THE RELATIONSHIP BETWEEN TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP AND SUBJECTIVE WELL BEING WITH THE ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR OF PRIMARY SCHOOL
TEACHERS IN TANJUNGPINANG CITY
Tiara Salsabila Marlis1, Alimatus Sahrah2 Universitas Mercu Buana Yogyakarta [email protected]
082281940474
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara transformational leadership dan subjective well being dengan organizational citizenship behavior pada guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang.
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah ada hubungan positif antara transformational leadership dengan organizational citizenship behavior pada guru Sekolah Dasar dan ada hubungan positif antara subjective well being dengan organizational citizenship behavior pada guru Sekolah Dasar. Subjek dalam penelitian ini adalah 71 orang guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang dan sudah bekerja minimal 3 tahun. Cara pengambilan subjek dengan menggunakan metode purposive sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Skala Transformational Leadership, Skala Subjective Well Being dan Skala Organizational Citizenship Behavior. Metode analisis data yang digunakan adalah korelasi product moment dari Karl Pearson. Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara transformational leadership dengan kesejahteraan psikologis, diperoleh koefisien korelasi (rxy) = 0,894 dengan p = 0,000 (p < 0,050) yang berarti ada hubungan positif antara transformational leadership dengan organizational citizenship behavior. Nilai koefisien determinasi R squared (R²) sebesar = 0,799 menunjukkan bahwa variabel transformational leadership memiliki kontribusi sebesar 79,9% terhadap organizational citizenship behavior pada guru Sekolah Dasar dan sisanya 20,1% dipengaruhi faktor-faktor lain. Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara subjective well being dengan organizational citizenship behavior, diperoleh koefisien korelasi (rxy) = 0,482 dengan p = 0,000 (p < 0,050) yang berarti ada hubungan positif antara subjective well being dengan organizational citizenship behavior. Nilai koefisien determinasi R squared (R²) sebesar = 0,232 menunjukkan bahwa variabel subjective well being memiliki kontribusi sebesar 23,2% terhadap variabel organizational citizenship behavior pada guru Sekolah Dasar dan sisanya 76,8% dipengaruhi faktor-faktor lain.
Kata Kunci: Transformational Leadership, Subjective Well Being, Organizational Citizenship Behavior, Guru Sekolah Dasar.
Abstract
This research aims to determine the relationship between transformational leadership and subjective well being with the organizational citizenship behavior of primary school teachers in Tanjungpinang City. The hypothesis proposed in this study is that there is a positive relationship between transformational leadership and organizational citizenship behavior of primary school teachers and there is a positive relationship between subjective well being and organizational citizenship behavior of primary school teachers. The subjects in this study were 71 primary school teachers in Tanjungpinang City and had worked for at least 3 years. How to take the subject using the purposive sampling method. Retrieval of this research data using Transformational Leadership Scale, Subjective Well Being Scale, and Organizational Citizenship Behavior Scale. The data analysis method used is product moment correlation
Sebagian Teks Dari Judul Artikel
from Karl Pearson. Based on the results of the study the relationship between transformational leadership and organizational citizenship behavior, a correlation coefficient (rxy) = 0,894 with p = 0.000 (p <
0,050) means that there is a positive relationship between transformational leadership and organizational citizenship behavior. The coefficient of determination R squared (R²) = 0.799 indicates that the variable transformational leadership has a contribution of 79,9% to the variable of organizational citizenship behavior of primary school teachers and the remaining 20,1% is influenced by other factors. Based on the results of the study the relationship between subjective well being and organizational citizenship behavior, a correlation coefficient (rxy) = 0,482 with p = 0.000 (p < 0,050) means that there is a positive relationship between subjective well being and organizational citizenship behavior. The coefficient of determination R squared (R²) = 0,232 indicates that the variable subjective well being has a contribution of 23,2% to the variable of organizational citizenship behavior of primary school teachers and the remaining 76,8% is influenced by other factors.
Keywords: Transformational Leadership, Subjective Well Being, Organizational Citizenship Behavior, Primary School Teachers.
