• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Samryn (2012:26)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Samryn (2012:26)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Biaya

Menurut Mulyadi (2016:8), “Pengertian biaya dalam arti luas adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.” Samryn (2012:26) juga menyatakan bahwa “Istilah biaya umumnya digunakan untuk pengorbanan manfaat ekonomis untuk perolehan jasa yang tidak dikapitalisir nilainya.”

Ahmad dan Wasilah Abdullah (2012:22) mengemukakan bahwa “Biaya (cost) adalah pengeluaran-pengeluaran atau nilai pengorbanan untuk memperoleh barang atau jasa yang berguna untuk masa yang akan datang atau mempunyai manfaat melebihi satu periode” sedangkan menurut Dewi dkk. (2015:10), “Biaya adalah sumber daya yang dikorbankan atau dilepaskan untuk mencapai tujuan tertentu di masa depan.”

Mukhzarufda dan Wirmie Eka Putra (2019:19) mengemukakan bahwa

“Biaya (cost) adalah sejumlah pengorbanan sumber daya ekonomi (kas atau ekuivalen kas) untuk melakukan suatu kegiatan yang diharapkan akan menghasilkan manfaat ekonomi (pendapatan) di masa yang akan datang.”

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa biaya adalah suatu pengorbanan berupa uang untuk memperoleh barang atau jasa.

2.2 Penggolongan Biaya

Dewi dkk. (2015:10) mengemukakan bahwa penggolongan biaya dibedakan berdasarkan tujuan penggunaan biaya. Penggolongan biaya yang paling

(2)

8 umum digunakan didasarkan pada hubungan antara biaya dengan hal-hal sebagai berikut:

1) Produk (satu lot, batch, atau unit dari suatu barang jadi atau jasa) yang terdiri dari biaya produk/total biaya produksi dan biaya periode/biaya komersial.

2) Volume produksi yang terdiri dari biaya tetap, biaya variabel, dan biaya semivariabel.

3) Departemen, proses, pusat biaya, atau sub divisi lain yang terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung.

4) Periode akuntansi yang terdiri dari capital expenditure dan revenue expenditure.

5) Suatu keputusan, tindakan, atau evaluasi yang terdiri dari differential cost/ marginal cost/ incremental cost, out of pocket cost, sunk cost, opportunity cost, unavoidable cost, avoidable cost, controllable cost, dan uncontrollable cost.

Penggolongan biaya menurut Mulyadi (2016:13), umumnya ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai. Adapun penggolongan biaya sebagai berikut:

1) Menurut objek pengeluaran. Dalam cara penggolongan ini, nama objek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya.

2) Menurut fungsi pokok dalam perusahaan. Biaya dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu;

a) Biaya produksi, merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual.

b) Biaya pemasaran, merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk.

c) Biaya administrasi & umum, merupakan biaya-biaya yang untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dan pemasaran produk.

d) Biaya komersial, merupakan jumlah biaya pemasaran dan biaya administrasi umum.

3) Menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai. Sesuatu yang dibiaya dapat berupa produk atau departemen sehingga dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu:

a) Biaya langsung (direct cost), merupakan biaya yang terjadi yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai.

b) Biaya tidak langsung (indirect cost), merupakan biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai.

4) Atas dasar jangka waktu manfaatnya. Dibagi menjadi dua yaitu:

a) Pengeluaran modal (capital expenditure), adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari suatu periode akuntansi (biasanya periode akuntansi adalah satu tahun kalender)

(3)

9 b) Pengeluaran pendapatan (revenue expenditure), adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut.

5) Menurut perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume aktivitas. Dibagi menjadi empat yaitu:

a) Biaya tetap, adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar volume kegiatan tertentu.

b) Biaya variabel, adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan.

c) Biaya semivariabel, adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semivariabel mengandung unsur biaya tetap dan unsur biaya variabel

d) Biaya semifixed, adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.

2.3 Perilaku Biaya

Mulyadi (2016:465) menyatakan bahwa “Pada umumnya pola perilaku biaya diartikan sebagai hubungan antara total biaya dengan perubahan volume kegiatan.” Menurut Siregar dkk. (2013:73), “Perilaku biaya adalah pola menggambarkan bagaimana jumlah biaya bervariasi atas perubahan aktivitas bisnis.”

