SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
oleh Tria Puspasari NIM 12201244049
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI
v
“Jangan fokus terhadap satu titik yang membuatmu jatuh, tetapi fokuslah pada banyak titik lain yang selalu membuatmu bangkit”
“Allah telah menetapkan waktu yang terbaik bagi semuanya, apapun itu”
“Tetaplah menjadi diri sendiri selama itu masih dalam kebaikan dan berubahlah jika itu menuju kebaikan”
vi
dapat diselesaikan. Karya tulis ini saya persembahkan kepada:
• Kedua orang tua tercinta, Ibu Mulia dan Bapak Ponijo yang selalu memberikan dukungan sepenuhnya kepada saya. Doa, motivasi, semangat, kasih sayang, dan segala bentuk dukungan lainnya yang tak pernah putus.
• Kedua kakak tercinta, Febriani Widyaningsih dan Tirtanto Nurhidayat, Adik saya, Nur Ihsan Priadi, dan Pitriyansyah yang selalu memberikan dukungan dan semangat.
vii
skripsi yang berjudul Analisis Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri Se-Kecamatan Piyungan Bantul Yogyakarta Berdasarkan Struktur Narasi dan
Unsur-unsur Intrinsik dengan lancar. Penulisan skripsi ini dilakukan guna memenuhi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar sarjana. Kelancaran pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi tentu tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd. MA. selaku Rektor UNY. 2. Ibu Dr. Widyastuti Purbani, M.A. selaku Dekan FBS.
3. Bapak Dr. Maman Suryaman, M.Pd. selaku Wakil Dekan I FBS, UNY sekaligus dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar telah membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Bapak kepala SMP Negeri 1 Piyungan, Bapak kepala SMP Negeri 2 Piyungan, dan Ibu kepala MTs Negeri Piyungan yang sudah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian.
ix
PERSETUJUAN ... ii
PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
ABSTRAK ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Batasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
G. Batasan Istilah ... 7
BAB II KAJIAN TEORI... 9
A. Deskripsi Teori ... 9
1. Hakikat Cerpen ... 9
2. Struktur Narasi Cerpen ... 12
3. Unsur-unsur Intrinsik Cerpen ... 21
B. Penelitian yang Relevan ... 30
BAB III METODE PENELITIAN... 31
A. Jenis dan Metode Penelitian ... 31
B. Data dan Sumber Data ... 31
C. Instrumen Penelitian ... 32
D. Teknik Pengumpulan Data ... 33
E. Teknik Analisis Data ... 34
F. Uji Keabsahan Data ... 35
BAB IV PEMBAHASAN... 37
A. Hasil Penelitian ... 37
B. Pembahasan ... 44
BAB V PENUTUP... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA... 70
x
Tabel 2: Data Penokohan Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan... 42 Tabel 3: Data Sudut Pandang Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan ... 43 Tabel 4: Data Tema Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan... 44 Tabel 5: Daftar Cerpen Siswa Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-kecamatan Piyungan... 78 Tabel 6: Data Induk Abstrak Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan ... 82 Tabel 7: Data Induk Orientasi Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan... 84 Tabel 8: Data Induk Komplikasi Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs
Negeri Se-Kecamatan Piyungan... 88 Tabel 9: Data Induk Evaluasi Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan... 91 Tabel 10: Data Induk Resolusi Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan... 92 Tabel 11: Data Induk Koda Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan... 94 Tabel 12: Data Induk Alur Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan... 96 Tabel 13: Data Induk Latar Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan... 99 Tabel 14: Data Induk Penokohan Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs
Negeri Se-Kecamatan Piyungan... 103 Tabel 15: Data Induk Sudut Pandang Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs
Negeri Se-Kecamatan Piyungan... 105 Tabel 16: Data Induk Tema Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
xii
Se-Kecamatan Piyungan... 80 Lampiran Data Induk Abstrak Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan... 82 Lampiran Data Induk Orientasi Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan... 84 Lampiran Data Induk Komplikasi Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs
Negeri Se-Kecamatan Piyungan... 88 Lampiran Data Induk Evaluasi Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan... 91 Lampiran Data Induk Resolusi Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan... 92 Lampiran Data Induk Koda Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan... 94 Lampiran Data Induk Alur Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan... 96 Lampiran Data Induk Latar Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
Se-Kecamatan Piyungan... 99 Lampiran Data Induk Penokohan Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs
Negeri Se-Kecamatan Piyungan... 103 Lampiran Data Induk Sudut Pandang Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs
Negeri Se-Kecamatan Piyungan... 105 Lampiran Data Induk Tema Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri
xiii
Oleh Tria Puspasari NIM 12201244049
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendeskripsikan struktur narasi cerpen yang meliputi: abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda 2) mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik cerpen yang meliputi alur, latar, penokohan, sudut pandang, dan tema.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan cerpen karangan siswa kelas VII SMP/MTS Negeri se-Kecamatan Piyungan Bantul Yogyakarta sebagai subjek penelitian, yang dipilih sebanyak 45 karangan. Teknik penentuan subjek didasarkan pada pengambilan sampel yang dilakukan secara random sampling, yaitu diambil 15 karangan siswa dari 1 kelas dari semua kelas paralel di setiap sekolah. Adapun objek penelitiannya adalah struktur narasi dan unsur-unsur intrinsik cerpen. Data diperoleh dengan metode membaca dan mencatat. Metode analisisnya menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah human instrument.Keabsahan data diperoleh melalui reliabilitasintrarater.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur narasi cerpen yang meliputi abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda belum semuanya muncul dalam cerpen siswa siswa kelas VII SMP/MTs Negeri se-Kecamatan Piyungan. Hanya sebagian saja yang telah memiliki abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda. Dari 45 cerpen siswa ditemukan 26 cerpen memiliki abstrak, 25 cerpen memiliki komplikasi dan evaluasi, 40 cerpen memiliki resolusi, dan 5 cerpen memiliki koda. Sementara itu, orientasi ditemukan pada semua cerpen. Semua cerpen siswa menggunakan alur maju. Semua cerpen menggunakan latar tempat, waktu, dan suasana. Teknik pelukisan tokoh yang dominan digunakan adalah teknik dramatik. Sudut pandang yang dominan digunakan adalah sudut pandang persona pertama “aku” tokoh utama. Tema yang digunakan ada 6 jenis tema yaitu pariwisata, persahabatan, perjuangan hidup, kekeluargaan, lingkungan, dan percintaan, yang paling dominan digunakan adalah tema pariwisata.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara umum, manusia berkomunikasi menggunakan dua cara, yaitu menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan dilakukan dengan cara berbicara langsung antara penutur dan petutur, sedangkan bahasa tulis, penulis dan pembaca tidak bertatap muka secara langsung. Bahasa lisan menggunakan keterampilan berbicara dan mendengarkan antara pembicara dan pendengar, sedangkan bahasa tulis melibatkan keterampilan menulis dan membaca antara penulis dan pembaca. Selain sebagai media komunikasi, bahasa tulis dapat dijadikan sebagai media untuk mengemukakan ide atau gagasan, misalnya karya sastra. Penulis dapat menuangkan idenya dalam wujud tulisan-tulisan yang dirangkai sedemikian rupa sehingga membentuk satu-kesatuan utuh.
Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna (Fananie, 2002:6). Sastra dapat dijadikan sebagai wadah bagi seseorang untuk menuangkan ide atau gagasan menjadi sebuah karya yang bernilai estetik. Karya sastra juga dapat dikatakan sebagai perwujudan imajinasi seseorang yang dikemukakan dalam bentuk tulisan.
berkomunikasi dengan orang lain hendaknya dibuat dengan baik dan benar supaya pembaca dapat memahami tulisan sesuai dengan apa yang dikehendaki penulis. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Hayon (2007: 42) bahwa penulis dan pembaca pada wacana tulis tidak dapat berkomunikasi secara langsung sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh penulis harus dibahasakan dengan baik dan benar.
Zulfahnur (1996: 62) mengatakan bahwa cerpen adalah suatu cerita yang melukiskan suatu peristiwa (kejadian) apa saja yang menyangkut persoalan jiwa/kehidupan manusia. Cerpen berisi suatu rangkaian cerita yang hanya memiliki satu permasalahan pokok sehingga cerita yang disampaikan tidak panjang. Cerpen memiliki nilai estetik karena merupakan hasil imajinasi penulis.
