• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP KETERBAGIAN PADA IDEAL DALAM RING Z[ ] DAN APLIKASINYA UNTUK PENYELESAIAN PERSAMAAN DIOPHANTINE NON LINEAR. (Skripsi) Oleh KARINA SYLFIA DEWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP KETERBAGIAN PADA IDEAL DALAM RING Z[ ] DAN APLIKASINYA UNTUK PENYELESAIAN PERSAMAAN DIOPHANTINE NON LINEAR. (Skripsi) Oleh KARINA SYLFIA DEWI"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP KETERBAGIAN PADA IDEAL DALAM RINGℤ[ ] DAN APLIKASINYA UNTUK PENYELESAIAN PERSAMAAN

DIOPHANTINE NON LINEAR

(Skripsi)

Oleh

KARINA SYLFIA DEWI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016

(2)

ABSTRAK

Persamaan Diophantine adalah persamaan polinomial atas bilangan bulat dalam n variabel dengan solusi bilangan bulat. Persamaan Diophantine berbentuk f(x1, x2, . . . , xn) = 0 dengan f adalah fungsi n variabel dengan n ≥ 2. Ada 3 masalah dasar yang diperhatikan dalam persamaan Diophantine: apakah persamaan Diophantine mempunyai penyelesaian, penyelesaiannya hingga, atau penyelesaiannya tak hingga. Jika mempunyai penyelesaian, maka tentukan semua penyelesaiannya. Mencari penyelesaian persamaan Diophantine lebih sulit daripada menentukan apakah penyelesaiannya ada atau tidak. Beberapa metode penyelesaian persamaan Diophantine dasar antara lain: dekomposisi, aritmatika modulo, matematika induksi dan metode Fermat tak hingga. Metode dalam penelitian ini adalah metode ring ℤ[ ] dengan memperhatikan konsep keterbagian, keprimaan serta faktorisasi pada bilangan bulatℤ[ ].

Kata Kunci: Persamaan Diophantine, norm, prima, ring bilangan bulat Gaussian dalamℤ[ ]

(3)

ABSTRACT

A Diophantine equation is a polynomial equation overℤ in n variables in which we look for integer solutions. In what follows, we call a Diophantine equation an equation of the form f(x1, x2, . . . , xn) = 0 where f is an n-variable function with n

≥ 2. Concerning a Diophantine equation three basic problems arise: Is the

equation solvable, the solvable solutions is finite, or the solvable solutions is infinite. If it is solvable, so determine all of its solutions. It is easier to show that a Diophantine Equations has no solutions than it is to solve an equations with a solution. Elementary methods in solving Diophantine equations, such as: decomposition, modular arithmetic, mathematical induction, and Fermat’s infinite descent. Some advanced methods for solving Diophantine equations involving Gaussian integers, quadratic rings, divisors of certain forms, and quadratic reciprocity.

(4)

KONSEP KETERBAGIAN PADA IDEAL DALAM RINGℤ[ ] DAN APLIKASINYA UNTUK PENYELESAIAN PERSAMAAN

DIOPHANTINE NON LINEAR

Oleh

KARINA SYLFIA DEWI Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Matematika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Metro pada tanggal 01 Januari 1996, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, putri dari pasangan Bapak Ir. Zulfikar Passa dan Ibu Sitiyana, S.Pd.

Pendidikan Taman Kanak – Kanak (TK) Pertiwi Metro pada tahun 2001, Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Pertiwi Teladan Metro pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Metro pada tahun 2010, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Metro pada tahun 2013.

Tahun 2013 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui Jalur SNMPTN (undangan). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah bergabung di Himpunan Mahasiswa Jurusan Matematika (HIMATIKA) yang diamanahkan menjadi anggota Bidang Kaderisasi dan Kepemimpinan periode 2014-2015 dan dilanjutkan menjadi Sekretaris Biro Dana dan Usaha (Danus) periode 2015-2016. Selain itu penulis juga pernah bergabung di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA yang diamanahkan menjadi anggota Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (Adkesma) periode 2014-2015. Pada awal tahun 2016 penulis melaksanakan Kerja Praktik (KP) di Biro Administrasi Pembangunan Kantor Gubernur Provinsi Lampung. Pada bulan Juli hingga Agustus 2016 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan bergabung pada KKN Kebangsaan 2016 di Kepulauan Riau.

(9)

KATA INSPIRASI

“Setiap fase memiliki pelajarannya masing-masing, yang kita perlukan hanya sabar dan syukur di setiap fasenya”

(10)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya kecilku ini dengan ketulusan cinta dan segala kerendahan hati kepada :

Bapak dan Ibu tercinta yang dengan segala cinta, doa, dorongan semangat, dan pengorbanan untukku dalam menyelesaikan skripsi ini, serta kakakku Muhammad

Ryanda Adhitya Rakhman Passa, dan adikku Jayanthi Maharani tersayang yang selalu memberi doa, dan semangat, serta setia menunggu atas keberhasilanku

Keluarga Besarku tercinta yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini

Dosen Pembimbing dan Penguji yang sangat berjasa, seluruh sahabat-sahabatku dan Almamaterku Universitas Lampung

(11)

SANWACANA

Alhamdulillah penulis ucapkan puji dan syukur terhadap kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta nikmat yang tak kurang-kurangnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Konsep Keterbagian Pada Ideal Dalam Ringℤ[ ] Dan Aplikasinya Untuk Penyelesaian Persamaan Diophantine Non Linear” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S,Si.) di Universitas Lampung.

Selesainya penulisan skripsi ini, adalah juga berkat motivasi dan pengarahan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Amanto, S,Si., M,Si. selaku Pembimbing I, atas segala bantuan dan waktunya untuk membimbing, memberi arahan, nasehat, dan juga motivasi di tengah kesibukannya beliau sabar membantu penyelesaian skripsi ini;

2. Bapak Agus Sutrisno, S.Si., M.Si. selaku Pembimbing II atas bimbingan, kritik dan saran selama penyusunan skripsi ini;

3. Ibu Dra. Wamiliana M,A., Ph.D. selaku Pembahas atas saran dan kritik yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak Drs. Eri Setiawan, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik; 5. Bapak Drs. Tiryono Ruby, M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Jurusan

(12)

6. Ibu dan Bapak tercinta yang telah membesarkan penulis, juga atas doa, cinta, semangat, pengorbanan yang luar biasa, serta Kakak dan Adik tersayang yang selalu memberikan kasih sayang kepada penulis;

7. Sahabat-sahabat Matematika 2013 Maimuri, Suri, Tiwi, Siti, Eka, Citra, Selma, Shintia, Suci, Yucky, Della, Tina, Rio, Irfan, Rasyd, Artha, Sanfernando, Jefery, dan Onal, serta yang lainnya terima kasih banyak atas dukungan, doa, dan semangatnya, juga atas kebersamaan yang luar biasa selama ini;

8. Sahabat-sahabatku Tia, Bima, Galuh, Intan, Okta, Nevi, Erlina, Klara, dan Agustin atas kebersamaan selama ini juga atas semangat yang telah diberikan kepada penulis;