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 ). Tujuan pendidikan di sekolah dapat mencapai keberhasilan tergantung pada sumber daya manusia yang berada di sekolah, seperti kepala sekolah, guru, siswa, dan tenaga pendidikan lainnya. Diantara sumber daya manusia yang terdapat di sekolah tersebut, eksistensi peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor penting dan mempunyai peran sentral dalam menentukan hasil pendidikan. Terkait dengan peran sentral guru dengan tugasnya sebagai pengajar ataupun pendidik untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik (Sidi, 2001).
Berdasarkan laman statistik yang didapati pada laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, jumlah guru di Indonesial pada tahun ajaran 2019/2020 mencapai 2.698.103 orang, sedangkan jumlah peserta didik mencapai 45.534.371 orang. Sesuai data yang ada dapat disimpulkan bahwa jumlah guru hanya sekitar 6 persen dari total peserta didik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) ataupun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Berdasarkan Data Pokok Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2021), total guru di Provinsi Kepulauan Riau semester 2020/2021 mencapai 27.771 orang, sedangkan untuk Kota Tanjungpinang sendiri mencapai 2.992 orang, khususnya terdapat 1.240 orang guru Sekolah Dasar (SD).
Berdasarkan data di atas, perbandingan guru dan siswa sangat jauh. Sebagai pendidik profesional guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Seorang guru profesional dituntut untuk memiliki sejumlah persyaratan, antara lain memiliki
tinggi, komitmen terhadap profesinya, melakukan pengembangan diri secara terus-menerus dan berkontribusi dalam mewujudkan tujuan sekolah (Sidi, 2001).
Guru memiliki tugas yang harus dijalankan, yaitu sebagai pengajar dan pendidik.
Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Selain itu terdapat kegiatan lain yang harus dijalankan misalnya menjadi anggota panitia kegiatan sekolah, menjalankan tugas sebagai ’ibu’ disekolah bagi siswa, menghadapi masalah kenakalan anak-anak dan lain sebagainya. Seringkali pekerjaan harus dilakukan diluar jam kerja, yang berarti pula bahwa pekerjaan sebagai guru adalah pekerjaan yang kompleks. Hal tersebut cukup membuktikan bahwa guru mempunyai peran yang sangat besar, Perilaku ekstra peran tersebut dikenal dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) (Rahmi, 2013).Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang dijelaskan oleh Organ (2006) sebagai perilaku sukarela yang ditunjukkan karyawan yang dapat dilihat dalam bentuk: Membantu satu sama lain dalam pekerjaan yang relevan dalam organisasi; menciptakan hasil kerja yang lebih tinggi dari yang diminta perusahaan; mampu bertoleransi terhadap gangguan yang terjadi di tempat kerja; menjaga diri dari terjadinya masalah yang dapat terjadi di tempat kerja; dan turut ikut serta dalam menjaga kelangsungan hidup perusahaan.
Fransisca (2019) dalam penelitiannya membuktikan bahwa guru PNS kurang memiliki kesediaan untuk melakukan pekerjaan yang bersifat extra-role atau diluar dari kewajiban tugas, hal ini menunjukkan bahwa guru PNS memiliki OCB yang rendah. Hal tersebut tidak sejalan dengan apa yang seharusnya terjadi. Menurut survei yang dilakukan oleh Regiawan (2016) ditemukan fakta yang menunjukkan bahwa kualitas guru masih tergolong rendah. Pertama, guru tidak berinisiatif untuk menggantikan guru lain yang berhalangan hadir sehingga kelas tidak ada aktivitas belajar mengajar dan beberapa siswa memilih untuk pulang sebelum waktunya. Kedua, ada beberapa guru yang kurang menghormati setiap kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan sekolah. Ketiga, adanya guru yang cuek terhadap rekan kerjanya dalam memberikan nasehat atau masukan yang membangun, karena menganggap mereka sudah dewasa dan sudah bukan waktunya lagi untuk mendapat nasehat dari rekan sekerjanya. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan mewawancarai 5 orang guru secara acak yang membuktikan bahwa dari setiap aspek dari Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang ada masih tergolong rendah sehingga hasil dari wawancara ini membuktikan bahwa OCB yang ada pada guru masih tergolong rendah.
