rn<rn-1

rn-1=qn+1rn+ 0 0 <r1<b

makarn,sisa terakhir dari pembagian di atas yang bukan nol merupakan gcd (a,b).

Berdasarkan Definisi 2.2.1 maka berikut ini akan diberikan teorema sebagai berikut.

Teorema 2.2.2 (Sukirman, 1997)

Jika a dan b dua bilangan bulat yang keduanya tak nol maka terdapat bilangan bulatxdanysehingga

gcd( , ) = + (2.5)

Persamaan (2.5) disebut dengan identitas Benzout.

Sebelum dibuktikan, perhatikan ilustrasi berikut,

gcd( 12,30) = 6 = ( 12)2 + 30( 1)

gcd( 8, 36) = 4 = ( 8)4 + ( 36)( 1)

Identitas Benzout menyatakan bahwa = gcd( , )dapat disajikan dalam bentuk kombinasi linear atas a dan b. Ekspresi ruas kanan pada (2.5) disebut kombinasi linear dariadanb. Pada teorema ini keberadaanxdanytidak harus tunggal.

Bukti.

BentukShimpunan semua kombinasi linear positif dariadanbsebagai berikut = { + | + 1, , }

(26)

9

d. Selanjutnya, dibuktikan = gcd( , ). Karena maka terdapat , sehingga = + . Dengan menerapkan algoritma pembagian pada a dan d maka terdapat q dan r sehingga = + , dengan 0 < . Selanjutnya ditunjukkanr= 0, sehingga diperoleh | . Jika > 0 maka dapat ditulis

0 < = = ( + ) = (1 ) ( )

Faktanya sedangkan syaratnya < ini bertentangan dengan pernyataan bahwa d elemen terkecil S sehingga disimpulkan r = 0 atau | . Argumen yang sama dapat dipakai dengan menerapkan algoritma pembagian pada bdan d untuk menunjukkan | . Jadi, terbukti bahwa dadalah faktor persekutuan dari a dan b. Selanjutnya ditunjukkan faktor persekutuan ini adalah yang terbesar. Misalkan c adalah bilangan bulat positif dengan | dan | maka | + yaitu | . Jadi , karena tidak mungkin pembagi lebih besar dari bilangan yang dibagi. Terbukti bahwa = gcd( , )

2.3 Bilangan Prima

Definisi 2.3.1

Sebuah bilangan bulat > 1disebut bilangan prima, jika dan hanya jikaphabis dibagi dengan 1 dan bilangan sendiri (Burton,1980).

Definisi 2.3.2 (Relatif Prima)

(27)

10

Berdasarkan pengertian relatif prima yang terdapat pada Definisi 2.3.2, maka akan diberikan teorema - teorema sebagai berikut yang dirujuk dari buku Sukirman tahun 1997.

Teorema 2.3.1

Bilanganadanbrelatif prima jika dan hanya jika terdapat bilangan bulatx, y sehingga + = 1.

Bukti.

Karena a dan b relatif prima maka gcd( , ) = 1. Identitas Bezout menjamin adanya bilangan bulat x, y sehingga 1 = + . Sebaliknya, misalkan ada bilangan bulat + = 1. Dibuktikan gcd( , ) = = 1. Karena | dan | maka |( + = 1),jadi |1. Karena itu disimpulkand=1.

Teorema 2.3.2

Jika gcd( , ) = 1, maka berlaku pernyataan berikut 1. Jika | dan | maka |

2. Jika | maka | (Lemma Euclid).

Bukti.

1. Diketahui | dan | . Artinya terdapat , ∋ = = . Berdasarkan hipotesis, gcd( , ) = 1. Oleh karena itu dapat dituliskan

+ = 1untuk suatu bilangan bulatxdany. Akibatnya = 1 = ( + )

(28)

11

= ( ) + ( )

= ( + )

Karena terdapat bilangan bulat + sedemikian sehingga | . Terbukti bahwa, jika | dan | maka | .

2. Diketahui | , gcd( , ) = 1. Oleh karena itu dapat dituliskan + = 1 untuk suatu bilangan bulatx, y. Akibatnya

= 1 = ( + )

= +

Karena diketahui | dan faktanya | maka |( + ). Karena = + , sehingga terbukti | .