9. Adik-adik Matematika 2014 dan 2015 Atuy, Anin, Yona, Redi, Eca, Dea, Annisa’ul, dan Ncek, serta yang lainnya terima kasih banyak atas dukungannya;

10. Pengurus dan Magang HIMATIKA 2015/2016 khususnya Biro Dana dan Usaha terima kasih banyak atas pengalaman organisasi berbasis kekeluargaan yang kalian berikan;

11. Almamaterku tercinta Universitas Lampung.

Bandar Lampung, November 2016 Penulis

(13)

i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ... i DAFTAR SIMBOL...iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keterbagian ... 4

2.2 Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) ... 7

2.3 Bilangan Prima... 9

2.4 Modulo...11

2.5 Persamaan Diophantine Linear...15

2.6 Sistem Bilangan Kompleks... 17

2.7 Ring ...20

(14)

ii 2.9 Bilangan Bulat Gaussian... 28 2.10 Konsep Norm dan Unit dalam Ring Z[i] ... ..33 2.11 Ideal dalam Ringℤ[ ]... 35

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 37 3.2 Metode Penelitian ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Konsep Keterbagian pada Ideal dalam Ringℤ[ ] ... 38 4.2 Penyelesaian Persamaan Diophantine Non Linear dengan Metode

Ringℤ[ ] ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 67 5.2 Saran ... 67

(15)

iii DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN

: a membagi habis b atau b habis dibagi a

Z[i] : Himpunan semua bilangan bulat Gaussian : a tidak membagi habis b

: himpunan semua bilangan bulat

mod : modulo

N() : Norm dari

a ≡ b (mod m) : a berelasi kongruen dengan b modulo m

 : anggota

≤ : lebih kecil atau sama dengan ≥ : lebih besar atau sama dengan

gcd : greatest common divisor

FPB : factor persekutuan terbesar

 : untuk setiap

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam mempelajari matematika, pasti akan dikenal istilah aljabar. Pembelajaran dalam aljabar dimulai dari aljabar linear elementer, aljabar linear lanjut, struktur aljabar, aljabar terapan, dan masih banyak lagi materi tentang aljabar yang dapat dipelajari. Dalam struktur aljabar sendiri akan dikenal istilah grup, subgrup, ring, subring, homomorfisma, grup faktor, ring faktor, ideal, ideal prima, ideal maksimal, dan masih banyak lagi. Ideal sendiri merupakan suatu subring dari ring yang memenuhi ⊆ dan

⊆ untuk semua ∈ .

Sementara itu, secara umum diketahui bahwa persamaan Diophantine adalah persamaan dengan variabel-variabel tertentu sehingga solusinya merupakan bilangan bulat. Persamaan Diophantine pertama kali dipelajari oleh seseorang yang bernama Diophantus dari Alexandria yang dikenal dengan julukan “bapak dari aljabar”. Koefisien dari persamaan Diophantine hanya melibatkan bilangan bulat. Tidak ada bilangan pecahan di persamaan ini (Andreescu dkk, 2010). Persamaan Diophantine tidak harus linear, dapat saja kuadrat, kubik, atau lainnya. Contohnya ax2 + by2 = c. Persamaan

(17)

2

Diophantine dapat memiliki banyak solusi yang beragam, yaitu tidak ada solusi, solusi tunggal dan solusi banyak (tak berhingga).

Pada mulanya persamaan Diophantine khususnya persamaan Diophantine linear menggunakan Algoritma Euclid untuk menyelesaikannya. Beberapa metode yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan Diophantine bentuk linear antara lain: metode faktorisasi prima, dengan pertidaksamaan, metode parametrik, metode modulo, metode induksi, Fermat’s Method of Infinite Descent (FMID). Dalam perkembangannya persamaan Diophantine yang berbentuk kuadrat dan yang memuat persamaan Pell dapat menggunakan metode matriks dan analisis keterbagian (Andreescu dkk, 2010). Persamaan Pell adalah persamaan yang mempunyai solusi penyelesaian bilangan bulat positif dengan bentuk x2– dy2= 1, x1, y 0

dengan d > 1 dimana d adalah bilangan bulat positif dan bukan kuadrat sempurna .

Dalam penelitian ini penulis akan mengkaji tentang konsep keterbagian pada ideal dalam ring ℤ[ ] dan juga aplikasinya untuk penyelesaian persamaan Diophantine non linear.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana cara memperumum konsep keterbagian pada bilangan bulatℤ ke ring ℤ[ ], khususnya pada ideal ring

(18)

3

ℤ[ ] dan bagaimana menyelesaikan persamaan Diophantine non linear dengan menggunakan metode ringℤ[ ]?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah mengkaji konsep keterbagian pada ideal dalam ringℤ[ ] dan aplikasinya untuk penyelesaian persamaan Diophantine non linear.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Menambah pengetahuan dan pengalaman penulis agar dapat mengembangkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 2. Menambah wawasan tentang materi struktur aljabar, khususnya ideal pada

ringℤ[i].

3. Mempelajari lebih dalam lagi tentang konsep keterbagian pada ideal dalam ring ℤ[i] dan aplikasinya untuk penyelesaian persamaan Diophantine non linear.

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep keterbagian, keprimaan, persamaan Diophantine dan ring ℤ[ ] yang akan digunakan dalam pembahasan hasil penelitian.

2.1 Keterbagian

Definisi 2.1.1

Bilangan bulat a membagi habis bilangan bulat b (ditulis | ) jika dan hanya jika ada bilangan bulat k sehingga = ∙ . Jika a tidak membagi habis b maka ditulis ∤ (Burton, 1980).

Istilah lain untuk | adalah a faktor dari , pembagi b atau b kelipatan dari a. Bila a pembagi b maka − juga pembagi b, sehingga pembagi suatu bilangan selalu terjadi berpasangan. Jadi dalam menentukan semua faktor dari suatu bilangan bulat cukup ditentukan faktor-faktor positifnya saja, kemudian tinggal menggabungkan faktor negatifnya. Fakta sederhana yang diturunkan langsung dari definisi adalah sebagai berikut:

|0, 1| , dan | untuk ≠ 0

Fakta |0 dapat dijelaskan bahwa bilangan 0 selalu habis dibagi oleh bilangan apapun yang tidak nol. Fakta 1| mengatakan bahwa 1 merupakan faktor atau

(20)

5

pembagi dari bilangan apapun termasuk bilangan 0. Fakta | menyatakan bahwa bilangan tidak nol selalu habis membagi dirinya sendiri dengan hasil baginya adalah 1.

Berdasarkan pengertian keterbagian bilangan terdapat pada Definisi 2.1.1, maka berikut ini akan diberikan teorema tentang keterbagian.

Teorema 2.1.1 (Sukirman, 1997)

Untuk setiap , , ∈ ℤ berlaku pernyataan berikut: 1. |1 jika dan hanya jika = 1 atau = −1. 2. Jika | dan | maka | .

3. Jika | dan | maka | .

4. | dan | jika dan hanya jika = atau = − . 5. Jika | dan ≠ 0, maka | | < | |.

6. Jika | dan | , maka |( + ) untuk sebarang bilangan bulat x dan y.

Bukti.