Sebagian Teks Dari Judul Artikel
Menurut Wirawan (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi OCB diantaranya antara lain kepribadian, budaya organisasi, iklim organisasi, kepuasan kerja, komitmen organisasi, kepemimpinan transformasional & servant leadership, tanggung jawab sosial pegawai, umur pegawai, keterlibatan kerja, kolektivisme serta keadilan organisasi. OCB merupakan perilaku output yang terlahir karena pengaruh banyak faktor sebagaimana yang disebutkan diatas, dimana salah satu faktornya dijelaskan oleh Patnaik dan Biswas (2005), seorang karyawan akan mulai menunjukkan perilaku OCB ketika telah menganggap dirinya sendiri sebagai bagian daripada organisasi, dan atas sebab itu menganggap keuntungan yang datang pada organisasinya sebagai keuntungan yang juga datang bagi dirinya sendiri. Pernyataan tersebut selaras dengan penjelasan Bass dan Riggio (2006) yang menjelaskan perilaku karyawan yang terekspos pada Transformational Leadership (Kepemimpinan Transformasional): Karyawan tersebut akan termotivasi dan berkomitmen untuk mengejar kepentingan organisasinya.
Gaya kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang diterapkan dengan cara yang dapat menginspirasi bawahannya dalam mencapai hasil yang luar biasa.
Organ & Ryan (2006) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional mempunyai pengaruh signifikan terhadap perilaku extra-role. Perilaku pegawai dapat lebih ditingkatkan karena mencapai hasil yang lebih besar daripada yang direncanakan sebelumnya. Setiap individu akan merasa termotivasi dan lebih giat dalam bekerja, sehingga dalam bekerja mereka tidak hanya bekerja pada apa yang menjadi tugas pokoknya saja (in-role) tetapi diharapkan juga mampu menyelesaikan pekerjaan secara berkelompok (extra-role) sehingga jalinan kerjasama tim semakin kuat dan dapat bekerja secara optimal untuk memajukan organisasi atau perusahaan. Hal ini juga didukung oleh pendapat Yukl (2009) yang menyatakan bahwa dengan kepemimpinan transformasional, para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan penghormatan terhadap pemimpin, serta mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang diharapkan dari mereka.Jika karyawan telah mendapatkan pemimpin yang tepat, hal tersebut akan kembali ke diri karyawan yang harusnya mempunyai pandangan positif atau negatif akan pekerjaannya. Hal tersebut sejalan dengan salah satu faktor OCB yang lainnya yaitu Subjective Well-Being.
Jex dan Britt (2008) menjelaskan bahwa tujuan perusahaan akan lebih mudah tercapai jika dilandasi oleh OCB yang dimiliki karyawan. Kemunculan OCB disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu seberapa sering karyawan merasakan afek positif atau istilah psikologisnya yaitu tingkat Subjective Well-Being (SWB). Kemauan untuk membantu orang lain dan melakukan hal positif lainnya didorong oleh afek positif yang dirasakan oleh masing- masing individu. Secara sederhana definisi dari subjective well-being adalah persepsi seseorang terhadap pengalaman hidupnya yang terdiri dari evaluasi kognitif dan afeksi terhadap hidup dan
kehidupannya adalah sesuatu yang diinginkan, menyenangkan dan baik (Diener, 2000).
Karyawan dengan subjective well-being yang tinggi akan merasa sejahtera karena dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga ia akan dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara transformational leadership dan subjective well being dengan organizational citizenship behavior pada guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang.
METODE
Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah organizational citizenship behavior sedangkan variabel bebas pada penelitian ini adalah transformational leadership dan subjective well being. Subjek penelitian dipilih dengan pertimbangan atau kriteria yang telah ditentukan. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 71 subjek. Karakteristik subjek dari penelitian ini yaitu guru Sekolah Dasar yang berada di Kota Tanjungpinang dan sudah bekerja sedikitnya 3 tahun. Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan alat ukur psikologi berupa skala Likert. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik korelasi product moment dari Pearson. Peneliti menggunakan teknik tersebut untuk menguji hipotesis yang diajukan yaitu adakah hubungan antara transformational leadership (kepemimpinan transformasional) dengan Organizational Citizenship Behavior (sikap loyalitas karyawan) dan adakah hubungan antara subjective well being (kesejahteraan subjektif) dengan organizational citizenship behavior.