Karena penyelesaian persamaan Diophantine yang digunakan adalah dengan relasi kongruensi modulom, maka diberikan definisi modulo sebagai berikut.

2.4 Modulo Definisi 2.4.1

Misalkan a , m> 0 bilangan bulat. Operasi a mod m (dibaca “a modulo m”) memberikan sisa jika a dibagi dengan m. Notasi: a mod m = r sedemikian sehingga a = mq + r, dengan 0 r < m. Bilangan m disebut modulo, dan hasil aritmatika modulomterletak di dalam himpunan {0, 1,…,m–1} (Grillet, 2007).

Definisi 2.4.2 (Relasi Kongruensi)

(29)

12

Kekongruenanab(modm) dapat pula dituliskan dalam hubungan a=b+km

yang dalam hal ini k adalah bilangan bulat.

Contoh.

16≡4 (mod 3) dapat ditulis sebagai 16 = 4 + 4 3 Sehingga , dapat dituliskanamodm=rsebagai :

ar(modm)

Teorema 2.4.1 (Grillet, 2007)

Misalkanmadalah bilangan bulat positif

1. Jikaab(modm) dancadalah sebarang bilangan bulat maka (i) (a+c)≡ (b+c) (modm)

(ii)acbc(modm)

(iii)apbp(modm) untuk suatu bilangan bulat tak negatif p. 2. Jikaab(modm) dancd(modm), maka

(i) (a+c)≡ (b+d) (modm) (ii)acbd(modm)

Bukti.

1. (i) ab(modm) berarti = + untuk suatu untuk sebarang , diperoleh

+ = + +

+ = ( + )(mod ) (ii) ab(modm) berarti:

(30)

13

=

( ) =

= + , dengan =

( )

(iii) ab(modm) berarti = + dengan {0}

= ( + )

= +

1 + 2 ( ) + +

+ ( ) + ( )

= + { + + + +

} (modm) 2. (i) ab(modm) = +

cd(modm) = + Jadi,( + ) = ( + ) + ( + )

( + ) = ( + ) + ( = + )

( + ) = ( + )( )

(ii) ab(modm) = + , untuk suatu cd(modm) = + , untuk suatu

= ( + )( + )

= + + +

= + ( + + )

(31)

14

Teorema 2.4.2 Teorema Fermat (Burton, 1980)

Jikapadalah bilangan prima dan adalah bilangan bulat positif dimana ,

maka 1 ( ).

Bukti.

Diasumsikan( 1)bilangan positif pertama kelipatan dari , yaitu bilangan bulat. Sehingga terdapat barisan sebagai berikut:

, 2 , 3 , , ( 1) (2.6)

Tidak ada satu pun suatu bilangan dari barisan di atas yang habis dibagi p, karena barisan tersebut terbentuk dengan pola ka dimana 1 1. Oleh karena dan , maka . Kemudian, dari barisan tersebut tidak ada dua bilangan yang kongruen . Dengan kata lain, jika bilangan-bilangan tersebut dibagi dengan p, maka sisa pembagiannya akan selalu berbeda satu sama lain. Diasumsikan bahwa ada dua bilangan kongruen , yaitu ra dan sa

sehingga ( ) untuk1 < 1 .

Karena gcd(a,p) = 1, maka diperoleh

( ) (2.7)

Karena r dan s harus lebih besar 1 dan harus lebih kecil dari p, maka ini menyatakanr=s. Persamaan (2.7) kontradiksi dengan asumsi awal bahwardans harus berbeda. Oleh karena itu, himpunan barisan pada (2.6) harus kongruen terhadap 1,2,3,4, , 1. Selanjutnya jika himpunan tersebut dikalikan dan dikenai modulo , maka diperoleh :

(32)

15

Sehingga,

( 1)! ( 1)! ( )

Karena gcd ( 1)!, = 1, maka

1 ( )

Contoh.

Tunjukkan bahwa sisa pembagian 538oleh 11 adalah 4.

Untuk menunjukkan hal di atas, dengan menggunakan relasi kongruensi cukup ditunjukan bahwa 5384 (mod 11).