1. Jika = 1 atau = −1, maka jelas bahwa |1, sesuai penjelasan sebelumnya. Sebaliknya, diketahui |1 berarti ada ∈ ℤ sehinga 1 = ka. Persamaan ini hanya dipenuhi oleh dua kemungkinan berikut: k = 1, a = 1 atau = −1, = −1. Jadi berlaku jika |1 maka = 1 atau = −1. Jadi terbukti |1 jika hanya jika = 1 atau = −1,

2. Diketahui | dan | yaitu ada , ∈ ℤ sehingga = dan = . Dengan mengalikan kedua persamaan tersebut diperoleh :

(21)

6

yaitu | .

3. Diketahui | dan | , maka terdapat , ∈ ℤ sehingga

= (2.1)

dan

= (2.2)

Ppersamaan (2.1) disubstitusikan ke persamaan (2.2), sehingga diperol

= = ( ) = ( ) = . ◼

4. Diketahui

= (2.3)

dan

= (2.4)

Persamaan (2.3) dikalikan dengan persamaan (2.4), diperoleh = ( )( ). Diperoleh = 1, yakni = = 1 atau = = −1, jadi terbukti = atau = − . ◼

5. Diberikan b = ac untuk suatu ∈ ℤ. Diambil nilai mutlaknya | | = | | = | || |. Karena ≠ 0 maka | | ≥ 1. Sehingga diperoleh | | = | || | ≥ | |. 6. Diketahui | dan | , maka terdapat , ∈ ℤ sedemikian sehingga

= dan = . Untuk sebarang , ∈ ℤ berlaku

+ = + = ( + )

yang berarti |( + ). ∎

Pernyataan terakhir teorema ini berlaku juga untuk berhingga banyak bilangan yang dibagi oleh a, yaitu | , = 1, ⋯ , yaitu:

|( + + ⋯ + )

(22)

7

2.2 Faktor Persekutuan Terbesar ( FPB )

Definisi 2.2.1

Misalkan a atau b dua bilangan bulat dengan minimal salah satunya tidak nol. Faktor persekutuan terbesar (FPB) atau greatest common divisor (gcd) dari a dan b adalah bilangan bulat d yang memenuhi

(i) | dan | , dan

(ii) jika | dan | maka c ≤ .

Dari Definisi 2.2.1, syarat ( i ) menyatakan bahwa d adalah faktor persekutuan dari a dan b. Sedangkan syarat ( ii ) menyatakan bahwa d adalah faktor persekutuan terbesar. Selanjutnya, jika d faktor persekutuan terbesar dari a dan b akan ditulis = gcd( , ) (Sukirman,1997).

Teorema 2.2.1 Algoritma Pembagian (Graham, 1975)

Diberikan dua bilangan bulat a dan b dengan a, b > 0, a0 maka ada tepat satu pasang bilangan-bilangan q dan r sehingga:

b = qa + r dengan0ra

Algoritma pembagian adalah suatu cara atau prosedur yang dapat dipakai untuk mendapatkan faktor persekutuan terbesar. Ilustrasinya adalah :

Diberikan dua bilangan bulat a dan b dengan a > 0, b > 0, maka gcd(a,b) dapat dicari dengan mengulang algoritma pembagian.

a = q1b + r1 0 <r1<b b= q2r1+ r2 0 <r2<r1 r1= q3r2+ r3 0 <r3<r2

(23)

8

rn-1= qnrn-1+ rn 0 <rn<rn-1 rn-1= qn+1rn+ 0 0 <r1<b

maka rn,sisa terakhir dari pembagian di atas yang bukan nol merupakan gcd (a,b).

Berdasarkan Definisi 2.2.1 maka berikut ini akan diberikan teorema sebagai berikut.

Teorema 2.2.2 (Sukirman, 1997)

Jika a dan b dua bilangan bulat yang keduanya tak nol maka terdapat bilangan bulat x dan y sehingga

gcd( , ) = + (2.5)

Persamaan (2.5) disebut dengan identitas Benzout.

Sebelum dibuktikan, perhatikan ilustrasi berikut,

gcd(−12,30) = 6 = (−12)2 + 30(−1) gcd(−8, −36) = 4 = (−8)4 + (−36)(−1)

Identitas Benzout menyatakan bahwa = gcd( , ) dapat disajikan dalam bentuk kombinasi linear atas a dan b. Ekspresi ruas kanan pada (2.5) disebut kombinasi linear dari a dan b. Pada teorema ini keberadaan x dan y tidak harus tunggal.

Bukti.

Bentuk S himpunan semua kombinasi linear positif dari a dan b sebagai berikut = { + | + ≥ 1, , ∈ ℤ}

Perhatikan bahwa, jika ≠ 0 maka | | = + ∙ 0 ∈ , yaitu dengan mengambil u = 1 bila a positif atau u = -1 bila a negatif. Jadi, himpunan S tak kosong. Menurut sifat urutan, S terjamin memiliki anggota terkecil, katakan saja

(24)

9

d. Selanjutnya, dibuktikan = gcd( , ). Karena ∈ maka terdapat , ∈ ℤ sehingga = + . Dengan menerapkan algoritma pembagian pada a dan d maka terdapat q dan r sehingga = + , dengan 0 ≤ < . Selanjutnya ditunjukkan r = 0, sehingga diperoleh | . Jika > 0 maka dapat ditulis

0 < = − = − ( + ) = (1 − ) (− ) ∈

Faktanya ∈ sedangkan syaratnya < ini bertentangan dengan pernyataan bahwa d elemen terkecil S sehingga disimpulkan r = 0 atau | . Argumen yang sama dapat dipakai dengan menerapkan algoritma pembagian pada b dan d untuk menunjukkan | . Jadi, terbukti bahwa d adalah faktor persekutuan dari a dan b. Selanjutnya ditunjukkan faktor persekutuan ini adalah yang terbesar. Misalkan c adalah bilangan bulat positif dengan | dan | maka | + yaitu | . Jadi ≤ , karena tidak mungkin pembagi lebih besar dari bilangan yang dibagi.

Terbukti bahwa = gcd( , ) ∎

2.3 Bilangan Prima

Definisi 2.3.1

Sebuah bilangan bulat > 1 disebut bilangan prima, jika dan hanya jika p habis dibagi dengan 1 dan bilangan sendiri (Burton,1980).

Definisi 2.3.2 (Relatif Prima)

Bilangan bulat a dan b dikatakan coprima atau relatif prima jika gcd( , ) = 1 (Burton, 1980).

(25)

10

Berdasarkan pengertian relatif prima yang terdapat pada Definisi 2.3.2, maka akan diberikan teorema - teorema sebagai berikut yang dirujuk dari buku Sukirman tahun 1997.

Teorema 2.3.1

Bilangan a dan b relatif prima jika dan hanya jika terdapat bilangan bulat x, y sehingga + = 1.

Bukti.

Karena a dan b relatif prima maka gcd( , ) = 1. Identitas Bezout menjamin adanya bilangan bulat x, y sehingga 1 = + . Sebaliknya, misalkan ada bilangan bulat + = 1. Dibuktikan gcd( , ) = = 1. Karena | dan | maka |( + = 1), jadi |1. Karena itu disimpulkan d =1.

