• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Etnobotani

Etnobotani adalah ilmu yang mempelajari tentang pemanfaatan tumbuhan secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani adalah studi yang mempelajari tentang hubungan antara tumbuhan dengan manusia.

Etnobotani, sebuah istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang ilmuwan bernama Dr.J.W Harshberger pada 1985.

Menurut Tamin dan Arbain (1995) ada lima kategori pemanfaatan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari yaitu: a) Pemanfaatan tumbuhan untuk bahan makanan (pangan), b) Pemanfaatan tumbuhan untuk bahan bangunan (papan), c) Pemanfaatan tumbuhan untuk obat-obatan, d) Pemanfaatan tumbuhan untuk upacara adat, dan e) Pemanfaatan tumbuhan untuk perkakas rumah tangga.

Hubungan antara manusia dan ketergantungan hidupnya kepada alam serta lingkungannya, menyebabkan manusia memiliki daya cipta, rasa, dan karsa dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk memudahkan pengadaptasian dirinya terhadap alam serta lingkungannya (Walujo et al, 1992). Indonesia yang dikenal memiliki kurang lebih 350 etnis dapat memberikan gambaran adanya hubungan antara kelompok etnis dengan berbagai jenis tumbuhan, lewat pemanfaatannya dalam berbagai kegiatan atau upacara adat (Kartiwa dan Wahyono, 1992).

Ilmu etnobotani yang berkisar pada pemanfaatan tumbuh-tumbuhan untuk kemaslahatan orang di sekitarnya, pada aplikasinya mampu meningkatkan daya hidup manusia. Studi lanjutan dapat berfokus pada penggunaan spesifik (pangan/makanan, ekonomi, banyak manfaat, pakan ternak, buah-buahan, obat-obatan, dan kayu bakar), atau bisa juga dengan mencoba mengumpulkan sejumlah informasi di lain musim,

(2)

atau memilih tumbuhan spesifik, contohnya cara perkembangbiakan beberapa jenis tumbuhan liar untuk dibudidayakan (Purba, 2011)

2.2. Metode Dalam Etnobotani

Menurut Santhyami dan Sulistyawati (2008) ada dua metode yang digunakan dalam penelitian etnobotani, yaitu:

a. Metode Observatif

Metoda ini melibatkan masyarakat sebagai pemandu dan informan kunci.

Pengambilan data di lapangan menggunakan petak-petak permanen yang biasa dibuat dalam penelitian ekologi. Selanjutnya informan diminta untuk menginventarisasi seluruh jenis tanaman yang mereka kenal memiliki kegunaan. Setiap jenis yang mereka kenal diambil contoh herbarium atau “voucher spesiment” untuk identifikasi nama ilmiahnya. Dari data yang diperoleh kita menentukan nilai guna suatu jenis sumber daya, dilakukan dengan dua cara yaitu :

a) Merancang kepentingan atau manfaat suatu sumberdaya sebagai manfaat utama atau tambahan.

b) Membagi sumberdaya ke dalam kategori manfaat yang dikenal oleh masyarakat setempat di mana penelitian dilakukan.

b. Survei Eksploratif

Survei yaitu tindakan mengukur atau memperkirakan. Dalam penelitian survei berarti sebagai suatu cara melakukan pengamatan di mana indikator mengenai variabel adalah jawaban-jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan kepada responden baik secara lisan maupun tertulis. Tim akan membuat kuisioner untuk ditanyakan nantinya kepada informan atau warga masyarkat setempat. Pertanyaan dalam kuosioner berupa : cara mendapatkan tanaman, cara membudidayakan, dipakai untuk apa saja tanaman tersebut, apakah juga untuk upacara adat dan alat-alat perkakas rumah tangga.

(3)

2.3. Tanaman Obat

Obat tradisional telah lama dikenal dan digunakan oleh semua lapisan masyarakat di Indonesia untuk tujuan pengobatan maupun perawatan kesehatan. Jika ada anggota keluarga atau masyarakat yang sedang menderita suatu penyakit, sebagian masyarakat berinisiatif untuk memanfaatkan tanaman obat yang terdapat disekitar lingkungannya untuk mereka gunakan dalam pengobatan. Pemanfaatan tanaman berkhasiat obat di masyarakat terus berkembang dan diwariskan ke generasi selanjutnya. Perkembangan obat tradisional ini dimulai dari ramuan-ramuan tradisional yang berkembang di tengah masyarakat, yang kemudian berkembang menjadi suatu ramuan yang diyakini memiliki khasiat tertentu bagi tubuh manusia (Wasito, 2011).