Menurut Indriani (2018:19), “Perilaku biaya adalah cara di mana biaya berubah dalam hubungannya dengan perubahan menggunakan aktivitas”

sedangkan Mukhzarufda dan Wirmie Eka Putra (2019:59) mengemukakan bahwa

“Perilaku biaya adalah cara biaya berubah dalam hubungannya dengan perubahan penggunaan aktivitas.”

Berdasar perilakunya, biaya dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu biaya tetap, biaya variabel, dan biaya semivariabel (Mulyadi, 2016:465).

(4)

10 2.3.1 Biaya Tetap (fixed cost)

Menurut Mulyadi (2016:465), “Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar perubahan volume kegiatan tertentu.” Sedangkan Samryn (2012:36) menyatakan bahwa “Biaya tetap adalah biaya yang konstan secara total sekalipun terjadi perubahan tingkat aktivitas dalam suatu kisaran relevan tertentu.”

Indriani (2018:21) mengemukakan bahwa “Biaya tetap adalah beban- beban yang tidak berubah dalam total ketika aktivitasnya berubah dalam cakupan relevan.” Ahmad dan Wasilah Abdullah (2012:28) menyatakan bahwa “Biaya tetap adalah biaya-biaya yang secara total tetap tidak berubah dengan adanya perubahan tingkat kegiatan atau volume dalam batas-batas dari tingkat kegiatan yang relevan atau dalam batas-batas dari tingkat kegiatan yang relevan atau dalam periode waktu tertentu.”

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa biaya tetap adalah jumlah biaya yang dikeluarkan selalu tetap atau sama setiap waktunya walaupun terjadi perubahan aktivitas.

2.3.2 Biaya Variabel (variable cost)

Menurut Deviesa (2019:55), “Biaya variabel adalah biaya yang secara total berubah secara langsung dan proporsional dengan perubahan tingkat aktivitasnya”

sedangkan Indriani (2018:20) mengemukakan bahwa “Biaya Variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah secara proporsional terhadap perubahan penggunaan aktivitas.”

(5)

11 Mulyadi (2016:468) mengatakan bahwa “Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan.”

Sedangkan menurut Dewi dkk. (2015:12) mengemukakan bahwa “Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang secara total meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas bisnis dan menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas bisnis.”

Pengertian biaya variabel dikemukakan oleh Ahmad dan Wasilah Abdullah (2012:26) seperti berikut ini.

Biaya variabel adalah biaya-biaya yang dalam total berubah secara langsung dengan adanya perubahan tingkat kegiatan atau volume, volume produksi ataupun volume penjualan. Di samping itu, biaya variabel mempunyai karakteristik umum yang lain dimana biaya per unitnya tidak berubah. Contoh dari biaya variabel adalah biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung, serta beberapa biaya overhead pabrik dan elemen penjualan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa biaya variabel adalah jumlah biaya yang dikeluarkan akan berubah sesuai perubahaan aktivitas yang terjadi.

2.3.3 Biaya Semivariabel

Pengertian biaya semivariabel menurut Ahmad dan Wasilah Abdullah (2012:28) adalah sebagai berikut.

Biaya semi variabel adalah biaya-biaya yang mempunyai atau mengandung unsur tetap dan unsur variabel. Untuk tujuan perencanaan dan pengendalian, biaya ini harus dipisah menjadi elemen biaya tetap dan elemen biaya variabel. Unsur tetap ini biasanya merupakan biaya minimum yang harus dikeluarkan untuk jasa yang digunakan.

Mulyadi (2016:469) mengemukakan bahwa pengertian biaya semivariabel adalah “Biaya semi variabel adalah biaya yang memiliki unsur tetap dan variabel

(6)

12 di dalamnya. Unsur biaya yang tetap merupakan jumlah biaya minimum untuk menyediakan jasa sedangkan unsur variabel merupakan bagian dari biaya semivariabel yang dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan.”

Menurut Indriani (2018:23), bahwa “Biaya semivariabel adalah biaya yang terdiri dari elemen biaya variabel maupun biaya tetep.” Sedangkan menurut Samryn (2012:48) menyatakan bahwa “Biaya semivariabel yaitu biaya yang di dalamnya terdiri dari elemen-elemen biaya tetap.”

Dewi dkk. (2015:12) mengemukakan bahwa “Biaya semivariabel didefinisikan sebagai biaya yang memperlihatkan baik karakter-karakter dari biaya tetap maupun biaya variabel. Biaya ini akan meningkat atau menurun sesuai dengan peningkatan atau penurunan aktivitas bisnis namun tidak proporsional.”