Bukti.

538= (510)3 + 8= (510) 3(52)4 13. 34 (mod 11)  81 (mod 11)  4 (mod 11)

2.5 Persamaan Diophantine linear

Definisi 2.5.1

Persamaan Diophantine adalah persamaan suku banyak atas bilangan bulat Z dalam n variable dengan solusi bulat, ditulis sebagai f(x1, x2, . . . , x2) = 0, dengan f

adalah fungsi n variabel dengann≥ 2 (Burton, 1980).

Contoh.

(33)

16

2. y3=x2–1 , denganxdanybilangan bulat

3. x+y+xy= 34 , denganxdanybilangan bulat positif

Persamaan Diophantine dapat berbentuk linear (contoh 1) maupun non linear (contoh 2 dan 3). Beberapa metode penyelesaian persamaan Diophantine, antara lain: Faktor Persekutuan Terbesar (FPB), pemfaktoran, keterbagian, teknik pembatasan, parameter dan struktur aljabar ring.

Definisi 2.5.2

Persamaan Diophantine linear dua variabel adalah suatu persamaan berbentuk ax + by = c dengana, b, c bilangan– bilangan bulat dan a, b dua-duanya bukan nol disebut persamaan linear Diophantine jika penyelesaiannya dicari untuk bilangan–bilangan bulat (Burton, 19080).

Berdasarkan definisi persamaan Diophantine linear di atas dapat dibentuk teorema berikut ini.

Teorema 2.5.1 (Burton, 1980)

Persamaan linear Diophantineax + by = cmempunyai penyelesaian jika dan hanya jika faktor persekutuan terbesar dariadanbhabis membagic.

Bukti.

Misalkand =gcd(a,b)dand|c d|c adakbulat sehinggac = kd.

d|gcd(a,b) ada bilangan bulatmdannsehingga: am + bn = d a (km) + b (kn) = kd

(34)

17

berartix = mk dan y = nk.

Berikut ini merupakan teorema tentang solusi umum persamaan Diophantine linear.

Teorema 2.5.2

Jikad =gcd(a,b) dan x0, y0penyelesaian persamaan Diophantineax + by = c,

maka penyelesaian umum persamaan tersebut adalahx=x0+ dany = y0

-dengank parameter bilangan bulat (Burton, 1980).

Karena ring yang akan dibahas adalah [ ] dimana ruang lingkupnya sangat erat dengan sistem bilangan kompleks sehingga akan dijelaskan konsep sistem bilangan kompleks sebagai berikut.

2.6 Sistem Bilangan Kompleks

Definisi 2.6.1

Sistem bilangan kompleks adalah bilangan kompleks yang dilengkapi oleh operasi penjumlahan ( + ) dan perkalian ( • ) yang memenuhi aksioma atas lapangan (Churchill, 1999).

(35)

18

Teorema 2.6.1

Untuk semua bilangan kompleks berlaku sifat aditif dan asosiatif terhadap penjumlahan.

+ = + ( 2.6 )

z1+ (z2+z3) = (z1+z2) +z3 ( 2.7 )

Bukti.

Misal = + , = + dan 3= 3+ 3maka : 1+ 2 = ( 1+ 1) + ( 2+ 2)

= ( 1+ 2) + ( 1+ 2)

= ( 2+ 2) + ( 1+ 1)

= 2+ 1 ■

1+ ( 2+ 3) = ( 1+ 1) + [( 2+ 2) + ( 3+ 3)]

= ( 1+ 1) + [( 2+ 3) + ( 2+ 3)]

= [ 1+ ( 2+ 3)] + [ 1+ ( 2+ 3)]

= [( 1+ 2) + 3] + [( 1+ 2) + 3]

= [( 1+ 2) + ( 1+ 2) ] + ( 3+ 3)

= ( 1+ 2) + 3

Teorema 2.6.2

1. Perkalian bilangan-bilangan kompleks bersifat komutatif.

1• 2= 2• 1 ( 2.8 )

(36)

19

1• ( 2• 3) = ( 1• 2) • 3 ( 2.9 )

3. Perkalian bilangan-bilangan kompleks bersifat distributif terhadap penjumlahan.

1 ( 2+ 3) = 1 2+ 1 3 ( 2.10 )

Bukti.