Menulis cerpen adalah kegiatan menuangkan ide atau gagasan penulis dalam bentuk tulisan yang berisi serangkaian cerita utuh. Menulis cerpen bisa dikatakan bukan hal yang mudah, terutama bagi siswa yang merupakan penulis pemula. Faktor kendala akan dihadapi siswa dalam menghasilkan cerpen. Faktor kendala setiap siswa berbeda-beda. Siswa dapat mengambil ide atau gagasan yang berupa pengalaman pribadinya dalam menulis cerpen. Hal ini bertujuan untuk memudahkan siswa dalam merangkai setiap kejadian atau peristiwa dalam cerpen karena siswa mengalami sendiri peristiwa tersebut.
cerita; kedua, kurangnya fokus terhadap sentral konflik yang hendak dibicarakan; dan ketiga, bahasa yang digunakan dalam menyampaikan cerita. Kelemahan-kelemahan ini tentunya berkemungkinan dialami oleh para siswa dalam menulis cerpen.
Pembelajaran menulis cerpen di sekolah sangat bergantung pada metode atau cara guru mengajar. Setiap guru memiliki cara masing-masing dalam mengajar. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada nilai siswa. Apapun metode atau cara yang digunakan oleh guru, hendaknya disesuaikan dengan siswa. Penggunaan setiap metode tidak menunjukkan hasil yang sama pada masing-masing kelas karena siswa memiliki karakter yang berbeda-beda. Apapun metode yang digunakan tentunya untuk bisa mencapai tujuan pemebelajaran yang telah ditentukan sebelum proses pembelajaran. Tujuan tersebut disusun berdasarkan kompetensi dan silabus yang telah ditentukan sesuai dengan jenjang pendidikannya.
Hal yang sama dikemukakan oleh Nurhayati (2011: 7), dalam penelitian awalnya mengatakan bahwa rata-rata kemampuan menulis cerpen siswa Kelas X SMA Smart Ekselensia Indonesia masih di bawah KKM, yaitu 68,5, sedangkan KKM adalah 70. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menulis siswa masih rendah dan perlu adanya peningkatan untuk mencapai hasil yang lebih baik lagi. Penelitian juga dilakukan sebelum siswa mendapatkan perlakuan khusus, misalnya pemberian metode tertentu dalam pembelajaran. Jadi, penelitian awal dilakukan untuk melihat kemampuan awal siswa dalam menulis cerpen.
Selain itu, dalam penelitiannya, Tiska Sekar Alit Mendrofa mengatakan bahwa kemahiran menulis cerpen ditinjau dari unsur intrinsik siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Tanjungpinang tahun pelajaran 2013/2014 masuk dalam predikat cukup. Hasil penelitian dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas yang diperoleh siswa kelas X yaitu 75,59 yang berada pada predikat cukup (60-75%).
pembelajaran menulis cerpen dan hanya menganalisis hasil menulis siswa berdasarkan pengetahuan yang mereka peroleh dari guru pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VII SMP/MTs di masing-masing sekolah.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut.
1. Adanya kendala siswa dalam menulis cerpen.
2. Rendahnya kemampuan siswa dalam menulis cerpen. 3. Rendahnya kualitas cerpen siswa.
4. Rendahnya kemunculan dan kualitas struktur narasi dalam cerpen siswa. 5. Rendahnya kualitas unsur intrinsik dalam cerpen siswa.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah disampaikan di atas, masalah yang timbul masih beragam. Oleh sebab itu, perlu adanya pembatasan masalah agar penelitian ini lebih terfokus. Masalah dalam penelitian ini difokuskan pada kualitas cerpen siswa kelas VII SMP/MTs Negeri se-Kecamatan Piyungan Bantul Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah struktur narasi cerpen siswa kelas VII SMP/MTs Negeri se-Kecamatan Piyungan?
2. Bagaimanakah unsur intrinsik cerpen siswa kelas VII SMP/MTs Negeri se-Kecamatan Piyungan?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan struktur narasi cerpen siswa kelas VII SMP/MTs Negeri se-Kecamatan Piyungan.
2. Mendeskripsikan unsur intrinsik cerpen siswa kelas VII SMP/MTs Negeri se-Kecamatan Piyungan.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat teoritis dan praktis. 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara teoritis bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai keterampilan menulis cerita pendek. Selain itu, juga sebagai sumber referensi untuk meningkatkan keterampilan menulis cerpen.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menambah wawasan kemampuan pembelajaran menulis cerpen siswa SMP/MTs kelas VII.
b. Bagi siswa
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen.
c. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengajarkan menulis cerpen bagi siswanya.
d. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Indonesia khususnya menulis cerpen siswa SMP/MTs kelas VII.
G. Batasan Istilah
Dalam penelitian ini agar tidak terjadi salah penafsiran dari istilah-istilah, maka perlu adanya pembatasan istilah untuk setiap variabel, di antaranya yaitu sebagai berikut.
2. Struktur teks cerpen siswa adalah bagian-bagian yang membentuk cerpen siswa. Struktur teks cerpen terdiri dari abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda. Struktur teks cerpen dalam penelitian ini merupakan struktur teks cerpen berdasarkan kurikulum 2013. Struktur teks cerpen memiliki pengertian yang sama dengan struktur narasi cerpen.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Cerpen
Cerpen merupakan singkatan dari cerita pendek. Cerpen merupakan salah satu karya sastra yang berisi rangkaian peristiwa. Oleh sebab itu, cerpen termasuk ke dalam jenis teks naratif. Wiyatmi (2009:28) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan teks-teks naratif ialah semua teks-teks yang tidak bersifat dialog dan yang isinya merupakan suatu kisah sejarah, sebuah deretan peristiwa. Menurut Wiyatmi (2009:28) dalam konteks sastra modern, ciri-ciri tersebut terdapat dalam teks roman, novel, novelet, prosa lirik, dan cerita pendek (cerpen).
Penyajian cerita yang pendek adalah ciri utama sebuah cerpen. Akan tetapi, dalam sebuah teks cerpen ukuran panjang pendek itu tidak ada aturan dan tidak ada kesepakatan di antara pengarang dan para ahli (Nurgiyantoro, 2013: 12). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Nursisto (2000: 163), yang menyatakan bahwa cerita pendek adalah cerita yang pendek, namun tidak setiap cerita yang pendek dapat digolongkan ke dalam cerpen. Ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa sebuah cerita dikategorikan sebagai cerpen apabila dapat dibaca dengan sekali duduk. Jadi, panjang pendek sebuah cerpen tidak mempengaruhi kualitas cerpen tersebut.
yang menceritakan sesuatu atau serangkaian kejadian, tindakan, keadaan secara berurutan dari permulaan sampai akhir sehingga terlihat rangkaian hubungan satu sama lain. Bahasanya berupa paparan yang gayanya bersifat naratif. Contoh jenis karangan ini adalah biografi, kisah, roman, novel, dan cerpen. Dengan demikian, cerpen merupakan salah jenis karangan narasi yang di dalamnya berisi serangkaian kejadian yang disusun secara utuh dan memiliki hubungan kausalitas. Berdasarkan jumlah kata, Tarigan (1985: 178) mengklasifikasikan cerita pendek menjadi 2 jenis, yaitu cerepn yang pendek (short-short story) dan cerpen yang panjang (long-short story). Cerpen yang pendek (short-short story) adalah cerita pendek yang jumlah kata-katanya pada umumnya di bawah 5000 kata, maksimum 5000 kata atau kira-kira 16 halaman kuarto spasi rangkap, yang dapat dibaca dalam waktu kira-kira seperempat jam. Cerpen yang panjang (long-short story) adalah cerita pendek yang jumlah kata-katanya di antara 5000 sampai
10000 kata, minimum 5000 kata dan maksimum 10000 kata, atau kira-kira 33 halaman kuarto spasi rangkap dan dapat dibaca kira-kira setengah jam. Nurgiyantoro (2013: 12) menyebutkan bahwa panjang cerpen itu bervariasi. Ada cerpen yang pendek (short short story), bahkan mungkin pendek sekali: berkisar 500-an kata; ada cerpen yang panjangnya cukupan (middle short story, serta ada cerpen yang panjang (long short story), yang terdiri dari puluhan (atau bahkan beberapa puluh) ribu kata.
dimulai dengan tidak membatasi isi atau tema cerpen yang akan dibuat. Kebebasan isi cerpen membuat siswa dapat berpikir lebih mudah dalam merangkai cerita yang utuh. Panjang pendek cerpen yang ditulis tidak dijadikan suatu masalah dalam menilai karya mereka. Seperti hal yang diungkapkan oleh Sumardjo (2007: 99) bahwa cerpen yang baik merupakan suatu kesatuan bentuk utuh, manunggal, tidak adanya bagian–bagian yang tak perlu. Namun, ada sesuatu yang terlalu banyak semaunya pas, integral, dan mengandung suatu arti.