Teorema 2.3.2

Jika gcd( , ) = 1, maka berlaku pernyataan berikut 1. Jika | dan | maka |

2. Jika | maka | (Lemma Euclid).

Bukti.

1. Diketahui | dan | . Artinya terdapat , ∈ ℤ  = ∙ = ∙ . Berdasarkan hipotesis, gcd( , ) = 1. Oleh karena itu dapat dituliskan

+ = 1 untuk suatu bilangan bulat x dan y. Akibatnya = 1 ∙ = ( + ) ∙

(26)

11

= ( ) + ( )

= ( + )

Karena terdapat bilangan bulat + sedemikian sehingga | . Terbukti bahwa, jika | dan | maka | .

2. Diketahui | , gcd( , ) = 1. Oleh karena itu dapat dituliskan + = 1 untuk suatu bilangan bulat x, y. Akibatnya

= 1 ∙ = ( + ) ∙

= +

Karena diketahui | dan faktanya | maka |( + ) . Karena

= + , sehingga terbukti | . ∎

Karena penyelesaian persamaan Diophantine yang digunakan adalah dengan relasi kongruensi modulo m, maka diberikan definisi modulo sebagai berikut.

2.4 Modulo Definisi 2.4.1

Misalkan a , m> 0 bilangan bulat. Operasi a mod m (dibaca “a modulo m”) memberikan sisa jika a dibagi dengan m. Notasi: a mod m = r sedemikian sehingga a = mq + r, dengan 0 ≤ r < m. Bilangan m disebut modulo, dan hasil aritmatika modulo m terletak di dalam himpunan {0, 1, …, m – 1} (Grillet, 2007).

Definisi 2.4.2 (Relasi Kongruensi)

Misalkan a dan b adalah bilangan bulat dan m > 0, a dikatakan kongruen dengan b modulo m atau ditulis a ≡ b (mod m) jika m habis membagi a – b. Jika a tidak kongruen dengan b dalam modulo m, makaditulisa≢b (mod m) (Grillet, 2007).

(27)

12

Kekongruenan a ≡ b (mod m) dapat pula dituliskan dalam hubungan a = b + km

yang dalam hal ini k adalah bilangan bulat.

Contoh.

16 ≡ 4 (mod 3) dapat ditulis sebagai 16 = 4 + 4∙3 Sehingga , dapat dituliskan a mod m = r sebagai :

a ≡ r (mod m)

Teorema 2.4.1 (Grillet, 2007)

Misalkan m adalah bilangan bulat positif

1. Jika a ≡ b (mod m) dan c adalah sebarang bilangan bulat maka (i) (a + c) ≡ (b + c) (mod m)

(ii) ac ≡ bc (mod m)

(iii) ap≡ bp(mod m) untuk suatu bilangan bulat tak negatif p. 2. Jika a ≡ b (mod m) dan c ≡ d (mod m), maka

(i) (a + c) ≡ (b + d) (mod m) (ii) ac ≡ bd (mod m)

Bukti .

1. (i) a ≡ b (mod m) berarti = + untuk suatu ∈ ℤ untuk sebarang ∈ ℤ, diperoleh

+ = + +

⇔ + = ( + )(mod ) (ii) a ≡ b (mod m) berarti:

(28)

13

⇔ − = ⇔ ( − ) =

⇔ = + , dengan =

⇔ ≡ ( )

(iii) a ≡ b (mod m) berarti = + dengan ∈ ℤ ∈ ℤ ∪ {0} = ( + ) ⇔ = + 1 + 2 ( ) + ⋯ + + ( ) + ( ) = + { + + ⋯ + + } ⇔ ≡ (modm) 2. (i) a ≡ b (mod m) ⇔ = + c ≡ d (mod m) ⇔ = + Jadi,( + ) = ( + ) + ( + ) ⇔ ( + ) = ( + ) + ( = + ) ⇔ ( + ) = ( + )( )

(ii) a ≡ b (mod m)⇔ = + , untuk suatu ∈ ℤ c ≡ d (mod m)⇔ = + , untuk suatu ∈ ℤ

⇔ ∙ = ( + )( + )

⇔ ∙ = + + +

⇔ ∙ = + ( + + )

(29)

14

Teorema 2.4.2 Teorema Fermat (Burton, 1980)

Jika p adalah bilangan prima dan adalah bilangan bulat positif dimana ∤ ,

maka ≡ 1 ( ).

Bukti.

Diasumsikan( − 1) bilangan positif pertama kelipatan dari , yaitu bilangan bulat. Sehingga terdapat barisan sebagai berikut:

, 2 , 3 , … , ( − 1) (2.6)

Tidak ada satu pun suatu bilangan dari barisan di atas yang habis dibagi p, karena barisan tersebut terbentuk dengan pola ka dimana 1 ≤ ≤ − 1. Oleh karena ∤ dan ∤ , maka ∤ . Kemudian, dari barisan tersebut tidak ada dua bilangan yang kongruen . Dengan kata lain, jika bilangan-bilangan tersebut dibagi dengan p, maka sisa pembagiannya akan selalu berbeda satu sama lain. Diasumsikan bahwa ada dua bilangan kongruen , yaitu ra dan sa sehingga ≡ ( ) untuk 1 ≤ < ≤ − 1 .

Karena gcd(a,p) = 1, maka diperoleh

≡ ( ) (2.7)

Karena r dan s harus lebih besar 1 dan harus lebih kecil dari p, maka ini menyatakan r = s. Persamaan (2.7) kontradiksi dengan asumsi awal bahwa r dan s harus berbeda. Oleh karena itu, himpunan barisan pada (2.6) harus kongruen terhadap 1,2,3,4, … , − 1. Selanjutnya jika himpunan tersebut dikalikan dan dikenai modulo , maka diperoleh :

(30)

15 Sehingga, ( − 1)! ≡ ( − 1)! ( ) Karena gcd ( − 1)!, = 1, maka ≡ 1 ( ) ∎ Contoh.

Tunjukkan bahwa sisa pembagian 538oleh 11 adalah 4.

Untuk menunjukkan hal di atas, dengan menggunakan relasi kongruensi cukup ditunjukan bahwa 538 4 (mod 11).

Bukti. 538= (510)3 + 8= (510) 3(52)4  13 . 34 (mod 11)  81 (mod 11)  4 (mod 11)

2.5 Persamaan Diophantine linear

Definisi 2.5.1

Persamaan Diophantine adalah persamaan suku banyak atas bilangan bulat Z dalam n variable dengan solusi bulat, ditulis sebagai f(x1, x2, . . . , x2) = 0, dengan f adalah fungsi n variabel dengan n ≥ 2 (Burton, 1980).

Contoh.

(31)

16

2. y3= x2– 1 , dengan x dan y bilangan bulat

3. x + y + xy = 34 , dengan x dan y bilangan bulat positif

Persamaan Diophantine dapat berbentuk linear (contoh 1) maupun non linear (contoh 2 dan 3). Beberapa metode penyelesaian persamaan Diophantine, antara lain: Faktor Persekutuan Terbesar (FPB), pemfaktoran, keterbagian, teknik pembatasan, parameter dan struktur aljabar ring.