Misal = + , = + dan 3= 3+ 3maka :

1. z1 z2 = ( 1+ 1) ( 2+ 2)

= 1+ 2+ ( 1+ 2) + 2 1 2

= 1 2 1 2+ ( 1 2+ 2 1)

= 2 1 2 1+ ( 2 1+ 2 1)

= ( 2+ 2) ( 1+ 1)

= 2 1

2. 1 ( 2 3) = ( 1+ 1) [( 2+ 2) ( 3+ 3)]

= ( 1+ 1) [( 2 3 2 3) + ( 2 3+ 2 3)]

= 1( 2 3 2 3) 1( 2 3+ 2 3) +

[( 1( 2 3 2 3) + 1( 2 3+ 2 3)

=( 1 2 1 2) 3 ( 1 2+ 2 1) 3+ [( 1+ 2 1) 3

+ ( 1 2 1 2) 3]

= [( 1+ 1) ( 2+ 2)] ( 3+ 3)

= (( 1 2) 3)

3. 1 ( 2+ 3) = ( 1+ 1) [( 2+ 2) + ( 3+ 3)]

(37)

20

= 1( 2+ 3) 1( 2+ 3) + 1( 2+ 3) + 1( 2+ 3)

= ( 1 2 1 2) + ( 1 2+ 1 2) + ( 1 3 1 3)+

( 1 3+ 1 3)

= 1 2+ 1 3 ■

2.7 Ring

Sebelum membahas tentang ring [ ], akan diberikan terlebih dahulu definisi tentang grup berikut.

Definisi 2.7.1

Suatu grup <G, *> adalah himpunan G yang diperlengkapi dengan operasi biner * pada G yang memenuhi aksioma-aksioma berikut:

1. Operasi biner * asosiatif, yaitua,b, cG berlaku : (a*b)*c = a*(b*c) 2. Terdapat elemen identitas e untuk * pada G, yaitu terdapat eG

sedemikian hingga

e*a = a*e = a,aG

3. Untuk setiap aG mempunyai invers a-1, yaitu terdapat a-1G sedemikian hingga

a*a-1= a-1* a = e (Dummit and Foote, 2004).

(38)

21

Suatu grup G dikatakan abelian (komutatif) jika operasi biner * pada G adalah komutatif, yaitua,bG maka a * b = b*a.

Contoh.

Didefinisikan himpunan S {xR|x1}. Selanjutnya didefinisikan * pada S, dengan

ab=a+b+ab Tunjukkan S,,grup komutatif.

Bukti.

Harus dipenuhi aksioma grup berikut: 1. Tertutup, yaitu (a,bS) (ab)S

Bukti :

Diketahuiab=a+b+ab. Akan dibuktikan dengan kontradiksi. Andaikanab=1

a+b+ab=1 a+ab=1–b

a(1 +b) =(1 +b),b  1 a=1, kontradiksi.

Jadi pengandaian salah, yang benara+b+ab 1 Dengan kata lainabS.

2. Asosiatif, yaitu (a, b, cS) (ab )c = a(bc) Bukti :

(39)

22

= (a + b + ab) + c + (a + b + ab)c = a + b + ab + c + ac + bc + abc = a + b + c + bc + ab + ac + abc = a + (b + c + bc) + a(b + c + bc) = a(b + c + bc)

= a(bc) .

3. Terdapat elemen netral / identitas, yaitu (aS,yS) ya = ay = a Bukti :

Misal y elemen netral untukdari S, maka : ya = a

y + a + ya = a y + ya = 0 y(1 + a) = 0 y = 0 atau (1 + a) = 0

(1 + a) = 0 tidak mungkin, sebab a 1.

Oleh karena itu, satu–satunya penyelesaian persamaan di atas adalah y = 0 yang merupakan elemen netralpada S.

4. Terdapat invers, yaitu (aS,zS)za=az= 0 Bukti :

za= 0

(40)

23

Berdasarkan (i) sd (v), maka disimpulkan S,grup komutatif . Selanjutnya diberikan definisi ring sebagai berikut.