Ketika menulis cerpen, siswa menulis sekaligus mengarang. Pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunitas yang tidak langsung (Tarigan 2008: 22). Alat komunikasi di sini adalah sebagai media penghubung antara penulis dan pembaca yang tidak bertatap muka secara langsung. Tujuan menulis menurut Tarigan (2008: 24) adalah memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau menyenangkan, mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api. Menurut Hugo Hartig dalam Tarigan (1985: 24) menyebutkan tujuan mengarang yaitu tujuan penugasan, tujuan altruistic, tujuan persuasive, tujuan informasi, tujuan pernyataan diri, tujuan kreatif, dan tujuan pemecahan masalah. Dalam hal ini, siswa menulis cerpen bertujuan untuk penugasan. Penugasan tersebut sekaligus untuk melatih siswa dalam menulis sastra.
pelakunya memuat misi tertentu yang bersifat sugestif sehingga ketika cerpen
selesai dibaca, pembaca akan merenung (Nursisto, 2000:166). Selain itu, Nursisto
(2000: 166) juga mengatakan bahwa tujuan cerpen yaitu sebuah teks yang dapat
menjadi sarana untuk mengekspresikan berbagai hal mengenai perasaan kita,
curahan hati kita terhadap berbagai macam persoalan yang ada.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
cerpen adalah salah satu jenis karya sastra yang dijadikan sebagai media
mengungkapkan ide, gagasan, dan perasaan seseorang dalam bentuk tulisan dan
berisi serangkaian cerita utuh. Bagi siswa, cerpen dapat dijadikan sebagai sarana
menyalurkan ide atau gagasan yang dapat bersifat realita ataupun imajinatif.
Cerpen juga dapat dijadikan sebagai sarana belajar untuk menjadi penulis pemula.
2. Struktur Narasi Cerpen
Menurut Knapp and Watkins (2005: 220-228), aliran narasi dibedakan
menjadi tiga jenis, yaitu recount,simple narrative, dan fables. Recount memiliki
struktur orientation dan sequence of events, simple narrative memiliki struktur
orientation, problem, solution, dan resolution, dan fables memiliki struktur
orientation,complication,resolution, danmoral(Knapp and Watkins, 2005:
223-228). Selain struktur-struktur tersebut, aliran narrative juga bisa memiliki bagian
evaluation (Knapp and Watkins, 2005: 234). Berdasarkan pendapat Knapp and
Watkins, pada dasarnya struktur narasi cerpen sama dengan struktur simple
narrative (cerpen singkat/pendek). Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas,
yaitu theme,orientation, complication,evaluation,resolution, dan moral (Knapp
and Watkins, 2005: 220-235).
Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan
dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang terjadi (Keraf,
1982: 136). Keraf (1982: 135) membedakan narasi menjadi dua jenis, yaitu narasi
ekspositoris dan narasi sugestif. Narasi ekspositoris adalah narasi yang sasaran
utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah
membaca kisah tersebut. Narasi sugestif adalah narasi yang sasarannya makna
peristiwa atau kejadian yang melibatkan daya khayal (imajinasi). Dengan kata
lain, narasi ekspositoris menceritakan sesuatu yang nyata, sedangkan narasi
sugestif menceritakan sesuatu yang imajinatif. Berdasarkan uraian di atas, cerpen
tergolong ke dalam jenis narasi sugestif karena cerpen merupakan hasil karya
imajinasi penulis, baik yang berupa kejadian nyata ataupun hanya sebatas daya
khayal (imajinasi).
Menurut Knapp and Watkins (2005: 224-226), jenis simple narrative
memiliki struktur orientation, complication, dan resolution. Orientation berisi
karakter/tokoh, waktu, tempat, siapa, apa, di mana, kapan, dan lain sebagainya.
Complicationberisi urutan-urutan kejadian/peristiwa cerita yang disampaikan dan
berisi sebuah solusi. Resolution berisi penyelesaian peristiwa dalam cerita yang
merupakan bagian akhir dalam mengikuti sebuah solusi.
Struktur teks cerpen yang terdapat di dalam kurikulum 2013 yaitu
abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda. Struktur tersebut yang
(Maryanto dkk, 2014:13). Setiap bagian memiliki peran tersendiri dalam
membentuk cerpen. Keenam struktur tersebut saling berkaitan satu dengan yang
lainnya. Akan tetapi, ada beberapa struktur yang keberadaannya bersifat opsional,
yaitu boleh ada atau boleh tidak. Struktur yang bersifat opsional yaitu abstrak,
evaluasi, dan koda.
a. Abstrak
Abstrak merupakan ringkasan atau inti sari cerita. Intisari cerita tersebut
akan dijadikan landasan dalam mengembangkan rangkaian-rangkaian peristiwa
dalam cerpen. Abstrak juga bisa dikatakan sebagai gambaran awal cerita. Struktur
abstrak ini memiliki kesamaan dengan struktur theme dalam aliran narrartive.
Persamaannya yaitu isi dari kedua struktur tersebut, yaitu berisi ide utama cerita
yang disampaikan. Keberadaan abstrak di dalam cerpen bersifat opsional. Artinya
boleh ada dan boleh tidak. Sebuah cerpen boleh tidak memiliki abstrak. Berikut
ini adalah contoh abstrak dalam cerpen (terlampir).
Perhelatan bisa kacau tanpa kehadiran lelaki itu. Gulai Kambing akan terasa hambar lantaran racikan bumbu tak meresap ke dalam daging. Kuah Gulai Kentang dan Gulai Rebung bakal encer karena keliru menakar jumlah kelapa parut hingga setiap menu masakan kekurangan santan. Akibatnya, berseraklah gunjing dan cela yang mesti ditanggung tuan rumah, bukan karena kenduri kurang meriah, tidak pula karena pelaminan tempat bersandingnya pasanganpengantin tak sedap dipandang mata, tapi karena macam-macam hidangan yang tersuguh tak menggugah selera. Nasi banyak gulai melimpah, tapi helat tak bikin kenyang. Ini celakanya bila Makaji, juru masak handal itu tak dilibatkan. (Cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad)
b. Orientasi
Orientasi merupakan struktur teks cerpen yang berisi pengenalan latar
cerpen. Bagian orientasi dapat disebut juga sebagai pendahuluan. Bagian
pendahuluan yang menyajikan situasi dasar, memungkinkan pembaca memahami
adegan-adegan selanjutnya dan merupakan bagian yang menjadi daya tarik selera
bagi pembaca terhadap bagian-bagian berikutnya (Dalman, 2015: 115-116). Pada
bagian inilah, pengenalan tokoh dan latar dikemukakan. Berikut ini adalah contoh
orientasi dalam cerpen (terlampir).
Beberapa tahun lalu, pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamadji yang digelar dengan menyembelih tigabelas ekor kambing dan berlangsung selama tiga hari, tak berjalan mulus, bahkan hampir saja batal. Keluarga mempelai pria merasa dibohongi oleh keluarga mempelai wanita yang semula sudah berjanji bahwa semua urusan masak-memasak selama kenduri berlangsung akandipercayakan pada Makaji, juru masak nomor satu di Lareh Panjang ini. Tapi, di hari pertama perhelatan, ketika rombongan keluarga mempelai pria tiba, Gulai Kambing, Gulai Nangka, Gulai Kentang, Gulai Rebung dan aneka hidangan yang tersaji ternyata bukan masakan Makaji. Mana mungkin keluarga calon besan itu bisa dibohongi? Lidah mereka sudah sangat terbiasa dengan masakan Makaji.
“Kalau besok Gulai Nangka masih sehambar hari ini, kenduri tak usah dilanjutkan!” ancam Sutan Basabatuah, penghulu tinggi dari keluarga Rustamadji.
“Apa susahnya mendatangkan Makaji?”
“Percuma bikin helat besar-besaran bila menu yang terhidang hanya bikin malu.
c. Komplikasi
Komplikasi berisi serangkaian kejadian yang saling berhubungan. Artinya,
Peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Bagian ini mencakup adegan-adegan yang berusaha meningkatkan ketegangan,
atau menggawatkan komplikasi yang berkembang dari situasi awal (Dalman.