Keseluruhan data dianalisis dengan menggunakan program SPSS v.25 (Statistical Product and Service Solution Version 25).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data penelitian yang diperoleh dari Skala Organizational Citizenship Behavior, Skala Transformational Leadership, dan Skala Subjective Well Being akan digunakan sebagai dasar pengujian hipotesis dengan menggunakan skor hipotetik dan empirik. Data skor hipotetik dan skor empirik yang dideskripsikan adalah nilai minimum, maksimum, jarak sebaran (range), standar deviasi dan rata-rata (mean).
Hasil analisis Skala Organizational Citizenship Behavior diperoleh data hipotetik dengan skor minimum subjek yaitu 1 x 25 = 25 dan skor maksimum 4 x 25 = 100, rerata (mean) hipotek (100 + 25) : 2 = 62,5 , jarak sebaran hipotek 100 – 25 = 75, dan standar deviasi (100 – 25) : 6 =
Sebagian Teks Dari Judul Artikel
12,5. Sedangkan hasil analisis dari data empirik yaitu skor minimum 41 dan maksimum 100, rerata (mean) empirik 72,35 dan standar deviasi 17,595.
Hasil analisis Skala Transformational Leadership diperoleh data hipotetik dengan skor minimum subjek yaitu 1 x 23 = 23 dan skor maksimum 4 x 23 = 92, rerata (mean) hipotek (92 + 23) : 2 = 57,5 , jarak sebaran hipotek 92 – 23 = 69, dan standar deviasi (92 – 23) : 6 = 11,5.
Sedangkan hasil analisis dari data empirik yaitu skor minimum 23 dan maksimum 91, rerata (mean) empirik 60,51 dan standar deviasi 18,746.
Hasil analisis Skala Subjective Well Being diperoleh data hipotetik dengan skor minimum subjek yaitu 1 x 12 = 12 dan skor maksimum 4 x 12 = 48, rerata (mean) hipotek (48 + 12) : 2 = 30 , jarak sebaran hipotek 48 – 12 = 36, dan standar deviasi (48 – 12) : 6 = 6. Sedangkan hasil analisis dari data empirik yaitu skor minimum 12 dan maksimum 48, rerata (mean) empirik 27,97 dan standar deviasi 10,163.
Tabel 1. Deskripsi Data Penelitian
Data Hipotek Data Empirik
Variabel N Mean Skor SD Mean Skor SD
Min Max Min Max
Organizational Citizenship
Behavior
71 62,5 25 100 12,5 72,35 41 100 17,595
Transformationa
l Leadership 71 57,5 23 92 11,5 60,51 23 91 18,746
Subjective Well
Being 71 30 12 48 6 27,97 12 48 10,163
Keterangan : N : Jumlah Subjek Min : Skor Minimal Max : Skor Maksimal Mean : Rerata SD : Standar Deviasi
Berdasarkan hasil kategorisasi data Organizational Citizenship Behavior, diketahui bahwa dari 71 subjek penelitian, terdapat 15 orang (21,1%) yang memiliki OCB pada kategori tinggi, terdapat 42 orang (59,2%) yang memiliki OCB pada kategori sedang dan sisanya 14 orang (19,7%) memiliki OCB pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas subjek dalam penelitian ini memiliki OCB dengan kategori sedang.
Berdasarkan hasil kategorisasi data Transformational Leadership, diketahui bahwa dari 71 subjek penelitian, terdapat 15 orang (21,1%) yang memiliki pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional pada kategori rendah, terdapat 56 orang (78,9%) yang memiliki pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional pada kategori sedang dan tidak ada orang yang memiliki pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas subjek dalam penelitian ini memiliki pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional dengan kategori sedang.
tinggi, terdapat 44 orang (62%) yang memiliki Subjective Well Being pada kategori sedang dan sisanya 13 orang (18,3%) memiliki Subjective Well Being pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas subjek dalam penelitian ini memiliki Subjective Well Being dengan kategori sedang.