Definisi 2.7.3

HimpunanRdengan dua operasi biner + (penjumlahan) dan (perkalian) atau ditulis , +, merupakan ring jika memenuhi aksioma berikut:

1. , + merupakan grup komutatif;

2. Opersi perkaliannya bersifat asosoatif, yaitu( ) = ( )untuk setiap , , ;

(41)

24

( + ) = ( ) + ( )dan ( + ) = ( ) + ( ) (Dummit and Foote, 2004).

Contoh.

Didefinisikan himpunan S {xR|x1}. Selanjutnya didefinisikan dua operasi pada S, yaitudandengan definisi :

i. ab=a+b+ab ii. ab= 0,a,bS

Pasangan , +, membentuk ring.

Selanjutnya akan diberikan pengertian ideal dalam ring yang sebelumnya didefinisikan terlebih dahulu pengertian subring.

Definisi 2.7.4

Diberikan ringRdan himpunanSRdenganS . HimpunanSdisebut “subring” jikaSsendiri merupakan ring terhadap operasi yang sama padaR.

Contoh.

Diberikan ring Z = {0,1,2,3, ….} 2Z = {0,2,4,6, ….}

2ZZ

 2Z, grup komutatif

 2Z,tertutup dan asosiatif

(42)

25

∴2Zsubring dariZ.

Untuk menyelidiki subring digunakan teorema berikut.

Teorema 2.7.1

Diberikan himpunan bagian S dari ringR(SR). HimpunanSmerupakan subring jika dan hanya jika :

1. 0S

2. a,bS(ab)S 3. a,bSabS

Definisi 2.7.5

Suatu subring dari ring yang memenuhi dan untuk semua disebut ideal dari (Fraleigh, 2000 ).

Setiap ringRselalu mempunyai ideal, yaitu paling tidak mempunyai ideal {0R}

danR. Kedua ideal tersebut dinamakan ideal trivial.

Definisi 2.7.6

Diberikan ring , ideal dari . disebut ideal maksimal jika : a.

b. Untuk setiap ideal dalam dengan maka = atau =

, =

, =

(43)

26

Definisi 2.7.7

Diberikan R ring komutatif dengan elemen satuan, N ideal dalam R. N disebut prima jika :

a.

b. Untuk setiap , ; atau

, dan atau

, dan (Fraleigh, 2000 ).

Definisi 2.7.8

Misalkan R ring dengan elemen satuan 1. Jika A sebarang himpunan bagian dari ring R.< >dinotasikan sebagai ideal terkecil dari R yang memuat A dan disebut ideal yang dibangun oleh A. Ideal yang dibangun oleh satu elemen disebut ideal utama (Fraleigh, 2000).

Contoh.

Misalkan , maka ideal utama dari yang dibangun oleh adalah< > = .

(44)

27

Jikaa dan belemen tak nol dari ring R sedemikian sehingga ab=0, makaadan b adalah pembagi nol. Dengan kata lain a adalah pembagi nol kanan (Fraleigh, 2000).

Berdasarkan pengertian pembagi nol terdapat pada Definisi 2.8.1, maka berikut ini akan diberikan teorema tentang pembagi nol.

Teorema 2.8.1

Dalam ring pembagi nol adalah elemen–elemen yang tidak relatif prima terhadapn(Fraleigh, 2000 ).

Berdasarkan teorema pembagi nol yang terdapat pada Teorema 2.8.1, maka berikut ini akan diberikan akibat dari Teorema 2.8.1.

Akibat 2.8.2

Jikapsebuah bilangan prima, maka tidak mempunyai pembagi nol.

Definisi 2.8.2

Ring komutatif dengan elemen satuan yang tak memuat pembagi nol disebut daerah integral (Fraleigh, 2000 ).

Berikut ini akan diberikan pengertian unit dan elemen irreducible yang digunakan dalam pembahasan faktorisasi tunggal.

(45)

28

Misalkan adalah Daerah Integral dan 1 adalah elemen satuan di , merupakan unit jika dan hanya jikaumembagi 1 sedemikian sehingga1 =

. untuk suatu . Dengan kata lain, mempunyai invers terhadap operasi perkalian pada ( Dummit and Foote, 2004 ).