Definisi 2.5.2

Persamaan Diophantine linear dua variabel adalah suatu persamaan berbentuk ax + by = c dengan a, b, c bilangan – bilangan bulat dan a, b dua-duanya bukan nol disebut persamaan linear Diophantine jika penyelesaiannya dicari untuk bilangan – bilangan bulat (Burton, 19080).

Berdasarkan definisi persamaan Diophantine linear di atas dapat dibentuk teorema berikut ini.

Teorema 2.5.1 (Burton, 1980)

Persamaan linear Diophantine ax + by = c mempunyai penyelesaian jika dan hanya jika faktor persekutuan terbesar dari a dan b habis membagi c .

Bukti.

Misalkan d = gcd(a,b) dan d|c d|c⇔ ada k bulat sehingga c = kd.

d|gcd(a,b)⇔ ada bilangan bulat m dan n sehingga : am + bn = d a (km) + b (kn) = kd

(32)

17

berarti x = mk dan y = nk.

Berikut ini merupakan teorema tentang solusi umum persamaan Diophantine linear.

Teorema 2.5.2

Jika d = gcd(a,b) dan x0, y0penyelesaian persamaan Diophantine ax + by = c, maka penyelesaian umum persamaan tersebut adalah x = x0+ dan y = y0 -dengan k parameter bilangan bulat (Burton, 1980).

Karena ring yang akan dibahas adalah ℤ[ ] dimana ruang lingkupnya sangat erat dengan sistem bilangan kompleks sehingga akan dijelaskan konsep sistem bilangan kompleks sebagai berikut.

2.6 Sistem Bilangan Kompleks

Definisi 2.6.1

Sistem bilangan kompleks ℂ adalah bilangan kompleks ℂ yang dilengkapi oleh operasi penjumlahan ( + ) dan perkalian ( • ) yang memenuhi aksioma atas lapanganℂ (Churchill, 1999).

Berikut ini adalah teorema – teorema tentang sifat – sifat operasi penjumlahan dan perkalian dalam sistem bilangan kompleks yang dirujuk dari buku yang ditulis oleh Churchill tahun 1999.

(33)

18

Teorema 2.6.1

Untuk semua bilangan kompleks berlaku sifat aditif dan asosiatif terhadap penjumlahan.

+ = + ( 2.6 )

z1+ (z2+ z3) = (z1+ z2) + z3 ( 2.7 )

Bukti.

Misal = + , = + dan 3= 3+ 3maka : 1+ 2 = ( 1+ 1) + ( 2+ 2) = ( 1+ 2) + ( 1+ 2) = ( 2+ 2) + ( 1+ 1) = 2+ 1 ■ 1+ ( 2+ 3) = ( 1+ 1) + [( 2+ 2) + ( 3+ 3)] = ( 1+ 1) + [( 2+ 3) + ( 2+ 3)] = [ 1+ ( 2+ 3)] + [ 1+ ( 2+ 3)] = [( 1+ 2) + 3] + [( 1+ 2) + 3] = [( 1+ 2) + ( 1+ 2) ] + ( 3+ 3) = ( 1+ 2) + 3 ∎ Teorema 2.6.2

1. Perkalian bilangan-bilangan kompleks bersifat komutatif.

1• 2= 2• 1 ( 2.8 )

(34)

19

1• ( 2• 3) = ( 1• 2) • 3 ( 2.9 ) 3. Perkalian bilangan-bilangan kompleks bersifat distributif terhadap

penjumlahan.

1• ( 2+ 3) = 1• 2+ 1• 3 ( 2.10 )

Bukti.

Misal = + , = + dan 3= 3+ 3maka : 1. z1• z2 = ( 1+ 1) • ( 2+ 2) = 1+ 2+ ( 1+ 2) + 2 1 2 = 1 2– 1 2+ ( 1 2+ 2 1) = 2 1– 2 1+ ( 2 1+ 2 1) = ( 2+ 2) ( 1+ 1) = 2• 1 2. 1• ( 2• 3) = ( 1+ 1) • [( 2+ 2) • ( 3+ 3)] = ( 1+ 1) • [( 2 3– 2 3) + ( 2 3+ 2 3)] = 1( 2 3– 2 3)– 1( 2 3+ 2 3) + [( 1( 2 3– 2 3) + 1( 2 3+ 2 3) =( 1 2– 1 2) 3– ( 1 2+ 2 1) 3+ [( 1+ 2 1) 3 + ( 1 2– 1 2) 3] = [( 1+ 1) • ( 2+ 2)] • ( 3+ 3) = (( 1• 2) • 3) 3. 1• ( 2+ 3) = ( 1+ 1) • [( 2+ 2) + ( 3+ 3)] = ( 1+ 1) • [( 2+ 3) + ( 2+ 3)]

(35)

20 = 1( 2+ 3)– 1( 2+ 3) + 1( 2+ 3) + 1( 2+ 3) = ( 1 2– 1 2) + ( 1 2+ 1 2) + ( 1 3– 1 3)+ ( 1 3+ 1 3) = 1• 2+ 1• 3 ■ 2.7 Ring

Sebelum membahas tentang ring ℤ[ ], akan diberikan terlebih dahulu definisi tentang grup berikut.

Definisi 2.7.1

Suatu grup <G, *> adalah himpunan G yang diperlengkapi dengan operasi biner * pada G yang memenuhi aksioma-aksioma berikut:

1. Operasi biner * asosiatif, yaitu a, b, c  G berlaku : (a*b)*c = a*(b*c) 2. Terdapat elemen identitas e untuk * pada G, yaitu terdapat e G

sedemikian hingga

e*a = a*e = a, a  G

3. Untuk setiap a G mempunyai invers a-1, yaitu terdapat a-1 G sedemikian hingga

a*a-1= a-1* a = e (Dummit and Foote, 2004).

(36)

21

Suatu grup G dikatakan abelian (komutatif) jika operasi biner * pada G adalah komutatif, yaitu a,b  G maka a * b = b*a.

Contoh.

Didefinisikan himpunan S {xR|x1}. Selanjutnya didefinisikan * pada S, dengan

a b = a + b + ab Tunjukkan S,,grup komutatif.

Bukti.

Harus dipenuhi aksioma grup berikut: 1. Tertutup, yaitu (a, bS) (ab)S

Bukti :

Diketahui a b = a + b + ab. Akan dibuktikan dengan kontradiksi. Andaikan a b = 1

 a + b + ab = 1  a + ab = 1 – b

 a (1 + b) = (1 + b), b  1  a = 1, kontradiksi.

Jadi pengandaian salah, yang benar a + b + ab 1 Dengan kata lain a b  S.

2. Asosiatif, yaitu ( a, b, c  S) (a  b )  c = a  (b  c) Bukti :

(37)

22 = (a + b + ab) + c + (a + b + ab)c = a + b + ab + c + ac + bc + abc = a + b + c + bc + ab + ac + abc = a + (b + c + bc) + a(b + c + bc) = a (b + c + bc) = a (b  c) .

3. Terdapat elemen netral / identitas, yaitu (aS,yS) ya = ay = a Bukti :

Misal y elemen netral untuk dari S, maka :  y  a = a

 y + a + ya = a  y + ya = 0  y(1 + a) = 0 y = 0 atau (1 + a) = 0

(1 + a) = 0 tidak mungkin, sebab a 1.