2.3.4 Pemisahan Biaya Tetap dengan Biaya Variabel

Pemisahan biaya tetap dengan biaya variabel dikemukakan oleh Dewi dkk.

(2015:13) di bawah ini.

Dalam rangka merencanakan, menganalisis, mengendalikan atau mengevaluasi biaya pada tingkat aktivitas yang berbeda, biaya tetap dan biaya variabel harus dipisahkan. Biaya-biaya yang seluruhnya tetap atau seluruhnya variabel dalam rentang aktivitas yang diantisipasi harus diidentifikasi serta komponen tetap dan variabel dari biaya semivariabel harus diestimasikan. Pemisahan biaya tetap dan variabel tersebut diperlukan untuk tujuan-tujuan berikut:

1) Perhitungan tarif biaya overhead predeterminasi dan analisis varians.

2) Penyusunan anggaran fleksibel dan analisis varians.

3) Perhitungan biaya langsung dan margin kontribusi 4) Analisis tiitik impas dan analisis biaya-volume-laba..

5) Analisis biaya defrensial dan biaya komparatif.

6) Analisis maksimalisasi laba dan minimalisasi biaya dalam jangka pendek.

7) Analisis anggaran modal.

8) Analisis profitabilitas pemasaran berdasarkan daerah, produk, dan pelanggan.

(7)

13 Menurut Mukhzarufda dan Wirmie Eka Putra (2019:56), ada 3 metode untuk melakukan memisahkan biaya semi variabel menjadi biaya tetap dan biaya variabel yaitu metode tinggi rendah, metode scattergraph, dan metode kuadrat terkecil.

1) Metode Titik Tinggi Rendah (High and Low Points)

Metode titik tinggi rendah (high and low points) yang dikemukakan oleh Dewi dkk. (2015:13) di bawah ini.

Dalam metode ini, pemisahan biaya semivariabel ke dalam biaya tetep dan biaya variabel dihitung menggunakan dua titik yaitu titik tertinggi dan titik terendah karena keduanya mewakili kondisi dari dua tingkat aktivitas yang paling berjauhan. Metode ini memiliki kelebihan yaitu bersifat sederhana karena hanya dengan menentukan dua titik yaitu titik tertinggi dan terendah. Kekurangan dari metode ini adalah oleh karena hanya menggunakan dua titik untuk menganalisis perilaku biaya (cost behavior), ditambah dengan asumsi bahwa titik-titik data yang lain berada pada garis lurus diantara kedua titik tersebut, maka dapat menghasilkan estimasi biaya tetap dan biaya variabel yang bias sehingga estimasi total biaya menjadi tidak akurat.

Metode titik tinggi rendah (high and low points) yang dikemukakan oleh Siregar dkk. (2013:93) di bawah ini.

Metode titik tertinggi dan terendah adalah metode estimasi unsur variabel dan tetap biaya campuran dengan mengidentifikasi biaya yang berubah dan biaya yang tidak berubah dengan adanya perubahan aktivitas antara aktivitas tertinggi dan aktivitas terendah. Keunggulan metode titik tertinggi dan terendah adalah sangat sederhana dan mudah diterapkan.

Metode ini memiliki kelemahan yaitu hanya menggunakan dua titik data untuk menentukan perilaku biaya dan didasarkan pada asumsi bahwa titik- titik yang lain berada pada garis lurus diantara titik tinggi dan titik rendah.

2) Metode Scattergraph

Menurut Mowen dkk. (2017:119) metode scattergraph adalah “Suatu metode penentuan persamaan suatu garis dengan menggambarkan data biaya dalam suatu grafik. Grafik biaya mencerminkan sebaran biaya untuk berbagai

(8)

14 tingkat aktivitas. Grafik biaya digambar dengan sumbu horizontal menunjukkan tingkat aktivitas dan sumbu vertikel menunjukkan tingkat biaya.”

Siregar dkk. (2013:111) menyatakan bahwa “Keunggulan metode scatterplot adalah memungkinkan untuk melihat data secara visual. Sedangkan

kelemahan metode ini adalah tidak ada kriteria objektivitas dalam memilih garis terbaik karena rumus biaya bergantung pada kualitas penilaian subjektivitas dan analisis.”