Contoh.

Elemen unit di adalah 1 dari -1. karena 1 1 ( 1 = 1 . 1 ) dan karena -1 1 ( 1 = ( -1 ) ( -1 ) ) 1 =u.

Definisi 2.8.4

Misalkan 0dan bukan unit di daerah integral . dikatakanirreducible jika = di , maka unit atau unit di

(Dummit and Foote, 2004).

Berikut ini akan diberikan definisi bilangan bulat Gaussian yang akan digunakan pada penyelesaian persamaan Diophantine non linear.

2.9 Bilangan Bulat Gaussian

Metode ring yang digunakan pada penelitian ini adalah ring [ ],sehingga didefinisikan bilangan Gaussian sebagai berikut.

Definisi 2.9.1

(46)

29

[ ]={a + bi|a, } (Andreescu dkk, 2010).

Berikut ini akan dibuktikan bahwa himpunan semua bilangan bulat Gaussian [ ] dengan operasi penjumlahan dan perkalian membentuk ring.

Teorema 2.9.1 (Andresescu dkk, 2010)

Jika diberikan himpunan semua bilangan bulat Gaussian : [ ] = { + , }

Pada [ ]didefinisikan dua operasi : ( i ) Operasi penjumlahan ( + ), yaitu :

( + )+ ( + ) = ( + )+ ( + )

( ii ) Operasi perkalian ( •), yaitu :

( + ) ( + ) = ( + ) + ( + )

maka,< [ ], +

,

>membentuk ring.

Bukti.

a. Harus dibuktikan< [ ], +

>grup komutatif.

( i ) Diberikan sebarang( + ), ( + ) [ ], maka diperoleh: ( + )+ ( + ) = ( + ) + ( + )

Karena + dan( + ) [ ], maka( + )( + ) [ ]. Jadi operasi+ tertutup pada [ ].

( ii ) Diberikan sebarang( + ), ( + ), ( + ) [ ]maka diperoleh: [( + ) + ( + )] + ( + ) = [( + )+ ( + ) ] + ( + )

(47)

30

= ( + )+ ( ( + + ) )

= + + + ( + + )

= ( + )+ [( + ) + ( + ) ]

= ( + )+ [( + )+ ( + )]

Jadi operasi+ bersifat assosiatif pada [ ].

(iii) Diberikan sebarang ( + ) [ ], maka terdapat ( + ) [ ] sehingga,

( + )+ ( + ) = ( + )+ ( + ) = ( + )

Dari persamaan

( + )+ ( + ) = ( + )

( + ) + ( + ) = ( + )

+ = dan + = = 0dan = 0

Jadi + = 0 + 0 merupakan elemen netral pada [ ].

( iv ) Untuk setiap( + ) [ ], terdapat( + ) [ ]sehingga, ( + )+ ( + ) = ( + )+ ( + ) = 0 + 0

Dari persamaan

( + )+ ( + ) = 0 + 0

( + ) + ( + ) = 0 + 0

+ = 0dan + = 0 = dan =

Jadi ( + )merupakan invers pada [ ] ( + ) [ ]. ( v ) Diberikan sebarang( + ), ( + ) [ ], maka diperoleh :

(48)

31

= ( + ) + +

= ( + ) + ( + )

Jadi operasi+ komutatif.

Dari (i), (ii), (iii), (iv), dan (v) disimpulkan < [ ] , +>grup komutatif. b. Terhadapoperasi perkalian (•) harus dibuktikan:

( i ) Diberikan sebarang( + ), ( + ) [ ],maka ( + ) ( + ) = ( ) + ( + )

karena( + ) dan( + ) , maka ( ) + ( + ) [ ].