Setelah dilakukan uji normalitas dan linieritas sehingga semua prasyarat terpenuhi, tahap selanjutnya yaitu melakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik korelasi product moment (pearson correlation) yang dikembangkan oleh Karl Pearson (Sugiyono, 2016). Menurut Hadi (2015) Teknik korelasi product moment (pearson correlation) digunakan untuk menentukan hubungan antara dua variabel yang diteliti yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Pedoman untuk uji korelasi adalah apabila p < 0,050 berarti terdapat korelasi antara variabel dan apabila p
≥ 0,050 berarti tidak ada korelasi antara kedua variabel.
Dari hasil analisis product moment (pearson correlation) pada variabel Transformational Leadership dengan Organizational Citizenship Behavior diperoleh nilai koefisien korelasi (rxy)
= 0,894 dengan p = 0,000 (p < 0,050) yang menunjukkan bahwa ada korelasi yang positif antara Transformational Leadership dengan Organizational Citizenship Behavior. Hal tersebut membuktikan bahwa hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini diterima, yaitu ada hubungan yang positif antara Transformational Leadership dengan Organizational Citizenship Behavior pada guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang. Hubungan positif ditunjukkan dengan semakin tinggi Transformational Leadership yang dimiliki maka semakin tinggi Organizational Citizenship Behavior pada guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang.
Sebaliknya, semakin rendah Transformational Leadership yang dimiliki maka semakin rendah Organizational Citizenship Behavior pada guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang.
Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh yaitu sebesar 0,799 yang menunjukkan bahwa variabel Transformational Leadership memiliki kontribusi sebesar 79,9% terhadap Organizational Citizenship Behavior dan sebesar 20,1% sisanya dipengaruhi oleh faktor yang lain.
Dari hasil analisis product moment (pearson correlation) pada variabel Subjective Well Being dengan Organizational Citizenship Behavior diperoleh nilai koefisien korelasi (rxy) = 0,482 dengan p = 0,000 (p < 0,050) yang menunjukkan bahwa ada korelasi yang positif antara Subjective Well Being dengan Organizational Citizenship Behavior. Hal tersebut membuktikan bahwa hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini diterima, yaitu ada hubungan yang positif antara Subjective Well Being dengan Organizational Citizenship Behavior pada guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang. Hubungan positif ditunjukkan dengan semakin tinggi
Sebagian Teks Dari Judul Artikel
Subjective Well Being yang dimiliki maka semakin tinggi Organizational Citizenship Behavior pada guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang. Sebaliknya, semakin rendah Subjective Well Being yang dimiliki maka semakin rendah Organizational Citizenship Behavior pada guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang. Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh yaitu sebesar 0,232 yang menunjukkan bahwa variabel Subjective Well Being memiliki kontribusi sebesar 23,2% terhadap Organizational Citizenship Behavior dan sebesar 76,8% sisanya dipengaruhi oleh faktor yang lain.
Hal tersebut sesuai dengan hipotesis yang diajukan peneliti bahwa ada hubungan positif antara transformational leadership dan dengan organizational citizenship behavior pada guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang. Dan juga sesuai dengan hipotesis yang diajukan peneliti bahwa ada hubungan positif antara subjective well being dengan organizational citizenship behavior pada guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang.
KESIMPULAN
Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa ada hubungan positif antara transformational leadership dengan organizational citizenship behavior pada guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang. Hubungan positif ditunjukkan dengan semakin tinggi transformational leadership yang dimiliki maka semakin tinggi organizational citizenship behavior pada guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang. Sebaliknya, semakin rendah transformational leadership yang dimiliki maka semakin rendah organizational citizenship behavior pada guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang. Dan penelitian ini juga membuktikan bahwa ada hubungan positif antara subjective well being dengan organizational citizenship behavior pada guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang. Hubungan positif ditunjukkan dengan semakin tinggi subjective well being yang dimiliki maka semakin tinggi organizational citizenship behavior pada guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang.