2015: 116). Pembaca dapat mengenali karakter dan watak tokoh melalui
permasalahan-permasalahan yang dihadapinya pada bagian ini. Para tokoh mulai
menghadapi masalah demi masalah hingga mencapai klimaks. Klimaks
merupakan tahap puncak masalah yang dihadapi para tokoh. Berikut ini adalah
contoh komplikasi dalam cerpen (terlampir).
“Separuh umur Ayah sudah habis untuk membantu setiap kenduri di kampung ini, bagaimana kalau tanggungjawab itu dibebankan pada yang lebih muda?” saran Azrial, putra sulung Makaji sewaktu ia pulang kampung enam bulan lalu.
“Mungkin sudah saatnya Ayah berhenti,”
“Belum! Akan Ayah pikul beban ini hingga tangan Ayah tak lincah lagi meracik bumbu,” balas Makaji waktu itu.
“Kalau memang masih ingin jadi juru masak, bagaimana kalau Ayah jadi juru masak di salah satu Rumah Makan milik saya di Jakarta? Saya takingin lagi berjauhan dengan Ayah,
”Sejenak Makaji diam mendengar tawaran Azrial. Tabiat orangtua selalu begitu, walau terasa semanis gula, tak bakal langsung direguknya, meski sepahit empedu tidak pula buru-buru dimuntahkannya, mesti matang ia menimbang. Makaji memang sudah lama menunggu ajakan seperti itu. Orangtua mana yang tak ingin berkumpul dengan anaknya di hari tua? Dan kini, gayung telah bersambut, sekali saja ia mengangguk, Azrial segera memboyongnya ke rantau, Makaji tetap akan punya kesibukan di Jakarta, ia akan jadi juru masak di Rumah Makan milik anaknya sendiri. “Beri Ayah kesempatan satu kenduri lagi!”
“Kenduri siapa?” tanya Azrial.
“Mangkudun. Anak gadisnya baru saja dipinang orang. Sudah terlanjur Ayah sanggupi, malu kalau tiba-tiba dibatalkan,”
perempuan tunggal babeleng itu. Siapa pula yang tak kenal Mangkudun? Di Lareh Panjang, ia dijuluki tuan tanah, hampir sepertiga wilayah kampung ini miliknya. Sejak dulu, orang-orang Lareh Panjang yang kesulitan uang selalu beres di tangannya, mereka tinggal menyebutkan sawah, ladang atau tambak ikan sebagai agunan, dengan senang hati Mangkudun akan memegang gadaian itu.
Masih segar dalam ingatan Azrial, waktu itu Renggogeni hampir tamat dari akademi perawat dikota, tak banyak orang Lareh Panjang yang bisa bersekolah tinggi seperti Renggogeni. Perempuan kuning langsat pujaan Azrial itu benar-benar akan menjadi seorang juru rawat. Sementara Azrial bukan siapa-siapa, hanya tamatan madrasah aliyah yang sehari-hari bekerja honorer sebagai sekretaris di kantor kepala desa. Ibarat emas dan loyang perbedaan mereka.
“Bahkan bila ia jadi kepala desa pun, tak sudi saya punya menantu anak juru masak!” bentak Mangkudun, dan tak lama berselang berita ini berdengung juga di kuping Azrial.
“Dia laki-laki taat, jujur, bertanggungjawab. Renggo yakin kami berjodoh,”
“Apa kau bilang? Jodoh? Saya tidak rela kau berjodoh dengan Azrial. Akan saya carikan kau jodoh yang lebih bermartabat!”
“Apa dia salah kalau ayahnya hanya juru masak?”
“Jatuh martabat keluarga kita bila laki-laki itu jadisuamimu. Paham kau?”
(Cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad)
d. Evaluasi
Evaluasi yaitu struktur cerpen yang berisi penurunan masalah atau anti
klimaks yang dihadapi para tokoh. Masalah yang muncul sebelumnya mengalami
penurunan. Masalah tidak lagi berada di puncak sehingga situasi atau keadaan
mulai mereda. Pada tahap ini, konflik yang terjadi diarahkan pada pemecahannya
sehingga mulai tampak penyelesaiannya. Menurut pendapat Knapp and Watkins
(2005: 234), keberadaan tahap evaluasi bersifat ospsional, tetapi biasanya penulis
memberikan pendapat dari apa yang telah terjadi di dalam cerita. Berikut ini
adalah contoh evaluasi dalam cerpen (terlampir).
rasanyaMangkudun memandangnya dengan sebelah mata. Maka, dengan berat hati Azrial melupakan Renggogeni. Ia hengkang dari kampung, pergi membawa luka hati.(Juru Masak karya Damhuri Muhammad)
e. Resolusi
Pada bagian ini, pengarang akan mengungkapkan solusi dari berbagai
konflik yang dialami tokoh. Resolusi dapat dikatakan sebagai bagian penutup
cerpen. Bagian ini berisi akhir suatu perbuatan yang hanya menjadi pertanda
berakhirnya tindak-tanduk (Dalman, 2015: 116). Menurut keraf (dalam Dalman,
2015: 116) mengatakan bahwa akhir dari perbuatan atau tindakan itu merupakan
titik di mana tenaga-tenaga atau kekuatan-kekuatan yang diemban dalam situasi
yang tercipta sejak semula membesit ke luar dan menemukan pemecahannya.
Pada bagian ini pengarang mengungkapkan solusi dari masalah yang dialami para
tokoh. Berikut ini adalah contoh resolusi dalam cerpen (terlampir).
Awalnya ia hanya tukang cuci piring di Rumah Makan milik seorang perantau dariLareh Panjang yang lebih dulu mengadu untung di Jakarta. Sedikit demi sedikit dikumpulkannya modal, agar tidak selalu bergantung pada induk semang. Berkat kegigihan dan kerja keras selama bertahun-tahun, Azrial kini sudah jadi juragan, punya enam Rumah Makan dan duapuluh empat anak buah yang tiap hari sibuk melayani pelanggan. Barangkali, ada hikmahnya juga Azrial gagal mempersunting anak gadis Mangkudun. Kini, lelaki itu kerap disebut sebagai orang Lareh Panjang paling sukses di rantau. Itu sebabnya ia ingin membawa Makaji ke Jakarta. Lagi pula, sejak ibunya meninggal, ayahnya itu sendirian saja di rumah, tak ada yang merawat, adik-adiknya sudahterbang-hambur pula ke negeri orang.
Meski hidup Azrial sudah berada, tapi ia masih saja membujang.Banyak yang ingin mengambilnya jadi menantu, tapi tak seorang perempuan pun yang mampu luluhkan hatinya. Mungkin Azrial masih sulit melupakan Renggogeni, atau jangan-jangan ia tak sungguh-sungguh melupakan perempuan itu.
f. Koda
Koda merupakan pelajaran yang dapat dipetik oleh pembaca dari sebuah
cerita. Pada bagian ini, pembaca mendapatkan nilai-nilai atau pelajaran yang
terdapat di dalam cerpen. Koda dalam struktur teks cerpen memiliki kesamaan
dengan moral dalam aliran narrative, yaitu berisi pelajaran atau pesan daam
cerita. Keberadaan koda dalam cerpen bersifat opsional. Artinya boleh ada dan
boleh tidak ada di dalam sebuah cerpen. Berikut ini adalah contoh koda dalam
cerpen (terlampir).
Dua hari sebelum kenduri berlangsung, Azrial, anaklaki-laki Makaji, datang dari Jakarta. Ia pulang untuk menjemput Makaji. Kini, juru masak itu sudah berada di Jakarta, mungkin tak akan kembali, sebab ia akan menghabiskan hari tua di dekat anaknya. Orang-orang Lareh Panjang telah kehilangan juru masak handal yang pernah ada di kampung itu. Kabar kepergian Makaji sampai juga ke telinga pengantin baru Renggogeni. Perempuan itu dapat membayangkan betapa terpiuh-piuhnya perasaan Azrial setelah mendengar kabar kekasih pujaannya telah dipersunting lelaki lain.
(Cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad)
Berdasarkan uraian tentang struktur narartive yang dikemukakan oleh
Knapp and Watkins dan strukutur teks cerpen yang terdapat di dalam kurikulum
2013, terdapat kesamaan pengertian pada masing-masing struktur tersebut, seperti
Gambar 1:Persamaan Struktur Narasi dan Struktur Teks Cerpen
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa struktur teks
cerpen terdiri dari 6 bagian, yaitu absktrak, orientasi, komplikasi, evaluasi,
resolusi, dan koda. Dari keenam bagian tersebut, terdapat 2 bagian yang
keberadaannya bersifat opsional (boleh ada dan boleh tidak), yaitu bagian abstrak
dan koda. Pemaparan di atas bersumber pada buku “Bahasa Indonesia Ekspresi
Diri dan Akademik” tahun 2014 yang merupakan buku ajar yang diterbitkan oleh
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan mengacu pada Kurikulum 2013.
Buku tersebut merupakan buku ajar untuk siswa SMA/MA/SMK/MAK kelas XI
Semester 1. theme complication orientation koda resolusi evaluasi komplikasi orientasi abstrak resolution evaluation moral Intisari Cerita Rangkaian peristiwa Pengenalan tokoh dan latar
Pesan moral cerita Solusi masalah
3. Unsur Intrinsik Cerpen
Cerpen memiliki dua unsur pembangun, yaitu unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun cerpen yang terlibat langsung
di dalamnya dan unsur ekstrinsik adalah unsur pembangun cerpen yang tidak
terlibat secara langsung di dalam cerpen, namun mempengaruhi isi cerpen.
Unsur-unsur intrinsik cerpen meliputi alur/plot, latar/setting, penokohan, sudut pandang,
dan tema.
a. Alur/Plot
Alur adalah rangkaian peristiwa-peristiwa yang membentuk sebuah cerita.
Alur pada dasarnya merupakan deretan peristiwa dalam hubungan logik dan
kronologik saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami oleh para pelaku
(Luxemburg dalam Wiyatmi, 2009: 49). Alur merupakan salah satu bagian
penting dalam cerita karena mengontrol jalannya peristiwa dari awal hingga akhir
cerita.
Menurut Zulfahnur (1997: 26), alur atau plot adalah rangkaian
peristiwa-peristiwa cerita yang disusun secara logis dan kausalitas. Alur disajikan untuk
memahami bagaimana jalannya cerita dalam cerpen. Peristiwa-peristiwa yang
dirangkai harus memiliki hubungan kausalitas agar jalannya cerita tidak keluar
dari jalur penceritaan dan terarah. Hal ini dipertegas oleh pendapat Pujiharto
(2012: 32) yang menyatakan bahwa alur adalah peristiwa-peristiwa yang terdapat
di dalam cerita dan memiliki hubungan kausalitas antara satu dengan lainnya.
Secara umum, alur dibedakan menjadi tiga, yaitu alur maju, alur mundur,
disusun mulai dari awal kejadian dan disusun secara kronologis hingga ke akhir
kejadian. Alur maju disusun berdasarkan waktu kejadian yang paling awal sampai
dengan paling akhir. Alur mundur adalah kebalikan dari alur maju. Jika alur maju
menyajikan mulai dari awal kejadian sampai dengan akhir kejadian, alur mundur
menyajikan mulai dari akhir kejadian sampai dengan awal kejadian. Hal ini
dikatakan sebagai flashback atau putar balik. Alur campuran (maju-mundur)
adalah alur yang menyajikan cerita secara tidak runtut atau acak. Cerita disajikan
tidak berdasarkan urutan waktu kejadian, melainkan diacak sesuai dengan
keinginan penulis atau pengarang.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa alur adalah
serangkaian peristiwa yang disusun dan membentuk satu kesatuan secara utuh
serta memiliki hubungan kausalitas dalam menghasilkan sebuah cerpen. Alur
yang biasa digunakan untuk siswa sebagai penulis pemula adalah alur maju
karena alur maju memiliki kategori mudah untuk diterapkan di dalam cerita.
b. Latar/Setting
Latar adalah penggambaran tempat kejadian, waktu kejadian, dan suasana
kejadian yang terdapat di dalam cerpen. Pengambaran tersebut berfungsi sebagai
sarana bagi pembaca dalam memahami isi cerpen. Menurut Zulfahnur (1997: 36),
latar adalah situasi tempat, ruang, dan waktu terjadinya cerita. Menurut Pujiharto
(2012: 47) latar adalah elemen fiksi yang menyatakan pada pembaca di mana dan
kapan terjadinya peristiwa. Menurut Semi (1988: 46) latar atau landas tumpu
atas memiliki kemiripan dalam mendefinisikan latar, yaitu latar mencakup tempat
dan waktu peristiwa dalam cerita.
Pendapat yang sedikit berbeda dan lebih rinci dikemukan oleh
Nurgiyantoro (2013: 314) yang membagi latar menjadi 3 unsur pokok, yaitu latar
tempat, latar waktu, dan latar sosial dan budaya. Latar tempat menunjuk pada
lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi
(Nurgiyantoro, 2013: 314). Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan”
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi
(Nurgiyantoro, 2013: 318). Latar sosial-budaya menunjuk pada hal-hal yang
berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang
diceritakan dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 2013: 322).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa latar adalah tempat dan waktu
terjadinya cerita dalam cerpen serta perilaku sosial tokoh yang terdapat di dalam
cerpen yang mencerminkan kehidupan sehari-hari masyarakat di suatu tempat.
Kehidupan sosial di dalam cerpen dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan
penulis atau pengarang cerpen.
c. Penokohan
Tokoh adalah pelaku yang terlibat di dalam cerita. Nurgiyantoro (2013:
247) mengemukakan bahwa istilah tokoh menunjuk pada orangnnya, pelaku
cerita, msalnya sebagai jawaban terhadap pertanyaan: ”Siapakah tokoh utama
novel itu?”, atau “Ada berapa orang jumlah tokoh novel itu?”, dan sebagainya.
Nurgiyantoro (2013: 258-278) mengkategorikan tokoh ke dalam beberapa jenis
1) Berdasarkan pada peran dan pentingnya tokoh, yaitu tokoh utama dan tokoh
tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaannya,
sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang kurang mendapatkan perhatian
di dalam cerita.
2) Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, yaitu tokoh protagonis dan tokoh
antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang menampilkan sesuai dengan
pandangan dan harapan pembaca, sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh
yang beroposisi dengan tokoh protagonis secara langsung ataupun tidak
langsung.
3) Berdasarkan perwatakan tokoh, yaitu tokoh sederhana dan tokoh bulat. Tokoh
sederhana adalah tokoh yang memiliki satu sifat saja, sedangkan tokoh bulat
adalah tokoh yang dapat memiliki sifat lebih dari satu.
4) Berdasarkan berdasarkan berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh, yaitu
tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis adalah tokoh yang tidak
mengalami perkembangan watak, sedangkan tokoh berkembang adalah tokoh
yang mengalami perkembangan watak sejalan dengan perkembangan peristiwa
dan plot dikisahkan.
5) Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh terhadap (sekelompok) manusia
dari kehidupan nyata, yaitu tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal adalah
tokoh yang dapat ditafsirkan sebagai tokoh yang memiliki pemahaman seperti
totkoh di dunia nyata, sedangkan tokoh netral adalah tokoh yang benar-benar
Setiap tokoh memiliki karakter atau sifat sesuai dengan peran yang
dimainkannya di dalam cerita. Karakter atau sifat inilah yang disebut dengan
penokohan. Perwatakan atau penokohan adalah pelukisan tokoh/pelaku cerita
melalui sifat-sifat, sikap, dan tingkah lakunya dalam cerita (Zulfahnur, 1997: 29).
Melalui penokohan, pembaca dapat mengenali karakter masing-masing tokoh
melalui sifat dan tingkah lakunya di dalam cerita. Seperti pendapat yang
dikemukakan oleh Pujiharto (2012: 44), penokohan adalah cara pengarang dalam
menggambarkan watak dan kepribadian tokoh. Pengarang memasukkan sifat
tertentu di dalam tokoh untuk menggambarkan karakter dan watak tokoh di dalam
cerita.
Menurut Nurgiyantoro (2013: 248), penokohan mencakup masalah siapa
tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya
dalam sebuah cerita sehingga sangup memberikan gambaran yang jelas kepada
pembaca. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah pelaku sekaligus
gambaran sifat-sifat yang dimainkannya di dalam cerita. Penokohan mencakup
tokoh dan juga karakter atau wataknya di dalam cerita.