3) Metode Kuadrat Terkecil (least square method)

Metode kuadrat terkecil (least square method) yang dikemukakan oleh Dewi dkk. (2015:15) adalah sebagai berikut.

Metode ini sering disebut analisis regresi. Metode ini menentukan secara matematis garis yang paling sesuai atau garis regresi linear melalui sekelompok titik sehingga jumlah pengkuadratan deviasi dari setiap titik yang diplot di atas atau di bawah garis regresi akan minimum atau nol.

Kelebihan dari metode ini adalah ketepatan matematis dari metode ini memberikan tingkat objektivitas yang tinggi dalam analisis. Kekurangan dari metode ini adalah sulit untuk mendeteksi data yang abnormal, yang dapat dengan mudah dideteksi menggunakan metode scattergraph.

Menurut Siregar dkk. (2013:95), pengertian metode kuadrat terkecil (least square method) adalah di bawah ini.

Metode estimasi unsur variabel dan tetap biaya campuran dengan meregresi aktivitas terhadap biaya aktivitas tersebut. Metode ini mengamsumsikan bahwa hubungan antara aktivitas dan biaya bersifat linear. Oleh karena itu, regresi yang digunakan adalah regresi linear.

Persamaan regresi pada metode kuadrat terkecil adalah:

Y a bX Keterangan

a = Konstanta (menggambarkan biaya tetap) b = Konstanta (menggambarkan biaya variabel) Y = Biaya campuran

X = Aktivitas

(9)

15 Tahapan menganalisis unsur variabel dan tetap dari biaya campuran yang dikemukakan oleh Siregar dkk (2013:121) dengan metode kuadrat terkecil (least square method) adalah sebagai berikut:

1) Menyusun data aktivitas dan biaya hostoris yang terjadi dalam berbagai periode pengamatan.

2) Menentukan biaya variabel.

b n ( xy) ( x)( y)

n( x2) ( x)2 3) Menentukan biaya tetap

a y b( x) n

Mowen dkk. (2017:123) mengatakan bahwa “Metode regresi kuadrat terkecil menghasilkan garis yang terbaik dan objektif dibanding dua metode lainnya. Namun perhitungan metode ini cukup sulit apabila dilakukan secara manual.”

2.4 Alokasi Biaya Bersama

Siregar dkk. (2013:325) menyatakan bahwa “Biaya bersama (joint cost) adalah biaya yang dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku diolah sampai saat berbagai macam produk dapat dipisahkan identitasnya. Untuk mengetahui biaya dari setiap jenis produk, maka biaya bersama harus dialokasikan.

Selanjutnya, Siregar dkk. (2013:325) juga mengemukakan ada empat metode yang dapat digunakan dalam mengalokasikan kepada masing-masing produk yaitu sebagai berikut:

1) Metode nilai pasar atau metode nilai jual relatif merupakan metode yang banyak digunakan oleh perusahaan untuk mengalokasikan biaya bersama kepada produk bersama karena harga jual relatif atau nilai jual produk yang merupakan perwujudan dari biaya-biaya yang dikeluarkan dalam mengolaj produk tersebut. Pengalokasian biaya dengan menggunakan metode ini merupakan cara pengalokasian biaya bersama yang bersifat logis dan rasional.

(10)

16 2) Metode rata-rata biaya per satuan atau metode satuan fisik umumnya digunakan oleh perusahaan yang menghasilkan berapa macam produk digunakan apabila produk bersama yang dihasilkan diukur dalam satuan yang sama.

3) Metode rata-rata tertimbang merupakan metode yang digunakan atas dasar asumsi bahwa setiap produk yang dihasilkan dalam proses produksi memiliki faktor pembanding yang disebabkan oleh tingkat kesulitan pembuatan produk, waktu yang digunakan, kemahiran tenanga kerja, dan lain sebagainya.

4) Metode unit kuantitatif didisarkan pada asumsi bahwa setiap produk yang dihasilkan dalam proes produksi bersama menggunakan sejumlah bahan baku yang sesuai dengan koefisien pemanfaatan bahan baku yang terdapat pada setiap produk yang dihasilkan.

Menurut Mulyadi (2016:336), biaya bersama dapat dialokasikan kepada tiap-tiap produk bersama dengan menggunakan salah satu dari empat metode dibawah ini.