Studi tanaman obat merupakan ilmu yang kompleks, dan dalam pelaksanaanya memerlukan pendekatan yang terpadu dari beberapa disiplin ilmu antara lain Taksonomi, Ekologi, Geografi Tumbuhan, Pertanian, Sejarah, dan Antropologi (Tamin dan Arbain, 1995). Melonjaknya harga obat sintetis dan efek sampingnya bagi kesehatan meningkatkan kembali penggunaan obat tradisional oleh masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di sekitar. Sebagai langkah awal yang sangat membantu untuk mengetahui suatu tumbuhan berkhasiat obat adalah dari pengetahuan masyarakat tradisional secara turun – menurun. Pada era milenium ini, kecendrungan gaya hidup masyarakat dunia adalah back to nature. Hal ini mengakibatkan penggunaan metode tradisional tidak akan ketinggalan zaman (Dianawati dan Irawan, 2001).

2.4. Ketepatan Penggunaan Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, bahan sediaan, sarian (galenik), atau campuran dari bahan- bahan tersebut yang secara turun-menurun telah digunakan untuk pengobatan. Obat tradisional dari bahan tumbuhan menggunakan bagian-bagian tumbuhan seperti akar, rimpang, batang, buah, daun, dan bunga. Penelitian yang telah dilakukan terhadap

(4)

tanaman obat sangat membantu dalam penggunaan obat tradisional. Penelitian ditunjang dengan pengalaman empiris semakin memberikan keyakinan akan khasiat dan keamanan obat tradisional (Sukmono,2009).

Efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat.

Menurut Kumala (2006), Sukmono (2009) dan Ilyas (2010) ketepatan penggunaan obat tradisional meliputi beberapa hal yaitu:

a. Kebenaran Bahan

Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam spesies yang kadang kala sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Kebenaran bahan menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan. Sebagai contoh lempuyung di pasaran ada beberapa macam yang agak sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Lempuyung emprit (Zingeber amaricans) memiliki bentuk yang relatif lebih kecil, bewarna kuning dengan rasa yang pahit. Lempuyung gajah (Zingiber zerumbet) yang memiliki bentuk lebih besar dan berwarna kuning, berkhasiat sebagai penambah nafsu makan. Jenis yang ketiga adalah lempuyang wangi (Zingiber aromaticum) yang memiliki warna agak putih dan berbau harum. Tidak seperti kedua jenis lempuyung sebelumnya (Zingiber americans dan Zingiber zerumbet), jenis ini memiliki khasiat sebagai pelangsing.

Contoh yang lain daun tapak dara (Catharanthus roseus) yang mengandung alkaloid. Daun ini tidak hanya bermanfaat untuk pengobatan diabetes, tetapi juga dapat menyebabkan penurunan leukosit (sel-sel darah putih) hingga 30 %. Daun tapak dara mengandung vincristin dan vinblastin yang menyebabkan penderitanya menjadi rentan terhadap penyakit infeksi, sehingga leukosit mengalami penurunan.

Sementara itu, karena pengobatan diabetes membutuhkan waktu yang lama sehingga daun tapak dara menjadi tidak tepat digunakan sebagai anti diabetes dan lebih tepat digunakan untuk pengobatan leukemia.

b. Ketepatan Dosis

Tanaman obat, seperti halnya obat buatan pabrik memang tak bisa dikonsumsi sembarangan. Tetap ada dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya dokter. Buah

(5)

mahkota dewa (Phaleria marcocarpa) misalnya, hanya bisa dikonsumsi dengan perbandingan 1 buah dalam tiga gelas air, sedangkan daun min baru berkhasiat jika direbus sebanyak 7 lembar dalam takaran air tertentu. Batu ginjal dapat diobati dengan keji beling (Strobilis cripsus), tetapi jika melebihi 2 gram serbuk (sekali minum) dapat menyebakan iritasi saluran kemih. Gambir (Uncaria gambir) kurang dari ibu jari sehingga dapat mengurangi diare, kalau pemakaiannya lebih maka menyulitkan si pemakai buang air besar selama berhari-hari, sedangkan penggunaan minyak jarak (Oleum recini) untuk cuci perut yang tidak terukur akan menyebabkan iritasi saluran pencernaan. Hal ini menepis anggapan bahwa obat tradisisonal tidak memiliki efek samping. Anggapan bila obat tradisional aman di konsumsi walapun gejala sakit sudah hilang adalah keliru.