Teknik pelukisan tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu teknik ekspositori
dan teknik dramatik (Nurgiyantoro, 2013 279-297). Teknik ekspositori sering juga
disebut sebagi teknik analitis. Teknik analitis yaitu teknik pelukisan tokoh cerita
dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung.
Pengarang mendeskripsikan secara langsung karakter para tokoh, muncul sebagai
perkenalan para tokoh. Teknik dramatik yaitu teknik pelukisan tokoh cerita secara
tokoh. Karakter tokoh dapat diketahui melalui kata-kata, tingkah laku, dan
kejadian-kejadian yang ada di dalam cerita.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
penokohan adalah pelukisan karakter atau watak tokoh di dalam cerita.
Penokohan dilakukan dengan memasukkan sifat-sifat tertentu di dalam tokoh dan
diditunjukkan melalui perilakunya di dalam cerita. Teknik pelukisan tokoh dapat
dilakukan memalui dua cara, yaitu secara langsung dan secara tidak langsung.
Sebagai contoh sifat yang terdapat di dalam tokoh yaitu, pemarah, penyabar,
dermawan, suka menolong, rajin, dan lain sebagainya.
d. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah keberadaan pengarang di dalam cerita. Keberadaan
ini diketahui berdasarkan bagaimana cara pengarang menyampaikan
peristiwa-peristiwa yang ada di dalam cerita. Menurut Zulfahnur (1997: 35) sudut pandang
adalah posisi atau tempat pengarang dalam menuturkan kisahnya itu di dalam
cerita. Sudut pandang atau point of view memasalahkan siapa yang bercerita
(Wiyatmi, 2009: 40-41). Sudut pandang bergantung pada keinginan pengarang
menempatkan dirinya dalam cerita yang ditulisnya. Menurut Semi (1988: 57)
pusat pengisahan adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam ceritanya,
atau dari mana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu.
Jadi, sudut pandang adalah posisi pengarang dalam cerita yang ditulisnya.
Nurgiyantoro (2013: 347-363) membagi sudut pandang menjadi empat
macam, yaitu sudut pandang persona ketiga: “dia”, sudut pandang persona
campuran. Sudut pandang persona ketiga: “dia” menempatkan narator sebagai
seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh dengan
menyebut nama, atau kata gantinya; ia, dia, mereka. Sudut pandang persona
ketiga “dia” dibedakan menjadi dua, yaitu “dia” mahatahu (narator mengetahui
segala yang ada di dalam cerita) dan “dia” terbatas (narator mengetahui banyak
hal namun terbatas hanya pada satu tokoh) (Nurgiyantoro, 2013:347-352). Sudut
pandang persona pertama: “aku” menempatkan narator sebagai sosok yang terlibat
langsung di dalam cerita, yaitu sebagai tokoh di dalam ceritanya. Sudut pandang
persona pertama: “aku” dibedakan menjadi dua, yaitu “aku” tokoh utama dan
“aku” tokoh tambahan (Nurgiyantoro, 2013:352-357). Sudut pandang persona
kedua: “kau” merupakan cara cara pengisahan yang mempergunakan “kau” yang
biasanya sebagai variasi cara memandang oleh tokoh aku dan dia (Nurgiyantoro,
2013:357). Sudut pandang campuran merupakan penggunaan lebih dari satu kata
ganti persona dalam penyampaian cerita. Penggunaanya merupakan gabungan dari
persona ketiga “dia”, persona pertama “aku”, dan persona kedua “kau”.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang telah dikemukakan di atas,
dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah posisi atau keberadaan
perngarang di dalam cerita yang ditulisnya. Sudut pandang dibedakan menjadi
empat macam, yaitu sudut pandang persona ketiga “dia”, sudut pandang persona
pertama “aku”, sudut pandang persona kedua “kau”, dan sudut pandang campuran
e. Tema
Tema adalah ide sentral yang mendasari suatu cerita. Tema dapat dijadikan
sebagai titik tumpu dalam merangkai kejadian di dalam cerpen. Tema merupakan
omensional yang amat penting dari suatu cerita, karena dengan dasar itu
pengarang dapat membayangkan dalam fantasinya bagaimana cerita akan
dibangun dan berakhir (Zulfahnur, 1997: 25). Pendapat yang sama dikemukakan
oleh Harymawan (dalam Wiyatmi, 2009: 49) yang mengatakan bahwa tema
merupakan rumusan intisari cerita sebagai landasan idiil dalam menentukan arah
tujuan cerita. Tidak berbeda pula dengan pendapat Nurgiyantoro (2013: 32) yang
mengatakan bahwa tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita.
Menurut Shipley (dalam Nurgiyantoro, 2013: 130-132) membagi tema
menjadi lima tingkatan, yaitu sebagai berikut.
1) Tema tingkat fisik, tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak menyangkut
dan atau ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan.
2) Tema tingkat organik, tema karya sastra tingkat ini lebih banyak menyangkut
dan atau mempersoalkan masalah seksualitas—suatu aktivitas yang hanya
dilakukan oleh makhluk hidup.
3) Tema tingkat sosial, tema karya sastra tingkat ini berisi permasalahan,
persahabatan-permusuhan, konflik ekonomi, sosial politik, pendidikan,
kebudayaan, perjuangan, cinta kasih antar sesama, propaganda, hubungan
atas-bawahan, dan lain sebagainya.
4) Tema tingkat egois, tema karya sastra tingkat ini berisi masalah individualitas,
5) Tema tingkat divine, tema karya sastra tingkat ini berisi masalah religiositas
atau hubungan antara manusia dengan Sang pencipta, seperti pandangan hidup,
visi, dan keyakinan.
Nurgiyantoro (2013: 133) menyebutkan bahwa tema juga dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu tema utama dan tema tambahan. Tema utama atau tema mayor
adalah tema pokok cerita (artinya: makna pokok cerita yang menjadi dasar atau
gagasan dasar umum karya itu). Tema tambahan atau tema minor adalah
makna-makna tambahan yang terdapat di dalam cerita.
Siswa mungkin kesulitan dalam menentukan tema untuk menulis cerpen.
Hal ini dikarenakan tema merupakan bagian paling awal dalam penulisan cerpen.
Tema akan membatasi cerita yang disajikan di dalamnya. tema yang selalu
berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan, seperti masalah cinta, kasih,
rindu, takut, maut, religius, sosial, dan sebagainya. Untuk memudahkan siswa
dalam menentukan tema, dapat disarankan agar mereka dapat mengambil tema
yang pernah mereka alami sendiri atau berdasarkan pengalaman pribadi.
Pengalaman pribadi akan lebih memudahkan siswa merangkai cerita sesuai tema
karena mereka adalah pelaku utama di dalam cerita yang mereka tulis.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tema adalah rumusan cerita
yang terdapat di dalam cerpen. Tema merupakan landasan utama dalam
merangkai cerita yang ada di dalam cerpen. Tema cerpen untuk siswa diarahkan
kepada hal yang sesuai dengan jenjang pendidikan mereka, agar mereka tidak sulit
bagi siswa adalah tema tentang kehidupan sehari-hari, seperti persahabatan,
pendidikan, dan persaudaraan.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah skripsi berjudul
“Kemahiran Menulis Cerpen Ditinjau dari Unsur Itrinsik Siswa Kelas X Sekolah
Menengah Atas Negeri4 Tanjungpinang Tahun Pelajaran 2013/2014” yang ditulis
oleh Tiska Sekar Alit Mendrofa. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Tiska
adalah objek penelitian yang berupa unsur-unsur intrinsik dalam cerpen siswa.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Tiska adalah jenis penelitian yang
digunakan, yaitu pada penelitian Tiska menggunakan metode penelitian deskriptif
kuantitatif, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif kualitatif. Selain itu, penelitian ini memiliki objek penelitian yang lebih
luas yaitu struktur narasi cerpen dan unsur-unsur intrinsik cerpen siswa kelas VII
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2002: 5)
penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif, yang mana penggunaannnya
mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih
mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, metode ini
menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; dan
ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak
penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Pelaksanaan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan secara intensif
dan terperinci tentang struktur narasi dan unsur-unsur intrinsik cerpen karangan
siswa kelas VII SMP/MTs Negeri se-Kecamatan Piyungan atau yang berkenaan
dengan objek kajian penelitian ini. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif analisis karena hasil penelitian berupa data deskriptif dalam
bentuk kata tertulis.
B. Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah cerpen. Sumber data dalam penelitian ini
adalah cerpen siswa kelas VII SMP/MTs Negeri se-Kecamatan Piyungan Bantul
Yogyakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP/MTs
Negeri se-Kecamatan Piyungan Bantul Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016 .
sebagai berikut: 8 kelas pararel SMP N 1 Piyungan, 6 kelas pararel SMP N 2
Piyungan, dan 7 kelas pararel MTs N Piyungan. Sampel dalam penelitian ini
sebanyak 45 cerpen siswa kelas VII SMP/MTs Negeri se-Kecamatan Piyungan
Bantul Yogyakarta. Sampel yang digunakan adalah jenis sampel acak atau
random sampling.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti atau human instrumen.
Penelitian ini dilakukan oleh peneliti sendiri yang didukung oleh pengetahuan
tentang seperangkat teori cerpen. Pada penelitian ini, peneliti sekaligus
merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan
pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya (Moleong, 2002: 121).
Peneliti sebagai instrumen harus memiliki ciri-ciri yaitu responsif, dapat
menyesuaikan diri, menekankan keutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan,
memproses data secepatnya, dan memanfaatkan kesempatan untuk
mengklasifikasikan dan mengikhtisarkan, dan memanfaatkan kesempatan mencari
respons yang tidak lazim atau idiosinkratik (Moleong, 2002: 121).
Pengetahuan dan pemahaman tentang fokus penelitian serta
langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengumpulkan data dapat mendukung
tercapainya data yang sesuai dengan fokus penelitian. Penelitian ini menggunakan
alat bantu berupa perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras dalam
penelitian ini yaitu alat tulis, laptop, dan flashdisk. Perangkat lunak dalam
penelitian ini yaitu teori cerpen, meliputi pengertian cerpen, struktur narasi
D. Teknik Pengumpulan Data
Pada tahap pengumpulan data, peneliti mencari dan mengumpulkan data
dengan cara mengumpulkan teks cerpen siswa kelas VII SMP/MTs Negeri
se-Kecamatan Piyungan sebanyak 45 sampel teks cerpen. Teks cerpen tersebut
merupakan karangan siswa.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik riset kepustakaan menggunakan metode simak dengan teknik baca dan
catat. Pengumpulan data menggunakan teknik baca karena cara yang digunakan
dalam memperoleh data dilakukan dengan cara membaca penggunaan tuturan.
Teknik catat dilakukan untuk mencatat dan mengklasifikasikan unsur-unsur yang
telah dicatat. Langkah-langkah dalam membaca dan mencatat data adalah sebagai
berikut.
1. Mengidentifikasi data dengan cara membaca berulang-ulang cerpen agar
peneliti dapat memahami keseluruhan isi cerpen. Membaca dilakukan
sebanyak 3 sampai 5 kali untuk setiap cerpen.
2. Mengidentifikasi dan mencatat kutipan-kutipaan serta hal-hal yang terkait
struktur narasi cerpen yang berupa abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi,
resolusi, dan koda.
3. Mengidentifikasi dan mencatat kutipan-kutipan serta hal-hal yang terkait
unsur-unsur intrinsik cerpen yang berupa alur, latar, penokohan, sudut
4. Menganalisis data yang telah diidentifikasi dan dicatat dengan cara
mendeskripsikan isi cerpen yang berupa struktur narasi dan unsur-unsur
intrinsik cerpen.
E. Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dan metode analisis isi. Metode deskriptif yaitu sebuah metode analisis
karya sastra dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang terdapat di dalam data
yang diperoleh. Data yang diperoleh dianalisis isinya dengan menggunakan
kriteria struktur cerpen dan unsur intrinsik cerpen. Setiap sampel cerpen dibaca
dengan seksama dan kemudian dianalisis dari segi struktur narasi cerpen dan
unsur-unsur intrinsik.
Metode analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat
inferensi-inferensi yang dapat ditiru (repicable) dan sahih data dengan
memperhatikan konteksnya. Analisis isi digunakan untuk menganalisis data yang
ada berupa teks cerpen. Analisis isi memiliki tiga prinsip, yaitu prinsip sistematik,
prinsip obyektif, dan isi yang nyata. Prinsip sistematik artinya peneliti tidak boleh
menganalisis sebagian saja tetapi keseluruhan isi yang telah ditetapkan untuk
diteliti sebelumnya. Prinsip obyektif artinya hasil penelitian tergantung pada
proses penelitiandan apa yang diteliti bukan tergantung pada orang. Prinsip isi
yang nyata artinya data yang diteliti dan dianalisis adalah data yang terlihat atau
tampak bukan yang dirasakan.
Analisis data bertujuan untuk mengubah data menjadi informasi yang
digunakan memfokuskan pada kajian struktur dan unsur intrinsik cerpen. Struktur
narasi cerpen meliputi abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda.
Unsur intrinsik cerpen meliputi alur, latar, penokohan, sudut pandang, dan tema.
F. Uji Keabsahan Data
Untuk mendapatkan keabsahan data penelitian dilakukan pengecekan data
yang telah didapatkan. Keabsahan data bertujuan untuk meyakinkan bahwa
analisis data atau temuan-temuan dalam penelitian ini dapat dipercaya.
Teknik pemeriksaan keabsahan data pada penelitian ini yaitu uji validitas
dan uji reliabilitas. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
validitas isi cerpen. Validitas isi dilihat berdasarkan struktur dan unsur instrinsik
cerpen. Struktur narasi cerpen meliputi abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi,
resolusi, dan koda. Unsur-unsur intrinsik cerpen meliputi alur, latar, penokohan,
sudut pandang, dan tema. Validitas isi untuk melihat seberapa baik cerpen dilihat
berdasarkan strutur dan unsur intrinsiknya. Validitas data dapat diuji
menggunakan validitas konstruk yaitu dengan menganalisis data sesuai
konteksnya kemudian dihubungkan dengan teori-teori atau referensi yang relevan
(Zuchdi, 1993:55)
Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah intrarater, yaitu
dengan cara membaca dan meneliti subjek penelitian secara berulang-ulang
sampai memperoleh data yang dikehendaki. Moleong (2002: 177) mengatakan
bahwa peneliti harus melakukan ketekunan pengamatan. Ketekunan pengamatan
relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan
diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Pemilihan reliabilitas ini dikarenakan
BAB IV PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap cerpen karya siswa
SMP/MTs se-Kecamatan Piyungan, hasil yang diperoleh adalah 45 cerpen siswa.
Jumlah tersebut adalah total cerpen dari tiga sekolah SMP/MTs Negeri
se-Kecamatan Piyungan, yaitu SMP Negeri 1 Piyungan, SMP Negeri 2 Piyungan,
dan MTs Negeri Piyungan yang terpilih sebagai data penelitian. Daftar judul
cerpen dan pengkodean cerpen yang digunakan sebagai data tercantum dalam
tabel 6 (terlampir).
Tabel tersebut merupakan tabel data terpilih yang akan digunakan sebagai
data penelitian. Penyajian dalam bentuk tabel bertujuan untuk memudahkan
peneliti menganalisis data. Selain itu, tabel juga bertujuan untuk memudahkan
pembaca dalam memahami pembahasan yang akan diuraikan pada bagian
selanjutnya. Pemberian kode pada setiap cerpen bertujuan untuk memudahkan
dalam menemukan data selama menganalisis setiap cerpen. Pengkodean
dilakukan secara acak dan tidak berdasarkan kategori tertentu.
Cerpen memiliki struktur teks yang dibagi menjadi enam bagian, yaitu
abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda. Abstrak adalah bagian
paling awal cerpen setelah judul cerpen, yang berisi intisari cerita yang dijadikan
sebagai landasan dalam mengembangkan rangkaian-rangkaian peristiwa dalam
pembukaan, yang biasanya berisi pengenalan tokoh dan sedikit penggambaran
latar. Bagian ketiga adalah komplikasi atau bagian inti, yaitu bagian cerpen yang
berisi peristiwa-peristiwa dalam cerita. Pada bagian komplikasi berisi konflik atau
masalah yang menjadi isi pokok cerita. Bagian keempat adalah evaluasi, yaitu
bagian yang berisi penurunan masalah atau anti klimaks. Bagian kelima adalah
resolusi, yaitu bagian yang berisi penyelesaian masalah. Resolusi biasanya berisi
akhir dari cerita yang disampaikan. Bagian keenam atau terakhir adalah koda,
yaitu bagian yang berisi pembelajaran yang bisa diambil oleh pembaca.