1) Metode nilai jual relatif merupakan metode yang banyak digunakan untuk mengalokasikan biaya bersama kepada produk bersama. Metode ini memiliki dasar pemikiran bahwa harga jual suatu produk merupakan perwujudan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam mengolah produk tersebut. Jika salah satu produk terjual lebih tinggi dari pada produk yang lain, hal ini karena biaya yang dikeluarkan untuk produk tersebut lebih banyak bila dibandingkan dengan yang lain.

2) Metode satuan fisik biaya bersama dialokasikan kepada produk atas dasar koefisien fisik yaitu kuantitas bahan baku yang terdapat dalam masing-masing produk. Metode ini menghendaki bahwa produk bersama yang dihasilkan harus dapat diukur dengan satuan ukuran pokok yang sama.

3) Metode rata-rata biaya per satuan umumnya digunakan oleh perusahaan yang menghasilkan beberapa macam produk yang sama dari satu proses bersama tetapi mutunya berlainan. Jalan pikiran yang mendasari pemakaian metode ini adalah karena semua produk dihasilkan dengan proses yang sama, maka tidak mungkin biaya untuk memproduksi satu-satuan produk berbeda satu sama lain.

4) Metode rata-rata tertimbang yaitu metode yang digunakan dengan cara mengalikan kuantitas produksi dengan angka penimbang dan hasil kalinya baru dipakai sebagai dasar alokasi. Penentuan angka penimbang untuk tiap-tiap produk, waktu yang dikonsumsi, dan pembedaan jenis tenaga kerja yang dipakai untuk setiap jenis produk yang dihasilkan

(11)

17 2.5 Bauran Penjualan

Menurut Garrison dkk. (2014:231) bauran penjualan adalah “Komposisi relatif penjualan produk perusahaan. Penjualan dihitung dengan menyatakan penjualan tiap produk sebagai presentase dari total penjualan. Bauran penjualan terdapat dalam perusahaan yang memproduksi atau menjual lebih dari satu jenis produk.”

Selanjutnya Garrison dkk. (2014:231) mengemukakan tujuan bauran penjualan adalah sebagai berikut.

Bauran penjualan memiliki tujuan untuk menghasilkan kombinasi atau bauran yang akan menghasilkan laba terbesar. Sebagian besar perusahaan memiliki banyak produk dan sering kali produk tersebut tidak menghasilkan laba yang sama. Sehingga laba akan bergantung pada bauran penjualan perusahaan. Laba akan menjadi lebih besar jika barang dengan margin tinggi, bukan yang marginnya rendah, memiliki proporsi relatif besar dalam total penjualan.

Mukhzarufda dan Wirmie Eka Putra (2019:96) mengatakan bahwa

“Bauran penjualan (sales mix) adalah kombinasi relatif dari berbagai produk yang dijual perusahaan. Penentuan bauran penjualan, bauran penjualan dapat diukur dalam unit yang terjual atau bagian dari pendapatan.”

2.6 Pengertian Laba

Harahap (2013:113) menyatakan bahwa “Laba adalah kelebihan penghasilan diatas biaya selama satu periode akuntansi.” Sedangkan menurut Subramanyam (2017:98), “Laba adalah ringkasan hasil bersih aktivitas operasi usaha dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam istilah keuangan. Laba merupakan informasi perusahaan yang paling diminati dalam pasar uang.”

(12)

18 Menurut Rudianto (2013:94), “Laba usaha adalah unsur penting yang menjadi motivasi dan menggerakan seluruh aktivitas produktif dalam suatu perusahaan, sehingga diperlukan adanya perencanaan laba dalam suatu usaha.”

2.7 Perencanaan Laba

Menurut Carter (2015:4), “Perencanaan laba merupakan rencana kerja yang telah diperhitungkan dengan cermat dimana implikasi keuangannya dinyatakan dalam bentuk proyeksi perhitungan rugi laba, neraca, kas, dan modal kerja untuk jangka panjang dan jangka pendek.”

Perencanaan laba yang dikemukakan oleh Nafarin (2013:4) adalah sebagai berikut.

Perencanaan dapat terealisir apabila manajemen berhasil dalam menjalankan perusahaan yang diukur dengan besarnya laba (profitability).

Perencanaan merupakan langkah awal dalam menjalankan suatu usaha sebelum mengambil keputusan. Salah satu perencanaan yang dilakukan manajemen yaitu perencanaan laba.

Menurut Garrison dkk. (2014:222), “Analisis perencanaan laba merupakan analisis yang dapat mengestimasikan volume penjualan yang diperlukan untuk mencapai laba tertentu.”