Efek samping tanaman obat dapat digambarkan dalam tanaman dringo (Acorus calamus), yang biasa digunakan untuk mengobati stres. Tumbuhan ini memiliki kandungan senyawa bioaktif asaron. Senyawa ini punya struktur kimia mirip gologan amfetamin dan ekstasi. Dalam dosis rendah, dringo memang dapat memberikan efek relaksasi pada otot dan menimbulkan efek sedatif (penenang) terhadap sistem saraf pusat. Namun, jika digunakan dalam dosis tinggi malah memberikan efek sebaliknya, yakni meningkatkan aktivitas mental (psikoaktif).

Asaron dringo yang terdapat pada tanaman dringo juga merupakan senyawa alami yang potensial sebagai pemicu timbulnya kanker, apalagi jika tanaman ini di gunakan dalam waktu lama. Di samping itu, dringo bisa menyebabkan penumpukan cairan di perut, mengakibatkan perubahan aktivitas pada jantung dan hati, serta dapat menimbulkan efek berbahaya pada usus. Takaran yang tepat dalam penggunaan obat tradisional memang belum banyak didukung oleh data hasil penelitian. Peracikan secara tradisional menggunakan takaran sejumput, segengam ataupun seruas yang sulit ditentukan ketepatannya. Penggunaan takaran yang lebih pasti dalam satuan gram dapat mengurangi kemungkinan terjadinya efek yang tidak diharapkan karena batas antara racun dan obat dalam bahan tradisisonal amatlah tipis. Dosis yang tepat membuat tanaman obat bisa menjadi obat, sedangkan jika berlebih bisa menjadi racun.

(6)

c. Ketepatan Waktu Penggunaan

Kunyit (Curcuma domestica) diketahui bermanfaat untuk mengurangi nyeri haid dan sudah turun temurun di konsumsi dalam ramuan jamu kunir asam yang sangat baik dikonsumsi saat datang bulan. Akan tetapi jika diminum pada awal masa kehamilan beresiko menyebabkan keguguran. Jika sejak gadis penggunaan jamu sari rapet sampai berumah tangga bisa menyebabkan kesulitan memperoleh keturunan bagi wanita yang kurang subur karena adanya kemungkinan dapat memperkecil peranakan. Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan waktu penggunaan obat tradisional menentukan tercapai atau tidaknya efek yang diharapkan.

d. Ketepatan Cara Penggunaan

Suatu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang berkhasiat di dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya. Sebagai contoh adalah daun kecubung (Datura metel) jika dihisap seperti rokok bersifat bronkodilator dan digunakan sebagai obat asma.

Tetapi jika diseduh dan diminum dapat menyebabkan keracunan/mabuk. Selain itu, tanaman obat dan obat tradisional relatif mudah untuk didapatkan karena tidak memerlukan resep dokter, hal ini mendorong terjadinya penyalahgunaan tanaman obat dan obat tradisional tersebut. Contohnya, jamu pelancar datang bulan yang sering disalahgunakan untuk menggugurkan kandungan. Resiko yang terjadi adalah bayi terlahir cacat, ibu menjadi infertil, terjadi infeksi pada rahim, atau bahkan kematian.

e. Ketepatan Pemilihan Bahan

Keracunan sering terjadi antara tanaman ngokilo (Gynura segetum) yang dianggap sama dengan keji beling (Strobilis cripsus), daun sambung nyawa (Gymnurae procumbensis) dengan daun dewa (Gynura procumbens). Akhir-akhir ini terhadap tanaman kunir putih, dimana 3 jenis tanaman yang berbeda (Curcuma mangga, Curcuma zedoaria, dan Kaempferia rotunda) sering kali sama-sama disebut

(7)

sebagai “ kunir putih “ yang sempat mencuat ke permukaan karena dinyatakan bisa digunakan untuk pengobatan penyakit kanker.

f. Ketepatan Telaah Informasi

Perkembangan teknologi informasi saat ini mendorong derasnya arus informasi yang mudah untuk diakses. Informasi yang tidak didukung oleh pengetahuan dasar yang memadai dan telaah atau kajian yang cukup sering kali mendatangkan hal yang menyesatkan. Ketidaktahuan bisa menyebabkan obat tradisional berbalik menjadi bahan membahayakan. Contohnya, informasi di media massa menyebutkan bahwa biji jarak (Jatropha curcas ) mengandung risin yang jika dimodifikasi dapat digunakan sebagai antikanker. Risin sendiri bersifat toksik / racun sehingga jika biji jarak dikonsumsi secara langsung dapat menyebabkan keracunan dan diare. Contoh lainnya adalah tentang pare, pare yang sering digunakan sebagai lalapan ternyata mengandung khasiat lebih bagi kesehatan. Pare alias paria (Momordica charantia) kaya mineral nabati kalsium dan fosfor, juga karotenoid.