Jadi operasi • tertutup pada [ ]. ( ii ) Assosiatif

Diberikan sebarang( + ), ( + ), ( + ) [ ], maka diperoleh: [( + ) ( + )] ( + )

= [( ) + ( + ) ] ( + )

= [( ) ( + ) ] + [( + ) + ( + ) ]

= + + + +

= + + +

= + ( ) + ( + ) )

= + ( + + )

= + (( + )( + )

c. Terhadap operasi+ dan • harus dipenuhi ( i ) Distributif kiri

(49)

32

= ( + ) [( + )+ ( + ) ]

= [ ( + ) ( + )]+ [ ( + ) + ( + )]

= + + ( + ) + ( + )

= + + + + +

= ( + ) ( + )+ ( + ) ( + )

( ii ) Distributif kanan

Diberikan sebarang( + ), ( + ), ( + ) [ ],maka diperoleh: [( + )+ ( + )] ( + )

= [( + )+ ( + ) ] ( + )

= [( + ) ( + ) ]+ [( + ) ( + ) )]

= + + +

= ( + ) + ( ) + + +

= ( + ) ( + )+ ( + ) ( + ) ■

Selanjutnya ring [ ] merupakan daerah integral, yang dituliskan dalam teorema berikut :

Teorema 2.9.2 (Andresescu dkk, 2010) Ring [ ]merupakan daerah integral.

Bukti.

Untuk membuktikan ring [ ]daerah integral cukup dibuktikan. ( i ) Ring [ ]komutatif

Diberikan sebarang( + ), ( + ) [ ],maka diperoleh:

(50)

33

= ( + ) ( + )

( ii ) Ring [ ]tidak memuat pembagi nol

Ring [ ]tidak memuat pembagi nol, sebab jika diambil sebarang ( + ) 0, ( + ) 0,maka( + ) ( + ) 0. ■ Selanjutnya akan dibahas konsep bilangan prima dan unit dalam ring [ ].

2.10 Konsep Norm dan Unit dalam Ring Z[i]

Sebelum membahas unit dalam ring Z[i], terlebih dahulu didefinisikan norm (jarak) pada ring Z[i].

Definisi 2.10.1

Norm pada [ ]merupakan fungsi : [ ]

dengan rumusN(a+bi)= + , ( + ) [ ].

Norm di atas menyatakan ukuran besaran dari elemen [ ].Norm juga digunakan untuk pembuktian eksistansi (keberadaan) unit dan keprimaan dalam ring [ ]. Selain itu, norm juga digunakan untuk mengukur sisa keterbagian pada ring [ ].

Berikut ini diberikan sifat multiplikatif dari norm pada [ ].

Teorema 2.10.1 (Andresescu dkk, 2010)

Fungsi norm [ ] bersifat multiplikatif, yaitu : ( ( )) =N(α)N( ), , [ ]

(51)

34

Diberikan sebarang , [ ] dengan = + dan = + , maka diperoleh :

= ( + )( + ) = ( ) + ( + )

Sehingga diperoleh,

N( ) = ( ) + ( + )

= 2 + + + 2 +

= + + +

= ( + ) + ( + )

= ( + )( + )

=N(α)N( )

Sifat multiplikatif norm N pada [ ] ini juga dapat digunakan untuk menghubungkan struktur multiplikatif pada dengan struktur multiplikatif pada

[ ], dan juga dapat untuk menghubungkan keterbagian, keprimaan pada dengan keterbagian serta keprimaan dalam ring [ ].

Dengan definisi norm pada [ ] pada Definisi 2.10.1 dapat digunakan untuk mengembangkan pengertian unit pada ring [ ]berikut ini :

Definisi 2.10.2

Misalkan [ ]. Bilangan bulat Gaussian dikatakan unit dari [ ] jika dan hanya jika N( ) = 1.

(52)

35

Diberikan sebarang + [ ], sebagai unit. Maka terdapat elemen lain + [ ]sedemikian sehingga,

( + )( + ) = 1

N ( + )( + ) = (1)

N ( + ) ( + ) = 1

( + )( + = 1

Karena , , , bilangan bulat, maka

+ = 1

Maka diperoleh solusi( , ) = (1,0), (0,1), ( 1,0)dan(0, 1).Dalam ring [ ], maka solusi tersebut menjadi1, , 1dan .

2.11 Ideal dalam Ring Z[i]

Pada sub bab ini akan dijelaskan tentang ideal dalam Ring Z[i] yang dirujuk dari buku Andreescu dkk tahun 2010.