Perencanaan laba yang dapat digunakan menurut Garrison dkk.

(2014:222), terdiri atas dua metode yaitu sebagai berikut:

1) Metode Persamaan

Persamaan laba dasar dapat digunakan untuk mengetahui volume penjualan yang dibutuhkan untuk memperoleh target laba. Volume penjualan dalam unit dengan menggunakan metode persamaan dapat dihitung denga cara berikut:

Laba Margin Kontribusi perunit x unit Biaya etap

Selain dalam unit penjualaan, volume penjualan dalam rupiah dapat diketahui dengan cara berikut:

Laba asio Margin Kontribusi x Penjualan Biaya etap 2) Metode Rumus

(13)

19 Metode rumus merupakan versi pintas dari metode persamaan. Secara umum, dalam situasi produk tunggal volume penjualan dalam unit dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Penjualan (unit) Biaya tetap

Margin kontribusi per nit x arget Laba Sedangkan, dalam rupiah dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Penjualan ( p) Biaya tetap

asio Margin kontribusi x arget Laba

2.8 Analisis Cost-Volume-Profit

Menurut Deviesa (2019:53), “Analisis cost-volume-profit (CVP) adalah suatu analisis yang dapat membantu pelaku bisnis memahami hubungan yang terjadi atas perubahan biaya dan perubahan volume penjualan terhadap perubahan laba perusahaan.”

Mukhzarufda dan Wirmie Eka Putra (2019:93) mengatakan bahwa analisis cost-volume-profit adalah sebagai berikut.

Analisis cost-volume-profit (CVP) atau analisis biaya-volume-laba adalah suatu alat yang berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan karena analisis CVP menekankan keterkaitan antara biaya, akuntitas yang terjual dan harga maka semua informasi keuangan perusahan terkandung di dalamnya. Cost-volume-profit dapat menjadi alat yang bermanfaat untuk mengidentifikasi cakupan dan besarnya keadaan atau kesulitan ekonomi yang dihadapi suatu perusahaan dan memnbantu mencarikan solusi atau pemecahannya.

Samryn (2012:172) mengemukakan pengertian cost-volume-profit di bawah ini.

Cost-volume-profit atau biaya, volume, dan laba merupakan tiga elemen pokok dalam penyusunan laporan laba rugi sebuah perusahaan. Dalam menjalankan kegiatan operasinya, sebuah perusahaan manajemen akan berupaya memperoleh dan mengalokasikan sumber daya dengan cara yang paling murah dari segi biaya dan paling banyak memberikan manfaat dalam pencapaian tujuan perusahaan. Hal yang menjadi elemen utama dalam analisis ini mencakup:

1) Harga jual produk;

(14)

20 2) Volume penjualan atau tingkat aktivitas;

3) Biaya variabel per unit;

4) Total biaya tetap;

5) Komposisi dari kombinasi produk terjual.

2.9 Hubungan Cost-Volume-Profit Dalam Bentuk Grafik

Garrisom dkk. (2014:212) mengemukakan hubungan cost-volume-profit dapat diilustrasikan dengan grafik cost-volume-profit. Grafik cost-volume-profit menekankan hubungan cost-volume-profit pada berbagai tingkat aktivitas.

Gambar 2.1 Grafik Cost-Volume-Profit Sumber : Garrison dkk. (2014:214)

Berdasarkan Gambar 2.1 maka dapat diketahui hubungan antara biaya, volume, dan laba. Selain itu juga dapat diketahui biaya variabel dan biaya tetap serta laba atau rugi yang diantisipasi pada berbagai tingkat penjualan yang diukur dengan jarak vertikal antara garis total pendapatan (penjualan) dengan garis total beban (biaya tetap ditambah biaya variabel). Titik break even point nya merupakan titik potong antara garis total beban dan garis total penjualan.

2.10 Contribution Margin (Margin Kontribusi)

Menurut Mukhzarufda dan Wirmie Eka Putra (2019:94), “Margin kontribusi (contribution margin) adalah pendapatan penjualan dikurangi total biaya variabel. Pada titik impas, margin kontribusi sama dengan beban tetap.”

Biaya Tetap

Kuantitas Harga

Break Even Point (Titik Impas) Rugi

Laba

P

Q

Total Pendapatan

Total Beban

Biaya Variabel

Margin Of Safety

(15)

21 Sedangkan Rudianto (2013:27) mengatakan bahwa “Margin kontribusi adalah selisih antara nilai penjualan dengan biaya variabelnya, jumlah tersebut akan digunakan untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba periode tersebut.”