Oleh karena itu, satu – satunya penyelesaian persamaan di atas adalah y = 0 yang merupakan elemen netral pada S.

4. Terdapat invers, yaitu (aS,zS) za = az = 0 Bukti :

 z  a = 0  z + a + za = 0  z +za = a  z(1 + a) = a

(38)

23  a 1 a z    , apakah z S ? atau z  1 ? Andaikan z =1, maka  1 a 1 a    a = (1 + a)  a = 1  a 0 =1, Kontradiksi.

Jadi yang benar z 1, dengan kata lain z  S.

5. Komutatif, yaitu (a, bS) ab = ba Bukti :

a b = a + b + ab = b + a + ba = b a .

Berdasarkan (i) sd (v), maka disimpulkan  ,S grup komutatif . Selanjutnya diberikan definisi ring sebagai berikut.

Definisi 2.7.3

Himpunan R dengan dua operasi biner + (penjumlahan) dan• (perkalian) atau ditulis 〈 , +,• 〉 merupakan ring jika memenuhi aksioma berikut:

1. 〈 , +〉 merupakan grup komutatif;

2. Opersi perkaliannya bersifat asosoatif, yaitu( • ) • = • ( • ) untuk setiap , , ∈ ;

(39)

24

( + ) • = ( • ) + ( • ) dan • ( + ) = ( • ) + ( • ) (Dummit and Foote, 2004).

Contoh.

Didefinisikan himpunan S {xR|x1}. Selanjutnya didefinisikan dua operasi pada S, yaitu dan  dengan definisi :

i. a b = a + b + ab ii. a b = 0,  a, b  S

Pasangan 〈 , +,• 〉 membentuk ring.

Selanjutnya akan diberikan pengertian ideal dalam ring yang sebelumnya didefinisikan terlebih dahulu pengertian subring.

Definisi 2.7.4

Diberikan ring R dan himpunan S R dengan S  . Himpunan S disebut “subring” jika S sendiri merupakan ring terhadap operasi yang sama pada R.

Contoh.

Diberikan ring Z = {0, 1,  2,  3, ….} 2Z = {0, 2,  4,  6, ….}  2Z  Z

 2Z, grup komutatif  2Z,tertutup dan asosiatif  2Z,,merupakan ring

(40)

25

 2Z subring dari Z.

Untuk menyelidiki subring digunakan teorema berikut.

Teorema 2.7.1

Diberikan himpunan bagian S  dari ring R (S  R). Himpunan S merupakan subring jika dan hanya jika :

1. 0 S

2.  a, b  S  ( a – b )  S 3.  a, b  S  ab  S

Definisi 2.7.5

Suatu subring dari ring yang memenuhi ⊆ dan ⊆ untuk semua ∈ disebut ideal dari (Fraleigh, 2000 ).

Setiap ring R selalu mempunyai ideal, yaitu paling tidak mempunyai ideal {0R} dan R. Kedua ideal tersebut dinamakan ideal trivial.

Definisi 2.7.6

Diberikan ring , ideal dari . disebut ideal maksimal jika : a. ≠

b. Untuk setiap ideal dalam dengan ⊂ ⊂ maka = atau =

⟺ ⊂ ⊂ , ≠ ⟶ =

⇔ ⊂ ⊂ , ≠ ⟶ =

(41)

26

Definisi 2.7.7

Diberikan R ring komutatif dengan elemen satuan, N ideal dalam R. N disebut prima jika :

a. ≠

b. Untuk setiap , ∈ ; ∈ ⟶ ∈ atau ∈ ⟺ , ∈ dan ∉ ⟶ ∈ atau

, ∈ dan ∉ ⟶ ∈ (Fraleigh, 2000 ).

Definisi 2.7.8

Misalkan R ring dengan elemen satuan 1. Jika A sebarang himpunan bagian dari ring R.< > dinotasikan sebagai ideal terkecil dari R yang memuat A dan disebut ideal yang dibangun oleh A. Ideal yang dibangun oleh satu elemen disebut ideal utama (Fraleigh, 2000).

Contoh.

Misalkan ∈ , maka ideal utama dari yang dibangun oleh adalah < > = .

2.8 Daerah Integral Definisi 2.8.1

(42)

27

Jika a dan b elemen tak nol dari ring R sedemikian sehingga ab=0 , maka a dan b adalah pembagi nol. Dengan kata lain a adalah pembagi nol kanan (Fraleigh, 2000).

Berdasarkan pengertian pembagi nol terdapat pada Definisi 2.8.1, maka berikut ini akan diberikan teorema tentang pembagi nol.

Teorema 2.8.1

Dalam ringℤ pembagi nol adalah elemen – elemen yang tidak relatif prima terhadap n (Fraleigh, 2000 ).

Berdasarkan teorema pembagi nol yang terdapat pada Teorema 2.8.1, maka berikut ini akan diberikan akibat dari Teorema 2.8.1.

Akibat 2.8.2

Jika p sebuah bilangan prima, makaℤ tidak mempunyai pembagi nol.

Definisi 2.8.2

Ring komutatif dengan elemen satuan yang tak memuat pembagi nol disebut daerah integral (Fraleigh, 2000 ).

Berikut ini akan diberikan pengertian unit dan elemen irreducible yang digunakan dalam pembahasan faktorisasi tunggal.

(43)

28

Misalkan adalah Daerah Integral dan 1 adalah elemen satuan di , ∈ merupakan unit jika dan hanya jika u membagi 1 sedemikian sehingga1 =

. untuk suatu ∈ . Dengan kata lain, mempunyai invers terhadap operasi perkalian pada ( Dummit and Foote, 2004 ).

Contoh.

Elemen unit diℤ adalah 1 dari -1. karena 1 ∣ 1 ( 1 = 1 . 1 ) dan karena -1∣ 1 ( 1 = ( -1 ) ( -1 ) ) ⟹ 1 = u.

Definisi 2.8.4

Misalkan ≠ 0 dan bukan unit di daerah integral . dikatakan irreducible jika = ∙ di , maka unit atau unit di

(Dummit and Foote, 2004).

Berikut ini akan diberikan definisi bilangan bulat Gaussian yang akan digunakan pada penyelesaian persamaan Diophantine non linear.

2.9 Bilangan Bulat Gaussian

Metode ring yang digunakan pada penelitian ini adalah ringℤ[ ], sehingga didefinisikan bilangan Gaussian sebagai berikut.

Definisi 2.9.1

Bilangan bulat Gaussian adalah bilangan kompleks yang bagian riil dan bagian imajinernya adalah bilangan bulat. Dengan operasi penjumlahan dan perkalian bilangan kompleks, himpunan bilangan bulat Gaussian membentuk ring yang dinotasikan denganℤ[ ] dan dituliskan dengan

(44)

29

ℤ[ ] ={a + bi|a, ∈ ℤ} (Andreescu dkk, 2010).

Berikut ini akan dibuktikan bahwa himpunan semua bilangan bulat Gaussian ℤ[ ] dengan operasi penjumlahan dan perkalian membentuk ring.