Jika p bilangan prima, maka himpunan IpZ[i]

papbi a,bZ

merupakan ideal dalam ring Z[i]. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut.

(53)

36

Berdasarkan (i) , (ii) dan (iii), maka I ideal (maksimal) dari ring Z[i].

(54)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada semester ganjil tahun ajaran 2016/2017.

3.2 Metode Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan tugas akhir ini adalah: 1. Membangun konsep keterbagian dan faktorisasi tunggal pada ring Z[i],dengan

langkah–langkah sebagai berikut : a. Mendefinisikan norm pada ring Z[i] b. Mendefinisikan unit dalam ring Z[i] c. Membuktikan ideal dalam ring Z[i]

d. Mendefinisikan pengertian prima dalam ring Z[i] dan sifat-sifatnya serta memperumum teorema faktorisasi tungggal dari Z ke ring Z[i]

2. Mengkaji penerapan persamaan Diophantine non linear pada ideal dalam ring

(55)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Persamaan Diophantine adalah persamaan dengan variabel – variabel tertentu sehingga solusinya merupakan bilangan bulat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, persamaan Diophantine non linear dapat diselesaikan dengan metode ring ☛☞ ✌ , yaitu menggunakan sifat – sifat faktorisasi prima tunggal dalam ring Z[i] yang merupakan perumuman sifat pada bilangan bulat ☛. Dengan menjabarkan persamaan Diophantine menjadi perkalian elemen – elemen prima dalam ring☛☞✌, akan diperoleh solusi bilangan bulat yang memenuhi. Persamaan Diophantine yang dapat diselesaikan dengan metode ini adalah persamaan yang dapat difaktorkan menjadi bilangan bulat Gaussian dalam ideal ring Z[i]. Selain itu permasalahan persamaan Diophantine non linear juga dapat diselesaikan cukup dengan menggunakan Lemma Euclid dan konsep norm pada ring Z[i].

5.2 Saran

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Andreescu, T., Andrica, D., Cucurezeanu, I. 2010.An Introduction to Diophantine Equation.Birkhauser.

Burton, D.M. 1980.Elementary Number Theory. University Of New Hampshire.United State of Afrika.

Churchill, R., 1999.Complex Variable and Applications. McGraw-Hill.

Dummit, D.S., Foote, R.M. 2004.Abstract Algebra. Third Edition. Y&Y. United states of America.

Fraleigh, J.B. 2000.A First Course In Abstract Algebra.Sixth Edition. Addison Wesley Publishing Company, Inc. Philippines

Graham, M. 1975. Modern Elementary Mathematics. Harcort Brace Jonanovich, inc. New York.

Grillet, P.A. 2007.Graduate Text In Mathematics.Second Edition. Springer. New York

Referensi

Dokumen terkait

awal yang baik bagi metode Newton, yang artinya bahwa berapapun nilai awal yang sudah diperbaiki oleh metode Turun Tercuram dapat membuat penyelesaian sistem persamaan

Penyelesaian persamaan tersebut menggunakan beberapa sifat persamaan Diophantine eksponensial dan beberapa hasil dari keberadaan pembagi primitif bilangan Lucas2. Penjelasan

Kelebihan metode analisis SVD dalam menyelesaikan sistem persamaan linear yaitu, solusi dari sistem persamaan linear tetap dapat dicari meskipun sistem persamaan linear

Tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear berikut dengan menggunakan metode invers matriks.. Tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear

Tujuan dari penelitianini adalahmengetahui cara menyelesaikan persamaan diferensial linear orde- n non homogen dengan koefisien konstan menggunakan metode fungsi Green

Penyelesaian numerik dengan metode Heun pada sistem persamaan diferensial non linear model Lotka-Volterra dengan faktor penghambat pertumbuhan menunjukkan

Salah satu metode untuk penyelesaian sistem persamaan linear fully fuzzy menggunakan metode tidak langsung yang biasanya disebut iterasi.. Metode yang digunakan untuk

Namun, permasalahan terjadi pada PDP tak linear, karena pada persamaaan ini tidak semua bagian dapat diselesaikan secara analitik, tetapi juga diperlukan salah satu metode