Sebaliknya, semakin rendah subjective well being yang dimiliki maka semakin rendah organizational citizenship behavior pada guru Sekolah Dasar di Kota Tanjungpinang.
Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti dapat memberikan saran kepada guru diharapkan untuk mempertahankan organizational citizenship behavior yang telah dimiliki dan tugas-tugas yang diberikan atasan dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh perusahaan dan disarankan untuk menjaga komunikasi yang baik dan terbuka dengan guru lain. Kemudian untuk pemimpin disarankan untuk memperhatikan kenyamanan guru Sekolah Dasar agar dapat meningkatkan dan mempertahankan organizational citizenship behavior pada guru Sekolah Dasar. Bagi perusahaan / organisasi disarankan agar ikut serta dalam mempertahankan organizational citizenship behavior yang dimiliki oleh karyawan dengan mempertahankan dan
atasan. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk menggali lebih jauh tentang berbagai hal terkait dengan transformational leadership , subjective well being, dan organizational citizenship behavior dan diharapkan peneliti selanjutnya mampu mengkaji faktor-faktor lain yang mempengaruhi organizational citizenship behavior.
DAFTAR PUSTAKA
Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational leadership (2nd ed.). Mahwah, NJ:
Erlbaum.
Belogolovsky, Elena., & Somech, Anit. (2010). Teachers Organizational Citizenship Behavior:
Examining the Boundary Between In-Role Behavior and Extra-Role Behavior from The Perspectiveof Teachers, Principals and Parents. Teaching and Teacher Education 26, 914-923.
Biswas-Diener, R., & Diener, E. (2001). Making the best of a bad situation: Satisfaction in the slums of Calcutta. Social Indicators Research, 55, 329-352.
Filsafati, A. I., & Ratnaningsih, I. Z. (2017). Hubungan Antara Subjective Well-Being Dengan Organizational Citizenship Behavior Pada Karyawan Pt. Jateng Sinar Agung Sentosa Jawa Tengah & Diy. Jurnal EMPATI, Vol 5(4), 757-764.
Harmalina, Fransisca Pungkas. (2019). Hubungan antara Perceived Organizational Support (POS) dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Guru berstatus PNS.
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Jex, S.M., & Britt, T.W. (2008). Organizational psychology. New York: John Willey &Sons Inc.
Mujamiasih, M. (2013). Subjective Well-Being: Studi indigenous pada PNS dan karyawan swasta yang bersuku Jawa di Pulau Jawa. Semarang: Universitas Negeri Semarang Organ, D. W., Podsakoff, P.M., & Mackenzie S.B. (2006). Organizational citizenship behavior:
It’s nature, antecedent and consequences. London: Sage Publications.
Pavot, W., & Diener, E. (2008). The Satisfaction With Life Scale dan konstruk kepuasan hidup yang muncul. jurnal Psikologi Positif , 3 , 137-152.
Rahmi, Maptuhah. (2013). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Organizational Citizenship Behavior: Studi pada Guru Tetap SMA Negeri di Kabupaten Lombok Timur. Tesis. Universitas Udayana, pp: 332-336.
Regiawan, Rivan. (2016). Hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformational kepala sekolah dengan organizational citizenship behavior (OCB) pada guru. Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Patnaik, S., & Biswas, S. (2005). The Mediating Role of Organizational Citizenship Behavior between Organizational Identification and Its Consequences. Researchgate.
Peta Tematik (2020, November). Jumlah Guru di Indonesia. Diunduh pada tanggal 19 Oktober 2021 melalui https://kompaspedia.kompas.id/baca/infografik/peta-tematik/jumlah-guru- di-indonesia.
Sidi, D. I. (2001). Menuju masyarakat belajar. Jakarta: Paramadina, Logos Wacana Ilmu.
Srimulyani, Veronika Agustini. (2012). Anteseden Organizational Citizenship Behavior: Studi pada Guru-Guru SMA di Kota Madiun. Widya Warta No.1 Tahun XXXV I, ISSN 0854- 1981.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta, CV.
Wirawan. (2014). Teori Kepemimpinan. Ilmu Perilaku. Bandung : Alfabeta.
Sebagian Teks Dari Judul Artikel