Berdasarkan data yang telah ditemukan pada cerpen siswa SMP/MTs
Negeri se-Kecamatan Piyungan, berikut ini adalah hasil penelitian yang
Tabel 1: Data Struktur Teks Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri Se-Kecamatan Piyungan
No Struktur Cerpen
Isi Jumlah (%)
1 Abstrak Abstrak disampaikan
menggunakan cara langsung, yaitu penyampaian ringkasan atau intisari cerita yagn berada pada bagian awal cerita.
26 57,78 %
2 Orientasi Orientasi cerpen siswa berisi pengenalan tokoh, latar tempat, dan latar waktu. Penyampaian orientasi dilakukan secara langsung dengan menyebutkan para tokoh, sebagian besar menyebutkan tokoh utama. Penyampaian latar tempat dan latar tokoh dilakukan secara langsung juga yaitu dengan menyebutkan tempat dan waktu dalam cerita.
45 100 %
3 Komplikasi Komplikasi cerpen siswa berisi konflik atau masalah dalam cerita
25 55,56 %
4 Evaluasi Evaluasi cerita yang berisi penurunan masalah dalam cerita disampaiakn melalui meredanya masalah di dalam cerita
25 55,56 %
5 Resolusi Resolusi cerpen siswa yang berisi penutup cerita disampaikan secara langsung melalui akhir dari jalannya cerita
40 88,89%
6 Koda Koda cerpen siswa berisi amanat cerpen yang disampaikan secara langsung yaitu berupa pesan yang dapat diambil dari cerita
5 11,11 %
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui data sebagai berikut.
1. Abstrak pada cerpen memiliki persentase yang cukup, yaitu sebanyak 26
cerpen dari total keseluruhan 45 cerpen. Jika dipersentasekan maka
[image:52.595.125.503.133.615.2]2. Orientasi pada cerpen tergolong kategori baik, yaitu semua cerpen memiliki
orientasi. Semua cerpen memiliki kesamaan dalam orientasi, yaitu berisi
pengenalan tokoh dan latar tempat.
3. Komplikasi memiliki hasil yang tergolong cukup. Pada bagian ini, tidak semua
cerpen menyajikan konflik dalam cerita. Hanya sebagian saja yang memiliki
konflik. Data yang ditemukan yaitu sebanyak 25 cerpen yang memilki konflik
dalam cerita atau sebesar 55,56 %,. Data tersebut menyatakan bahwa sebagian
besar cerpen siswa SMP/MTs Negeri se-Kecamatan Piyungan terdapat konflik
cerita. Sebagian cerpen yang belum memiliki konflik dikarenakan
penyampaian cerita lebih ke arah pemaparan perjalanan tokoh dalam suatu
lokasi.
4. Evaluasi pada cerpen tergolong cukup karena jumlahnya sama dengan
komplikasi, yaitu sebanyak 25 cerpen atau sebesar 55,56%. Bagian ini sama
dengan komplikasi karena merupakan bagian lanjutan yang memiliki
keterkaitan dengan komplikasi.
5. Resolusi pada cerpen yaitu sebanyak 40 cerpen atau sebesar 55,56%. Bagian
ini berisi penyelesaian masalah dan penutup cerita (dalam cerpen yang tidak
memiliki konflik).
6. Koda pada cerpen tergolong rendah, yaitu sebanyak 5 cerpen dari total
keseluruhan 45 cerpen atau jika dipersentasekan sebesar 11,11%.
Selain memiliki struktur teks, cerpen juga memiliki unsur pembangun.
Unsur pembangun cerpen dibedakan menjadi dua macam, yaitu unsur intrinsik
secara langsung di dalam cerpen, sedangkan unsur ekstrinsik cerpen adalah unsur
yang tidak terlibat secara langsung atau berada di luar isi cerpen. Unsur-unsur
intrinsik cerpen terdiri atas alur, latar, penokohan, sudut pandang, dan tema.
Kelima unsur tersebut letaknya menyebar di dalam cerpen. Setiap unsur
merupakan bagian yang memiliki keterkaitan erat dengan unsur-unsur lainnya.
Artinya, setiap unsur memiliki peran tersendiri dalam membangun sebuah cerpen.
Unsur intrinsik cerpen yang pertama adalah alur. Alur merupakan jalannya
cerita. Alur dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu alur maju, alur mundur, dan alur
campuran (maju dan mundur). Berdasarkan analisis data pada cerpen siswa
SMP/MTs Negeri se-Kecamatan Piyungan, ditemukan bahwa sebanyak 45 cerpen
menggunakan alur maju atau memiliki persentase sebesar 100%. Berdasarkan data
tersebut dapat diketahui bahwa alur yang terdapat dalam 45 cerpen menggunakan
alur maju.
Selain jalannya cerita, cerpen memiliki unsur latar. Latar adalah
penggambaran tempat, waktu, dan suasana di dalam cerita. Penggambaran tempat
dilakukan secara eksplisit atau terbuka. Penulis langsung menyebutkan nama
tempat terjadinya cerita. Oleh sebab itu pembaca akan lebih mudah mengetahui
tempat terjadinya cerita. Latar waktu ditulis secara langsung, seperti pukul,
tanggal, bulan, dan tahun terjadinya peristiwa dalam cerpen. Selain itu, latar
waktu juga ada yang disampaikan secara umum dan tidak menyebutkan secara
spesifik.
Unsur intrinsik cerpen yang selanjutnya adalah penokohan. Para pelaku
karakteristiknya tersendiri. Karakter yang melekat pada tokoh disebut penokohan.
Berdasarkan data cerpen siswa kelas VII SMP/MTs Negeri se-Kecamatan
Piyungan, penokohan dilukiskan melalui dua cara, yaitu teknik ekspositori atau
secara langsung menyebutkan karakter dari para tokoh dan teknik dramatik atau
secara tidak langsung. Berikut ini adalah data penokohan dalam cerpen.
Tabel 2: Data Penokohan Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri Se-Kecamatan Piyungan No Teknik Pelukisan Tokoh Isi Jumlah 1 Teknik ekspositori
Penokohan dalam cerpen siswa dilukiskan secara langsung yaitu menyebutkan secara langsung karakter atau sifat dari tokoh utama dalam cerita
6
2 Teknik dramatik Penokohan dalam cerpen siswa dilakukan secara tidak langsung yaitu karakter atau sifat tokoh utama tidak disebutkan secara langsung, melainkan melalui perbuatan-perbuatan atau sikap-sikap yang dimainkannya di dalam cerita
45
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar cerpen
menggunakan teknik dramatik dalam melukiskan tokoh dalam cerpen. Jumlah
teknik pelukisan tokoh lebih dari 45 cerpen karena terdapat beberapa cerpen yang
menggunakan dua teknik pelukisan tokoh sekaligus dalam satu cerpen.
Cerpen berisi karangan penulis. Karangan tersebut dapat berupa kejadian
nyata atau hanya berupa imjinasi. Penulis dapat menempatkan diri dalam cerita
yang dibuatnya. Posisi pengarang di dalam cerita disebut sudut pandang. Menurut
Nurgiyantoro (2012: 347-359), sudut pandang dibedakan menjadi 4 macam yaitu
[image:55.595.115.513.266.477.2]sudut pandang persona kedua: “kau”, dan sudut pandang campuran. Berdasarkan
[image:56.595.115.514.190.395.2]analisis terhadap cerpen siswa, ditemukan data sebagai berikut.
Tabel 3: Data Sudut Pandang Cerpen Siswa Kelas VII SMP/MTs Negeri Se-Kecamatan Piyungan
No Jenis
Sudut Pandang
Isi Jumlah (%)
1 Persona Pertama
“aku” tokoh
utama
Cerpen siswa
menggunakan “aku”
tokoh utama dalam menyampaikan cerita
36 80 %
2 Persona Pertama
“aku” tokoh
tambahan
Cerpen siswa
menggunakan “aku”
tokoh tambahan dalam menyampaikan cerita
1 2,22 %
3 Persona Ketiga
“dia” maha tahu
Cerpen siswa
menggunakan “dia”
maha tahu dalam menyampaikan cerita
8 17,78 %
Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa sebagian besar cerpen siswa
kelas VII SMP/MTs Negeri se-Kecamatan Piyungan menggunakan sudut pandang
persona pertama “aku”tokoh utama, yaitu sebanyak 36 cerpen atau sebesar 80