Teorema 2.9.1 (Andresescu dkk, 2010)

Jika diberikan himpunan semua bilangan bulat Gaussian : ℤ[ ] = { + ∶ , ∈ ℤ} Padaℤ[ ] didefinisikan dua operasi :

( i ) Operasi penjumlahan ( +′), yaitu :

( + )+ ( + ) = ( + )+ ( + ) ( ii ) Operasi perkalian ( •′), yaitu :

( + ) • ′( + ) = ( + ) + ( + ) maka,< ℤ[ ], +,•> membentuk ring.

Bukti.

a. Harus dibuktikan< ℤ[ ], +> grup komutatif.

( i ) Diberikan sebarang( + ), ( + ) ∈ ℤ[ ] , maka diperoleh: ( + )+ ( + ) = ( + ) + ( + )

Karena + ∈ ℤ dan ( + ) ∈ ℤ[ ], maka ( + )( + ) ∈ ℤ[ ]. Jadi operasi+′ tertutup pada ℤ[ ].

( ii ) Diberikan sebarang( + ), ( + ), ( + ) ∈ ℤ[ ] maka diperoleh: [( + ) + ( + )] + ( + ) = [( + )+ ( + ) ] + ( + )

(45)

30

= ( + )+ ( ( + + ) ) = + + + ( + + )

= ( + )+ [( + ) + ′( + ) ] = ( + )+ [( + )+ ( + )] Jadi operasi+′ bersifat assosiatif pada ℤ[ ].

(iii) Diberikan sebarang ( + ) ∈ ℤ[ ], maka terdapat ( + ) ∈ ℤ[ ] sehingga, ( + )+ ( + ) = ( + )+ ( + ) = ( + ) Dari persamaan ( + )+ ( + ) = ( + ) ⇔ ( + ) + ( + ) = ( + ) ⇔ + = dan + = ⇒ = 0 dan = 0

Jadi + = 0 + 0 merupakan elemen netral pada ℤ[ ].

( iv ) Untuk setiap( + ) ∈ ℤ[ ], terdapat ( + ) ∈ ℤ[ ] sehingga, ( + )+ ( + ) = ( + )+ ( + ) = 0 + 0 Dari persamaan ( + )+ ( + ) = 0 + 0 ⇔ ( + ) + ( + ) = 0 + 0 ⇔ + = 0 dan + = 0 ⇒ = − dan = −

Jadi– ( + ) merupakan invers pada − ℤ[ ]∀ ( + ) ∈ ℤ[ ]. ( v ) Diberikan sebarang( + ), ( + ) ∈ ℤ[ ], maka diperoleh :

(46)

31

= ( + ) + + = ( + ) + ( + ) Jadi operasi+′ komutatif.

Dari (i), (ii), (iii), (iv), dan (v) disimpulkan <ℤ[ ] , +′ > grup komutatif. b. Terhadap operasi perkalian (•) harus dibuktikan:

( i ) Diberikan sebarang( + ), ( + ) ∈ ℤ[ ], maka ( + ) • ( + ) = ( ) + ( + ) karena( + ) ∈ ℤ dan ( + ) ∈ ℤ, maka

( − ) + ( + ) ∈ ℤ[ ]. Jadi operasi • tertutup padaℤ[ ] .

( ii ) Assosiatif

Diberikan sebarang( + ), ( + ), ( + ) ∈ ℤ[ ], maka diperoleh: [( + ) • ( + )] • ( + ) = [( − ) + ( + ) ] • ( + ) = [( − ) − ( + ) ] + [( + ) + ( + ) ] = − − − + + + + = − + − + + − − = + ( − ) + ( + ) ) = + ( − + + ) = + (( + )( + )

c. Terhadap operasi+′ dan • harus dipenuhi ( i ) Distributif kiri

Diberikan sebarang( + ), ( + ), ( + ) ∈ ℤ[ ], maka diperoleh: ( + ) • [( + )+ ( + )]

(47)

32 = ( + ) • [( + )+ ( + ) ] = [ ( + ) − ( + )]+ [ ( + ) + ( + )] = + − − + ( + ) + ( + ) = + + − + + + − = ( + ) • ( + )+ ( + ) • ( + ) ( ii ) Distributif kanan

Diberikan sebarang( + ), ( + ), ( + ) ∈ ℤ[ ], maka diperoleh: [( + )+ ( + )] • ( + ) = [( + )+ ( + ) ] • ( + ) = [( + ) − ( + ) ]+ [( + ) − ( + ) )] = + − − + + − − = ( + ) + ( − ) + + + − = ( + ) • ( + )+ ( + ) • ( + ) ■

Selanjutnya ring ℤ[ ] merupakan daerah integral, yang dituliskan dalam teorema berikut :

Teorema 2.9.2 (Andresescu dkk, 2010) Ringℤ[ ] merupakan daerah integral.

Bukti.

Untuk membuktikan ringℤ[ ]daerah integral cukup dibuktikan. ( i ) Ringℤ[ ] komutatif

Diberikan sebarang( + ), ( + ) ∈ ℤ[ ], maka diperoleh:

(48)

33

= ( + ) • ( + ) ( ii ) Ringℤ[ ] tidak memuat pembagi nol

Ringℤ[ ] tidak memuat pembagi nol, sebab jika diambil sebarang ( + ) ≠ 0, ( + ) ≠ 0, maka ( + ) • ( + ) ≠ 0. ■ Selanjutnya akan dibahas konsep bilangan prima dan unit dalam ringℤ[ ].

2.10 Konsep Norm dan Unit dalam Ring Z[i]

Sebelum membahas unit dalam ring Z[i], terlebih dahulu didefinisikan norm (jarak) pada ring Z[i].

Definisi 2.10.1

Norm padaℤ[ ] merupakan fungsi : ∶ ℤ[ ]→ ℤ

dengan rumus N (a + bi)= + , ∀( + ) ∈ ℤ[ ].

Norm di atas menyatakan ukuran besaran dari elemenℤ[ ]. Norm juga digunakan untuk pembuktian eksistansi (keberadaan) unit dan keprimaan dalam ring ℤ[ ]. Selain itu, norm juga digunakan untuk mengukur sisa keterbagian pada ringℤ[ ].

Berikut ini diberikan sifat multiplikatif dari norm padaℤ[ ].

Teorema 2.10.1 (Andresescu dkk, 2010)

Fungsi norm ∶ ℤ[ ]→ ℤ bersifat multiplikatif, yaitu : ( ( )) = N(α)N( ), ∀ , ∈ ℤ[ ]

(49)

34

Diberikan sebarang , ∈ ℤ[ ] dengan = + dan = + , maka diperoleh : = ( + )( + ) = ( − ) + ( + ) Sehingga diperoleh, N( ) = ( − ) + ( + ) = − 2 + + + 2 + = + + + = ( + ) + ( + ) = ( + )( + ) = N(α)N( )

Sifat multiplikatif norm N pada ℤ[ ] ini juga dapat digunakan untuk menghubungkan struktur multiplikatif pada ℤ dengan struktur multiplikatif pada ℤ[ ], dan juga dapat untuk menghubungkan keterbagian, keprimaan pada ℤ dengan keterbagian serta keprimaan dalam ringℤ[ ].