digunakan sebagai lalapan ternyata bermanfaat bagi kesehatan. Pare juga mengandung alpha – momorcharin, beta-momorchorin, dan MAP30 (momordica antiviral protein 30) yang bermanfaat sebagai anti HIV (Human Immunodeficiency Virus/AIDS (Acquired Immuno deficiency Syndrome). Namun, biji pare juga mengandung triterpenoid yang beraktivitas sebagai anti spermatozoa, sehingga penggunaan biji pare secara tradisional dengan maksud untuk mencegah AIDS dapat mengakibatkan infertilitas pada pria.

Dalam jangka panjang, konsumsi biji pare dapat mematikan sperma, memicu impotensi, merusak buah zakar dan hormon pria bahkan berpotensi merusak liver baik dalam bentuk jus, lalap maupun sayur segar. Bagi wanita hamil baiknya konsumsi pare dibatasi karena percobaan pada tikus menunjukkan pemberian jus pare menimbulkan keguguran.

(8)

g. Tanpa Penyalahgunaan

Tanaman obat maupun obat tradisional relatif mudah untuk didapatkan karena tidak memerlukan resep dokter, hal ini mendorong terjadinya penyalahgunaan manfaat dari tanaman obat maupun obat tradisional tersebut, contoh:

1) Jamu peluntur untuk terlambat bulan sering disalahgunakan untuk pengguguran kandungan. Resiko yang terjadi adalah bayi lahir cacat, ibu menjadi infertil, terjadi infeksi bahkan kematian

2) Mengisap kecubung sebagai psikotropika 3) Penambahan bahan kimia obat

Bahan-bahan kimia obat yang biasa dicampurkan itu adalah parasetamol, coffein, piroksikam, theophylin, deksbutason, CTM (Chlorpheniramin Maleat), serta bahan kimia penahan rasa sakit seperti antalgin dan fenilbutazon. Bahan-bahan kimia obat tersebut dapat menimbulkan efek negatif di dalam tubuh pemakainya jika digunakan dalam jumlah banyak. Bahan kimia seperti antalgin misalnya, dapat mengakibatkan kerusakan pada organ pencernaan, berupa penipisan dinding usus hingga menyebabkan pendarahan. Fenilbutazon dapat menyebabkan pemakainya menjadi gemuk pada bagian pipi, namun hanya berisi cairan yang di kenal dengan istilah moonface, dan jika digunakan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan osteoporosis.

h. Ketepatan pemilihan Obat Untuk Indikasi Tertentu

Dalam suatu jenis tanaman dapat ditemukan beberpa zat aktif yang berkhasiat dalam terapi. Resiko antara keberhasilan terapi dan efek samping yang timbul harus menjadi pertimbangan dalam pemilihan jenis tanaman obat yang akan digunakan dalam terapi. Contoh, daun tapak dara (Catharantus roseus) mengandung alkaloid yang bermanfaat untuk pengobatan diabetes. Akan tetapi daun tapak dara juga mengandung vincristin dan vinblastin yang dapat menyebabkan penurunan leukosit (sel-sel darah putih) hingga ± 30%, akibatnya penderita menjadi rentan terhadap penyakit infeksi. Padahal pengobatan diabetes membutuhkan waktu yang lama sehingga daun tapak dara tidak tepat digunakan sebagai anti diabetes melainkan lebih tepat digunakan untuk pengobatan leukimia.

(9)

Efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat, yang meliputi kebenaran bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu penggunaan, ketepatan cara penggunaan, ketepatan telaah informasi, dan tanpa penyalahgunaan obat tradisional itu sendiri. Penelitian yang telah dilakukan terhadap tanaman obat sangat membantu dalam pemilihan bahan baku obat tradisional. Pengalaman empiris ditunjang dengan penelitian semakin memberikan keyakinan akan khasiat dan keamanan obat tradisional.

Berikut ini adalah tabel beberapa jenis tanaman obat beserta kandungan kimia yang ada di dalamnya (Widyaningrum et al, 2011):

Tabel 2. 1. Jenis-Jenis tanaman obat, Kandungan Kimia dan Khasiatnya.