Menurut Siregar dkk. (2013:112), margin kontribusi dapat dihitung dengan rumus berikut:

Margin Kontribusi (CM) = Penjualan – Biaya Variabel asio Margin Kontribusi Margin Kontribusi (CM)

Penjualan x 100

2.11 Break Even Point (Titik Impas)

Siregar dkk. (2013:318) mengatakan bahwa “Break even point adalah keadaan yang menunjukkan bahwa jumlah pendapatan yang diterima perusahaan (total pendapatan) sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan (total biaya).”

Sedangkan menurut Mukhzarufda dan Wirmie Eka Putra (2019:102), “ itik impas (break even point) adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya, yaitu titik dimana laba sama dengan nol.”

Garrisom dkk. (2014:224) menyatakan bahwa “Break even point adalah tingkat penjualan yang diperlukan untuk menutupi semua biaya operasional dan merupakan laba sebelum bunga dan pajak sama dengan nol.” Sedangkan menurut Samryn (2012:174), break even point atau titik impas adalah tingkat aktivitas dimana suatu organisasi tidak mendapatkan laba dan juga tidak menderita rugi.

Selanjutnya, Samryn (2012:174) mengemukakan bahwa ada tiga metode dalam menghitung break even point atau titik impas yaitu:

1) Metode Persamaan

Laba Penjualan (Biaya tetap Biaya variabel)

(16)

22

Biaya Tetap Unit Pendapatan(Rp)

Break Even Point (Titik Impas)

0

Penjualan (Biaya tetap Biaya variabel) Laba 2) Metode margin kontribusi

Menurut L.M Samryn (2012:176), metode ini merupakan penyingkatan dari formula metode persamaan dalam menghitung titik impas. Hal ini terlihat dari formula dibawah ini:

BEP (unit) Biaya tetap

Margin kontribusi BEP ( p) Biaya tetap

asio margin kontribusi 3) Metode grafik

Selain menggunakan dua metode di atas Samryn (2012:177) mengatakan bahwa analisis impas juga dapat dibuat dengan menggunakan grafik. Grafik titik impas dapat digambarkan di bawah ini.

Gambar 2.2 Grafik Break Even Point (titik impas) Sumber : Samryn (2012:177)

2.12 Batas Keamanan (Margin of Safety)

Menurut Mukhzarufda dan Wirmie Eka Putra (2019:100), “Margin keamanan (margin of safety) adalah unit yang terjual atau diharapkan untuk terjual atau pendapatan yang dihasilkan atau diharapkan untuk dihasilkan yang melebihi volume impas.”

Samryn (2012:181) mengemukakan bahwa margin of safety atau margin keamanan adalah kelebihan penjualan yang dianggarkan atau realisasi di atas titik impas. Margin of safety menunjukkan seberapa besar penjualan dapat turun

(17)

23 sehingga sampai pada break even point (titik impas). Margin of safety atau margin keamanan dapat dirumuskan sebagai berikut:

( p) otal Penjualan ( ) itik Impas (BEP) ( ) ( p)

otal penjualan ( ) x 100

Referensi

Dokumen terkait

Website atau situs dapat diartikan sebagai kumpulan halaman-halaman yang digunakan untuk menampilkan informasi teks, gambar diam atau gerak, animasi, suara, dan atau

Pada tahap analisis, kamus data digunakan sebagai alat komunikasi antara analisis sistem dengan pemakai sistem tentang data yang mengalir dari sistem, yaitu

Metode Nilai pasar paling banyak digunakan oleh perusahaan untuk mengalokasikan biaya bersama kepada produk bersama karena harga jual produk merupakan perwujudan dari biaya-biaya

Rumah Sakit Umum Daerah sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul perlu dioptimalkan fungsinya dengan menetapkan RSUD sebagai Unit

5) Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk mencapai KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yaang tersedia dalam silabus dan KD

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi yang nyata antara spesies kerabat manggis yang digunakan dengan model sambung terhadap semua peubah yang diamati,

Meningkatnya kinerja sektor pertanian juga diikuti oleh peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 103,5 atau lebih

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya putaran poros kritis pada  praktikum putaran poros kritis ini seperti kecepatan putaran poros ini dapat terjadi