Dengan definisi norm pada ℤ[ ] pada Definisi 2.10.1 dapat digunakan untuk mengembangkan pengertian unit pada ringℤ[ ] berikut ini :

Definisi 2.10.2

Misalkan ∈ ℤ[ ]. Bilangan bulat Gaussian dikatakan unit dari ℤ[ ] jika dan hanya jika N( ) = 1.

Sehingga unit dari ℤ[ ] adalah 1, -1, i,-i. Unit-unit tersebut dapat dicari dengan cara berikut:

(50)

35

Diberikan sebarang + ∈ ℤ[ ], sebagai unit. Maka terdapat elemen lain + ∈ ℤ[ ] sedemikian sehingga,

( + )( + ) = 1 ⇔ N ( + )( + ) = (1) ⇔ N ( + ) • ( + ) = 1

⇔( + )( + = 1

Karena , , , bilangan bulat, maka

+ = 1

Maka diperoleh solusi( , ) = (1,0), (0,1), (−1,0) dan (0, −1). Dalam ring ℤ[ ], maka solusi tersebut menjadi1, , −1 dan – .

2.11 Ideal dalam Ring Z[i]

Pada sub bab ini akan dijelaskan tentang ideal dalam Ring Z[i] yang dirujuk dari buku Andreescu dkk tahun 2010.

Jika p bilangan prima, maka himpunan IpZ[i]

papbi a,bZ

merupakan ideal dalam ring Z[i]. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut.

(i) Diberikan sebarang x,yI,dengan xpa1pb1i, ypa2pb2i Z b b a a1, 2, 1, 2 , sehingga diperoleh i b b p a a p i pb pb pa pa i pb pa i pb pa y x ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 1 1             

(51)

36

(ii) Diberikan sebarang xI,rZ[i], dengan xpa1pb1i, ra2b2i Z b b a a1, 2, 1, 2 sehingga diperoleh i b a a b p b b a a p i b pa a pb b pb a pa i b a i pb pa xr ) ( ) ( ) ( ) ( ) )( ( 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 1 1           

Karena a1, a2, b1, b2 Z, maka (a1a2– b1b2), (b1a2– a1b2) Z. Sehingga xr  I. (iii) Diberikan sebarang xI,rZ[i], dengan xpa1pb1i, ra2b2i

Z b b a a1, 2, 1, 2 sehingga diperoleh i b a a b p b b a a p i b pa a pb b pb a pa i pb pa i b a rx ) ( ) ( ) ( ) ( ) )( ( 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 1 2 2           

Karena a1, a2, b1, b2 Z, maka (a1a2– b1b2), (b1a2– a1b2) Z. Sehingga rx  I. Berdasarkan (i) , (ii) dan (iii), maka I ideal (maksimal) dari ring Z[i].

Karena 1, -1, i dan –i unit dalam Z[i], maka <a + bi>, < -a – bi>, <-b + ai> dan <b – ai > merupakan ideal (ideal trivial) dalam ring Z[i].

(52)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada semester ganjil tahun ajaran 2016/2017.

3.2 Metode Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan tugas akhir ini adalah: 1. Membangun konsep keterbagian dan faktorisasi tunggal pada ring Z[i],dengan

langkah –langkah sebagai berikut : a. Mendefinisikan norm pada ring Z[i] b. Mendefinisikan unit dalam ring Z[i] c. Membuktikan ideal dalam ring Z[i]

d. Mendefinisikan pengertian prima dalam ring Z[i] dan sifat-sifatnya serta memperumum teorema faktorisasi tungggal dari Z ke ring Z[i]

2. Mengkaji penerapan persamaan Diophantine non linear pada ideal dalam ring ℤ[ ].

(53)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Persamaan Diophantine adalah persamaan dengan variabel – variabel tertentu sehingga solusinya merupakan bilangan bulat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, persamaan Diophantine non linear dapat diselesaikan dengan metode ring ℤ[ ] , yaitu menggunakan sifat – sifat faktorisasi prima tunggal dalam ring Z[i] yang merupakan perumuman sifat pada bilangan bulat ℤ. Dengan menjabarkan persamaan Diophantine menjadi perkalian elemen – elemen prima dalam ring ℤ[ ], akan diperoleh solusi bilangan bulat yang memenuhi. Persamaan Diophantine yang dapat diselesaikan dengan metode ini adalah persamaan yang dapat difaktorkan menjadi bilangan bulat Gaussian dalam ideal ring Z[i]. Selain itu permasalahan persamaan Diophantine non linear juga dapat diselesaikan cukup dengan menggunakan Lemma Euclid dan konsep norm pada ring Z[i].

5.2 Saran

Pada penelitian ini hanya dibahas persamaan Diophantine menggunakan bilangan bulat Gaussian pada ℤ[ ] dengan keterbagian. Disarankan pada penelitian selanjutnya untuk membahas persamaan Diophantine menggunakan bilangan bulat Gaussian padaℤ[ ] dengan lebih dari 2 variabel.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Andreescu, T., Andrica, D., Cucurezeanu, I. 2010. An Introduction to Diophantine Equation. Birkhauser.

Burton, D.M. 1980. Elementary Number Theory. University Of New Hampshire.United State of Afrika.

Churchill, R., 1999. Complex Variable and Applications. McGraw-Hill.

Dummit, D.S., Foote, R.M. 2004. Abstract Algebra . Third Edition. Y&Y. United states of America.

Fraleigh, J.B. 2000. A First Course In Abstract Algebra. Sixth Edition. Addison Wesley Publishing Company, Inc. Philippines

Graham, M. 1975. Modern Elementary Mathematics. Harcort Brace Jonanovich, inc. New York.

Grillet, P.A. 2007. Graduate Text In Mathematics. Second Edition. Springer. New York

Referensi

Dokumen terkait

Adanya hubungan yang positif antara pola asuh demokratis dengan keterampilan berbicara anak TK Kelompok B di Kelurahan Mororejo Kecamatan Tempel Kabupaten Sleman dapat

Dengan pertimbangan responden dalam penelitian ini adalah anggota Polda Sumut dan mempertimbangkan berbagai peraturan yang terkait, maka karakteristik anggaran yang

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian sebelumnya yang berjudul gambaran tingkat pengetahuan mahasiswa tentang karies gigi terhadap indeks DMF-T pada

Proses pendataan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Honorer pada Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pesawaran belum memiliki sistem aplikasi data yang

Looking upward to the beach, which was now fifty feet or more above the churning waves, Shakespeare could make out a mass of people, fifty or more, all standing together. The

Untuk mencapai sasaran Program dan Kegiatan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Blitar sesuai dengan Visi dan Misi Pemerintah Kota Blitar dapat dilihat

Tulisan ini membahas tentang penggunaan aplikasi anti plagiarisme checker (Turnitin) sebagai alat yang dapat digunakan untuk mendeteksi kesamaan suatu karya ilmiah dengan

lemari obat terdaftar dan diberi label dengan nama generik di samping setiap nama merek yang digunakan, tanggal kadaluwarsa dan kondisi penyimpanan, serta sesuai