No. Nama Ilmiah Nama lokal Kandungan Kimia Khasiat 1 Imperata cylindrica Ilalang Arundoin, fernenol,

isoarborinol, silindrin, simiarenol, kampesterol,

stigmasterol, asam asetat, asam oksalat, kalsium.

Peluruh air seni, demam.

2 Amaranthus caudatus bayam Saponin, flavonoida,

alkaloida, polifenol

Gangguan pencernaan, memperlancar haid.

3 Ficus benjamina Beringin Saponin, flavonoida, polifenol.

Sariawan.

5 Syzygium aromaticum Cengkeh Eugenol, asam oleanolat, asam galotanat, fenilin, kaaryofilin, resin.

Kolera, campak, jantung.

6 Kalanchoe integre Cocor bebek Polifenol Bisul, luka bakar, sakit kulit, sakit mata.

7 Zea mays Jagung Saponin, zat samak, flavon, minyak atsiri, alantoin.

Batu empedu, batu ginjal, hipertensi.

8 Phaleria macrocarpa Mahkota dewa

Antihistamin, alkaloid, saponin, polifenol.

Disentri, jerawat, eksem, gatal-

(10)

gatal.

9 Aegle marmelos Maja Lendir, zat samak, linonen.

Luka, gatal, demam, diare.

10 Jasminum sambac Melati Indol, benzyl, livalylacetat.

Sakit mata, demam, sakit kepala, sesak napas, ASI.

11 Rosa galica Mawar Polifenol, saponin, tannin, flavonoida.

Batuk, jerawat.

12 Cucumis melo Melon Saponin, kardenolin, polifenol.

Demam, peluruh air seni, urus-urus, mulas.

2.5. Asal-usul Suku Simalungun

Simalungun dalam bahasa Simalungun memiliki kata dasar “lungun” yang memiliki makna “sunyi” atau “sedih”. Menurut Naibaho (2 ), terdapat berbagai sumber mengenai asal-usul suku Simalungun, tetapi sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang suku Simalungun berasal dari luar Indonesia. Kedatangan ini terbagi dalam dua gelombang:

1) Gelombang pertama (Proto Simalungun), diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan Pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan Kerajaan Nagur dan raja Dinasti Damanik.

2) Gelombang kedua (Deutero Simalungun) datang dari suku-suku di sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.

Pada gelombang Proto Simalungun diceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan empat raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara. Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah pinggiran danau Toba dan Samosir.

Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan

Tabel 2.1. lanjutan

(11)

tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau.

Masih menurut Naibaho (2011), terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim SISADAPUR, yaitu: Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba. Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon”

(permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh), keempat raja itu adalah :

1) Raja Nagur bermarga Damanik

Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun, Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).

2) Raja Banua Sobou bermarga Saragih

Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.

3) Raja Banua Purba bermarga Purba

Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa yang berarti timur, gelagat masa datang, pegatur, pemegang Undang-undang, tenungan pengetahuan, cendekiawan/sarjana.

4) Raja Saniang Naga bermarga Sinaga

Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penyebab gempa dan tanah longsor.

Perbauran suku asli Simalungun dengan suku-suku di sekitarnya di Pulau Samosir, Silalahi, Karo, dan Pakpak menimbulkan marga-marga baru.Selain itu ada juga marga-marga lain yang bukan marga asli Simalungun tetapi kadang merasakan dirinya sebagai bagian dari suku Simalungun, seperti Lingga, Manurung, Butar-butar dan Sirait.

Referensi

Dokumen terkait

terhadap pengelolaan sampah hal tersebut diperkuat tidak adanya pemilahan sampah yang dilakukan sebelum dibuang ke TPS, kebiasaan lingkungan sekitar yang memiliki

(2004), adanya penetrasi gas oksigen akan memacu berkembangnya mikroba aerobik untuk tumbuh. Kapang adalah jenis mikroba yang diindikasikan dapat tumbuh di area

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh kepuasan pada merek terhadap niat pembelian kembali, menganalisis pengaruh komitmen pada merek terhadap niat

[r]

Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota Eks Karesidenan

accrual-based budgeting pada entitas pemerintahan diantaranya adalah keputusan untuk mengadakan pensiun atau rekrutmen PNS, keputusan mengenai

Pembahasan mengenai pemilihan lokasi dan tapak, dilakukan dengan terlebih dahulu mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penentuan suatu lokasi dan tapak yang

17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menyebutkan bahwa sebuah ormas dapat didirikan dengan syarat didirikan oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang warga negara